[LN] Jakushou Soshage-bu no Bokura ga Kamige wo Tsukuru made Volume 1 Chapter 19 Bahasa Indonesia
Chapter 19 - Untuh Meraih Mimpi
Ini adalah pertama kalinya Kai akan naik kereta peluru ke Tokyo. Setelah berangkat dari Niigata, dia akan tiba dalam waktu sekitar dua jam. Dia telah memesan tiket sore agar dia tiba tepat pada waktunya untuk menghadiri rapat di Tsukigase. Tampaknya tidak ada yang memesan tempat duduk di sampingnya, karena kereta api berangkat dengan lembut tanpa ada orang yang duduk di sana.
Dia berbarengan dengan para pengusaha, yang duduk agak jauh di sekelilingnya. Namun, ketiga gadis itu tidak ada di sana; Nanaka bilang kalau dia akan pergi bersama Kai, tapi Kai menolak tawarannya. Ini adalah hari kerja biasa, jadi mereka ada kelas, dan ongkos kereta peluru tidak cukup murah.
Yang paling penting, ini adalah masalah Kai: jika Kai bilang, “Aku tidak ingin membuatmu terlibat dalam hal ini lebih dari ini,” Nanaka mungkin akan marah padanya. Tapi terlepas dari itu, dia tahu kalau dia harus menyelesaikan ini sendiri. Dia tidak bisa membiarkan dirinya menderita dan tertekan sampai membeku secara fisik setiap kali dia teringat tentang apa yang telah terjadi... Waktu merendahkan diri sudah berakhir.
Kereta dengan anggun melintas ke dalam terowongan, seolah-olah tenggelam ke dalam air. Pemandangan di luar jendela berubah menjadi dinding hitam pekat, membuat Kai bisa melihat wajahnya sendiri yang gugup di pantulan kaca. Dia mengeluarkan smartphone untuk mengalihkan perhatiannya, tapi tidak ada sinyal. Sebagai gantinya, dia mengeluarkan laptop dari tasnya.
Dia membuka file PowerPoint yang berisi semua materi yang akan dia bahas hari ini. Dengan bantuan ketiga rekan satu klubnya, Kai berhasil membuat proposal rancangan kebangkitan Rondo. Dalam beberapa jam, dia akan berada di ruang konferensi Tsukigase, menunjukkan dokumen-dokumen ini kepada semua orang yang hadir.
Kai mengalihkan pandangan dari monitor dan memejamkan mata sejenak. Dia bisa merasakan detak di dadanya menjadi lebih cepat dan lebih berat. Seolah-olah dia adalah pengamat orang ketiga, dia mengingat dalam hati kalau, terlepas dari kecemasannya, dia tidak tersiksa oleh rasa bersalah sampai mual sejak membuka diri pada Nanaka dan yang lainnya. Karena itulah, ini hanya kegugupan, yang berarti tidak ada alasan untuk lari.
Sekali lagi, sekali lagi, sekali lagi... Saat Kai memutar materi presentasinya lagi dan lagi, waktu berlalu dalam sekejap mata, dan dia tiba di Tokyo. Aku telah melupakan hiruk pikuk keramaian kota, pikirnya sambil mendorong diri melewati peron. Berganti kereta ke Jalur Yamanote, dia berjalan ke stasiun terdekat ke Tsukigase. Satu perhentian demi perhentian berlalu saat dia semakin dekat ke sekolah lamanya. Pada saat dia turun di pemberhentian terakhirnya, Kai merasa seperti dia telah berteleportasi.
Sekarang sudah cukup sore untuk pergi ke SMA Tsukigase tanpa masalah. Mempersiapkan diri secara mental, Kai berhenti sejenak sebelum berjalan melewati gerbang tiket. Dan, setelah melewati kerumunan orang, dia mengarahkan pandangannya ke pintu keluar.
“—Shiraseki.” Sebelum Kai bisa mengambil satu langkah maju, sebuah suara memanggilnya. Dia tidak perlu berbalik untuk mengetahui suara siapa itu. Akane menyilangkan tangan dan tatapannya yang tenang nan anggun tertuju lurus ke arah Kai. “—Terkejut, tidak perlu,” kata Akane menceramahinya. “Jangan biarkan itu terlihat di wajahmu, Shiraseki.”
“Oh, uh, maaf...” jawabnya canggung.
“Permintaan maaf juga tidak perlu. Apakah aku yang menjemputmu di sini sangat tidak biasa?” tanya Akane. “Sebelumnya, kamu datang menjemputku: ini sebagai balas budiku. Ini menandai kedua kalinya aku mengambil peran sebagai pemandu hari ini. Ini adalah perubahan rutinitas yang bagus.” Ekspresi lembutnya tiba-tiba menegang dan dia dengan tajam bertanya, “Konfirmasi terakhir ... Apakah kamu sudah siap?”
“Ya,” kata Kai.
Akane tersenyum kecil mendengar jawabannya. “Kalau begitu, ayo kita pergi.”
◇
Rambut Akane berayun dengan semua kilau sayap basah gagak saat Kai mengikuti di belakangnya. Jalan menuju sekolah tidak berubah sejak dia pergi. Tsukigase berjarak lima menit kurang dengan berjalan kaki dari stasiun terdekat, dan mereka tiba di gerbang sekolah tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Tidak ada nostalgia—tidak ada apa-apa—di sini. Ini tidak perlu dikatakan lagi, tapi apa yang berdiri di hadapannya adalah SMA biasa, dan tekanan besar yang dia alami dalam mimpi buruknya tidak ada.
Kai menarik napas dalam-dalam saat memasuki tempat itu. Dari gedung sekolah dan lapangan di belakangnya, dia bisa mendengar suara pentungan setelah jam sekolah bergema di seluruh sekolah seperti riak di kolam.
Dalam perjalanan menuju pintu depan, mereka berpapasan dengan beberapa siswa yang sedang pulang ke rumah. Seragam asing Kai menarik banyak tatapan. Akane hendak menyiapkan satu set sandal tamu untuk Kai ketika Kai berkata, “Oh, tidak perlu,” dan mengeluarkan sepasang sepatu dalam ruangan yang dia simpan di tasnya.
“—Benar-benar siap,” kata Akane dengan kagum. “Seperti yang diharapkan darimu.”
“Kamu mengajariku kalau pakaian yang fimiliar adalah cara lain untuk menjaga ketenangan,” kata Kai.
“...Benar. Aku pernah bilang begitu, kan?”
Langkah kaki yang tenang muncul dari lantai linoleum yang mengilap dalam perjalanan mereka menuju ruang konferensi klub social game. Akane berhenti di depan pintu. Dari dalam, Kai bisa mendengar gumaman para anggota klub yang sudah berkumpul di sana. Mengeluarkan ponsel dari sakunya, Kai memeriksa jam: pukul 17.57. Dalam tiga menit tirai akan terangkat, dan Akane tidak lagi berbicara dengannya. Sebagai gantinya, Akane meliriknya sekilas, yang ditanggapi Kai dengan baik.
Ceklek. Begitu pintu terbuka, obrolan antar anggota klub yang memenuhi ruang konferensi mereda menjadi sunyi... dan begitu Kai masuk, teriakan keras kembali terdengar di udara.
“—Berisik, tidak perlu,” kata Akane cepat. “Ini sudah waktunya. Mari kita mulai rapat mingguan kita.”
Para kepala tim duduk mengelilingi meja bundar, seperti biasa. Tentu saja, itu termasuk Ginjou, yang tidak menahan diri saat dia menatap Kai dengan bingung dan jijik.
Meskipun perintah Akane telah membungkam suara mereka, anggota klub yang terguncang itu terus memusatkan perhatian mereka pada Kai saat dia mulai berbicara. “Diskusi hari ini, seperti yang disebutkan sebelumnya, tentang topik Girls’ Symphonic Rondo Tim 10 ke depannya… Ginjou.”
“Y-Ya?” Mungkin dia terkejut, karena cara Akane yang tiba-tiba menoleh pada Ginjou. Mungkin Ginjou hanya berpura-pura. Meski begitu, terdapat kebimbangan yang langka dalam suara Ginjou.
“Sebagai pembuka,” tanya Akane, “apakah ada yang ingin kamu katakan?”
“...Tidak ada. Tidak ada... yang perlu kukatakan. Ketua Kurenai, aku menduga kamu akan mengumumkan penghen... Tidak, arah masa depan Rondo hari ini.” Suara Ginjou agak serak saat dia menutup perkataannya, “Aku sudah siap sepenuhnya.”
Dari tempat duduk Akane, Kai bisa melihat semua anggota klub dengan baik. Rasanya persis seperti berdiri di podium guru, karena semua orang berada di bidang penglihatannya. Dia bisa dengan jelas melihat efek kata-kata Ginjou pada anggota klub lainnya.
Ketika Ginjou salah bicara, ada sekelompok orang yang bereaksi terhadap kesalahannya. Melihat orang-orang yang terpengaruh itu, mudah untuk menebak alasannya, karena itu adalah anggota Tim 10 yang malang. Beberapa orang matanya tertunduk, sementara yang lain dengan susah payah mengalihkan seluruh pandangan mereka.
Tampaknya semua Tim 10 datang dengan persiapan yang sama seperti Ginjou. Hanya ada satu pemberhentian terakhir untuk social game yang gagal: yaitu, penghentian layanan. Itu saja. Tampaknya Ginjou dan anggota timnya yang lain ada di sini, di konferensi ini hanya untuk menunggu pengumuman itu.
Akane menghela nafas secara dramatis—lebih dari yang diharapkan siapa pun dari perilakunya yang biasa. “Begitu, ya,” katanya. “Sungguh mengecewakan.”
“Mengecewakan…?” Kali ini, keterkejutan Ginjou tampak tidak dibuat-buat.
“Kamu tidak menghargai hal-hal yang benar, Ginjou,” kata Akane, dengan menggelengkan kepalanya ringan. Lalu, “...Shiraseki.”
“Ya?”
“Sekarang giliranmu.”
Begitu Akane menyerahkan kendali pada Kai, Ginjou memberinya tatapan tajam, dan itu bukan hanya dia. Sekali lagi, tatapan semua orang di ruangan itu berbalik mengikuti Kai. Gumaman anggota klub, saling bertanya apa yang sedang terjadi terdengar seperti ombak laut yang dia kunjungi bersama Nanaka. Dia meletakkan laptopnya di atas meja dan menghubungkan kabel yang memungkinkan dia memproyeksikan layarnya ke papan tulis.
Namun, Kai tidak segera menyalakan proyektor, mengetahui bahwa pernyataan pertama sangat penting. Dia membayangkan lautan dan Nanaka di sampingnya saat dia menarik suara dari dasar perutnya, berseru, “Lama tidak bertemu! Aku Shiraseki Kai!” Gumaman itu berhenti, dan suasana menjadi hening. “Hari ini…” Dia menekan kuat tombol enter pada keyboardnya dan melanjutkan, “Aku datang hari ini bukan untuk menyarankan cara meningkatkan Rondo... Melainkan, untuk mengajukan proposal proyek yang akan menghidupkannya kembali dari awal.”
“...Ini—” Ginjou meledak, berdiri tiba-tiba dari kursinya. “Ini semua sudah terlambat! Apakah kau paham apa yang telah kau—”
“Ginjou-san,” kata Kai, memotongnya dengan nada suara yang tenang namun penuh emosi. “Sebelumnya, ketika ketua Kurenai menanyakan padamu, kau bilang kalau kau tidak punya apa-apa untuk dikatakan. Kalau begitu…” Kai berhenti, mengerahkan seluruh tenaga ke dalam suaranya. “Pertama-tama, aku ingin kau diam dan mendengarkan. Aku akan mendengarkan kekhawatiranmu sesudahnya.”
Ginjou memandang Akane seolah-olah ingin protes, tapi Akane tidak menghiraukannya. Ekspresi wajahnya berubah begitu kasar hingga Kai hampir bisa mendengar giginya bergemeretak saat dia duduk kembali dengan kasar.
Ehem. Kai berdeham dengan sengaja, mengembalikan perhatian orang banyak yang gelisah. Rintangan pertamanya adalah agar mereka dapat memberikan kesempatan pada Kai untuk mengatakan bagiannya, dan tindakan Ginjou telah menjadi dorongan bagus yang memungkinkan Kai menyelesaikannya dengan aman. Semua potongan berada di tempatnya. Mulai saat ini, satu-satunya pertanyaan yang tersisa adalah apakah Kai bisa menyampaikan presentasi yang meyakinkan atau tidak.
“Aku yakin kita semua sadar kalau Rondo saat ini sedang menghadapi krisis,” kata Kai membuka presentasi. “Peringkatnya telah merosot, dan tidak ada upaya peningkatan kita yang berhasil terhadap para pengguna kita. Dari data ini, jelas kalau semua orang di tim manajemen telah melalui banyak penderitaan akhir-akhir ini.”
Kai memajukan satu slide presentasi, agar menampilkan halaman dengan semua data yang sudah dianalisis diringkas dengan rapi. Baik DAU, maupun tingkat retensi, atau bahkan KPI yang umumnya sangat penting tidak memiliki masalah, namun penjualan mereka tidak naik. Tepatnya, gacha tidak bergulir.
Kai berusaha keras untuk menekankan poin itu. “Akar penyebab masalah ini dapat dianggap sebagai ketidakpercayaan yang tak tergoyahkan pada manajemen Rondo yang berasal dari kebocoran informasiku. Terutama di bagian gacha, tidak ada dari yang kita lakukan sejak saat itu yang dapat beresonansi dengan pengguna kita.”
Dia maju ke slide lain. Slide ini memiliki kompilasi dari semua spanduk gacha yang diterapkan sejak insiden itu, bersama dengan reaksi basis pengguna terhadap spanduk tersebut. Grafik penjualannya hampir berbentuk garis lurus, yang merangkak secara horizontal di dekat tanda nol.
Mereka sudah tahu itu. Di dalam klub, ini adalah informasi yang bahkan orang bodoh pun akan mengerti. Apakah Kai datang untuk mengingatkan mereka dan menaburkan garam pada luka? Kelelahan dan kemarahan mulai keluar dari anggota klub yang hadir.
“—Meski begitu, mari kita buang semuanya,” saran Kai, saat dia dengan sengaja melemparkan pernyataan itu kepada mereka dengan mengabaikan pemahaman mereka.
Keheningan yang berasal dari keterkejutan lebih sedikit, dan lebih banyak dari kebingungan menyebar ke seluruh ruangan.
“Apakah kalian tidak mengerti?” Kali ini, Kai memilih kata-kata untuk memprovokasi mereka saat dia maju ke tayangan slide. “Ayo kita buang gachanya,” ucap Kai gigih. “Komponen utama proposalku adalah penghentian gacha.” Papan tulisnya kosong kecuali kata-kata, ‘Penghentian Gacha,’ yang telah tertera dengan jelas di tengah layar.
Begitu mereka mengerti apa yang Kai maksud, kerumunan mulai ribut. Seolah ingin memenangkan mereka, Ginjou bangkit berdiri lagi dan berteriak, “Itu benar-benar konyol! Monetisasi Rondo berkisar pada gacha! Membuang itu hanya akan membuat pendapatan kita benar-benar hilang!”
“Tentu saja, kita akan membutuhkan metode baru untuk monetisasi—kita perlu membuat beberapa metode agar pemain mau membayar kita,” ucap Kai menjelaskan. “Selain itu, ini tidak bisa menjadi solusi skala kecil: kita harus meninjau siklus gameplay kita dari bawah ke atas, dan menawarkan konten baru serta cara main baru kepada para pengguna. Tentu saja, kita akan berhati-hati untuk menjaga bagian terbaik dari game ini tetap utuh, tapi sudah jelas bahwa ini tidak akan cukup... itulah sebabnya aku bilang kalau ini adalah proposal untuk membangkitkan Rondo dan membuatnya terlahir kembali lagi.”
Kai mengklik maju lagi pada PowerPoint-nya. Slide baru berisikan susunan daftar fungsi dan konten baru yang dianggap perlu sehubungan dengan penghentian gacha. Jika kalian menghitung semua perubahan yang diperlukan—dari konten utama yang terdiri dari siklus gameplay inti hingga detail kecil—itu tidak jauh dari jumlah pekerjaan yang diperlukan untuk membuat game yang sepenuhnya baru.
“Apa kau idiot?! Ini...!” teriak Ginjou, “Ini tidak ada bedanya dengan membuat game baru! Ini tidak realistis!”
“...Memang benar kalau rencana skala ini akan menjadi proposal omong doang jika kalian hanya menuruti kata-kataku,” kata Kai setuju. “Dengan pemikiran itu, aku sudah menyiapkan prototipe untuk gameplay utama dan beberapa fitur yang berbeda. Tentu saja, aku juga sudah menjalankan simulasi pada peningkatan KPI yang sudah diperhitungkan.”
Kai menyalakan Alchemia di komputernya dan membuka prototipe. Intinya, prototipe adalah sampel gameplay yang digunakan untuk menguji fitur baru dan menyelesaikan masalah kegunaan. Kalian dapat menganggapnya sebagai alat untuk menilai keandalan atau faktor kesenangan dari fungsi tertentu.
Kai mendapat pencerahan itu dua minggu lalu ketika Nanaka berkata, ‘Jika semua orang di Jepang masing-masing memberiku sepuluh yen, maka aku akan menjadi muliuner!’ yang sangat sederhana:
Tidak peduli seberapa keras mereka mencoba, gacha-nya tidak akan dipercaya. Mereka dapat secara terbuka menyatakan kalau mereka telah mengubah semua masalah, tapi orang-orang akan tetap merasa ditipu oleh bagian dari program yang tidak dapat mereka lihat. Itu adalah permainan kejar-kejaran yang tidak ada gunanya.
Kalau begitu... mereka harus berhenti mengejar. Jika tugas itu tidak mungkin, maka sudah waktunya untuk menyerah. Sebagai gantinya—meskipun tidak semua orang di Jepang—mereka dapat mengatur ulang Rondo sehingga sejumlah besar orang yang masih bermain akan membayar tanpa berpartisipasi dalam gacha.
Sepuluh orang bisa menghabiskan masing-masing sepuluh ribu yen untuk menghasilkan seratus ribu. Seribu orang dapat menghabiskan masing-masing seratus yen untuk menghasilkan jumlah yang sama. Hasil akhir yang mereka capai tidak akan berbeda.
Awalnya, Kai mengira membuat prototipe akan terlalu menuntut. Tapi, saat dia mengingat kejadian masa lalu, pemandangannya menjadi seperti ini...
“Wah, kalau seperti ini, aku merasa kita harus membuat maket, atau mungkin prototipe lengkap?” tawar Aya.
“Kalau begitu, biarkan aku menggambar karakternya,” jawab Eru.
“Kalau begitu aku akan membuat UI! D-Dan beberapa karakter!” seru Nanaka. “Aku ingin menggambarnya bersamamu...!”
“Tentu saja, sayang,” kata Eru setuju dengan senang hati. “Tapi aku akan menolak gambarnya kalau kualitasnya rendah.”
“E-Eru,” Kai ingat Nanaka keberatan, “itu kejam!”
Saat mereka menyusun rinciannya, mereka terlibat dalam percakapan itu dan, tanpa mereka sadari, prototipenya telah selesai. Berkat percakapan itu, Kai sekarang memiliki sesuatu yang jauh lebih persuasif daripada slideshow PowerPoint sederhana.
Sejauh mana penjualan Rondo akan pulih jika mereka menerapkan ini?
Berapa efektivitas biaya yang sudah diperhitungkan? Bagaimana dengan tingkat pengeluaran? Kai dapat mengambil setiap unsur dan menjalankan simulasi untuk membuat dokumen presentasinya sendiri, tapi tidak mungkin dia bisa memamerkan barang asli tanpa bantuan para gadis itu.
Tidak ada masalah dengan kodenya, dan penggambaran karakter Rondo oleh Eru jelas imut. UI Nanaka menyatu dengan baik, tanpa keanehan. Reaksi anggota klub terhadap prototipe di layar tidak buruk sama sekali, dan Kai bisa mendengar, ‘Woah,’ yang positif menerpa ruangan.
Ini adalah kesempatannya untuk menekan keunggulan. “Apa yang dikatakan Ginjou sepenuhnya benar,” kata Kai pada mereka. “Ini mungkin konyol. Jelas, masih ada kemungkinan para pengguna tidak akan menanggapi upaya kita meskipun kita memberlakukan rencana ini.”
“Tapi bukankah kalian semua datang ke sini hari ini berpikir kalau Rondo akan dihentikan?” tanya Kai pada mereka. “Apakah kalian benar-benar tak masalah dengan itu? Sebelum itu terjadi, kita harus melakukan segala upaya kita selama peluang keberhasilannya lebih dari nol. Itulah yang aku pikirkan.”
Bukankah menurut kalian juga begitu? Pesan tersembunyi itu tidak hilang dari penonton saat mereka mulai saling memandang.
“Proposalku adalah untuk sepenuhnya membuang strategi Rondo yang membidik keuntungan besar dari sebagian pengguna tertentu dan, sebagai gantinya, fokus pada banyak pemain yang tetap bersama kita bahkan sampai sekarang—ya, bahkan sekarang—dan untuk mengalihkan kebijakan manajemen kita pada jaringan yang lebar tapi dangkal, sehingga pengguna kita dapat menikmati game lebih dari sebelumnya.”
Kai ingin pesannya sampai ke mereka. Dia mengambil satu langkah ke depan dan melanjutkan, “Untuk melakukannya, perbaikan dangkal tidak akan berguna. Itu tidak akan menjangkau para pengguna kita! ‘Kami ingin mendapatkan kembali kepercayaan kalian, dan kami memberikan segalanya untuk melakukan itu.’ Agar pesan itu sampai kepada mereka, kita membutuhkan fungsi seperti ini...!”
Ginjou tidak dapat membantah Kai, dan berdiri dalam diam. Anggota klub lainnya juga menelan napas dan dengan sabar menunggu untuk melihat situasinya.
Keheningan baru melahirkan momen tanpa akhir. Satu detik, dua detik, tiga detik, Kai menghitung dalam diam, seiring waktu terus berlalu tanpa adanya reaksi sama sekali dari anggota klub Tsukigase. Jika aku tidak mendapatkan respon di sini, maka aku telah gagal. Dan kemudian, pada saat Kai bepikir begitu, dia mendengar sebuah suara.
Prok, Prok.
Untuk sesaat, dia tidak tahu apa yang dia dengar, tapi Kai menyadari apa itu ketika dia menoleh ke arah sumber suara. Di tengah anggota klub yang duduk, satu orang berdiri untuk bertepuk tangan. Dia ada di sana, pada hari itu, membuat kode program palsu di ruangan gelap gulita: itu adalah Itou Haruka.
Tatapan ruangan bergeser menjauh dari Kai dan terpusat pada Haruka. Tetap saja, dia terus melakukan itu tanpa bergeming dan, perlahan, tepukan itu mendapatkan daya tarik dan berdesir di seluruh ruangan. Tanpa Kai sadari, dia sudah berdiri di tengah lautan tepuk tangan yang besar.
“Tunggu dulu...!!!” Ginjou sekarang terlalu bingung untuk mempertahankan kepribadiannya sebagai pria baik, dan dia dengan putus asa berteriak, “A-Apakah kalian semua akan menerima proposal menggelikan ini?! Dia sama saja menyuruh kalian untuk memulai dari awal! Apakah kalian mengerti?!”
“...Ginjou, duduk.” Tepuk tangan berhenti seketika saat Akane bangkit dari tempat duduknya. “—Penjelasan, dan rasa terima kasih. Untuk sesaat, izinkan aku berbicara tentang proposal ini juga.”
Dengan isyarat Akane, Kai melangkah mundur dan menyerahkan kabel yang telah dicolokkan ke laptopnya, yang Akane ambil darinya dan dicolokkan ke komputernya sendiri. Judul sederhana yang berbunyi, “Rencana Masa Depan Rondo” muncul di papan tulis.
“Awalnya, rapat ini dimaksudkan untuk menjelaskan proposalku sendiri, bersama dengan melakukan rekrutmen perancang untuk melihat rencana itu,” jelas Akane, sambil memajukan tayangan slide.
Sesuatu yang baru diproyeksikan ke layar. Kata-kata ‘Penghentian Gacha’ tertulis di slide berikutnya, menunjuk ke jawaban yang sama dengan yang Kai dapatkan.
“Ginjou, apa kamu ingat? Ketika kamu memutuskan anggota timmu, kamu meminta padaku, ‘Seorang perancang yang berpengalaman dalam operasi dan peningkatan,’” kata Akane mengingatkannya.
“Tepatnya, kamu meminta ‘Kurenai Akane’ untuk dimasukkan ke dalam tim pengembangan Rondo. Kuanggap kamu sampai pada kesimpulan kalau aku adalah perancang paling berbakat di klub. Aku mengakui nilai dalam gerakanmu, dan kesediaan untuk mengambil jalan yang paling efektif dengan cara apa pun yang diperlukan. Namun, aku tidak pernah menerima permintaanmu.” Akane kembali menatap Kai. “Sebagai gantiku, aku menawarkan satu orang kepadamu. Dia masih belum berpengalaman, tapi setelah diberi waktu dan asahan, suatu hari dia bisa bersinar lebih terang dariku. Aku sudah memberitahumu begitu, kan?”
“...Apa itu penting sekarang?” kata Ginjou gugup.
“—Lancang, bukan main. Apa kau tidak mengerti? Kau tidak dapat menilai bakatnya dengan benar,” kata Akane menyalahkan. “Sebaliknya, kau memprioritaskan ego kerdilmu sendiri. Biar aku mengatakan ini lagi: Ginjou, Kamu tidak menghargai hal-hal yang benar.”
Ginjou tidak membalas. Entah karena penyesalan atau kemarahan, dia gemetar saat dia kembali duduk dengan ekspresi pahit di wajahnya.
“Shiraseki,” kata Akane, menoleh ke arah Kai.
“...Ya?”
“Hari ini, aku ingin mengusulkan ide ‘Penghentian Gacha’ yang sama sepertimu, tapi aku bermaksud untuk memutuskan rencana yang menyertainya di kemudian hari. Itu karena volume masalah ini benar-benar hebat. Namun, kamu membuat proposal dengan mempertimbangkan analisis data yang sesuai, dan terlebih lagi, kamu menyelesaikan desain prototipe bersamaan dengan itu. Sungguh, kerja bagus... Kamu telah melampaui harapanku, Shiraseki. Kamu melakukannya dengan baik.” Saat dia mengatakannya, Akane menunjukkan senyum lembut yang belum pernah dilihat Kai sebelumnya.
“...Ya,” kata Kai setuju. “Terima kasih… banyak…” Emosi Kai akan meluap jika dia tidak menahannya meski sedikit. Aku selalu, selalu... Aku selalu mengejar sosok yang seperti mimpi ini, pikirnya. Tapi aku tidak pernah berpikir aku akan meraihnya. Sekarang, untuk pertama kalinya, dia merasa seolah-olah dia telah meraih mimpi itu.
“Namun, izinkan aku untuk bertanya tentang satu hal yang menjadi perhatian.” Pernyataan baru Akane menyeret Kai kembali ke masa sekarang, dan sikap Akane telah kembali ke sikap dingin biasanya. “Aku mengerti kalau kamu memiliki keadaanmu sendiri. Kapan kamu berencana untuk menyelesaikan proyek ini?”
“Yah…” Kai ragu-ragu sejenak sebelum memantapkan tekadnya. Jika dia mundur sekarang, maka tujuan awalnya akan sepenuhnya hilang. “...Paling lambat, pada pertengahan Agustus.”
Akan terlambat kalau merilis versi revisi Rondo pada akhir Agustus, yaitu pada akhir liburan musim panas. Kai perlu revisi ini keluar sebelum caturwulan kedua dimulai, atau rencananya untuk menghapus aib yang mengelilingi namanya tidak akan berhasil tepat waktu. Untuk tetap menjadi anggota Klub Social Game SMA Meikun, dia perlu melakukan sesuatu sebelum itu.
“Maaf, Shiraseki,” kepala Tim 3 yang berbadan besar dan seperti beruang berbicara setelah mendengarkan percakapan mereka. “Tapi itu akan menjadi hal yang sulit. Itu dalam rangka waktu yang sama dengan pembaruan kami. Aku benci mengatakannya, tapi kami sudah meminjam tenaga kerja dari proyek lain, terutama di tim grafis.”
“LW juga…” Kepala Tim 1 menimpali juga. “Untuk menerapkan serangkaian konten baru, kami saat ini meminjam banyak programmer dari proyek lain. Sayangnya, menurutku akan sulit untuk menyelesaikan rancanganmu pada tenggat waktu tersebut dengan sumber daya internal kami saat ini. Tim Rondo saja tidak akan cukup untuk menyelesaikan pekerjaan pada waktu segitu.”
“Y-Ya, tapi...!” kata Kai keberatan dengan kaget. “Kalau begini terus, Rondo—”
“Pastinya kamu tidak bermaksud untuk bilang kalau kami harus mengabaikan para pengguna proyek kami yang lain hanya untuk Rondo, kan?” sela kepala Tim 1. “Aku yakin tidak akan ada masalah jika kamu hanya menggeser ulang jadwalnya.”
“Ya, itu benar,” kata kepala Tim 3 setuju.
“Ya… tapi...” Kalau begitu, itu tidak ada gunanya, itulah yang ingin Kai teriakkan. Namun, itu adalah masalah pribadinya sendiri. Seperti yang mereka katakan, ada pengguna yang juga menunggu upaya manajemen tim lain. Meski mengecewakan... Kai tidak bisa menemukan alasan untuk membuat mereka mengalah demi masalahnya sendiri.
Sesuatu. Apa pun. Aku harus mengatakan sesuatu. Semakin putus asa pikirannya tumbuh, semakin banyak kata-kata yang tersangkut di tenggorokannya. Itulah sebabnya... dia pikir tekanan situasi ini menyebabkan dia berhalusinasi.
“Kai-kun, tidak apa-apa!” teriak Nanaka.
“Astaga,” kekeh Aya, “kenapa kamu malah panik sambil berekspresi konyol seperti itu?”
“Ya ampun, apa yang terjadi dengan semua semangat yang kamu miliki sebelumnya?” tanya Eru, dengan menghela nafas elegan.
Di bagian paling belakang ruang konferensi, di belakang semua anggota klub, ada tiga wajah yang tidak asing. Kai menggosok matanya dan mencubit pipinya, tapi mereka tidak menghilang.
“K-Kenapa...?” tanya Kai.
“‘Kenapa...?’” kata Nanaka menirukan ulang.
Ketiga gadis itu saling memandang dan menggelengkan kepala sambil menghela nafas. “Kami khawatir, jadi kami datang untuk membantumu. Aidah!” Nanaka tersenyum ketika dia berbicara mewakili mereka bertiga.
“Btw, kembali ke apa yang kamu katakan sebelumnya,” kata Aya mengingatkannya. “Kamu punya seorang programmer di sini. Ini hal mudah bagiku—maksudku, aku tidak berniat untuk memakan waktu sampai Agustus atau liburan musim panas atau apalah untuk sesuatu seperti ini.”
“Dan aku bisa menangani grafiknya... Ya Tuhan, tidak banyak yang dapat dilihat di sekolah ‘bergengsi’ ini jika mereka akan membuat keributan untuk sesuatu yang setingkat ini,” kata Eru.
“E-Eru! Bisakah kamu berhenti begitu, setidaknya untuk saat ini?!” kata Nanaka, menegur temannya. “Oh, a-aku akan membantu apa pun yang aku bisa!” Kemudian, melirik Kai, Nanaka berkata, “Kai-kun!”
“Y-Ya?!” Kai panik dan menjawab dengan suara keras.
Untuk alasan yang dia tidak begitu mengerti, Nanaka dengan bahagia tersenyum padanya. Lalu dia berkata, “Jika kami bersamamu, itu akan baik-baik saja, kan?”
“Itu...” Kai sendiri mengetahui kemampuan mereka lebih dari siapapun, jadi hanya ada satu jawaban, dan dia berbalik menghadap Akane. “Kurenai-san,” dia memanggil Akane, tapi tidak memanggilnya ‘Ketua Kurenai.’ Tentunya, dia tidak akan pernah melakukannya lagi. “Dengan mereka bertiga bersama kita,” lanjutnya, “ itu akan baik-baik saja.”
“Aku mengerti,” kata Akane sederhana, mengangguk seolah-olah selama ini dia tahu kalau ini akan terjadi.
Sebelumnya - Daftar Isi - Selanjutnya
Post a Comment