[LN] Psycho Love Comedy Volume 5 Chapter 4.1 Bahasa Indonesia

 

Acara Keempat - Yang Tersisa Setelah Bencana / “Chaotic Most Pit”

1

 

Target Pengawasan 7

Peringkat S - Haruyo Gevaudan Tanaka “Pembunuh Berkostum”

Kelas: Kelas 2-B

Julukan: Beast of the Gale

Seseorang tidak boleh tertipu oleh kostum kigurumi-nya yang imut: Gadis yang sangat tertutup ini adalah pembunuh berbahaya tanpa ampun bagi siapa pun yang mengamati wajah telanjangnya. Ada rumor bahwa pakaian kigurumi-nya yang berbulu adalah setelan super untuk meningkatkan kemampuan fisiknya atau pengekangan yang dirancang untuk menahan kekuatannya yang menakutkan; rumor-rumor ini terus ada tanpa henti

 

Target Pengawasan 8

Peringkat A+ - Amon Abashiri “Pembunuh Tamak”

Kelas: Kelas 3-B

Julukan: Faceless

Juga dikenal sebagai Pelapis Wajah. Awalnya seorang pemuda tampan yang narsis, ia menderita luka bakar parah dan menjadi gila akibat bekas luka di wajahnya. Setiap kali dia melihat seorang pria tampan di jalan, dia menguntit dan membunuh mereka, mengupas kulit wajah korbannya untuk dipakai pulang. Dia telah menjadi pembunuh berantai aneh, seorang pembunuh ulet yang tidak membiarkan mangsa pilihannya lolos.



“Nyam, nyam… Huh, jam istirahat sudah habis? Seriusan? Aku belum selesai ma—Ah, hei?! Kembalikan bento Sampah Bermutu Tinggi’ punyakuuuuuu!

“…Baiklah kalau begitu, oke. Babak kedua telah dimulai! Siaran langsung akan dilanjutkan, bersamaku, Kirito Busujima, di sini seperti biasa mengasuh Nona Arisugawa—”

NGENT*T! Di sini Kurisu Arisugawa! Dan aku bahkan hampir tidak makan karena seluruh waktu istirahat tersita oleh penjelasan dan pertemuan yang bertele-tele. Maksudku, yang benar saja, jancoook! Matilah sana! Dasar nenek lampir ke—”

Duak!

Sebelum Kurisu bisa menyelesaikan kalimatnya, Mizuchi menjatuhkannya dan menyeretnya pergi.

Tirai paruh kedua festival olahraga dibuka dengan suara tembakan. Pertandingan pertama yang digelar adalah Halang Rintang Gila. Selama perlombaan ini, tim estafet yang terdiri dari empat orang harus melewati lintasan sepanjang dua ratus meter, yang dipenuhi delapan jenis rintangan, Putar Pusing Pemukul Berduri, Balok Keseimbangan Galtrop, Gawang Kawat Berduri, Kolam Laut Mati, Neraka Racun, Permen Penawar, Ladang Ranjau Monkey Bar, dan Tembok Kematian.

Rintangan skala besar, yang persiapannya membutuhkan seluruh waktu istirahat, semuanya sangat berbahaya, yang berarti ada banyak poin kemenangan yang dipertaruhkan. Kontes penting ini dapat menentukan jalannya festival olahraga yang tersisa.

Bersedia. SiaaaaaaapMulai!”

Kelas 1-A adalah yang pertama melompat ke depan saat start dimulai. Pelari mereka adalah Eiri, yang kecepatannya tidak tertandingi. Ketika dia tiba satu langkah di depan orang lain pada rintangan pertama, Putar Pusing Pemukul Berduri, Eiri mengambil tongkat pemukul berduri, meletakkan gagang di dahinya, dan mulai berputar. Sekali, dua kali…

“Permisi.”

Rotasi ketiga Eiri diganggu oleh Mei Kuroki si Hearless, dari kelas 3-B, yang menyusulnya. Kuroki mengmabil tongkat pemukul berduri, membidik samping Eiri, dan mengayunkannya lebar-lebar.

“Cih—” Eiri berhenti berputar untuk menghindari serangan Kuroki.

Mendapatkan momentum, Kuroki meletakkan gagang tongkat pemukul ke dahinya dan menyelesaikan satu putaran.

“Permisi.”

Sekali lagi, Kuroki mengayunkan senjatanya ke kepala Eiri dengan kedua tangannya.

“Ah, sungguh, menyebalkan!”

Merunduk untuk menghindari serangan kedua, Eiri tanpa gentar menekan ujung tongkat pemukulnya kembali ke dahinya dan, saat dia berputar, membalas dengan tendangan sapuan. Meskipun mereka diminta menyelesaikan total sepuluh putaran tidak berurutan untuk menyelesaikan rintangan pertama ini, Eiri memastikan untuk melakukan serangan balik setiap kali ada kesempatan—

“—Guah?!”

—karena jika, seperti Michirou, yang hanya fokus pada menyelesaikan rintangan, tubuhnya yang tak berdaya akan menjadi sasaran empuk bagi pemukul berduri siswa lain, dan dia bisa-bisa mengalami nasib yang sama menyakitkannya.

“Luu. Luu. Laaa. ♪ Luu. Luu. Laaaaaa. ♪”

Sedangkan siswa seperti Ronaldo yang hanya fokus menyerang, gagal melakukan putaran.

Itu benar-benar pemandangan yang aneh, para siswa bertukar pukulan dengan pentungan berduri di zona rotasi yang ditentukan dan kadang-kadang berputar sembarangan dengan senjata mereka.

Selanjutnya—

“Gyaaaaaah?!”

Setelah mereka lolos dari huru-hara yang mengelilingi Putaran Pusing Pemukul, rintangan lainnya menunggu mereka— Balok Keseimbangan Galtrop. Yang tersebar di sekitar balok keseimbangan selebar empat inci dan panjang enam belas kaki itu adalah hamparan galtrop.

Para pesaing, yang masih pusing karena berputar-putar pada pemukul berduri, merasa hampir tidak mungkin untuk melintasi seluruh balok keseimbangan dan akhirnya jatuh ke paku-paku tajam di bawah. Tanah yang tertutup galtrop dengan cepat berlumuran darah saat para siswa yang jatuh menggeliat kesakitan.

“Dan saat ini, di posisi pertama kita memiliki Kelas 3-A. Mantel putih panjang mereka diwarnai merah cerah saat mereka menantang balok keseimbangan! Setelah mereka, Kelas 2-B telah tiba di balok keseimbangan. Kelas 1-A dan Kelas 3-B, yang memulai pertempuran sengit ini, juga akhirnya berhasil melewati pemukul berduri! Kelas 2-A... ah, akhirnya mereka mulai berputar-putar. Dan pesaing dari Kelas 1-B, yang menderita pukulan hebat, sepertinya sudah hampir tamat.”

“Kuh, kuh-kuh… Kau nyaris lolos dari kematian, badut… Jika aku tidak menahan amarah Azrael yang mengerikan, kau akan… mati… se…karang…guh, guaaahhh!”

“…Lemah. Kenapa mereka repot-repot mengajaknya, sih?” gerutu Eiri saat dia dengan mudah melewati balok keseimbangan. Menghindari ayunan terakhir dari tongkat Kuroki, dia menempuh jarak yang tersisa ke garis finis tanpa hambatan.

Di posisi ketiga setelah Kelas 3-A dan Kelas 2-B, Eiri mengikat selempang warna kelas ke pelari berikutnya tim mereka. “Maaf… aku tidak bisa menempati posisi pertama. Lakukan yang terbaik!”

“Hyah-haaaaaah! Serahkan padaku—aku akan segera membalikkan ini!”

Mohican, mengenakan selempang, menghentakkan tanah dengan cepat. Di jalur depan, rintangan ketiga, Gawang Kawat Berduri, menunggu. Mohawk menyelam tanpa ragu-ragu ke dalam jaring padat yang dililit dari kawat berduri.

Tidak mempedulikan duri logam tajam yang memotong dagingnya, Mohican mendorong menembus penderitaan. Dia menyalip seorang siswa laki-laki, yang mengenakan jas putih panjang, saat dia menerobos jaring berduri.

“Geli, geli, gyah-ha-ha! Tingkat rasa sakit ini bahkan tidak terasa! Bagiku, ini bukanlah lomba halangan. Ini adalah perlombaan hadiah!”

Selanjutnya adalah rintangan keempat, Kolam Laut Mati—lagi-lagi tanpa ragu, dia melompat ke dalam kolam yang berisi air dengan konsentrasi garam 30 persen. Mohican tetap tenang saat tubuhnya, yang penuh luka, tenggelam ke dalam air asin. Tenggelam sampai ke dadanya, Mohican dengan cepat melaju memercik sampai ke dua pertiga kolam…

“…Oh? Dia jauh lebih cepat dari yang kukira.”

Dia mengejar Haruyo Gevaudan Tanaka dari kelas 2-B, yang saat ini berada di posisi pertama. Kostum kigurumi-nya compang-camping dan sobek tapi tidak terlalu parah hingga orang di dalamnya terlihat. Kolam itu, sesuai dengan namanya, adalah laut yang “mematikan” bagi para peserta yang terluka, tapi bagi Haruyo, itu mungkin juga air biasa.

“Oh-ho-ho!” Haruyo mengangkat tangan ke arah Mohican yang terkejut. “Sebagai hadiahmu karena bisa mengejarku, aku akan memberimu rasa tinjuku, adik kelas… Tinju Penghancur Tulang!”

“Gya-ha?!”

Acha!

Haruyo memukul dahi Mohican. Tidak ada efek langsung.

Mohican dengan cepat melanjutkaan menciprat ke depan, sampai tiba-tiba—

“Hgeh?!”

Tepat saat dia meletakkan satu tangannya di tepi kolam, Mohican memuntahkan darah segar dan pingsan. Haruyo mendorong tubuhnya, yang mengambang di air merah terang, menyingkir dari jalannya untuk keluar dari kolam. Peserta Kelas 3-A dan Kelas 3-B menyusul Mohican setelah Haruyo, dan kelas Kyousuke turun ke posisi keempat.

“Bangun, idiot!” teriak Kurumiya, berdiri dari sofanya di kursi penonton. “Kenapa kau tidak bergerak, Mohican?! Bangunlaaaaaaaah!”

“Uugh… Ku-Kurumiya sayang?” Mendengar permohonannya yang dahsyat, Mohican membuka matanya tepat waktu untuk melihat pelari dari kelas 2-A menyusulnya, menempatkan kelasnya di posisi kelima.

Sementara itu, peserta dari kelas 1-B, masih di posisi terakhir—

“Kyah?! K-karung tepungku… Wajahku terlihat! Tidaaaaaaak!”

Bob, yang karung tepungnya robek, menutupi wajah telanjangnya dengan kedua tangan dan berhenti tepat di tengah jaring kawat berduri. Kesenjangan yang ditinggalkan oleh pelari pertama kelasnya terus melebar.

“Ah, saat ini sepertinya anak-anak kelas satu sedang berjuang keras. Bisakah mereka kembali dari ketertinggalan sejauh ini? Saat ini, Kelas 2-B berada di posisi pertama! Yang mengikuti di belakang mereka adalah—”

“Maaf, tapi di sinilah kamu keluar dari panggung!”

“.......Huh?”

Saat murid laki-laki itu menoleh untuk melihat, Shamaya mengayunkan kapak ke bagian belakang kepalanya—dia telah memperoleh senjata itu selama Balapan Senjata Bencana.

Duuk. Kapak membuat suara tumpul, dan siswa laki-laki itu jatuh.

Menjilati bilah yang berlumuran darah, Shamaya menyeringai senang. “Oh-ho-ho! Ini benar-benar yang terbaik... Sensasi besi tebal ini saat menghancurkan tulang! Dan rasa darah yang mengalir di sekujur lidahku! Ah, aku benar-benar seperti baru lagi. Semua stres yang kutimbun sejak pagi mencair begitu saja. Lagi…lagi, aku ingin menikmatinya…”

“Eee—”

Melihat ke bawah pada seorang pemuda ketakutan yang mengenakan mantel happi, Shamaya mengacungkan kapak. Matanya yang berwarna zamrud berkilauan dengan gila.

“Oh, seram, seram. Itulah Killing Mania kita, ya.”

“Ah…ah…”

Di dekatnya, seorang anak laki-laki jangkung dengan mulut tertutup syal tengkorak—saudara kedua dari Ripper Jack, Motoharu Yatsuzaki dari Kelas 2-A —dan seorang siswa yang bersiul, yang wajahnya ditutupi perban kuning menakutkan—Amon Abashiri si Faceless dari Kelas 3-B—berlari melewatinya. Saat saling menyerang, keduanya sampai di rintangan kelima, Neraka Racun, dan dihadapkan oleh segerombolan ular, katak, kadal, lipan, laba-laba, lebah, dan ulat bulu.

“Ya ampun, aku, dari semua orang… aku benar-benar bergairah!” Shamaya mengangkat kapaknya ke atas kepala.

“Gyah?!”

Dia menghunuskan bilahnya ke kepala siswa laki-laki itu. “Pertandingan harus diprioritaskan, kan? Aku akan menahan diri sebanyak ini.”

......Kejang, kejang.

Meninggalkan korbannya yang kejang-kejang, Shamaya melompat ke lubang racun. Diserbu oleh makhluk berbisa yang tak terhitung jumlahnya, dia mengikuti Motoharu dan Abashiri, yang sedang berjuang keras.

“Oh-ho-ho-ho! Apakah menurutmu aku akan membiarkan sesuatu seperti ini menghentikan daku?” Mencengkeram senjatanya erat-erat, Shamaya membantai setiap makhluk berbisa yang menghalangi jalannya.

“Aaaaaahhh?! Hewan peliharaanku, teman-temanku… Mereka dibunuh massal dengan tragis!! Gigit! Sengat! Cakarlah! Semuanyaaaaaaaa!”

Ular dipotong menjadi dua, kadal dibelah dua, lebah jatuh ke tanah, laba-laba dihancurkan di bawah kaki... Tidak ada taring, sengat atau cakar yang bisa menyentuh kulit Shamaya. Dengan gerakan defensif yang terampil dan penggunaan senjata yang ahli, Putri Pembunuh melepaskan amarahnya.

“...Habislah kami, ya? Seharusnya aku juga membawa senjataku sendiri— Guh?!”

“Ah…ah…”

Serangan mematikan Shamaya tidak berhenti pada makhluk berbisa. Rambutnya yang berwarna madu berkibar di belakangnya saat dia menyerang Motoharu dan Abashiri juga. Lengan bajunya mengelepak, mantel putih panjang Shamaya dengan cepat ternoda merah. Kekejaman dari dominasi totalnya luar biasa.

Menyaksikan pertunjukan itu—

“Wow, luar biasa… Nona Lacur benar-benar kuat.”

Yang akhirnya berhenti di depan Neraka Racun adalah pelari ketiga dari kelas 1-A. Mata gelap Ayaka melebar, tapi mata itu tidak menunjukkan sedikit pun rasa takut. Lebih tepatnya…

“Tee-hee. Yah, itu tidak masalah, kan?”

Ejekan. Menyenandungkan nada ceria, Ayaka membuka bungkusan kain untuk memperlihatkan shotgun. Melonggarkan choke shotgun dan menyesuaikan pegangannya, Ayaka mengarahkan senjata apinya dengan kedua tangan.

“…Ya ampun?” Mata Shamaya terbuka lebar saat dia melihat Ayaka, tapi dia sudah terlambat.

“Da-daah, jalang.”

Tanpa ragu sedikit pun, Ayaka menarik pelatuknya. Peluru shotgun meledak dari moncong pistol, menyerang makhluk berbisa bersama dengan Shamaya dan pesaing lainnya.

“Kyaaah, ya ampuun?!” “Apaaa?” “Ah ah…”

“Temankuuuuuuuuuuuuu?!”

“Ah-ha-ha-ha-ha-ha-ha-ha-ha-ha-ha-ha-ha-ha-ha-ha-ha-ha-ha!”

Ayaka menembak dengan liar. Dua kali, tiga kali, empat kali, lima kali, enam kali, tujuh kali—Daging pecah dan darah menyembur ke mana-mana di dalam lubang.



Ayaka tidak pernah berhenti menyeringai gila. “Ah-ha, ah-ha-ah-ha, ah-ha-ha… ah, itu menyenangkan! Halang rintang? Apa itu? Ayaka akan mengurus apapun yang menghalanginya! Sungguh idiot… tee-hee. Benar-benar idiot!”

“A-Ayaka…”

Menurunkan senjata api, Ayaka berjalan, menendang bangkai makhluk berbisa. Shamaya, yang berlumuran darah, baik oleh darahnya sendiri maupun darah orang lain, menatap gadis itu dengan kaget.

Tapi Kamiya kecil hanya tersenyum bahagia. “Oh bagus, kamu selamat! Kami akan kehilangan poin jika aku membunuhmu, dan aku tidak akan bisa lulus bersama kakakku. Aku benar-benar bersikap enteng padamu, lho? Kamu harus berterima kasih atas kebaikan Ayaka. Tapi—”

Senyum Ayaka tiba-tiba menghilang, dan dia menoleh. Matanya yang tanpa cahaya melihat ke arah Motoharu, yang menatap tajam ke arah Ayaka dari tempat dia berbaring, bersujud di tanah di sudut lubang yang berlumuran darah.

“Kau benar-benar sudah kelewatan, adik kelas…”

Ayaka perlahan mendekati Motoharu, yang juga tidak mengalami luka serius. Ayaka menghancurkan kelabang yang meliuk-liuk dan menggeliat di tanah, yang setengah tubuhnya tercabik-cabik, di bawah kakinya. “Kaulah yang kelewatan! Selama Lomba Senjata Bencana, kau melukai kakak Ayaka tersayang, kan? Tee-hee… aku tidak akan memaafkanmu. Biarkan aku memberimu ‘hadiah’ sekarang. Ada kata-kata terakhir?”

“Nn—”

“Jika tidak, silakan mati.” Ayaka memutar shotgun dan, dengan seluruh tenaganya, menghantam ke bawah dengan gagang senjata berat itu.

—Kraaaaak!

Stok senjata menghantam pangkal hidung Motoharu.

“Ini untuk kakakku, dan ini untuk kakakku, dan ini untuk kakakku, dan ini untuk kakakku, dan ini untuk kakakku, dan ini untuk kakakku, dan ini untuk kakakku, dan ini untuk kakakku, dan ini untuk kakakku, dan ini—” Ayaka memukulnya lagi dan lagi.

Akhirnya, dia menurunkan senjata api. Motoharu tidak bergerak lagi; bagian tengah wajahnya adalah palet darah kental. Ayaka mengangguk puas dan kembali berjalan. Dia mengayunkan tangannya dan bahkan melompat saat dia dengan riang berjalan melewati Neraka Racun.

“…………”

Busujima menatap ke kejauhan. Hewan peliharaan kesayangannya sekali lagi telah dibantai.

Dengan santai, Ayaka tiba di rintangan keenam, Permen Penawar, dan dengan tenang mencari permen di antara tumpukan bubuk putih. Karena dia tidak keracunan, dia tidak punya alasan untuk terburu-buru.

“S-Sungguh gadis yang menakutkan… Seperti yang diharapkan dari adik  Kyousuke-ku sayang…” Setelah akhirnya dapat kembali tegak, Shamaya bergerak maju, menyeret tubuhnya yang terluka ke depan.

“Ah…ah…” Abashiri, siswa laki-laki dari Kelas 2-B yang hampir dibunuh oleh Shamaya, juga akhirnya bangkit dan mulai terhuyung-huyung ke depan.

Motoharu tetap di tempat dia jatuh.

“Fu… akhirnya aku berhasil kembali, tai. Membuat jalang itu kesal benar-benar cari masalah.—Tunggu, ooohhh! Apa itu?! Apa yang terjadi?! Apa yang terjadi saat aku jauh dari tempat dudukku… Heeey, Pak Busujima? Busujimaaa, bertahanlaaaaaaaaaah!!”

“Ini selempangnya. Aku berjuang keras, kan, kak? Eh-heh-heh.”

“O-oh…”

Ayaka, yang wajahnya tertutupi warna merah, menyerahkan selempang dengan senyum berseri-seri. Kyousuke, yang merupakan pelari keempat di kelas mereka, menerimanya dengan mulut berkedut.

“Jangan bunuh siapa pun, dan jangan dibunuh oleh siapa pun.” Meskipun Ayaka baru saja berhasil bertahan dalam batas-batas kondisi kelulusan yang Kurumiya berikan pada mereka, Kyousuke masih berpikir kalau Ayaka mungkin sedikit terbawa suasana…

“Adik Kyousuke Kamiya, ya…? Aku tidak akan gagal untuk membalas dendam padamu. Kamu harus siap untuk itu.”

“Tee-hee! Tapi Ayaka pasti akan memberimu apa yang pantas kau dapatkan, oke?”

Aura berbahaya menyelimuti Takamoto Yatsuzaki, pelari keempat untuk kelas 2-A, tapi untuk saat ini dia kabur, memprioritaskan pertandingan.

Ayaka telah berhasil mengamankan posisi pertama—dan pasti tidak mungkin keadaan akan berbalik pada saat terakhir.

Oke, kesampingkan Pak Busujima untuk sementara waktu… Nah, acara pertama sore ini, Halang Rintang Gila, sedang dalam tahap akhir, dan saat ini yang ada di posisi teratas adalah Kelas 1-A! Mereka sudah menyerahkan selempang ke pelari terakhir mereka, Kyousuke Kamiya! Kelompok berikutnya, Kelas 3-A, baru saja selesai melewati Permen Penawar! Kelas 3-B mengalami sedikit masalah dengan rintangan itu. Sementara itu, Kelas 2-B juga telah tiba di rintangan permen! Kelas 2-A masih pingsan dan belum bangun! Mungkinkah ini tempat mereka akan guguuuuuuuuuur?! Dan di posisi terakhir, Kelas 1-B masih berada di Kolam Laut Mati. Lambatnyaaaaa!”

Saat Kurisu, yang telah kembali ke stan MC, terus berteriak, Kyousuke mencapai rintangan ketujuh. Ladang Ranjau Monkey Bar—sekilas terlihat seperti monkey bar biasa, tapi sejumlah besar ranjau terkubur di tanah, dan jika siswa kehilangan pegangan dan jatuh, mereka akan langsung duaaar.

“......Oke.”

Dia ragu-ragu selama beberapa detik, mempersiapkan diri. Kemudian, Kyousuke melompat ke monkey bar dengan kedua tangannya. Dengan jarak sebrang sekitar dua puluh yard, dia langsung meraih pegangan ketiga. Keringat mengalir dari telapak tangannya saat dia memikirkan ranjau, yang ada tepat di bawah kakinya, tapi dia terus maju, sangat berhati-hati agar tidak tergelincir.

“Meledaklah sana, dasar normie sialan!”

“......Hmm?”

Ketika Kyousuke telah mencapai titik tengah, petarung dari Kelas 3-A tiba di monkey bar. Siswa laki-laki itu, dengan rambut hitam, mata hitam, dan penampilan biasa, memelototi Kyousuke dengan tatapan permusuhan. Entah kenapa, dia memegang kerucut lalu lintas.

“Dikelilingi oleh gadis-gadis manis, menggoda dan bermesraan setiap hari, itu adalah tamparan di wajah, sialan! Aku tidak ingin melihatmu, aku tidak ingin mendengarmu, aku tidak ingin kau ada di dunia ini, jadi matilah! Matilah dengan mengerikan dan mengenaskan! Mati-mati-mati-mati, meledak dan matilah! Meledaklah, dasar normie sialan!”

Anak laki-laki itu mengatupkan giginya dan menghentakkan kakinya histeris. Kyousuke tidak mengenalnya sama sekali, tapi kemarahannya tampaknya sedikit terlalu kuat dan sedikit terlalu terfokus untuk sekedar kemarahan haus darah biasa.

“Tidak, tunggu dulu! Aku bahkan tidak mengerti apa yang membuatmu sangat kesal—”

“Meledaklaaaaah!”

Dalam luapan amarah, pendatang baru yang menjerit itu melemparkan kerucut lalu lintas. Kerucut itu membubung ke arah ladang ranjau, jatuh melengkung di udara sebelum mendarat di tanah di bawah kaki Kyousuke.

“Apa—?”

Raungan yang memekakkan telinga mengguncang area festival.

“Waaaaaahhh?!”

Kyousuke memejamkan matanya melawan kekuatan ledakan saat dia dihantam oleh angin panas dan dikelilingi oleh awan debu.

“I-itu dia—! Kecemburuan terkenal dari Takuo Yonekura, si Demon Bomber, telah meledak di tempat kejadian, dan dia meluncurkan serangan terhadap Kamiya yang selalu populer! Orang ini terkenal karena meledakkan pasangan yang menghadiri tempat liburan hiasan cahaya. Dia dikenal karena membenci siapa pun yang memiliki kehidupan yang bahagia! Sungguh pembunuh yang tidak pandang bulu! Dia adalah perwujudan dari kecemburuaaaaaaan!”

“B-Bahaya… Apa-apaan pria itu? Ini tidak bagus.” Kyousuke berhasil menutupi telinganya cepat-cepat dengan satu tangan dan nyaris tidak lolos dari ledakan itu. Sekarang dia gemetar ketakutan.

Yonekura, di sisi lain, entah bagaimana menjadi lebih marah setelah gagal dalam serangan pertamanya. Menyiapkan busur dan anak panah yang tampaknya diperolehnya selama Lomba Senjata Bencana, dia membidik Kyousuke.

“Meledak dan matilah, meledak, meledak, matilah, matilah, meledak, mati-mati-mati-matilaaaaaah!”

“Geh?!”

Ini buruk! Kyousuke, yang bergelantungan di pegangan monkey bar, hampir sepenuhnya tak berdaya. Lebih buruknya lagi, ada ladang ranjau di bawahnya. Tidak mungkin dia akan selamat dari tembakan busur.

“Kali ini, pasti! Matilah, dasaaaaar normie sialaaaaaaaan!”

“Cih—”

Dengan membelakangi Yonekura, Kyousuke mencoba melewati monkey bar secepat mungkin.

“Gugyah?!” Yonekura tiba-tiba berteriak.

“Hentikan serangan sia-siamu. Ada orang-orang yang boleh kau bunuh dan ada yang tidak boleh kau bunuh.”

“......Apa?”

Kyousuke berhenti, berbalik untuk melihat suara di belakangnya.

Seorang siswa laki-laki yang mengenakan perlengkapan anti huru hara hitam legam sekarang memegang busur dan anak panah di tangannya. Yonekura berbaring di kakinya, wajahnya hancur di bawah sepatu bot tempur hitam.

“Itu nyaris saja, ya kan, Kyousuke? Senang berkenalan denganmu. Aku Takaya Kiriu. Aku menjabat sebagai wakil ketua Komite Disiplin. Tugasku adalah menghukum penjahat seperti ini.” Sambil tersenyum, Kiriu menendang Yonekura.

“Gya?!” dengus Yonekura.

Kiriu melemparkan set panahan ke arah yang berlawanan, melemparkannya menjauh dari Yonekura dan mengarah kursi penonton, lalu melompat ke atas monkey bar. Masih tersenyum, dia dengan cepat maju ke arah Kyousuke.

“Apa—?”

“Ha-ha, tunggu!” Kiriu memanggil Kyousuke, yang mulai melarikan diri secepat mungkin, diburu oleh perasaan takut yang tak terlukiskan. “Aku tidak bermaksud jahat padamu!”

Tapi Kyousuke tidak berhenti. Dia ingat Takaya Kiriu, dari kelas 3-B. Menurut daftar Kurumiya, peringkat bahayanya adalah A+.

Kiriu, yang disebut Penegak Hukum Terhormat dan Under Oath, hidup dengan pepatah “Bahaya harus menimpa mereka yang melakukan bahaya.” Dia adalah seorang pembunuh berantai yang telah membunuh enam orang yang dia putuskan sebagai orang “jahat.”

Dia hampir pasti tidak memiliki pendapat yang sangat tinggi tentang Kyousuke, yang seharusnya telah membunuh dua belas orang. Belum lagi mereka berada di tengah-tengah pertandingan sekarang. Kyousuke sama sekali tidak berkeinginan untuk menunggu dengan patuh.

“…Hmm? Aku bertanya-tanya kenapa kamu melarikan diri. Mungkinkah kamu...  menyembunyikan rasa bersalah?! Begitu, ya — itu pasti alasan kau lari! Kamu tampak seperti adik kelas yang berbudi luhur, jadi kupikir kamu pasti memiliki alasan yang masuk akal, tapi ternyata aku salah, ya?! Dasar bajingan, aku akan menghukummu!”

“Huh?!”

Mata Kiriu yang menyipit terbuka tiba-tiba, dan posturnya benar-benar berubah. Ekspresi lembutnya berubah menjadi marah, dan dia mengejar Kyousuke dengan tekad yang ganas.

“Tungguuuuuuuuuu!”

“Tidak mau!”

“Kenapa tidak?! Apakah kamu takut akan penghakiman?!”

“Aku takut padamu! Kau benar-benar menakutkan! Terlebih lagi, maksudku, kita sedang berada di tengah-tengah pertandingan—”

“Itu bukan alasan!”

“Itu tidak bagus—kau tidak waras!”

Seperti yang Kyousuke duga, percuma berlogika pada seorang pembunuh yang percaya kalau dirinya adalah satu-satunya sumber keadilan mutlak di dunia. Mengingat tangannya yang berkeringat, Kyousuke melarikan diri dengan hati-hati namun tergesa-gesa melintasi Ladang Ranjau Monkey Bar dan maju ke rintangan berikutnya.

Di jalannya, yang menjulang di atas segalanya, adalah Tembok Kematian setinggi tiga puluh kaki. Dia melompat ke sana, meraih tali, dan mulai memanjat, diikuti oleh hiruk-pikuk parau.

“Menghadiahi yang baik dan menghukum yang jahat! Menekan kejahatan dan meningkatkan kebaikan! Kekerasan terhadap kenajisan dan meninggikan kemurnian! Tungguuuuuuu!”

“Meledakkan normie, bunuh normie sialan, musnahkan normie jancoooooooooook!”

“Kyaaa, Kyousuke! Kyousukeeeee, aku menyukaimu! Aku cinta kamu!”

Kiriu dan Yonekura, yang baru saja hidup kembali, telah diikuti oleh seorang siswa perempuan bermantel happi ungu — itu adalah seorang kakak kelas yang beberapa waktu lalu menyatakan cintanya pada Kyousuke di belakang gedung sekolah sambil memegang pisau, mengatakan, “Tolong, pacaranlah denganku!” Pengejaran asmaranya hanya membuat Yonekura semakin marah. Mereka bertiga mengejar Kyousuke.

“Tungguuuuuuuuuuuuuuuu!”

“Eee?! Jika mereka menangkapku, aku akan mati! Aku harus kabur dari sini…”

Melawan rasa pusing, Kyousuke menyelesaikan bagian atas tembok setinggi bangunan tiga lantai dan mulai menuruni sisi lain, berhati-hati agar tidak jatuh. Tiba-tiba, sebuah pertunjukkan baru menarik perhatiannya, membuatnya meragukan matanya.

“……?!”

Kyousuke bisa melihat pesaing keempat Kelas 1-B, Renji Hikawa, secepat kilat melewati monkey bar.

Ini buruk, pikir Kyousuke pada diri sendiri dan mulai bergegas menuruni dinding.

—Saat berikutnya, dunia berguncang.

“Waaaaaahhh?! A-apa itu?!”

Bum, Bum, Buum!

Dindingnya bergoyang tapi tetap berdiri, dan Kyousuke berpegangan pada tali dengan bingung. Getaran, yang seperti gempa bumi, berlanjut selama sekitar dua puluh detik, sebelum—

“......Huh?”

—Kyousuke tiba-tiba mendapati dirinya melayang di sepanjang bidang biru, tubuh terentang di udara terbuka. Di suatu tempat yang jauh, Kurisu berteriak, tapi siarannya yang berapi-api tidak mencapai telinga Kyousuke. Perlahan-lahan, sebuah objek memenuhi bidang penglihatannya: Tembok Kematian yang rusak dan bengkok, terbalik, dan—

.…….Kkssshh.”

Masker gas putih gading, milik orang yang tampaknya menghancurkan tembok dengan kekuatannya yang mengerikan dan menyeberang ke sisi lain.

“Apa—?”

Kyousuke hampir tidak punya waktu untuk tercengang, saat gravitasi tiba-tiba mencengkeram tubuhnya, menyeretnya ke bumi—dia masih di ketinggian sekitar dua lantai di atas tanah.

“Gah?!”

Kyousuke menyentakkan tubuhnya ke posisi jatuh, untuk mengurangi dampak besar dari pendaratannya. Dia berhasil memposisikan dirinya ke dalam jongkok rendah tepat waktu untuk melihat Tembok Kematian runtuh dalam awan debu yang sangat besar, mengirimkan guncangan gempa lain yang bergema di seluruh area festival.

Nasib tiga pesaing lainnya tidak pasti. Mereka semua berada di tengah-tengah pendakian setelah Kyousuke, jadi mereka mungkin sekarang terjepit di bawah runtuhan tembok. Tidak ada erangan atau suara lain yang terdengar.

“......Mengerikan.”

“G-Gila……”

Kurisu menjatuhkan mikrofonnya, dan Kyousuke terkejut. Para siswa yang telah menonton pertandingan juga semuanya bingung, dan tempat festival menjadi gempar.

“Lari! Kyousuke, lariiiiiiiiiiii!”

Desakan teriakan Eiri memotong kekacauan tepat saat bidang pandang Kyousuke tiba-tiba digelapkan oleh bayangan besar. Merasakan kehadiran di belakangnya, Kyousuke segera berguling ke samping. Sebuah tinju keras menghantam tanah, tempat di mana kepala Kyousuke berada beberapa saat sebelumnya.

“Kuh—”

Itu tidak berakhir hanya dengan satu serangan. Tinju kiri dan kanan menghantam tanah, satu demi satu seperti hujan dadakan, saat Kyousuke berguling dengan panik. Setiap serangan diarahkan ke kepalanya — hujan pukulan yang dimaksudkan untuk menghancurkan Kyousuke sepenuhnya. Tinju itu baru saja menghancurkan dinding kayu yang sangat besar—sebuah pukulan langsung pasti akan menghancurkan tengkoraknya menjadi debu. Perasaan merinding menjalari tulang punggung Kyousuke.

“…………”

Sebaliknya, Renji diam seperti biasa. Tidak ada ekspresi di balik topeng gas putih gadingnya, tidak ada emosi dalam gerakannya yang membabi buta, tidak ada belas kasihan dalam tinjunya yang kuat. Dia sama seperti mesin…

Jancoooooook! Apa?! Apa-apaan pria masker gas ituuuuuuuu?! Dia menutup celah ke posisi pertama dalam sekejap, mengubur para kontestan di bawah tembok, dan sekarang dia bahkan mencoba membunuh satu-satunya yang selamat, Kamiya! Dia seorang monster kelas ulllllllllllltra! Bagaimana mungkin makhluk seperti itu bisa ada?! Itu tidak adil, itu tidak adil; para dewa pasti telah membuat kesalahan ketika mereka membagikan kemampuan?! Nah, bagaimana kamu akan keluar dari situasi ini, Kamiya, dengan lawan mengerikan yang keberadaannya menentang semua akal sehat?! Apakah kamu akan dibunuh dengan kejam seperti semua korban lainnya?!”

“Tidak jika aku bisa mencegahnya—!” teriak Kyousuke. Memutar tubuhnya yang tertutup pasir, dia merunduk, nyaris tidak berhasil menghindari tinju Renji, dan melewati penyerangnya. Jika ini adalah perkelahian langsung di arena terbuka, dia mungkin tidak akan memiliki kesempatan, tapi—

“.…………Whoaaaaaaaaaaaaa!”

“.………?!”

Meluncur di bawah pukulan lain, Kyousuke berlari. Melewati rintangan besar yang menghalangi jalannya, dia menuju ke garis finish. Dia memajukan tubuhnya sendiri ke zona aman yang menunggunya hanya beberapa puluh meter di depan.

Dooor! Segera setelah itu, suara tembakan yang menandakan akhir pertandingan terdengar.

“GOOOOOOOOOOAL! Dari Kelas 1-A, Kyousuke Kamiya lolos dari penyerang bertopeng gas dan nyaris tidak berhasil mencapai garis finish! Aturan festival olahraga melarang kekerasan di luar pertandingan. Diselamatkan oleh pita gol, Kelas 1-A Kamiya meraih kemenangan pertama siang ini! Pria bertopeng gas yang gagal membunuhnya entah bagaimana terlihat kesal!”

.…Kkssshh.”

Menatap Kyousuke, yang telah berguling di garis finis, Renji mengeluarkan hembusan samar. Menegapkan tubuh, dia berjalan menuju Kyousuke, berhenti tidak jauh darinya.

“.….K-Kau mau apa?”

“.…………”

Dia melihat ke bawah pada Kyousuke, yang masih sedikit gemetar, lalu dengan tiba-tiba memalingkan topeng gas putih gadingnya dan berlalu tanpa mengatakan apapun.

× × ×