[WN] Kanojo ga Senpai ni NTR-reta no de, Senpai no Kanojo wo NTR-masu Chapter 19 Bahasa Indonesia

 

Chapter 19 - Di Bawah Cahaya Lampu Jalan (Bagian 3)

 

《 Cerita Sebelumnya 》

Yuu dan Touko akhirnya melihat Karen memasuki apartemen Kamokura Tetsuya berdua!

Namun, Touko berkata, Masuk berdua saja belum bisa dianggap selingkuh. Mereka harus menghabiskan sejumlah waktu tertentu dulu di dalam sana, Lalu, dia menyuruh dua orang lain yang membantunya untuk pulang, dan dia terus mengawasi apartemen.

Ketika Yuu mengawasi apartemen bersamanya, Touko bertanya bagaimana awalnya dia bisa pacaran dengan Karen.

Setelah menjawabnya, Yuu balik bertanya kepada Touko kenapa dia pacaran dengan Kamokura.

Ternyata alasannya cukup biasa-biasa saja, lalu Yuu...

Dia berkata, “Jadi itu sebabnya Touko baik-baik saja mendengar tentang perselingkuhan Kamokura.”

 

“Apakah aku terlihat tenang?”

Di bawah bayang-bayang cahaya lampu jalan, suara Touko-senpai bergema pelan.

“Ya, sangat tenang. Kamu tidak terlihat seperti gadis yang diselingkuhi.”

Ketika aku menjawabnya, Touko-senpai melihat ke luar jendela lagi.

“Aku sebelumnya bilang kalau Tetsuya selalu bisa menjadi pusat perkumpulan. Tapi kenyataannya, Tetsuya adalah orang yang kesepian. Dia selalu menjadi pusat kelompok dan memiliki banyak pengaruh, jadi mungkin tidak terlihat seperti itu. Namun, aku mengetahui hal itu ketika aku sudah dekat dengannya. Tidak ada orang yang bisa membantu Tetsuya ketika dia benar-benar kesakitan.”

Sampai saat itu, Touko-senpai berbicara dengan datar, seolah-olah dia telah membuang emosinya.

“Itulah sebabnya aku ingin menjadi seseorang yang bisa mendukung Tetsuya di saat-saat seperti itu.”

Sambil menekan emosinya, suaranya terdengar lebih penuh kesedihan.

 Kamokura brengsek! Kanapa kau malah menyelingkuhi pacarmu ketika dia begitu baik dan sangat memikirkanmu seperti ini! 

Aku merasakan emosi meluap di dalam diriku, bukan karena cemburu, tapi semacam kesedihan dan frustrasi.

Dia kemudian tertawa kecil, “Fufu”.

Semacam tawa yang mengejek diri sendiri.

“Apanya yang lucu?”

Tapi, dia tidak menjawab pertanyaanku dan mengatakan sesuatu yang lain.

“Karen-san cewek yang imut, kan? Dia juga populer di perkumpulan.”

“Bukankah Touko-senpai juga cantik? Kamu terkenal sebagai gadis tercantik di kampus.”

Jika Karen adalah salah satu dari tiga cewek terimut di perkumpulan, maka Touko-senpai adalah cewek tercantik di kampus.

Itu tidak bisa dibandingkan.

Tapi, dia berkata.

“Cantik… cantik… cantik, ya? Aku sudah diberitahu seperti itu sejak aku masih kecil. Kalau aku itu cantik.”

“Bukankah wanita di sekitarmu merasa sangat iri padamu?”

“Mungkin ada beberapa yang begitu. Tapi tahukah kamu, Isshiki-kun. Jika seorang cewek cantik dan cewek imut bersaing dalam hal popularitas di antara anak laki-laki, menurutmu siapa yang akan menang?”

Aku menjadi bingung ketika dia menanyakan itu.

Cewek cantik atau imut?

Tidak ada perbedaan jelas antara keduanya, tapi manakah yang akan menang?

“Aku tidak tahu.”

“Biasanya, cewek imutlah yang akan menang. Bukankah anak laki-laki lebih mencari keimutan yang ditujukan pada mereka, daripada hanya sekedar cantik penampilan?”

“Keimutan yang ditujukan pada mereka?”

Aku tidak bisa mendapatkan gambaran konkret dari kata tersebut, jadi aku bertanya balik.

“Ya. Cantik atau tidaknya seseorang itu tergantung pada subjektivitasnya sendiri. Tidak ada wajah yang disukai semua orang. Jadi, wajah yang paling rata-rata dan tanpa cacat bisa disebut cantik, ya kan? Di sisi lain, ‘imut’ lebih ke arah menarik hati seseorang . Sesuatu yang memberikan kesan ‘jagalah aku.’ Bagi laki-laki, itu membuat mereka merasa seperti ingin melindungi perempuan itu. Bukankah seperti itu?”

Saat diberitahu begitu, aku memang merasa seperti itu.

‘Cantik’ adalah penilaian fisik, dalam artian, apakah penampilan luarnya bagus atau tidak.

Di sisi lain, ‘imut’ adalah kesan yang melibatkan perasaan.

Objek yang menurut kalian ‘imut’ akan membangkitkan hasrat protektif kalian dan ingin memilikinya.

Selanjutnya, kata-kata Touko-senpai berlanjut.

“Sejak SMP, orang-orang selalu bilang padaku seperti ‘kamu cantik kok.’ Namun bagian ‘kok’ itulah yang penting, aku yakin itu.”

Saat dia mengatakan itu, wajah Touko-senpai tiba-tiba berbalik untuk melihat ke arah luar jendela.

“Aku bertanya-tanya apakah aku akan terus kalah dari ‘cewek-cewek imut’. Aku pasti tidak akan pernah menjadi ‘objek yang dilindungi’ selama sisa hidupku.”

“Touko-senpai tidak…”

.....Tidak kalah!...

Itulah yang ingin aku katakan.

Tapi sebelum aku sempat mengatakan itu, Touko-senpai berbalik.

“Kuharap aku bisa jadi imut juga! Tapi, aku punya kepribadian yang seperti ini! Aku tidak bisa mengubah siapa diriku sekarang! Aku hanya bisa bertingkah seperti ini!”

Air mata mengalir deras dari mata Touko-senpai.

Touko-senpai terisak, seolah-olah sikap dewasa dia yang biasanya itu adalah sebuah kebohongan.

Dia menutupi wajahnya dengan kedua tangan dan seluruh tubuhnya gemetar.

Dia mencoba menahan isak tangisnya, tapi tidak bisa.

…Touko-senpai ingin mempercayai Kamokura Tetsuya. Itulah sebabnya dia melakukan sesuatu yang berputar-putar seperti ini sampai sekarang…

… Harga diri dan kebanggaannya sekarang terguncang…

…Touko-senpai sudah menahan diri untuk waktu yang lama. Dia terus menyemangatiku sambil menekan keinginannya sendiri untuk menangis…

Dia bersikap tegar, tapi menurutku dia sebenarnya lebih terluka dibandingkan aku.

“Touko-senpai…”

Aku berkata pelan, sepelan mungkin seolah-olah aku sedang berbicara dengan anak kecil yang ketakutan.

“Aku selalu ditolong olehmu, Touko-senpai. Aku sudah dimanjakan oleh senpai-ku. Jadi…”

Aku dengan lembut menyentuh lengannya.

“Tolong izinkan aku memanjakanmu kali ini.”

Aku perlahan, tapi dengan kuat, menarik Touko-senpai ke arahku.

Pada awalnya, dia menunjukkan sedikit penolakan, tapi kemudian, dia perlahan-lahan membenamkan wajahnya di dadaku.

Dan begitulah, dia mencengkeram bajuku dan terus menangis.