[LN] Jakushou Soshage-bu no Bokura ga Kamige wo Tsukuru made Volume 1 Chapter 17 Bahasa Indonesia

 

Chapter 17 - Meski Aku Tidak Bisa Melarikan Diri

 

“Aku akan mencobanya sekali lagi.” Ketika Kai melihat Nanaka tersenyum meski mata merahnya bengkak, dia merasa semuanya akan beres mulai sekarang dan seterusnya.

Mereka memutuskan untuk mengadakan perayaan kemenangan lagi pada hari Senin berikutnya. Nanaka terlihat khawatir pada kenyataan bahwa dia telah menampar pipi temannya, tapi respon Aya sederhana, “Hm? Aku sengaja membuatmu marah. Kita anggap saja itu impas karena akhirnya kamu sudah kembali lagi bersama kami.”

Mereka semua keluar bareng untuk membeli cemilan dan kembali ke ruangan mereka—kali ini, bersama Eru mengikuti. Kai sadar bahwa ini adalah pertama kalinya semua anggota mereka berkumpul di ruang klub sejak hari pertama dia tiba. Ruang di sekitarnya terasa lebih kecil dari biasanya, tapi dia merasa nyaman karena alasan yang aneh.

“Aku minta maaf karena mengganggu kesenangan kalian,” kata Wakil Ketua OSIS, Rei Shizaki, sambil berjalan ke dalam ruangan. “Aku datang untuk melaporkan hasil pemeriksaan ulang kami tentang kelanjutan keberadaan klub social game.”

Dia berhenti sejenak untuk mengamati ruangan, saat Kai dan teman-temannya membeku dengan cangkir mereka yang masih terangkat untuk bersulang. Kemudian, dia melanjutkan dengan datar, “Kami meminta kalian untuk meraih kemenangan dalam kompetisi rutin, dan kalian telah menyelesaikan tugas yang telah kami tetapkan dengan baik. OSIS tidak bermaksud untuk memaksa pembubaran klub mana pun yang beroperasi dengan baik; artinya, klub mana pun yang dapat bertindak dengan itikad baik dan penuh moral. Oleh karena itu, kesimpulan yang kami capai adalah membiarkan klub social game terus ada—atau setidaknya, seperti itulah awalnya.” Dia menekankan kata ‘awalnya’ untuk membalikkan seluruh cerita, dan kemudian melihat ke arah Kai.

Suara keras tiba-tiba muncul dari belakang wakil ketua. “Shiraseki Kai! Kau terlihat seperti tidak dapat menyakiti seekor lalat, tapi tidak kusangka—tidak kusangka! Bahwa kau adalah pembuat onar yang mendorong Tsukigase ke dalam kekacauan!”

“...Ketua,” kata Wakil Presiden Rei, “Kupikir aku sudah bilang kalau aku yang akan menjelaskan ini.”

Seringai sombong Ketua OSIS muncul dari belakang wakil ketua. “Jangan khawatir,” kata ketua OSIS padanya. “Kupikir pekerjaan semacam ini mungkin sulit untuk wanita berintegritas sepertimu. Bagaimana, Rei-kun? Apakah kamu bisa merasakan kejantananku yang luar biasa ini?”

“Terima kasih atas perhatianmu, tapi aku hanya ingin kamu tetap diam di sana karena kata-katamu yang dangkal seperti kolam bayi, dan kehadiranmu akan menyebabkan masalah yang tidak perlu,” Shizaki memberitahunya dengan dingin. “Terlebih lagi, jika kamu masih khawatir soal aku yang mengatakan bahwa semua keputusanmu mencerminkan betapa pecundangnya dirimu, maka ketahuilah bahwa satu-satunya sensasi luar biasa yang aku rasakan dari tindakan kecilmu ini adalah rasa jengkel.”

“Kamu benar-benar harus belajar arti kata ‘belas kasihan’!” keluh Ketua OSIS.

“Aku bangga pada kenyataan bahwa aku sabar menghadapimu lebih dari orang lain, Ketua..”

“Sikap ini yang kau sebut sabar? ...Baik, cukup. Biarkan aku lewat,” katanya, menerjang maju saat Wakil Ketua mundur. “Ada kebocoran internal yang memfitnah SMA Tsukigase terkait dengan social game populer, Girls’ Symphonic Rondo,” ungkapnya selanjutnya. “Pelakunya adalah ‘Shiraseki Kai’, bukankah begitu?”

“Itu…” Kai tak bisa berkata-kata. Pada akhirnya, hanya ada satu hal yang bisa dia katakan. “...Memang benar akulah yang membocorkan data internal.”

“Begitu ya.” Ketua menyeringai lebar sambil melanjutkan kalimatnya, “Ketika aku mengolok-olok klub social game terakhir kali kita bertemu, kau cukup marah padaku. Memang, kemarahanmu wajar saja, jadi aku meminta maaf soal itu. Setelah meneliti masalah ini, aku menemukan bahwa pasar aplikasi game Jepang mencapai lebih dari satu triliun yen dan tampaknya masih akan terus berkembang; pemerintah nasional kita menganggap perlu membuat kebijakan untuk terus mendorong pertumbuhan lapangan. Meskipun sekolah kita mungkin merupakan salah satu sekolah yang memiliki tradisi lama, kami akan dengan senang hati memperluas jangkauan kami untuk memasukkan kegiatan seperti ini ke dalam daftar klub guna mengikuti perkembangan jaman.”

“Apa yang sebenarnya ingin kamu katakan?” tanya Eru dengan tajam.

“Aku tidak melihat bagian lucunya,” tambah Aya.

Ketua OSIS mengabaikan mereka dan mengarahkan jarinya ke arah Kai. “Itulah kenapa riwayatmu adalah masalah yang mendesak, Shiraseki Kai: jika klub ini mencapai tingkat popularitas yang sama, kehadiranmu akan menyebabkan keresahan pada para pengguna game kami. Kau hanya akan merusak reputasi klub ini. Dan tentu saja, aku yakin kau menyadari semua ini. Lagipula, bukankah itu alasanmu keluar dari Tsukigase?”

Sama seperti mereka yang akan dipuji saat menciptakan mahakarya, mereka yang menciptakan kegagalan juga akan diingat namanya oleh para pengguna. Bahkan sebuah game yang tampaknya menyenangkan bisa saja reputasinya ternoda jika 'satu orang yang mengerjakan game sampah itu' ternyata terlibat. Tidak seorangpun yang bisa memperbaiki hal itu.

Setelah kejadian itu, Rondo telah dicela di seluruh internet. Salah satu anggota klub pasti telah membuat postingan tersendiri tentang hal itu, karena sekarang sudah menjadi informasi publik bahwa Kai adalah pelakunya. Selain itu, nama, tahun ajaran, alamat, dan akun email pribadinya terungkap, dan Kai menerima pesan kasar yang tak terhitung jumlahnya dari para pengguna Rondo dan sembarang netizen. Ada keluhan mengenai persentase gacha, keluhan desain event, dan yang lainnya; setiap masalah dalam manajemen Rondo hingga saat itu menjadi tanggung jawab pribadi Shiraseki Kai. Namanya menjadi tempat sampah. Pernyataan mengerikan apa pun dapat dibenarkan selama itu dipasangkan dengan kata-kata, ‘Shiraseki Kai.’

Jika Kai terlibat dengan social game lagi, namanya saja sudah akan menjadi beban. Dia tahu hal itu lebih baik daripada orang lain, yang merupakan alasan utama kenapa dia berencana untuk tidak pernah berhubungan dengan bidang itu lagi.

“Keputusan kami sederhana,” lanjut ketua OSIS. “Kami akan mengakui kelanjutan klub social game. Namun, Shiraseki Kai, kelanjutan keberadaannmu tidak akan diakui. Aku memerintahkanmu untuk mengundurkan diri dari klub saat ini juga. Dan jika kau mundur, klub ini akan kembali memiliki kurang dari empat anggota. Tapi aku bukanlah iblis; Aku akan mengabaikan masalah ini sampai liburan musim panas berakhir dan caturwulan kedua dimulai. Jika kalian berhasil menemukan anggota baru yang ingin bergabung, kami akan mengakui status klub social game sebagai klub resmi... Tentu saja, semua siswa sudah berada di klub lain. Mwahaha!” Dia tertawa seperti bos terakhir dan berbalik pergi.

“Tolong tunggu!” panggil Nanaka pada Ketua OSIS saat dia berbalik.

“Apa lagi? Kalian mungkin tidak tahu, tapi aku cukup sibuk,” katanya dengan acuh.

“Kami memenangkan kompetisi karena ada Kai-kun bersama kami! Dia bekerja sangat keras untuk kami!”

“Jadi, kami harus memaafkan kesalahannya karena dia bekerja keras?”

“B-Bukan itu mak—” Nanaka tergagap.

“Atlet yang berperilaku kasar dilarang mengikuti turnamen,” tegas Ketua OSIS. “Ini tidak ada hubungannya dengan seberapa banyak usaha yang dilakukan seseorang; seorang siswa yang menyebabkan masalah dikeluarkan dari klub mereka, dan skenario ini tidak berbeda. Dia melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dia lakukan, itu saja.”

 “Ketua, aku yakin itu sudah cukup,” kata Wakil Ketua Rei.

“Hmm? Kurasa begitu,” angguk Ketua, yang melihat ke wajah mereka yang terdiam sebelum dengan riang meninggalkan ruangan. Wakil ketua membungkuk dalam-dalam dan kemudian mengikuti ketua OSIS.

Kai tidak sanggup untuk mengatakan apapun saat dia berdiri sambil memegang cangkir kertas yang tidak berarti. Dia merasa penuh harapan beberapa saat yang lalu—seolah-olah semuanya akan berjalan dengan baik—dan sekarang, karena dia, semua itu hanyut tanpa jejak. Karena Shiraseki Kai. Satu-satunya isi pikirannya adalah dia berharap bisa mengubur dirinya sendiri di lubang bawah tanah yang dalam dan tidak pernah kembali ke permukaan. ‘Maaf,’ dia ingin meminta maaf. Tapi saat dia hendak membuka mulutnya...

“Baiklah, ayo kita kembali bersulang,” suara cerah Aya terdengar di telinganya.

“Yup, ayo!” iring Nanaka.

“Sayang, itu bukan sesuatu yang harus kamu katakan,” kata Eru, menegur Aya.

“Ya, ya, salahku,” gerutu Aya. “Baiklah, Nana-sen, silakan.”

“B-Benar. Um... Kai-kun, angkat cangkirmu bersama kami,” ajak Nanaka.

Kai mengangkat kepalanya dan melakukan kontak mata dengan Nanaka yang tersenyum. Aya memasang senyum puas di wajahnya dan Eru tampak sudah muak menunggu, tapi keduanya mengangkat cangkir mereka. Seolah-olah tidak ada yang terjadi.

“T-Tapi!” Kai tergagap. “Karena aku--”

“Tidak apa-apa,” beritahu Nanaka. Suaranya lembut namun kuat, dan langsung masuk ke dalam hati Kai. “Kai-kun, kami tahu kalau kamu tidak akan melakukan sesuatu yang seburuk itu.”

“Begitulah,” angguk Aya.

“...Bisakah kau cepat sedikit dan bersulang?” kata Eru, memberi isyarat padanya.

Didesak oleh mereka bertiga, Kai terhanyut dalam suasananya dan mengangkat cangkirnya. Setelah bersulang, dia meluangkan waktu sejenak untuk melihat ketiga wajah di depannya. Sepertinya tidak ada yang mengenakan topeng; mereka semua benar-benar percaya padanya. ‘Tidak apa-apa,’ yang diucapkan Nanaka bergema di telinganya dan Kai merasa seperti akan mulai menangis jika dia tidak fokus.

“Nah...” Setelah beberapa saat, Aya angkat bicara untuk mengatur ulang alur pembicaraan. “Aku gak tahu apakah kamu dijebak, atau apalah... Senpai, apa yang sebenarnya terjadi?”

Mata semua orang tertuju pada Kai. Ketika Nanaka bertanya padanya sebelumnya, Kai tidak bisa menjawab... Tapi sekarang, dia tidak dalam situasi di mana strategi itu akan berhasil. Jadi, Kai memperkuat tekadnya dan mulai memberi tahu gadis-gadis itu soal apa yang terjadi hari itu.

 

“Begitu ya.” Pernyataan Aya adalah konfirmasi sederhana, tapi juga penuh dengan kesan layaknya seseorang yang mendengarkan kisah yang luar biasa bodoh. “Jadi dengan membocorkan kecurangan itu ke publik, kamu berhasil mencegahnya benar-benar terjadi.”

“Itu... benar,” tegas Kai.

“Ya ampun, apa kau bodoh?” Eru sama—tidak, bahkan lebih tidak percaya dari Aya. “Sebelum kau membocorkannya, kau seharusnya mengadu ke ketua klub atau guru penasihat kalian—seseorang yang bertanggung jawab.”

“Mmmmm, entahlah,” balas Aya. “Aku berani bertaruh bahwa Senpai tidak memiliki tempat di klubnya.”

“Ya ampun, aku bisa membayangkan itu,” angguk Eru. “Yang berarti akar penyebab kematiannya adalah fakta bahwa si tolol ini tidak memiliki siapa pun untuk mendiskusikan masalah ini.”

“Ya, senpai, kamu sepertinya tipe orang yang super duper payah dalam meminta bantuan seseorang,” ungkap Aya.

“Maksudku, ya, kamu tidak salah…” gerutu Kai. Dia mengira mereka akan bereaksi dengan cara yang lebih baik. Bukannya Kai berharap kalau gadis-gadis itu akan menghiburnya, tapi dia tidak mengira mereka akan mencercanya begitu keras setelah dia membuka diri dengan memberitahukan cerita pribadi seperti itu.

Tentu saja, dia bisa memahami ketidakpercayaan mereka. Aku ingin tahu apakah aku bisa menangis sekarang? pikir Kai pada diri sendiri.

“Menurutku, ada yang salah dengan ini!” Nanaka memecah suasana dan mengangkat suaranya untuk Kai saat dua orang lainnya menggelengkan kepala dengan pasrah. “Kenapa Kai-kun malah diperlakukan seperti orang jahat di sini?!”

“Duh, itu karena senpai yang mengaturnya sendiri,” kata Aya menjelaskan.

“Dasar masokis,” kata Eru mengamati.

“Tidak, aku bukan masokis,” Kai mencoba membantah.

“Aku tidak peduli apakah dia masokis atau tidak!” seru Nanaka, memghempaskan tangannya di atas meja dan mencondongkan tubuh ke depan. “Ini salah!” Lalu berbalik ke arah Kai, Nanaka bertanya, “Kai-kun, apakah kamu tak masalah dengan yang terjadi ini?!”

Pada saat itu, Kai berpikir kalau itu adalah keputusan yang tepat. Menlainya lagi sekarang, entah pilihannya saat itu benar atau tidak, hanya itu yang bisa dia lakukan dalam waktu yang dia miliki saat itu. Tapi sekarang, itu bukan lagi masalah masa lalu. Seperti akar tanaman yang berbelit, masalah yang masih tertinggal dari Tsukigase telah melilit kakinya dan sekarang mengancam akan menyeretnya kembali ke kegelapan.

Tidak ada perubahan pada apa yang telah terjadi, dan memikirkan apakah dia sudah melakukan hal yang benar atau tidak, semua itu tidak akan menghasilkan apa-apa. Namun, situasinya telah berubah: jika terus begini, Kai juga harus meninggalkan klub ini. Itu... bukanlah sesuatu yang bisa dia biarkan.

“Aku sudah putuskan!” kata Nanaka, mencapai batas kesabarannya dan mengepalkan tangannya. “Aku akan pergi ke Tokyo!”

“Apa yang mau kamu lakukan di Tokyo?” tanya Aya.

“Aku akan pergi ke SMA Tsukigase dan membicarakannya dengan ketua klub mereka! Maksudku, aku belum pernah melakukan apa pun yang membuatku terlihat seperti itu… tapi aku adalah ketua klub kita!”

“Tolong tunggu dulu.” Kai menghentikan Nanaka dan mengeluarkan surat compang-camping dari tasnya. Dia menatap informasi kontak yang tertulis di sana.

Nanaka telah memutuskan untuk terus melangkah ke depan lagi. Sebagai orang yang mendorong Nanaka melakukan itu, Kai tidak bisa terus melarikan diri selamanya.

“Akulah yang akan pergi,” kata Kai.

 

 

Sebelumnya - Daftar Isi - Selanjutnya