[LN] Kiraware Maou ga Botsuraku Reijou to Koi ni Ochite Nani ga Warui! Volume 4 Chapter 5.1 Bahasa Indonesia

 


Chapter Lima: Hari Jadi Satu Tahun
1

 

Pada bulan ketujuh kehamilannya, perut Luina sudah cukup besar hingga perutnys bahkan mengangkat baju hamilnya. Dia tidak lagi bersikeras untuk melakukan tugas rumahnya, yang mana itu hal yang sulit baginya mengingat betapa aktifnya dia sepanjang hidupnya, tapi tidak mungkin baginya untuk melakukan pekerjaannya dengan benar.

Tidak melakukan apa-apa, Luina menghabiskan sebagian besar waktunya setiap hari di tempat tidur yang aman. Namun, begitu pula dengan Anima dan anak-anak, karena menemani Luina adalah salah satu prioritas tertinggi mereka.

Mereka membeli meja dan sofa baru untuk kamar tidur sehingga para gadis bisa menggambar dan bermain sambil juga menghabiskan waktu bersama ibu mereka, tapi dengan cuaca yang semakin hangat setiap harinya, baik Anima maupun Luina mulai merasa tidak enak pada mereka.

Bahkan dokter pun, yang mengunjungi Luina setiap dua minggu sekali, telah menyarankan agar dia berjalan-jalan ringan di luar sesekali. Sesuai saran itu, jalan-jalan keluarga singkat di sekitar taman telah menjadi kegiatan sehari-hari, dan mereka bahkan mengunjungi kota seminggu sekali.

Anima dan para gadis sedang melakukan jalan-jalan harian di taman mereka, merencanakan tamasya mingguan yang menyenangkan ke Garaat, yang akan terjadi besok.

Aku ingin pergi ke kafe,” usul Myuke sambil mendorong kereta bayi sebagai latihan saat bayinya lahir nanti.

Sehari sebelumnya adalah hari Bram yang mendorong kereta bayi, yang berhasil dia lakukan tanpa masalah, dan besok adalah kesempatan Marie untuk mencoba menghadapi tantangan itu. Mereka telah berlatih sejak mereka membeli kereta bayi, dan sementara Myuke serta Bram telah menguasainya dengan baik, Marie jelas-jelas kesulitan menghadapi tugas itu. Dia hampir tidak bisa mencapai pegangannya, dan tidak bisa melihat ke dalam kereta dorong sama sekali ketika penutup mataharinya diturunkan.

Anima mengkhawatirkannya, tapi dia bahkan lebih khawatir tentang apa yang akan terjadi jika si bayi berada di kereta dorong saat Marie mencoba mendorongnya. Meski begitu, terlepas dari kesulitannya, Marie secara aktif menantikan untuk berjalan bersama sang bayi, dan Anima tidak ingin merusak antusiasmenya. Marie mungkin akan baik-baik saja jika mereka berada di jalan yang terawat baik dan Anima memberikan perhatian yang ekstra kepada mereka.

“Kamu terlihat sangat mahir dengan kereta dorongnya, oce?”

Ini mudah. Aku tidak sabar untuk berjalan-jalan bersama bayi nanti.”

“Aku juga!” Seru Marie dari samping telinga Anima. Anima kira Marie mau bertanya apakah dia bisa naik kereta dorong, tapi itu tidak terjadi. Tempat favoritnya masihlah di punggung Anima, dan digendong di punggung Anima telah menjadi metode transportasi yang paling umum ketika mereka pergi jalan-jalan. Aku bisa main keyincingan!

Ayah yakin bayinya akan langsung berhenti menangis jika melihatmu mengerincingkannya.”

Marie sangat menyukai mainan kerincingan yang mereka beli, dan baru-baru ini mulai berlatih menenangkan bayi dengan bantuan kakak-kakaknya. Bayi sungguhan jelas tidak akan mudah ditenangkan seperti Myuke dan Bram, tapi semua orang yakin bahwa antusiasmenya akan cukup untuk membuat itu berhasil.

Mereka berlima menikmati sinar matahari yang lembut sembari berjalan melintasi halaman rumput hijau yang rimbun. Menjelang akhir perjalanan harian mereka, saat mereka melewati sumur, Luina tiba-tiba berhenti dan dengan penuh kerinduan melihat ke arah sana. Anima mengikuti arah pandangannya, tapi ia tidak melihat sesuatu yang aneh. Yang ada di sana hanyalah halaman rumput, pagar kayu kecil, dan hutan di dekatnya.

“Kenapa kamu berhenti? Apakah kamu sakit?

Mendengar itu, anak-anak juga merasa khawatir. Luina berbalik ke arah keluarganya dan menggelengkan kepalanya, menatap mereka dengan senyum menenangkan.

“Jangan khawatir, Ibu sangat baik-baik saja.”

“Lalu kenapa Ibu melamun?” tanya Myuke, benar-benar bingung.

“Ibu hanya mengingat apa yang terjadi tahun lalu.”

Angin sepoi-sepoi bertiup melintasi taman dan membuat rambut Luina berkibar, pemandangan yang benar-benar membuat Anima terpesona. Mata Luina yang lembut dan senyumnya yang manis menarik napas Anima, memenuhi diri Anima dengan perasaan hangat, kagum, dan takjub sembari kupu-kupu menari-nari di perutnya. Pada saat itu, Anima menyadari apa yang Luina maksud.

“Sudah satu tahun sejak kita bertemu, ya…?”

Ya. Hanya dua hari lagi dan pertemuan kita akan menjadi tepat satu tahun yang lalu, menjadikannya hari jadi pertama kita.”

Anima terpikat oleh kata-kata Luina yang lembut namun penuh gairah.

“Sudah setahun penuh…”

Tahun pertama mereka bersama terasa seperti berlalu begitu saja bagi Anima. Setiap hari sejak pernikahan mereka dipenuhi dengan kegembiraan dan kebahagiaan, dan tidak pernah ada saat yang membosankan dengan adanya keluarganya di sisinya. Hari-hari terasa seperti berlangsung dua puluh empat menit daripada dua puluh empat jam.

“Oh wow, sudah selama itu? Aku ingat begitu aku pulang ke rumah dan tiba-tiba Ibu sudah menikah. Itu sungguh mengejutkan… Tunggu, Ayah, apakah Ayah benar-benar melupakan hari jadi satu tahun Ayah?”

Myuke tidak percaya, dan Anima tidak memiliki pembelaan. Dia memang melupakannya sampai Luina mengungkitnya.

Maaf...

“Oh, tidak, tidak apa-apa kok. Aku pun baru mengingatnya saat kita berjalan melewati tempat ini,” ungkap Luina, yang memicu helaan nafas putus asa dari Myuke.

“Astaga, kalian berdua benar-benar diciptakan untuk satu sama lain. Yah, beneran, kok bisa kalian berdua melupakan hari jadi pertama kalian?! Kita harus mengadakan perayaan besar—setidaknya sebesar perayaan yang kita adakan untuk ulang tahun!”

“Aku juga ayakan!”

“Aku akan membantu juga, oce? Kami akan membuat hari jadi Ayah dan Ibu lebih baik daripada upacara pernikahan!”

“Kami tidak mengadakan upacara.”

Bram tidak bisa mempercayai apa yang didengarnya.

“Kenapa tidak?! Kalian berdua sangat mesra hingga membuatku malu, oce?! Kupikir Ayah dan Ibu telah mengadakan upacara yang sangat manis! Kecuali Ayah dan Ibu tidak sedekat ini saat itu?”

“Tidak, bukan begitu. Kami tergila-gila satu sama lain sejak kami bertemu. Bukankah begitu?”

“Ya, sungguh tergila-gila.”

Butuh beberapa hari setelah mereka menikah untuk berbagi ciuman pertama mereka, tapi mereka tidak diragukan lagi saling mencintai sejak saat pertama.

“Kalau begitu, itu tidak masuk akal, oce?! Apakah upacara pernikahan bukan hal yang penting di sini?!”

“Tidak, itu penting kok,” jelas Myuke. “Kebanyakan pasangan mengadakannya. Orang kaya biasanya mengadakan pesta besar dengan puluhan atau bahkan ratusan tamu, sementara orang miskin mengadakan upacara kecil bersama keluarga mereka.”

Ketika mereka menikah, Luina tidak punya uang atau keluarga selain Myuke dan Marie. Dia juga tidak pernah mengemukakan ide soal upacara. Adapun Anima, dia punya alasan yang sepenuhnya berbeda.

“Ayah sangat senang dengan pernikahan kami sehingga pikiran tentang upacara pernikahan tidak pernah terlintas di benak Ayah.”

“Sejujurnya, Ayah, itu sama sekali tidak mengejutkanku. Meski aku terkejut bahwa Ibu tidak mengungkitnya, sih.”

“Ibu tidak mengungkitnya untuk alasan yang sama. Mendengarkan Ibunya Ibu berbicara tentang pernikahannya membuat Ibu ingin mengadakannya juga, tapi menikah dan bersama dengan Anima sudah cukup memuaskan bagi Ibu.”

Mendengar alasan Luina membuat Anima senang, dan fakta bahwa Anima bukanlah alasan mereka tidak mengadakan upacara pernikahan adalah hal yang semakin membuatnya senang.

“Aku senang kalian berdua tidak menganggap ini masalah besar, tapi Ayah melewatkan kesempatan yang luar biasa, oce?”

“Kesempatan apa?”

“Ayah hanya bisa melihat Ibu memakai gaun pengantinnya sekali seumur hidup, oce? Itu seharusnya menjadi momen terindah dalam hidup seseorang. Selain itu, seorang perempuan terlihat paling imut ketika dia mengatakan, yah Ayah tahulah, sambil mengenakan gaun itu.

“Luina, kita akan mengadakan upacara pernikahan.”

Anima tidak perlu mendengar lebih banyak lagi, dan tawa manis Luina menunjukkan bahwa dia juga setuju dengan ide itu.

“Kedengarannya indah.”

Pikiran untuk mengadakan upacara pernikahan yang sebenarnya membuat Anima tampak bersemangat. Dia ingin mengadakannya dalam waktu dua hari, jadi mereka perlu merencanakan acara dengan cepat. Itu adalah tugas yang berat, tapi dia sanggup melakukannya.

“Namun, kita tidak bisa langsung melakukannya. Kita hampir tidak punya cukup waktu untuk merencanakan hari jadinya. Maksudku, mungkin bisa jika kita melakukannya dalam lingkup kita-kita saja, tapi jangan lupa kalau Ibu sedang hamil. Kita tidak bisa membiarkan Ibu bekerja keras dan melakukan banyak pekerjaan.”

Peringatan Myuke menarik Anima kembali ke kenyataan. Myuke sepenuhnya benar; Anima tidak ingin memaksa Luina untuk memaksakan diri, dan dia juga tidak ingin terburu-buru mempersiapkannya. Luina mungkin sama bersemangatnya soal upacara itu seperti Anima, yang berarti bahwa mereka harus memastikan bahwa acara sekali seumur hidup itu benar-benar sempurna.

“Sepertinya upacara pernikahan kita harus menunggu,” kata Luina.

“Kurasa memang baiknya begitu. Bahkan jika kita menunda upacaranya, kita masih memiliki hari jadi kita. Aku suka ide berdandan untuk acara ini.”

Luina pasti memikirkan hal yang sama karena dia langsung mengangguk pada usulan Anima.

◆◆◆