[LN] Genjitsu de Love Comedy Dekinai to Dare ga Kimeta? Volume 1 Chapter 1.3 Bahasa Indonesia
Chapter 1: Siapa Bilang Kalau Para “Karakter” Akan Menjadi Teman Baik Sejak Awal?
3
Sedikit waktu telah berlalu sejak pertemuan dengan Uenohara. Saat ini hari Senin, hari pertama dalam seminggu. Saat kelas singkat di penghujung hari.
“Baiklah. Terakhir, tentang Latihan Ouen. Ketua kelas, ambil alih dari sini.”
Guru wali kelas kami, berbicara seperti biasa dengan nada suara lamban yang aneh ─ Tooshima-sensei ─ mengatakan ini dan memberi isyarat kepadaku.
Kebetulan, dia adalah guru Bahasa Jepang, tapi entah kenapa dia memakai jas lab putih yang khas. Sekadar memberi tahu, dia bukan guru muda yang cantik, tapi wanita paruh baya, jadi jangan banyak berharap.
“Baiklah?”
Aku dengan cepat menjawab, mengikuti karakterku sebagai pria yang sedikit tenang, dan berdiri di podium guru.
Tak perlu dikatakan lagi, tapi persiapanku sempurna.
“Baiklah, langsung saja, mari kita membicarakan tentang perwakilan kelas untuk latihan sorak Ouen.”
Seluruh kelas terdiam mendengar kata-kataku.
Bukan suasana yang bagus. Yah, mau bagaimana lagi karena ini pada dasarnya adalah acara negatif, tapi tidak ada yang secara terang-terangan mengungkapkan ketidaksukaan mereka.
“Ugh, ini benar-benar merepotkan. Apakah hal seperti itu benar-benar dibutuhkan di jaman sekarang ini?”
…Tidak, ada satu orang yang terang-terangan.
Dia Katsunuma Ayumi yang, meskipun bicara sendiri, dengan frustrasi mengangkat suaranya dengan volume yang menggema di seluruh kelas.
“Bukankah bersorak adalah sesuatu yang payah? Itu merusak makeup dan sebagainya.”
“Benar sekali.”
Seolah-olah mengikuti kata-kata Katsunuma, para pengikutnya satu demi satu mulai menyuarakan keluhan.
Tsk, karena manipulasi opini publik itulah potensi perilakunya sangat rendah. Ini mungkin juga akan memberikan suasana yang buruk ke golongan netral.
Menganggap ucapan Katsunuma sebagai “monolog”, aku mengabaikannya dan hanya menyatakan fakta.
“Seperti yang sudah diketahui semuanya, sekolah mengadakan latihan sorak Soukoukai sebelum liburan. Jadi sebelum itu, kita harus memilih perwakilan… Ngomong-ngomong, apakah ada kandidat yang ingin menjadi sukarelawan?”
Sekali lagi, kelas menjadi sunyi senyap. Dengan ekspresi seolah mengatakan kalau itu bukan urusan mereka, mereka semua menghindari kontak mata denganku.
Satu-satunya orang yang bisa aku tatap matanya adalah Kiyosato-san, tapi dia membalasku dengan senyum masam.
Hmm. Jadi dia juga tidak akan mengajukan diri, ya. Ada sekitar 50% kemungkinan dia akan menjadi sukarelawan hanya untuk membantu orang lain, tapi mungkin kali ini ekspektasi tersebut melenceng. Nah, dalam hal ini, bahkan mereka yang memiliki motif yang terlihat dapat berdiri untuk dipilih, jadi tidak apa-apa.
Aku berhenti sejenak dan terus berbicara dengan nada yang mengatakan “Aku tidak menyalahkan kalian.”
“Yah… Aku sudah memperkirakan ini. Meski demikian, mengingat ini adalah acara sekolah, tidak mungkin kelas kita menjadi satu-satunya yang tidak mengirimkan perwakilannya… Kalau begitu baiklah. Untuk saat ini, aku akan menjadi sukarelawan. Bagaimanapun, ini adalah semacam peran yang tidak menguntungkan dari ketua kelas.”
Ketika aku bercanda membuat senyum pahit, ada beberapa seruan kekaguman.
Pencalonan diriku di sini adalah tindakan yang sudah jelas, tapi bagaimanapun, mari kita gunakan ini untuk meningkatkan nilai diriku juga.
“Maaf, tapi kita masih harus memutuskan perwakilan yang tersisa. Karena tidak ada kandidat, kita harus melakukannya secara adil melalui undian. Apakah semuanya tak masalah dengan itu?”
Untuk ketiga kalinya, keheningan menyelimuti kelas.
Namun, tidak ada yang bisa menolak usulan ini. Meskipun mungkin ada ketidakpuasan, semua orang tahu bahwa tanpa begini, tidak ada cara untuk menyelesaikan masalah ini. Selain itu, mereka ragu-ragu untuk menyuarakan keluhan mereka secara sepihak padaku, orang pertama yang menawarkan diri sebagai kandidat.
Mungkin tidak akan ada saran lain, jadi semua orang tidak punya pilihan lain selain menerimanya.
…Atau begitulah pikirku, tapi di sini, Tokiwa melihat sekeliling kelas, lalu mengangkat tangannya.
“Hei, ketua kelas, tidak bisakah ada pengecualian untuk orang yang memiliki kegiatan klub?”
Menanggapi pertanyaan tersebut, beberapa anggota klub olahraga mengangguk setuju.
Hmm, mungkin itu tampak seperti dia bertanya atas nama semua orang? Dia mungkin lebih perhatian dari yang kukira. Bagusnya, itu perilaku yang sesuai dengan karakter Sahabat Baik.
“Sayangnya, tidak ada pengecualian seperti itu. Akan beda kasusnya jika kalian berpartisipasi dalam kompetisi Antar-Sekolah itu sendiri.”
“Eh…” ucap Tokiwa, terlihat kecewa. Namun, itu adalah ciri khas Tokiwa yang tidak ada perasaan tidak enak di dalamnya.
“Begitu ya… Seperti yang sudah diduga, siswa kelas satu tidak berpartisipasi dalam kompetisi, jadi kurasa apa boleh buat.”
“Yah, sebagai gantinya, ini akan menjadi prioritas sampai Soukoukai selesai, jadi kalian mungkin akan dibebaskan dari semua latihan keras itu, lho?”
“Oh, seriusan? Itu agak sedikit menarik?”
Wajah Tokiwa langsung bersinar. Ya, melihatmu membuatku merasa nyaman.
Hanya untuk memastikan, aku memeriksa untuk melihat apakah ada orang lain yang memiliki pertanyaan atau komentar. Tidak ada yang khusus, jadi aku melanjutkan topik yang ada.
“Baiklah, karena tidak ada gunanya menunda ini lebih jauh, kita akan melanjutkan ini dengan undian.”
──Nah, di sinilah permainannya dimulai.
Aku mengeluarkan kotak karton kecil yang telah aku persiapkan sebelumnya dari belakang meja guru dan meletakkannya di atas meja. Kemudian, dari dalamnya, aku mengambil seikat kertas kecil yang dipotong-potong.
“Pertama, tolong tulis nama kalian di kertas yang akan aku bagikan.”
Mengatakan ini, aku menyerahkannya kepada orang-orang di barisan depan dan menginstruksikan mereka untuk meneruskannya ke belakang.
Bersama dengan tulisan horizontal “Nama Lengkap”, setiap kertas memiliki bingkai vertikal cetak untuk dituliskan nama. Format penulisannya sama dengan kertas suara untuk pemilihan OSIS.
“Beberapa orang memiliki nama keluarga yang sama, jadi harap gunakan nama lengkap kalian. Oh, dan tidak ada gunanya menulis nama orang lain. Aku akan memeriksanya satu per satu sebelum memasukkannya ke dalam kotak, jadi tolong menyerah dan tulislah nama kalian.”
Yah, tidak ada gunanya memperingatkan mereka, tapi itu untuk berjaga-jaga saja, lho.
“Setelah kalian mengisinya, tolong serahkan padaku satu per satu. Setelah memeriksa namanya, aku akan melipatnya dua dan menaruhnya di kotak ini.”
Mengatakan ini, aku membuka tutup kotak karton untuk menunjukkan bagian dalamnya. Bagian tengah tutupnya telah dipotong menjadi lubang bulat, tapi selain itu, itu hanya kotak biasa tanpa trik lain.
“Setelah nama semua orang masuk, aku akan mengocok kotaknya dan mengambil tiga lembar kertas. Orang-orang yang namanya tertulis disana akan menjadi perwakilan kelas. Jika kalian kebetulan terpilih, terimalah hasilnya.”
Aku tertawa bercanda, tapi mata semua orang tertuju pada kertas. Seolah-olah mereka dengan putus asa berdoa.
Setelah semua lembar kertas dibagikan, aku menepuk tangan.
“Kalau begitu, silakan diisi?”
Setelah aku mengumumkan ini kepada mereka dengan suara keras, mereka semua pasrah dan dengan enggan mulai menuliskan nama mereka.
──Oke, sejauh ini, sangat bagus.
Aku bertanya-tanya apa yang harus aku lakukan jika aku ditentang menggunakan metode undian itu sendiri, tapi untungnya, tidak ada yang keberatan.
Satu per satu, setiap orang selesai menulis nama mereka dan mereka mulai mengembalikan kertas undian. Aku memeriksa nama-nama itu sambil memastikan bahwa orang lain juga bisa melihatnya, lalu melipatnya dua dan melemparkannya ke dalam kotak dengan cara yang sembarangan.
Di antara mereka, Tokiwa menyerahkannya dengan ekspresi cemas di wajahnya.
“Hmm, aku lebih suka tidak terpilih, tapi aku juga merasa alangkah baiknya jika aku memenangkan undian… yah, pada akhirnya, aku rasa itu tergantung pada keberuntungan. Aku serahkan padamu, ketua kelas!”
Kemudian dia terkekeh dan berkata, “Aku tidak akan marah jika kamu menarik namaku” sebelum pergi.
Ah, seperti yang diharapkan dari peringkat A. Sungguh pria yang baik. Aku akan dengan benar menjadikan ini komedi romantis dan membalas budi, jadi nantikanlah.
Torisawa datang berikutnya, dan dengan ekspresi lesu di wajahnya, dia diam-diam menyerahkan surat suara dan kembali.
Mungkin dia berpikir itu tidak masalah, atau mungkin dia berpikir bahwa jika dia terpilih dia akan menanganinya ketika saatnya tiba. Aku tidak bisa membaca pikirannya. Sebenarnya, kenapa para ikemen terlihat sangat tampan meski sedang tidak melakukan sesuatu yang istimewa? Jika aku seperti itu, itu akan menjadi rom-com yang berlimpah. Sungguh buat iri.
Saat aku memikirkan hal ini, Katsunuma dan pengikutnya yang datang selanjutnya, memelototiku.
“Kau mati jika aku terpilih.”
Ya, ya, aku tidak akan memilihmu, jadi aku tidak akan mati*. Jangan membuatku mengatakan lelucon yang sangat jadul untuk dipahami oleh siapa pun.
TL Note: Referensi ke Drama TV Jepang 1991 “The 101st Proposal”
“Ayolah semuanya, jangan membenciku. Mari kita buat perkumpulan korban bersama-sama, oke?”
Sambil membuat lelucon dengan cara itu, aku segera mengumpulkan kertas undian.
Baris terakhir adalah Kiyosato-san.
“Pasti sulit memainkan peran yang tidak populer, Nagasaka-kun. Tapi akan ada denda jika aku terpilih, lho?”
Ha! Itu berarti aku jelas-jelas akan didenda!
Sama seperti deskripsi pekerjaannya, heroine utama dari cerita ini tidak akan membiarkanmu memilihnya secara cuma-cuma, ya…
Kiyosato-san menatapku sekilas, lalu tersenyum dan pergi.
“Oke~Aku akan mengocoknya sekarang.”
Kemudian, saat memasang lubang di tutupnya dengan tanganku, aku mengguncangnya ke atas dan ke bawah, ke kiri dan ke kanan sebanyak yang aku bisa, membuat suara keras kertas yang berguncang-guncang.
Setelah menggoncangkannya sebentar, aku meletakkannya kembali di meja guru dengan bunyi gedebuk.
Kemudian, dengan sikap penuh makna, aku perlahan-lahan menegakkan postur tubuhku dan memasang ekspresi serius.
Kelas menjadi tegang.
─Ini dia!
“Tarik tiga undian!”
Dari posisi berdiri, dalam satu gerakan, aku mengangkat tangan kananku dan memasukkannya ke dalam kotak. Untuk beberapa saat, ada suara gemerisik kertas sedang diaduk, diikuti dengan penghentian tiba-tiba. Setelah mengulangi gerakan itu tiga kali, aku dengan kuat menarik tanganku keluar dari lubang.
“Tiga ini!”
Aku membuka lembaran kertas yang dipegang di tangan kananku, satu per satu, dan mengangkatnya ke arah semua orang dengan cara yang mudah dilihat.
“Yang pertama adalah, Tokiwa Eiji-kun!”
“Gyaaaa! Aku menang, yippee!”
Tokiwa meraung senang. Itu reaksi yang cukup kontradiktif, Pak.
“Kedua, Kiyosato Mei-san!”
“…Hmm, oke. Jadi aku terpilih, ya.”
Kiyosato-san berbicara dengan tatapan bermasalah. Maaf, aku akan pastikan untuk membayar dendanya sebagai hadiah.
“Ketiga, Torisawa Kakeru-kun!”
“…Huh?”
Sambil tetap tenang, Torisawa mengangkat sudut mulutnya. Untuk ikemen, senyum sinis pun tetap menawan, ya.
“Itulah ketiga orangnya! Tepuk tangan untuk semua anggota yang akan mewakili kita!”
Kali ini tepuk tangan meriah memenuhi kelas. Melakukannya setelah lolos dari bahaya, mereka adalah sekelompok orang yang mementingkan diri sendiri.
“──Sebenarnya, bukankah itu mencurigakan? Sepertinya, ada yang tidak beres dengan anggota tersebut. Kenapa orang seperti Eiji dan Mei──”
Ketika aku dengan santai melihat ke arah Katsunuma, dia membisikkan sesuatu dengan pengikutnya, memiringkan kepalanya dengan ragu.
Seperti yang diduga, dia peka. Sepertinya dia menyadari adanya ketidakadilan pada anggota yang terpilih.
Nah, tidak mengherankan jika seseorang yang memiliki rasa hubungan antarmanusia yang tajam di kelas akan menyadari hal ini. Lagi pula, hanya orang yang secara aktif terlibat dengaku-lah yang terpilih.
Namun, bukan berarti ada pengaruhnya untuk mereka secara langsung. Jika seseorang mempertanyakan kecurangan undiannya, setelah ditanya “Haruskah kita mengulanginya?” mereka tidak punya pilihan lain selain tutup mulut.
Untuk jaga-jaga, aku akan segera melanjutkan ke pekerjaan administrasi dan mengakhiri permasalahan ini.
“Kalau begitu, kalian yang sudah terpilih menjadi perwakilan, silahkan berkumpul di Aula Pertemuan Byakko Senin depan sepulang sekolah. Jika kalian tergabung dalam klub, harap beri tahukan penasihat klub kalian sebagaimana mestinya…”
Pada akhirnya, sampai semua itu selesai dikatakan, tidak ada yang terang-terangan mengajukan keberatan.
Jadi, bersama dengan salam penghujung hari, kemenanganku ─ atau lebih tepatnya, kemenangan “Rencana”-nya ─ sudah terkonfirmasi.
*
“Nagasaka. Punya waktu?”
Beberapa saat setelah kelas singkat berakhir ketika semua orang sudah mulai bubar untuk kegiatan klub atau pulang.
Saat aku meletakkan kotak undian di belakang meja guru, Torisawa muncul.
“Ah, Torisawa. Maaf karena akhirnya kamu harus mewakili kelas kita.”
“Tidak, aku tidak terlalu mempermasalahkan itu. Komitmen waktu itu hal yang sepele. Lagipula, mau bagaimana lagi jika kebetulan kau memenangkan undian, kan?”
Lalu dia tersenyum dengan ekspresi yare yare di wajahnya.
…Huh, apakah itu hanya perasaanku saja atau apakah dia menekankan bagian “kebetulan” itu?
Aku punya firasat buruk tentang hal ini, tapi aku terus merapikannya dengan cepat agar ketidaknyamananku tidak terlihat. Bagaimanapun, aku lebih baik cepat dan menyelesaikan ini dengan…
“Aku hanya ingin memeriksa satu hal.”
Saat aku meletakkan tanganku di atas tiket pemenang undian yang tertinggal di meja guru, Torisawa angkat bicara.
Jantungku berdegup kencang.
“Memeriksa?”
Aku memiringkan kepalaku dengan ekspresi tanpa dosa.
“Bolehkah aku melihat sekilas kertas undian itu?”
Aku menelan ludah. Torisawa menyeringai penuh arti.
T-Tidak mungkin, jika dia sadar… Tidak, tidak apa-apa, tenanglah. Aku seharusnya tidak membuat kesalahan yang jelas, jadi ini belum merupakan situasi yang fatal.
“…Eh, mungkinkah kamu juga mencurigai sesuatu, Torisawa?”
“Huh, apa maksudnya itu?”
“Yah, sepertinya beberapa orang mengatakan kalau undian ini telah dicurangi, jadi…”
Tidak apa-apa untuk mengatakan ini.
Katsunuma dan yang lainnya telah mengatakannya, dan dari awal, aku sudah siap kalau ketidakadilan pada hasil undian akan dicurigai. Sebaliknya, dengan mengemukakan permasalahannya sendiri, aku dapat menekankan bahwa tidak ada masalah meskipun ada kecurigaan.
Torisawa berkata “Begitu ya” dengan ekspresi sangat ceria di wajahnya dan tiba-tiba mengulurkan tangan kanannya.
“Maka itu membuat segalanya menjadi lebih mudah. Bisakah kamu menunjukkan itu padaku sebentar? Aku terlalu jauh untuk memastikan apakah itu benar-benar namaku yang tertulis di kertas itu, begitulah?”
Itu pasti bohong. Aku punya data yang menunjukkan penglihatan Torisawa adalah 20/10.
“Oh, hahaha. Aku yakin kalau aku tidak salah membaca namamu. Tidak ada orang lain dengan nama yang mirip denganmu.”
“Tidak ada salahnya hanya dengan memeriksanya, kan?”
“…Kamu mungkin curiga bahwa kertas undian itu palsu, kan? Kamu tidak perlu repot-repot memeriksanya, aku jamin ini asli, jadi…”
“Hei, sekarang, jangan katakan itu. Nih, buka saja tangan kananmu itu, oke?”
Mengatakan itu kemudian menunjuk ke tanganku yang terkepal.
…Oh, sial.
Jadi aku tidak bisa lolos dari ini, ya?
“…”
“Ada apa?”
“Aku mengerti…”
Mengatakan itu dengan sikap pasrah, aku perlahan membuka tanganku. Dari sana, Torisawa mengambil kertas undian yang tertulis namanya.
“Mari kita lihat…”
Jantungku berdebar lebih cepat.
Tolong, tolong, tolong. Jangan sadar. Aku tidak boleh mengalami kemunduran pada saat ini, hanya karena sesuatu seperti ini!
“…Hmm?”
Keheningan ini terasa seperti keabadian.
Aku meremas erat tangan kiri yang ada di sakuku.
“…Bagaimana?”
Aku tidak tahan lagi, jadi aku bertanya dengan hati-hati kepadanya, yang mana…
“Tidak, kurasa… ini benar tulisan tanganku.”
YES!
“…Sudah puas?”
“Ya, maaf, bung. Apakah aku menakutimu?”
“Ahaha, semacam itu. Maaf tentang kesialanku menarik lotere.”
“Seperti yang kubilang, aku tidak keberatan. Aku malah agak menantikannya. Apa yang akan terjadi mulai sekarang.”
Torisawa menepuk ringan pundak kiriku, lalu pergi begitu saja.
Oh, jadi entah bagaimana aku berhasil melewatinya. Orang yang peka sangat menakutkan. Kalian tidak boleh terlalu berhati-hati saat berhadapan dengan karakter Ikemen yang Dapat Diandalkan, ya.
“Hei, hei, kenapa dengan Torisawa-kun?”
“Whoa… Oh, Kiyosato-san?”
Tanpa aku sadari, Kiyosato-san, yang seharusnya berbicara dengan teman sekelas lainnya, telah muncul tepat di sampingku.
Dia membawa tas sekolah dan raket tenisnya, jadi dia pasti mau pergi ke kegiatan klubnya.
“Dia tampaknya sedang dalam mood yang lebih baik dari biasanya. Apakah terjadi sesuatu yang menarik?”
Kiyosato-san menatapku dengan mata menengadah.
Tidak, sama sekali tidak. Malahan, aku takut setengah mati.
“Ahaha, kurasa. Tapi sepertinya dia menjadi lebih positif tentang latihan sorak sorai.”
“Oh, mengesankan. Ini adalah sesuatu yang aku dengar dari seorang senior di klub tenis, tapi ternyata, latihannya cukup Spartan.”
Setelah mengatakan itu, Kiyosato-san menggembungkan pipinya.
“Tapi aku agak buruk dengan hal semacam itu… Ya ampun, aku harus mendendamu, lho.”
“Uh, maaf…”
Jika itu uang, aku akan membayarnya. Aku pasti akan membayarnya. Jadi kumohon, maafkan aku dengan pertimbangan untuk komedi romantis.
Ah, tapi wajah marah itu bagus juga. Caranya menggembungkan pipi, bukankah itu adalah contoh ekspresi kemarahan? Seperti yang diharapkan dari heroine utama. Seperti biasa, dia adalah orang yang terlahir alami sebagai 2D.
“Yah, seseorang harus melakukannya, jadi kurasa mau bagaimana lagi. Ini tidak akan sampai selamanya, jadi mari kita coba melewatinya!”
Kiyosato-san mengepalkan kedua tangannya untuk memotivasi dirinya sendiri.
Ekspresi wajahnya sangat imut dan cocok untuk seorang heroine. Hai hai hai. Aku cangat menyukainya ♡
“Oke, kalau begitu, aku akan pergi ke klub! Sampai jumpa besok!”
“Ah, ya. Semoga berhasil dengan kegiatan klubnya.”
Kemudian, menebarkan senyumnya yang biasa, dengan langkah-langkah energik, dia meninggalkan kelas.
Aroma samar bunga sakura masih tertinggal di udara.
Post a Comment