[WN] Ore wa Souseki wo Shiranai ~Itsu no Ma ni ka Kanojo ga Dekitemashita~ Chapter 3 Bahasa Indonesia

 

Chapter 3: Di Koridor yang Sepi

 

“Ermm… Tumben. Ada apa?”

Ayashiro berbicara denganku di kelas. Karena suasana kelas kami menunjukkan situasi ini, dilihat dari manapun, itu adalah hal yang sangat tidak biasa terjadi. Lalu, semua tatapan teman sekelas kami menusukku begitu saja.

“Ya, aku punya hal kecil yang ingin aku bicarakan. Karena sulit untuk membicarakannya di sini, apakah tak masalah kalau kita pindah lokasi?”

Sesuatu yang tidak boleh kita bicarakan di sini? Aku bertanya-tanya apa yang telah aku lakukan? Aku tidak tahu sama sekali. Diberitahu seperti itu oleh Ayashiro membuatku memikirkan banyak hal. Karena aku tidak punya alasan untuk menolak, aku mengikuti Ayashiro untuk pindah ke tempat lain. Sambil bergerak, tatapan yang sebelumnya masih mengikuti kami. Meskipun aku tidak melakukan sesuatu yang salah, entah bagaimana tatapan itu sangat tidak menyenangkan.

“Dan, apa yang ingin kamu bicarakan?”

Begitu kami tiba di koridor yang tidak ada orangnya sama sekali, mari kita coba bertanya dulu padanya.

“Aku melihat itu sebelumnya…. Dan aku tidak berpikir kalau itu bagus.”

“Sebelumnya?”

Mungkinkah dia melihat itu?

“Dengar, soal Shibasato-san.”

“….Ah, soal itu ya?”

Saat menyangkut Anna, hal yang hanya bisa kupikirkan adalah aku meminjamkan buku catatanku padanya. Mungkin itu tidak dapat diterima oleh Ayashiro yang orangnya serius.

“Tentunya itu tampak seperti aku terlalu lembut padanya. Aku akan mencoba untuk berhati-hati lain kali.”

“Tentu saja bukan hanya itu, kan?”

“Eh?”

“Jarakmu dengan Shibasato-san…. terlalu dekat.”

Dan pemahamanku tidak bisa mengikuti maksudnya lagi. Meskipun aku bisa memahami arti dari kata-kata itu, seperti yang dikatakan oleh Ayashiro, aku sama sekali tidak bisa memahami makna di baliknya.

“Aku sudah memikirkannya sedari tadi... Sedekat itu dengan suasana yang baik di kelas seperti itu, aku tidak menyukainya sama sekali.”

“Aku tidak bermaksud melakukan itu. Sebaliknya, apakah itu salah? Mungkinkah kami terlalu berisik?”

“Bukan itu, maksudku kamu bisa mengerti kan! Sebenarnya, aku tidak ingin terlalu banyak bicara tapi ... Tapi, seperti yang diduga, aku membenci itu.... Kadang-kadang “Aishiteru” itu... Sakit mendengarnya…”

“Ng? Kenapa?”

“Pokoknya! Kalau aku bilang itu tidak baik ya itu tidak baik! Paham?”

Bagi Ayashiro, yang memiliki kepercayaan mendalam dari guru, mungkin moral publik di sekolah juga harus diperhatikan. Mungkin, sepertinya aku tampak tidak memiliki kesadaran diri sama sekali, dan ada kemungkinan bahwa tidak baik terlihat bermesraan oleh mata sekitar. Tentunya jika terlihat seperti itu maka itu sama sekali bukan contoh yang baik. Dan sepertinya Ayashiro yang sudah memperingatkanku, sebelum ada orang lain yang mendatangiku karena merasa jengkel, ini juga salah satu kebaikannya. Meskipun aku tidak berpikir ada seseorang yang peduli tentang kami.

“Aku mengerti, aku mengerti. Aku akan berhati-hati. Sulit bagi Ayashiro juga, kan? Untuk memikirkan banyak hal.”

Pada saat itu, entah bagaimana wajah Ayashiro tampak cemberut.

“‘Ayashiro’ itu, aku ingin kau berhenti menggunakan itu… Kita harus segera memanggil satu sama lain dengan nama depan.”

Saat dia mengatakan itu, tiba-tiba aku ingat saat dia memanggilku sebelumnya di kelas.

“Itu mengingatkanku, apakah Ayashiro memanggilku dengan nama depan?”

Aku tidak memperhatikan sebelumnya karena kedengarannya sangat alami. Tapi, dia seharusnya memanggilku ‘Isaka-kun’, bukannya ‘Kouta-kun’, kan?

“Apakah kamu tidak suka? ….Untuk hubungan seperti kita yang memanggil dengan nama keluarga, aku hanya merasa ada jarak di antara kita…. Jika memungkinkan, aku juga ingin Kouta-kun memanggilku dengan nama depan.”

“Bukannya aku tidak suka, yah aku tidak masalah dipanggil seperti itu sih. Tapi…”

Bukannya aku mempermasalahkan soal bagaimana kami memanggil satu sama lain. Jika kami memikirkan tingkat hubungan kami, tidak aneh untuk saling memanggil dengan nama depan. Tapi, jika aku melihat Ayashiro, entah kenapa aku merasa ada aura yang membuatku menolak untuk memanggilnya dengan nama depannya. Sebenarnya, tidak banyak orang yang memanggil Ayashiro dengan nama depannya. Bukan seperti mereka memiliki hubungan yang tidak begitu baik. Tapi, justru Ayashiro yang membuat suasana menjadi seperti itu. “Orang itu terlalu hebat”, seperti itulah. Ada beberapa anak laki-laki yang mencoba sok akrab dengan memanggilnya pakai nama depan. Tapi karena kebanyakan dari mereka memiliki kelakuan kotor, Ayashiro tidak berurusan dengan mereka.

“K-Kupikir aku akan tetap menggunakan ‘Ayashiro’ karena itu lebih mudah untukku.”

“…..Meskipun kamu memanggil Shibasato-san dengan nama depannya?”

“Tidak, itu…”

Meskipun itu tidak ada hubungannya dengan Anna atau orang lain, aku jadi kesulitan ketika dia menggunakan orang lain sebagai contoh. Dibandingkan dengan Anna, aku sudah mengenal Ayashiro lebih lama. Tapi, bukan berarti kalau cara memanggil itu berbanding sama dengan lama hubungan. Tapi, sepertinya dia tidak senang kalau aku memanggil nama depan pada Anna saja.

“Aku mengerti. Aku pasti akan melakukan itu nanti.”

“Mulai saat berikutnya. Pastinya, oke?”

Dengan keputusan setengah terpaksa seperti itu, urusanku dengan Ayashiro berakhir.

Dipikirkan lagi, sepertinya itu ada hubungannya dengan apa yang terjadi kemarin. Aku bisa menyimpulkannya sampai batas tertentu. Tapi, masih ada beberapa hal yang tidak bisa aku mengerti.

Jika, jika dan hanya jika, hubunganku dengan Ayashiro bukanlah “teman” tapi “sesuatu yang lain”, jarak akan menghilang dan aku bisa paham akan hal itu. Tapi itu tentunya mustahil. Karena kenyataan itu tidak ada, dan aku tidak tahu kemungkinan lain sama sekali.

Dan seperti itulah, aku dengan cepat membuang kemungkinan samar itu dari kepalaku.

 

Sebelumnya - Daftar Isi - Selanjutnya