[WN] Kanojo ga Senpai ni NTR-reta no de, Senpai no Kanojo wo NTR-masu Chapter 65 Bahasa Indonesia

 

Chaapter 65 Ishida Bersaudara

 

Keesokan harinya, aku menolak untuk makan siang bersama Touko-senpai dan memutuskan untuk makan di luar bersama Ishida di warung ramen.

Alasannya, tentu saja karena apa yang terjadi dengan Meika-chan kemarin.

Aku memesan semangkuk chashu ramen dan Ishida memesan semangkuk besar ramen dengan ekstra sayuran.

Setelah pelayan mengambil tiket makan, aku memulai percakapan.

Ngomong-ngomong, saat hatsumode di malam tahun baru. Waktu itu, kamu sengaja menghilang, kan?

Ishida tampak terkejut, tapi dia dengan cepat tertawa getir.

Tidak kok, aku tidak sengaja. Waktu itu, tanpa aku sadari, ternyata aku sudah berjalan cukup jauh dari kalian.

Tapi, tidak wajar bagimu untuk pergi jauh-jauh ke taman belakang sendirian setelah itu, kan.

Hmm, yah, itu memang sengaja, sih.

“Kenapa kamu melakukan itu?

“Apakah kamu tahu kalau Meika menyukaimu, Yuu?

Aku terdiam oleh pertanyaan balik Ishida.

Aku juga tidak menyangka kalau Meika seserius itu. Suatu hari, sebelum Hari-X, aku dengan enteng mengatakan sesuatu seperti, Yuu dan Touko-senpai mungkin tidak akan bisa bersama, jadi bagaimana kalau kamu mencoba mengejarnya?

“Kenapa kau berpikir kalau aku dan Touko-senpai tidak bisa bersama?

“Jelas saja, kan? Berapa pun lamanya waktu berlalu, tidak ada kontak dari Touko-senpai soal pasangan di momen terakhirnya saat itu. Tidak ada tanda-tanda kalau kau memiliki kesempatan untuk itu. Bahkan kamu sendiri pun berpikir begitu, kan?”

“Yah memang sih.

“Ketika Yuu dan Karen-chan pacaran di awal masuk kampus, Meika juga menjadi murung. Tapi kali ini, mungkin karena aku telah memberinya harapan aneh, ketika aku memberitahunya bahwa Yuu dan Touko-senpai pacaran, dia sangat depresi. Dia bahkan tidak mau bicara padaku selama beberapa hari.

“Meskipun begitu, kamu mengajaknya saat hatsumode, kan?

Ya. Ketika aku bilang padanya kalau aku akan pergi hatsumode bersamamu, dia bilang kalau dia ingin ikut. Saat aku menanyakan alasannya, dia bilang kalau dia ingin berbicara denganmu. Karena itulah, kupikir aku sebaiknya membuat situasi di mana dia dapat berbicara berdua denganmu saja.

Bukannya menjawab, aku malah menghela nafas.

Aku tidak bisa menyalahkan perasaannya soal adiknya

Maafkan aku, Yuu. Aku membuatmu kerepotan.

Yah, jika itu masalahnya, mau bagaimana lagi…”

Tapi, Yuu. Bagaimana soal masalah sebenarnya?

“Masalah sebenarnya?

“Soal Touko-senpai. Apakah hubungan kalian baik-baik saja?

“Yah, semuanya baik-baik saja.

“Baik-baik saja? Maksudmu kayak makan siang bareng, pulang bareng sesekali, dan chatting-an?

Aku memelototi Ishida.

Itu mah kayak pacaran anak SMP, kan? Di jaman sekarang, pacaran anak SMA pun bahkan lebih maju dari itu. Yang kalian lakukan itu bukan pacaran anak kuliah.

“Berisik. Aku juga punya banyak rencana, tau. Setelah ujian selesai dan liburan musim semi tiba, aku berencana bersenang-senang bersama Touko-senpai…

“Bersenang-senang kayak apa? Palingan ke Tokyo Disneyland, kan?”

Itu sangat tepat sasaran sehingga aku tidak bisa mengatakan apa-apa.

Aku juga meninggalkanmu berduaan dengan Meika karena kamu adalah pria yang aman dan dapat dipercaya.”

Lalu, ramen yang kami pesan pun disajikan.

Sambil menyesap hirupan kuah pertamaku, aku berkata.

Jadi, sore hari ini, aku akan bertemu dengan Meika-chan sekitar satu jam.

“Benarkah? Tapi, kenapa?

“Aku sudah janji. Saat kami pergi ke tempat karaoke bersama kemarin.

Ishida membelalakkan matanya.

“Sejak kapan kalian sedekat itu?

Jangan salah paham. Kami tidak hanya pergi berdua kemarin. Ada satu orang lagi. Dialah yang memanggilku.

“Satu orang lagi? Siapa?

“Dia teman sekelas Meika-chan dan dipanggil En-chan. Apakah kamu mengenalnya?

​​“Ah, aku pernah mendengar nama itu sebelumnya. Dia dan Meika sudah berteman baik sejak SMP.

Apakah kamu tahu nama asli anak itu?

“Aku tidak tahu banyak tentangnya. Aku tidak mengecek teman adikku satu per satu, tau.

“Nama aslinya adalah Honoka Sakurajima.”

“Sakurajima? Eh, kalau gitu...?”

“Dia adik Touko-senpai.”

Tangan Ishida, yang sedang memegang sumpit, terhenti.

Dia menatapku dengan terkejut.

“Seriusan?”

“Aku serius. Kamu dan Touko-senpai masuk ke SMP yang sama, kan? Jika adik kalian seumuran, maka tak heran kalau mereka saling mengenal.”

“Aku bahkan belum pernah dengar kalau Touko-senpai punya adik perempuan.”

“Aku sendiri pun baru mengetahuinya.”

“Tapi, kenapa kamu bisa kenal dengan adik Touko-senpai? Apakah Touko-senpai mengenalkanmu padanya?”

“Tidak, bukan begitu.”

Aku lalu menceritakan soal kejadian di Kaihin Makuhari tempo hari.

“A-Apakah ceritamu sungguhan!?”

Ketika Ishida mendengar cerita itu, dia hampir tidak bisa berkata-kata.

“Aku serius. Aku juga ceroboh, sih. Dia anak yang sangat eksentrik.”

“Yah, meskipun begitu, aku tidak habis pikir kalau anak SMA mampu melakukan hal itu. Aku memang berpikir kalau Touko-senpai hebat dalam memanipulasi orang lain, tapi gadis itu memiliki kualitas tambahan yaitu vulgar. Itu sungguh menyeramkan.”

“Begitulah.”

Aku menghela nafas untuk kesekian kalinya.

Ketika aku memikirkan Honoka, yang bisa aku lakukan hanyalah menghela nafas.

“Jadi, apa yang akan kamu lakukan?”

“Apa yang akan aku lakukan, ya?”

“Tidak mungkin kamu akan putus dengan Touko-senpai seperti yang disuruh cewek itu, kan?”

“Tentu saja. Siapa pula yang mau putus karena hal seperti itu?”

“Kalau begitu, menurutku kamu sebaiknya memberitahu Touko-senpai sendiri tentang hal itu sesegera mungkin.”

“Aku juga berpikir begitu. Tapi, saat aku memikirkan kepercayaan diri cewek itu, aku menjadi takut…”

Paling tidak, Touko-senpai tidak akan merasa baik-baik saja jika dia mengetahui kalau pacar dan adiknya telah berciuman, meskipun itu hanya jebakan. .

Aku juga tidak bisa bilang dengan pasti kalau arah kemarahannya tidak akan ditujukan kepadaku.

“Y-Yah, kesimpulannya, lakukanlah sesuai yang kamu mau, Yuu. Aku akan mendukungmu semampuku…”

Tidak seperti Ishida yang biasanya, kata-katanya kian memudar.

Si Ishida ini, kali ini dia mencoba kabur.

Aku menolak kesempatan untuk pulang bersama Touko-senpai dan bergegas menuju stasiun Funabashi sendirian.

…Astaga, apa yang sebenarnya kau lakukan di sini, diriku…

Sambil memikirkan itu, aku menuju jalan penghubung ke stasiun Keisei, tempat di mana kami akan ketemuan.

Meika sedang menungguku di depan toserba.

“Selamat sore, Meika-chan.”

“Selamat sore. Yuu-san.”

Dia balas menyapaku dengan malu-malu seperti biasanya.

Aku dan Meika-chan pergi ke kafe terdekat.

Di sana, kami berdua memesan satu set kue.

“……”

Sejak memasuki kefe, Meika-chan hanya diam.

Ketika kue dan teh telah diantarkan ke meja dan aku berkata, “Baiklah, ayo makan,” dia hanya menganggukkan kepala dan tidak menyentuh kue itu.

…Ini canggung…

Aku mencari topik pembicaraan.

“Kamu bergabung ke klub apa, Meika-chan?”

“Aku bergabung ke klub lari, sama seperti saat SMP.”

“Kamu bersekolah di Akademi Putri Ichikawa, kan? Apakah bersekolah di sekolah perempuan menyenangkan?”

“Ya, itu menyenangkan.”

“Begitu, ya. Syukurlah. Ha ha ha.”

Sialan, aku tidak bisa melanjutkan percakapan.

Sampai sekarang, aku tidak merasa kalau dia menyukaiku, dan aku bahkan tidak menganggap Meika-chan sebagai perempuan.

Selain itu, biasanya kami tidak hanya berdua, ada orang lain juga, entah itu Ishida, atau Honoka.

Keheningan ini menyakitkan dan satu jamnya adalah penyiksaan.

…Katakan saja sesuatu yang aneh dan membuat orang membenciku…

Bahkan pikiran seperti itu pun terlintas di benakku.

Di sisi lain, kondisi Meika-chan

Dia gelisah seolah ingin mengatakan sesuatu.

Dia kebanyakan hanya melihat ke arah meja, tapi terkadang, dia melirik ke arahku.

Sesekali, dia sepertinya mencoba mengatakan sesuatu, tapi dia tidak bisa mengatakannya dengan keras, dan hanya kembali bergumam.

…Haah, Aku benar-benar lelah…

Aku melihat jam tanganku.

Satu jam sudah berlalu.

“Meika-chan. Ayo kita pulang. Ini sudah satu jam dan aku juga harus berbelanja untuk makan malam.”

Kedua orang tuaku semuanya bekerja dan pulang malam, jadi aku harus memasak makan malam hari ini.

Aku mengambil slip tagihan dan mencoba berdiri.

A-Anoo!”

Tiba-tiba, Meika-chan berteriak keras.

Aku refleks menoleh ke arahnya.

Wajah Meika-chan merah padam.

“M-Maaf. Maaf. Aku benar-benar minta maaf. Aku tidak tahu harus berkata apa. Padahal Yuu-san sudah meluangkan waktunya ke mari… Tapi, aku tidak bisa bicara apa-apa… Maaf!”

Dia menundukkan kepalanya berulang kali saat mengatakan itu.

Aku merasa kasihan melihatnya begitu.

“Tidak apa, kok. Jangan dipikirkan. Jika seseorang tiba-tiba berada dalam situasi seperti ini, siapa pun pasti tidak dapat mengutarakan apa yang ingin mereka katakan. Jadi, kamu tidak perlu meminta maaf.”

Meika-chan mengangkat wajahnya yang merah.

“Benarkah? Apakah kamu tidak marah, Yuu-san?”

“Aku tidak marah, kok. Jangan khawatir. Kamu dapat berbicara denganku lagi ketika kamu sudah lebih tenang.”

Mata Meika-chan, yang mendengar kata-kataku, menatapku seolah tatapannya melekat padaku.

“K-Kalau begitu, maukah kamu menemuiku hari Sabtu ini?”

“Eh?”

“Aku akan mempersiapkan diriku untuk berbicara denganmu kali ini. Kumohon, satu jam, tidak, tiga puluh menit saja tidak apa!”

Meika-chan menundukkan kepalanya lagi.

Aku mengkhawatirkan tatapan orang sekitar yang mengarah padaku.

Seorang gadis SMA dengan wajahnya yang merah cerah, menundukkan kepalanya berulang kali dan dengan putus asa memohon sesuatu.

Aku bertanya-tanya apakah mereka melihatku seolah-olah aku ini orang yang berbahaya.

“Oke, aku mengerti. Angkatlah kepalamu. Kamu tidak perlu sampai harus segitunya.”

Saat Meika-chan mendongak, matanya berkaca-kaca.

“Ayo kita makan siang bareng Sabtu ini. Aku mungkin tidak bisa lama-lama, jadi apakah itu tak masalah?”

Mendengar itu, dia menganggukkan kepalanya berulang kali.