[LN] Dracula Yakin! Volume 1 Chapter 3 Bahasa Indonesia

 

Chapter 3 – Vampir Sedang Diawasi

 

Keesokan paginya, menurut pandangan Toraki. Itu adalah waktu yang orang normal sebut sebagai ‘malam hari’.

Setelah Toraki bangun dan keluar dari kamar mandi, dia menyadari bahwa baik Iris maupun Akari tidak ada di rumah. Untuk memastikan, dia mengetuk sebelum membuka pintu geser kamar tempat Akari tidur semalam, hanya untuk menemukan kamarnya kosong. Satu-satunya hal yang dia lihat adalah pakaian biasa Iris yang tergantung rapi di gantungan baju.

“Ah, benar.”

Tadi malam, Toraki telah setuju untuk bekerja sama dengan Iris—walaupun untuk sementara—dan akhirnya mereka bertukar nomor telepon. Toraki berjalan untuk memeriksa ponselnya guna melihat apakah Iris telah meninggalkan pesan atau email untuknya, dan mengetahui bahwa ada pemberitahuan di aplikasi chatting ‘ROPE’ dari akun Iris yang baru saja dia tambahkan ke kontaknya.

“Aku akan mengantar Akari-chan ke rumahnya dan melakukan beberapa tugas. Ada sarapan di lemari es dan sup bening di panci.”

Toraki membuka lemari es dan menemukan sepiring bacon dan telur yang telah dibungkus dengan cling film.

TLN: cling film adalah saput (film) plastik tipis yang biasanya digunakan untuk menutupi makanan agar makanan tetap segar.

“Apa sih sup bening itu?”

Mendongak, dia melihat panci kecil di atas kompor yang tidak ada di sana ketika dia pergi tidur pagi itu. Dia mengangkat tutupnya dan mengetahui kalau panci itu berisi sup consommé emas dengan bawang cincang dan daging. Melihat isi pancinya sudah sisa setengah, dia berasumsi bahwa Iris dan Akari juga telah memakannya sebelum pergi.

Toraki segera mengeluarkan Slimphone-nya dan mencari ‘sup consommé dalam bahasa Inggris’.

“Oh… Jadi ‘consommé’ adalah kata serapan…”

Toraki dengan penuh syukur menyalakan kompor untuk memanaskan isi panci dan berdiri bengong di depan panci sebentar sebelum ingat untuk menyalakan kipas ventilasi.

“Aku harus segera membersihkan kipasnya…”

Toraki menghirup aroma sup saat memanaskannya sambil menatap ventilator tipe kipas jadul.

Toraki menuangkan sup consommé yang disiapkan oleh seorang wanita asing Inggris ke dalam mangkuk sup miso yang telah dia beli dulu saat dia mulai hidup sendiri, pada saat itu dia akhirnya ingat bacon dan telur yang ada di lemari es. Dia tersenyum kecut pada keterampilan manajemennya yang buruk dan membuka oven pemanggang roti untuk memanaskannya, hanya untuk menemukan...

“…Haha.”

Ada beberapa roti tawar dari minimarket yang dimasukkan ke dalam microwave, yang masih dalam bungkus plastiknya. Itu adalah roti tawar ukuran biasa yang dipotong tiga, jenis produk yang tidak dijual di toko Front Mart tempat Toraki bekerja.

Ini mungkin cara Iris menyuruhnya menggunakan roti itu untuk membuat roti panggang.

“Makasih.”

Toraki berterima kasih kepada Iris yang tidak ada. Pada saat bacon dan telur sudah dihangatkan dan roti panggang sudah matang, supnya sudah hangat-hangat kuku. Meskipun dia biasanya cuma akan memakannya apa adanya, entah kenapa dia mengembalikan sup ke panci dan menghangatkannya lagi. Pada saat sudah selesai, semua sajian telah mencapai suhu yang sempurna untuk dimakan.

“Terima kasih atas makanannya.”

Dia menepukkan kedua tangannya untuk mengucap syukur atas makanan yang disiapkan untuknya, kebiasaan yang tidak berubah sejak kecil.

Supnya agak hambar, tapi Toraki lebih suka seperti itu.

Bacon dan telur mungkin hanya sedikit lebih asin daripada yang dia mau.

Ini adalah sarapan yang mencerminkan selera dan kesukaan orang yang memasaknya.

“...Aku tidak pernah sarapan seperti ini sejak Kimie-san meninggal.”

Setelah memakan semua makanan, Toraki dengan hati-hati mencuci piring, meletakkannya di nampan penguras, dan menyelesaikannya dengan mengirimkan pesan yang bertuliskan ‘Terima kasih atas makanannya’ lewat ROPE. Setelah itu, dia memeriksa arlojinya dan memastikan untuk meninggalkan rumah lima belas menit lebih awal dari biasanya untuk bekerja.

 

Toraki buru-buru masuk ke toko, dan Muraoka, yang menangani kasir, melambai padanya setelah dia melihat Toraki masuk.

“Halo. Kamu datang lebih awal hari ini. Apakah ada sesuatu?”

Meskipun Toraki tidak melakukan kesalahan apa pun, fakta bahwa dia mengizinkan putri Muraoka menginap tanpa izin di rumahnya semalam menyebabkan perasaan bersalah Toraki terlihat di wajahnya.

“Ah, tidak apa-apa. Muraoka-san, shift kerjamu hampir selesai hari ini, kan? Ada sesuatu yang ingin aku tanyakan padamu. Berapa banyak kartu POSA yang kita jual hari ini?”

“POSA? Kenapa? Apakah kamu khawatir tentang pengumuman polisi itu? Menurutku sama seperti biasanya.”

“Begitu ya… Kalau begitu, berapa banyak orang yang membeli kartunya bersama dengan ini?”

Saat dia bicara begitu, Toraki mengambil setumpuk amplop cokelat dari rak alat tulis di dekat meja kasir. Muraoka memikirkannya sebentar sebelum tiba-tiba bertepuk tangan.

“Ah, ada cukup banyak. Lima—tidak, enam orang. Aku mungkin tidak akan ingat kalau itu cuma satu atau dua orang, tapi sekelompok anak muda dengan usia yang kurang lebih sebaya datang sekitar satu jam yang lalu dan membelinya.”

“Satu jam yang lalu… begitu ya, terima kasih banyak.”

Toraki melirik jam di dinding toko dan melihat pukul 17.45 Sore. Satu jam yang lalu berarti sekitar pukul 17.00.

“Dengan asumsi ada waktu untuk makan bentar sebelum panggung dibuka, pertunjukan dimulai pada pukul 18:00 dan berakhir pada pukul 22:00, dan kemudian ada sambutan… Empat jam terlalu lama, jadi mungkin ada jeda istirahat di antaranya... tapi kurasa, itu masih berarti sekitar dua pertunjukan per hari.”

“Apa itu? Apakah ada masalah?”

Memang, ada masalah. Itu dimulai tadi malam—atau lebih tepatnya, sehari sebelumnya—setelah Akari datang ke toko dan membeli kartu POSA seharga 1500 Yen beserta amplop.

Namun, itu bukanlah sesuatu yang bisa dia ungkapkan pada Muraoka saat ini.

“Oh, bukan apa-apa. Aku hanya melihat banyak orang yang membeli barang-barang itu bersamaan akhir-akhir ini, jadi aku bertanya-tanya bagaimana keadaannya selama shift lain.”

Alasannya terdengar dipaksakan di telinga Toraki, tapi Muraoka sepertinya tidak memperdulikannya.

“Kalau begitu, aku akan pulang. Sudah lama sejak aku tidur nyenyak di rumahku sendiri.”

Muraoka menguap bahkan saat dia mengatakan itu dan menuju ke ruang staf. Melihat dia pergi, Toraki mulai berpikir apakah Muraoka akan punya waktu untuk berbicara dengan Akari dan apakah pembicaraan dengan Iris tadi malam telah meredakan beberapa perasaan kesal Akari terhadap Muraoka—sebetulnya, Toraki khawatir tentang hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan dirinya sendiri .

Dia kemudian ingat bagaimana Akari datang ke toko untuk membeli itu di tengah malam dan mengevaluasi kembali bahwa segalanya tidak akan bisa diselesaikan dengan mudah. Sementara dia memikirkan hal-hal seperti itu…

“Permisi, apakah kamu punya amplop?”

Seorang pelanggan berjalan ke kasir tempat Toraki bekerja dan mengajukan pertanyaan tentang stok produk toko sambil memegang kartu POSA di satu tangannya.

“Amplopnya ada bersama alat tulis lain di rak itu, jika kamu tidak menemukan yang kamu butuhkan, kami akan menerima stok baru besok…”

“...Kalau begitu, aku hanya akan membeli ini.”

Wanita muda itu mengulurkan kartu POSA 3000 Yen yang ingin dia beli bersama dengan uang kertas 5000 Yen sebagai pembayaran.

“…Silakan tekan tombol penerimaan di layar.”

Saat ini, Toraki tidak punya pilihan lain selain menjalankan tugasnya sebagai karyawan toko. Namun…

“Umm… Kami telah menerima kabar dari departemen kepolisian Toshima bahwa telah terjadi peningkatan penipuan terkait dengan kartu POSA. Harap berhati-hati saat menggunakannya.”

“Aku mengerti …”

Ekspresi wanita muda itu berubah menjadi kecurigaan ketika seorang penjaga toko di sebuah minimarket tiba-tiba berbicara dengannya tentang hal-hal yang tidak terkait dengan kerjaannya. Wanita muda itu meninggalkan toko dengan tergesa-gesa setelah menerima kembalian dan kartu POSA dari Toraki.

“Yah, itu berjalan seperti yang aku duga.”

Bukan hanya wanita itu. Siapa pun akan memiliki reaksi yang sama jika pramuniaga tiba-tiba mulai berbicara tentang hal-hal yang tidak terkait dengan urusan toko.

Sementara dia memikirkan hal itu, wajah yang dikenalnya memasuki toko. Dia mengenakan setelan hitam yang memberi kesan berbeda dari pakaian ordo hitam yang dia kenakan saat Toraki pertama kali bertemu dengannya, dan dia membawa tas tangan yang menggantung di bahunya.

Dia tampak seperti contoh sempurna dari seorang wanita bisnis kelas satu dari luar negeri. Dia tampak memancarkan aura kecantikan dan kewibawaan sambil berdiri di sana tanpa mengatakan apa-apa. Itu juga sama ketika dia mengenakan pakaian ordonya yang biasa, tapi ada beberapa hal yang tidak bisa dia sembunyikan dari Toraki, yang tahu seperti apa dia yang sebenarnya.

“Apakah kau memikirkan sesuatu yang tidak sopan lagi?”

“Cuma penasaran saja apakah kau sedang mencari kerjaan baru.”

Iris mengerutkan kening untuk sesaat, tapi dia mengganti ekspresi dan lanjut bicara.

“Aku cukup baik-baik saja saat siang hari, jadi aku pergi melihat-lihat lagi di sekitar live house yang kita kunjungi kemarin. Setelah itu, aku pergi ke garnisun untuk menyerahkan laporanku. Ketika aku di sana, kupikir aku akan sekalian bertanya tentang informasi yang ingin kau ketahui.”

“Jadi? Apa yang kau temukan?”

“Singkatnya, seperti yang kau prediksi. Sepertinya kita akan mengganggu wilayah kepolisian Jepang.”

Iris memandang Toraki seolah-olah dia sedang melihat sesuatu yang misterius.

“Yura. Kau bukan sekedar Phantom tersembunyi biasa, kan?”

“Aku hanya vampir tersembunyi biasa. Muraoka-san ada di belakang, jadi pelankan suaramu.”

“Jika kau hanya seorang vampir tersembunyi biasa, lalu kenapa kau bisa memiliki informasi yang akurat tentang kegiatan Departemen Kepolisian Metropolitan Tokyo?”

Iris sama sekali tidak mendominasi, tapi meskipun begitu, Toraki bisa merasakan kekuatan di balik pertanyaan itu.

“Aku tidak punya informasi konkrit. Dengan sedikit pengetahuan, siapa pun bisa menebak sejauh itu.”

“Segala yang aku dengar hari ini bukanlah sesuatu yang setingkat itu.”

“Jika percakapan ini akan memakan waktu lebih lama, bisakah kita melakukannya setelah aku pulang ke rumah? Aku akan melakukan yang terbaik untuk begadang ‘sepanjang malam’.”

“Sebaiknya begitu. Ngomong-ngomong, apa ini?”

Iris menunjuk ke menu kafe minimarket yang ditampilkan di sebelah kasir.

Royal Milk Tea? Aku belum pernah mendengarnya. Apakah itu sejenis teh dari Jepang?”

“Ah, itu dibuat dengan merebus daun teh dalam susu. Bahkan aku pun baru mengetahuinya hari ini.”

Ketika dia melakukan pencarian di internet untuk sup bening pada hari itu, dia juga menemukan beberapa informasi tentang royal milk tea. Itu adalah artikel tentang berapa banyak makanan yang biasa ditemukan di Jepang, yang diperkenalkan dari negara lain, yang memiliki nama yang diawali dengan kata serapan dari bahasa asing.

“Oh? Kalau begitu aku mau mencobanya.”

“Asal tahu saja, itu sejenis teh manis yang kau benci.”

“Aku tidak akan tahu sampai aku mencobanya.”

“Tentu, terserahlah. Harganya 200 Yen.”

“Itu sangat murah. Ah, benar juga.”

Iris tampak benar-benar terkejut dengan harganya untuk sesaat, tapi kemudian wajahnya bersinar seolah-olah dia baru saja mengingat sesuatu dan dia mengeluarkan dompet kartu dari tas tangannya.

“Aku ingin membayar menggunakan kartu Suica.”

“Oh!”

Toraki sangat tersentuh dengan apa yang dilihatnya. Yang mengintip dari dompet tas baru adalah apa yang tampak seperti kartu IC sistem transportasi baru.

“Kamu bisa membeli semuanya sendiri!?”

“Kupikir aku akhirnya sudah terbiasa dengan sikap tidak sopanmu. Selain itu, kami memiliki kartu Oyster di London untuk membayar transportasi, yang tidak jauh berbeda.”

“Begitu ya. Baiklah, tolong sentuhkan kartunya di sini.”

Toraki khawatir sejenak apakah Iris sudah mengisi kartunya dengan uang, tapi ketakutannya tidak berdasar. Kartu itu sudah diisi ulang dengan 5000 Yen. Setelah mencetak tanda terima dan menyerahkannya kepada Iris, Toraki menyemprot tangannya sendiri dengan pembersih dan menggunakan mesin saji untuk mengisi cangkir sekali pakai berukuran M dengan royal milk tea dan menyerahkannya kepada Iris di meja kasir.

“Jika kau membutuhkan penutup untuk cangkirnya atau krimer tambahan, jangan sungkan-sungkan.”

Toraki menunjuk ke arah barang-barang yang baru saja dia sebutkan, yang ditempatkan di meja kasir.

“Aku mengerti… Ya, aromanya sama sekali tidak buruk. Kalau begitu, aku akan pulang sekarang. Aku akan tidur lebih awal, jadi bangunkan aku begitu kamu sampai di rumah.”

“Baiklah. …Ah, ngomong-ngomong, Iris.”

Toraki berbicara kepada Iris saat dia mengambil tutup cangkir yang ditaruh di meja kasir dan berusaha keras untuk meletakkannya di cangkir dengan gerakan yang tidak mahir.

“Terima kasih untuk ‘sarapannya’. Sudah sekian lama sejak aku makan sarapan yang layak seperti itu.”

Mata Iris sedikit melebar karena terkejut, tapi dia segera memasang senyum cerah.

“Sama-sama. Balasan apa yang tepat untuk dikatakan dalam situasi seperti ini? ‘Itu hanya makanan sederhana’?”

“Hampir tidak ada yang mengatakan itu lagi. Berhati-hatilah dalam perjalanan pulang.”

“Ya, tentu. Sampai jumpa.”

Iris, yang akhirnya berhasil memasang tutup cangkir dengan susah payah, memberi Toraki lambaian kecil dan meninggalkan toko. Tepat sebelum pintu otomatis tertutup di belakangnya…

“Ugaah!”

Toraki tersenyum sendiri setelah mendengar jeritan Iris, tampaknya karena lidahnya melepuh oleh teh panas. Seperti yang diharapkan, dia sepertinya tidak bisa mempertahankan imej yang baik dalam waktu yang lama.

Toraki berbalik ke arah mesin kasir sambil memikirkan itu, ketika…

“Toraaa-chaaan~”

Toraki mendengar dendam mendalam dalam suara atasannya yang sebal, yang entah bagaimana berhasil mengendap-endap dari belakang.

“Sepertinya semuanya berjalan baik dengan pacarmu. Sungguh senangnya~”

“Kepribadian macam apa itu?”

“Jadi dia membuatkanmu sarapan hari ini… Hehehehe~”

“Aku memberinya tempat tinggal, jadi setidaknya itulah yang bisa dia lakukan!”

“Itu tidak baik~ Kamu tidak boleh tidak menghargainya begitu, Tora-chan… Atau kamu akan berakhir sepertiku, dengan pasanganmu yang meninggalkanmu…”

“Sial, kau benar-benar menyebalkan!”

Toraki tidak menahan diri terhadap Muraoka, yang bahkan menggunakan keadaannya yang sulit sebagai bahan untuk melanjutkan rasa sentimennya. Setelah itu, Toraki tiba-tiba memasang ekspresi tegas.

“Jika kamu terus mengatakan hal seperti itu, bahkan Akari-chan pun akan muak denganmu.”

“...Di seusianya, normal bagi anak perempuan untuk muak dengan ayah mereka.”

“Itu hanya alasan musiman untuk ayah yang tidak perhatian pada keluarga mereka sendiri! Apa yang akan kau lakukan jika Akari-chan memberontak dan jadi berandalan? Berhentilah bermain-main dengan karyawanmu karena hal-hal bodoh, lalu pulang dan bicaralah dengan putrimu sana!”

“…”

Toraki berpikir bahwa dia telah kelewatan batas. Tidaklah pantas bagi karyawan yang lebih muda untuk mengurusi urusan pribadi bosnya, tapi Muraoka hanya balas menatapnya dengan tercengang.

“Kedengarannya seperti kamu benar-benar memiliki pengalaman dengan hal semacam itu.”

“Eh? Ah, tidak, bukan seperti itu!”

Toraki tidak bisa bilang kalau dia telah melihat situasi yang sama beberapa dekade yang lalu antara adiknya dan istri serta putri mereka. Meski begitu, Muraoka tampaknya merasakan sesuatu dari pernyataan tegas Toraki, dan keluhannya tampak memudar setelah mendengar nama Akari.

“Kurasa... kamu benar. Ya. Aku tidak yakin apakah ada yang bisa aku lakukan, tapi aku akan mencobanya.”

Mengatakan itu, Muraoka perlahan berjalan keluar dari toko dengan bahu terkulai.

“...Sekarang saat kupikirkan lagi, aku tidak akan punya alasan untuk membantu Iris dalam pekerjaannya jika bukan karena masalah keluarga Muraoka-san.”

Itulah alasan lain kenapa Toraki berharap Muraoka bisa mendedikasikan usahanya untuk membuat keluarganya bahagia.

Tadi malam, entah kenapa, Iris dan Akari anehnya satu frekuensi. Jika Akari mulai sering mampir ke rumahnya untuk curhat pada Iris, maka Toraki tidak akan pernah bisa lepas dari cengkeraman Iris.

“...Itu sangat tidak adil.”

Toraki sadar bahwa sebagian penyebabnya karena sifatnya sendiri yang suka ikut campur, tapi masih ada bagian dari dirinya yang tidak bisa menerima situasi ini.

 

Toraki entah bagaimana berhasil menyelesaikan shiftnya terlepas dari perasaannya dan sampai di rumah pada pukul 4:40 pagi. Meski langit timur belum mulai cerah, ia bisa melihat seberkas cahaya di balkon Apartemen 104, rumahnya yang semi bawah tanah.

“Apa-apaan ini? Dia tidak tidur?”

Setelah memasuki rumah, dia mendengar suara TV dan merasakan kehadiran seseorang yang bergerak di dalam salah satu ruangan.

“Aku pulang.”

Mendengar suara Toraki, Iris membuka pintu kamarnya dan mengintip keluar dengan ekspresi yang agak lelah.

“Apakah kamu begadang semalaman?”

“Bisa dibilang begitu. Sebenarnya, keadaan telah berubah lagi sejak terakhir kali kita bertemu. Sekarang kita harus menangkap Amimura malam ini.”

“Apa-apaan itu!? Itu terlalu mendadak!”

Melihat Toraki mengerutkan alisnya, Iris juga berjalan ke ruang makan dan mengangguk.

“Kekhawatiranmu menjadi kenyataan. Polisi akan menggerebek live house besok untuk penyelidikan. Mereka bahkan memiliki surat perintah penangkapan Amimura.”

“Situasinya sudah berkembang sampai sejauh itu?”

“Benar. Ah, apakah kamu ingin makan sesuatu sebelum kita mulai bicara? Masih ada sisa dari pagi ini.”

“Tidak. Sudah hampir waktunya matahari terbit, jadi tidak apa-apa. Makan sebelum aku tidur membuatku sulit untuk bangun.”

Mengatakan itu dengan cara yang menyiratkan bahwa vampir pun adalah makhluk hidup dengan masalah kesehatan, Toraki dengan ceroboh menyampirkan mantelnya ke belakang kursi dan duduk sebelum menjatuhkan dirinya ke atas meja.

“Lima orang sebelum aku memulai shift-ku, dan lima lagi selama shift-ku. Itulah jumlah pelanggan muda yang datang hari ini untuk membeli kartu POSA beserta amplop. Nah, jika kamu mempertimbangkan fakta bahwa toko kami tidak persis di jalan utama, mereka pasti membeli lebih banyak dari toko lain di sana-sini.”

“Benar. Aku sudah lama ingin bertanya padamu tentang itu. Yura, bagaimana kamu bisa tahu kalau amplop yang diberikan Akari-chan dan penonton lainnya kepada Amimura saat itu berisi kartu POSA?”

“Yah, ada banyak informasi untuk menghasilkan kesimpulan tersebut.”

Sejauh yang Toraki dan Iris ketahui, tidak ada yang jelas-jelas ilegal dalam acara musik yang mereka hadiri di live house Crimson Moon. Bahkan, fakta bahwa seseorang dari Ordo Salib Hitam telah terluka parah adalah insiden yang tidak akan pernah dipublikasikan.

Namun, ada banyak petunjuk. Hal-hal yang Amimura dan Sagara katakan. Cara para penggemar berperilaku. Alasan kenapa menghadiri acara tersebut tidak dipungut biaya. Poster yang telah diedarkan oleh departemen kepolisian Toshima tentang penipuan kartu POSA. Tindakan yang telah diambil Akari.

Dan akhirnya, alasan kenapa Ordo Salib Hitam memutuskan untuk memberikan misi ini pada seorang ksatria pemula cacat, yang telah diturunkan pangkatnya dan dipindahkan ke sini, bahkan tanpa memberinya informasi yang tepat soal targetnya. Toraki hanya mempertimbangkan semua faktor ini dan membuat kesimpulannya.

“Kau memikirkan sesuatu yang tidak sopan lagi, kan?”

“Wow, kau sangat pandai membaca ekspresiku. Apa kau punya perasaan padaku atau semacamnya?”

“Apa—!?”

Kata-kata yang barusan keluar dari Toraki sebagian besar karena ejekan Muraoka. Namun, Iris jelas bingung dengan apa yang dia katakan.

“O-Omong kosong macam apa itu!? Tidak mungkin seorang Ksatria Gereja akan jatuh cinta pada Phantom!!”

“Oh?”

Walaupun wajah Iris memerah, ekspresinya 50% malu, 30% bingung, dan 20% sisanya jijik. Toraki menyadari bahwa dia telah memilih cara yang buruk untuk menjahilinya dan langsung mulai berbicara untuk menghindari timbulnya lebih banyak masalah.

“Bagaimanapun juga, aku hanya dapat memikirkan dua alasan kenapa organisasi ingin agar kau menangkapnya secepatnya. Entah karena Amimura sangat jahat dan berencana untuk membuat ratusan vampir pelayan besok, atau karena organisasimu mengetahui ada pemain lain yang bergerak untuk menangkapnya.”

Semalam, saat Iris dan Akari menonton video streaming acara tersebut, Toraki menggunakan sedikit informasi yang dia peroleh di live house untuk melakukan pencarian internet tentang detail lebih lanjut mengenai acara itu.

Pencariannya menemukan sejumlah besar rekaman pertunjukan panggung yang telah diposting ke situs berbagi video, dan yang lebih penting, Toraki mengetahui bahwa terakhir kali Amimura sendiri berdiri di atas panggung sebagai seorang musisi adalah lebih dari empat tahun yang lalu.

Kemungkinan besar, Ksatria junior dari Ordo Salib Hitam telah gagal dalam misinya baru-baru ini. Toraki tidak tahu kapan Ordo mengetahui bahwa Amimura adalah seorang vampir, tapi setidaknya, dia bisa menjalankan rencananya di live house itu selama empat tahun.

Selain itu, Iris sendiri pada awalnya berperilaku seolah-olah mereka masih punya waktu sampai mereka harus melakukan kontak dengan Amimura.

Dengan semua informasi ini di tangannya, tidak terlalu sulit untuk memahami kenapa kasus ini diserahkan kepada Iris dalam waktu sesingkat itu, dan kenapa, setelah hanya dua hari di tugas barunya, dia diberi perintah yang tidak masuk akal untuk menangkap target secepatnya.

“Pemain lainnya mungkin adalah divisi penanggulangan kejahatan terorganisir dari polisi dan Badan Pajak Nasional.”

“Tepat. Pada hari Minggu, besok lusa, mereka akan melakukan penggeledahan penuh terhadap live house tempat Amimura mengadakan acaranya. Ordo ingin menangkapnya sebelum itu.”

“Biarkan aku menanyakan ini untuk jaga-jaga. Sebagai warga negara yang taat hukum, aku akan merasa lebih baik menyerahkan Amimura kepada polisi daripada organisasi misterius seperti Ordo Salib Hitam. Amimura telah berbaur dengan manusia untuk waktu yang lama, jadi menurutku dia tidak akan tiba-tiba kehilangan kendali dan mengubah seluruh departemen kepolisian menjadi vampir hanya karena surat perintah penggeledahan. Apakah ada alasan kenapa Ordo ingin menangkapnya meskipun begitu?”

“Kau sendiri yang bilang, Yura. Divisi penanggulangan kejahatan terorganisir dari departemen kepolisian mengambil tindakan. Setelah menelusuri latar belakang Amimura, sepertinya dia didukung oleh beberapa organisasi kriminal dari daratan utama China.”

“Justru karena itulah kita lebih baik menyerahkannya kepada polisi. Apa lagi?”

“Di antara organisasi-organisasi itu, ada satu organisasi yang terdiri dari Phantom. Amimura berada di bagian paling bawah dari organisasi itu, bahkan bisa dibilang kalau dia adalah pion mereka. Ordo bermaksud untuk menindak rencana organisasi ini. Bahkan jika dia ditangkap oleh polisi, dia mungkin akan dibebaskan dengan tuduhan ringan. Dia mungkin tidak akan lolos tanpa hukuman, tapi justru karena itu, kami tidak akan dapat melacak orang-orang yang berada di belakangnya lagi.”

“Oh?”

“Di wilayah sekitar Shanghai, Hong Kong, dan Makau, ada begitu banyak Phantom yang berbahaya bagi umat manusia hingga tidak dapat dibandingkan dengan Jepang, dan tindakan mereka juga mempengaruhi Phantom di Eropa. Meskipun dia hanya anggota tingkat rendah, Amimura bisa menjadi petunjuk besar yang memungkinkan kita mendapatkan sesuatu yang lebih besar.”

“Sepertinya kekuatan kegelapan terus membuat kehadiran mereka terasa di seluruh dunia selagi aku tidak memperhatikan.”

“Jangan salah paham. Sebagian besar Phantom menjalani kehidupan biasa, sama sepertimu.”

“Jadi, karena tindakan sekelompok kecil orang bodoh yang keras kepala, mayoritas yang tidak bersalah menanggung akibatnya. Kurasa beberapa masalah tetap sama ke mana pun kau pergi.”

“Ngomong-ngomong, aku harus bertanya. Kenapa Badan Pajak Nasional ikut serta?”

Setelah Iris menanyakan pertanyaan itu, Toraki menunjuk kartu POSA.

“Orang-orang ini menggunakan kartu POSA untuk memalsukan pendapatan dari acara mereka. Aku menonton banyak video mereka, dan itu sama di setiap video. Orang-orang ini membuat semua musisi yang mengambil bagian dalam acara mereka berpartisipasi dalam kontes popularitas. Suara untuk kontes ini dalam bentuk kartu POSA. 3000 Yen dihitung sebagai satu suara, 5000 Yen adalah dua suara, dan 10.000 Yen adalah lima suara. Tampaknya, jumlah suara maksimum yang dapat kau berikan sekaligus adalah 30.000 Yen untuk lima belas suara. Informasi ini dapat diakses secara bebas di blog penggemar, yang diperlukan hanyalah melakukan pencarian internet sederhana.”

Acara yang dikelola oleh Amimura ini diberi nama “VOTE YOUR TUBER”.

Dari luar, ini tampak seperti live house lainnya yang menampilkan band-band amatir secara bergantian di atas panggung. Namun, Amimura membuat para penggemar terpikat dengan berjanji akan melakukan promosi khusus untuk band atau penyanyi solo yang mendapat ‘suara’ terbanyak.

“Jumlah total suara yang diberikan oleh setiap orang dicatat, dan para penggemar yang memilih paling banyak akan diidentifikasi dan diperlakukan sebagai sponsor VIP dalam acara tersebut. Setelah mengumpulkan sejumlah suara, manajemen acara akan menghadiahi mereka dengan sesuatu seperti kesempatan untuk berjabat tangan dengan artis favorit mereka atau berfoto bersama mereka. Metode ini jelas sangat efektif melawan penggemar yang ingin menonjol dan berada di atas penggemar lain.”

“Itu tentunya kedengaran tak asing. Tapi, bukankah cukup umum melihat orang-orang menginvestasikan banyak uang untuk fasilitas khusus? Bukankah Jepang juga memiliki grup idol yang menggelar cara yang sama?”

“Dalam kasus mereka, para penggemar yang menginvestasikan uangnya diberi kompensasi berupa CD, buku, atau sesuatu yang bernilai materi, dan fasilitasnya kebanyakan diperlakukan sebagai bonus. Namun, tidak demikian halnya dengan acara Amimura. Tidak ada ‘transaksi’. Kartu POSA hanya digunakan untuk salah satu tujuan utamanya… sebagai kartu hadiah.”

Ada banyak orang yang menggunakan kartu POSA sebagai hadiah, seperti voucher buku atau kupon bir. Dan juga, mereka pada dasarnya diperlakukan sama seperti stempel barang atau voucher, sehingga pertukaran kartu POSA tidak dikenakan pajak.

“Jadi maksudmu adalah, meskipun para penggemar ‘menginvestasikan’ uang ke artis favorit mereka, sebenarnya tidak ada ‘transaksi’ yang terjadi antara penggemar dan manajer acara? Lalu bagaimana Amimura dan kelompoknya mendapat keuntungan dari ini?”

“Jawaban untuk itu, ada di sini.”

Toraki menunjukkan Iris Slimphone-nya. Yang ditampilkan di layar adalah aplikasi untuk apa yang umumnya dikenal sebagai situs lelang “pasar loak”.

Di situs web itu, banyak sekali kartu POSA yang dijual dengan nama barang yang berbeda. Bergantung pada daftarnya, ada banyak kasus di mana kartu dijual lebih tinggi dari nilai uang sebenarnya.

“Apa-apaan ini? Melelang kartu 5000 Yen dengan harga lebih tinggi… Apakah benar-benar ada orang yang membeli ini?”

“Beberapa orang membelinya. Aku yakin mereka punya alasan, tapi aku lebih suka tidak memikirkannya. Namun, Amimura sebenarnya tidak perlu menjual kartunya dengan harga lebih tinggi. Dia secara sukses tidak membayar apa pun untuk mendapatkan kartu yang dia jual kembali.”

Para penggemar dengan senang hati membeli ‘suara’ itu untuknya.

Karena ada biaya yang terkait dengan tempat acara, sewa peralatan, dan biaya promosi, Amimura masih harus menanggung sebagian dari beban keuangan. Namun, mengingat acara tersebut telah berlangsung selama empat tahun sampai saat ini, biaya tersebut mungkin sudah diperhitungkan dalam anggarannya dan tidak menyebabkan dia kesulitan.

“Misalkan saja acara yang kita hadiri. Jika kita berasumsi bahwa seratus pengunjung masing-masing menyumbangkan rata-rata 5000 Yen, jumlahnya akan menjadi sekitar 500.000 Yen. Saat itu, Amimura mengatakan sesuatu soal pemenang yang mendapatkan 50.000 poin, jadi jumlah sebenarnya kemungkinan lebih tinggi. Sekarang ambil nilai itu dan kalikan dengan jumlah lokasi lain tempat dia mengadakan acaranya. Selama satu periode setidaknya empat tahun. Bahkan jika nilai setiap kartu rendah, fakta bahwa dia dapat mengubahnya menjadi uang tunai berarti dia bisa mendapatkan banyak uang dalam waktu singkat dengan sejumlah besar kartu yang beredar.”

“......Itu mungkin jumlah yang signifikan. Ada begitu banyak orang di acara yang kita hadiri, meskipun itu hari kerja… Tapi apakah ini benar-benar penipuan?”

“Mungkin sulit untuk membuatnya jadi kasus. Lagian, para penggemar hanya memberinya kartu mereka sebagai hadiah. Dia tidak memaksa siapa pun untuk menberikan suara, dan sepertinya dia menepati tawarannya dengan memposting ulang secara massal video para pemain yang dia janjikan untuk promosikan… Aku rasa itulah sebabnya Bagian 2 belum mengambil tindakan apa pun.”

Akan sulit untuk mengajukan kasus terhadapnya karena melakukan penipuan. Mereka mungkin mencari bukti yang jelas tentang penipuan akuntansi atau mendanai faktor anti-sosial.

Setelah menyusun semua fakta yang dia tahu, Toraki tiba-tiba memberikan saran.

“Tidakkah menurutmu lebih baik menyerahkannya pada polisi?”

“Ordo juga perlu tahu apakah dia mendanai organisasi Phantom di negara lain, dan akan membuat persiapan jika terbukti begitu. Jika dia membantu merevitalisasi Phantom yang memusuhi manusia, jumlah korban hanya akan terus meningkat. Maksudku, bukan hanya orang-orang yang kehilangan nyawa, tapi orang-orang yang jadi lumpuh secara finansial juga. Tentu saja, akan ada penyelidikan yang tepat setelah kami menangkap Amimura. Kami mungkin mempertimbangkan untuk menyerahkannya kepada pihak berwenang jika ternyata dia hanya seorang vampir yang bekerja sendirian, meskipun dia akan tetap diawasi. Namun, kami tidak dapat membuat keputusan apa pun sampai kami benar-benar melakukan kontak dengannya. Tergantung bagaimana keadaannya…”

“Menurutmu kita harus siap membunuhnya?”

“Jika dia melawan dan melakukan kekerasan, maka begitulah. Meskipun aku lebih suka jika segalanya tidak menjadi seperti itu. ”

Iris menggosok lengan kirinya sambil membuat pernyataan yang terdengar berbahaya. Sementara gerakan itu menunjukkan tidak adanya keinginan dari pihak Iris, Toraki mengingat betapa buruknya Iris melawan vampir Okonogi dan berharap segalanya tidak menjadi seperti itu.

“Kalau begitu, kita hanya bisa berdoa agar ini tidak menyebabkan masalah besar di masa mendatang… dan agar ‘peralatan transformasi’ yang aku pesan sebagai persiapan untuk malam ini dikirimkan tepat waktu.”

“Peralatan transformasi? Apa itu?”

“Kita tidak tahu kekuatan seperti apa yang dimiliki Muraoka, dan itu mungkin akan berubah menjadi pertarungan, kan? Jadi sebagai vampir, aku juga perlu membuat persiapan sendiri.”

Sambil mengatakan itu, Toraki sekali lagi menunjukkan layar Slimphonenya kepada Iris. Iris dengan patuh melihat layar itu tanpa terlalu memikirkannya, tapi ekspresinya berubah kaku begitu dia mengerti apa yang dia lihat.

“Eh? Apa yang sebenarnya…”

“Kau akan membantuku membereskannya, oke?”

“Eh?”

Meskipun dia terkejut, Iris sekali lagi melihat ke layar Slimphone dan mengerutkan alisnya. Layar menunjukkan situs belanja online, dan terlebih lagi, barang yang dilihat Iris sangat aneh sekali dan sulit diterima.

“Kau benar-benar dapat membeli sesuatu seperti ini secara online!?”

“Ini sebenarnya cukup sederhana. Kau bahkan dapat memilih dari beberapa opsi.”

Iris menatap layar dengan saksama seolah-olah dia sedang melihat sesuatu yang sulit dipercaya.

“Yura… Ketika kau bilang kalau aku perlu membantu… Jangan bilang kalau kau benar-benar akan meminum ini?”

“Lebih tepatnya aku akan menyerahkan semuanya padamu. Aku tidak bisa bilang kalau aku menyukainya, sih.”

“Eh!? Aku bahkan belum pernah melihat atau mendengar ini! Selain itu…”

“Anggap saja itu sebagai pengeluaran yang diperlukan. Oh, dan kuharap kau menambahkan uang yang aku habiskan untuk ini dalam upahku, mengerti?”

Pada saat itu, bagian dalam apartemen tiba-tiba menjadi lebih terang.

“Astaga! Hanya lima menit lagi sampai matahari terbit!”

Toraki melihat sekeliling dengan panik.

“Iris! Ambilkan kasurku, oke!?”

“E-Eh? Umm… Apakah yang ini?”

“Ya, yang itu! Di mana piyamaku... bah, lupakan saja. Oh, dan jika petugas pengiriman tiba di sini saat aku tidur, pastikan untuk menerima paketnya, oke? Seharusnya dikirim setelah jam 3 sore hari ini.”

“Eeeeh!?”

“Kau hanya perlu membuka pintu dan mengambil paketnya. Aku yakin kau bisa melakukannya. Oh, dan pastikan untuk tidur juga. Sampai jumpa lagi!”

“Ah! Tunggu sebentar, Yura! Kita masih belum membahas rencana untuk malam ini…”

“Aduh, aku terbakar! Tidak, aku tidak tahan lagi! Aku akan ke kamar mandi!”

Saat ini adalah waktunya matahari terbit.

Matahari terbit mengintip dari cakrawala dan mulai menyinari dataran wilayah Kanto dan pusat kota Tokyo dengan cahayanya. Sebelum Toraki bisa ditembus oleh cahaya itu lagi, Toraki meraih kasur anginnya, berlari ke kamar mandi, dan mengunci pintu.

“Yura!”

“Mustahil… Bahkan jika aku tidak terkena sinar matahari… Aku sangat mengantuk saat pagi tiba… Sial… Aku bahkan tidak punya tenaga… untuk menggembungkan kasur…”

“Kau bilang kau akan begadang!”

Iris berteriak sambil menggedor pintu, tapi suara Toraki di seberang semakin melemah sampai akhirnya, bahkan tanpa mendengar suara kasur mengembang, Iris mendengar suara sesuatu yang berat jatuh ke lantai diikuti dengan apa yang terdengar seperti dengkuran.

Iris berhenti menggedor pintu. Sebaliknya, dia menyandarkan punggungnya ke sana dan perlahan-lahan meluncur ke bawah sampai dia terduduk di lantai.

“...Apakah semuanya akan baik-baik saja kalau seperti ini?”

Sinar matahari musim dingin yang redup, yang masuk ke dalam apartemen semi-bawah tanah 104, tidak mengurangi kecemasan Iris.

 

Setelah Toraki bangun, dia menemukan Iris ambruk di kursi meja makan dan terlihat sangat lelah.

“Sepertinya kau melakukan yang terbaik. Kerja bagus.”

Yang terdapat di atas meja adalah kotak kardus kosong yang terlihat sedikit kusut—tanda bahwa kotak itu diangkut dalam kotak es.

“Dia memintaku untuk… menandatangani paket itu. …Kupikir aku akan mati…”

Iris terlihat sangat lemah hingga terlihat seperti akan hancur menjadi debu jika seseorang menyentuhnya, membuat Toraki bertanya-tanya siapa sebenarnya yang vampir di sini.

“Oh. Kemasannya berbeda dari terakhir kali aku membeli ini.”

Toraki membuka lemari es dan menemukan barang yang dimaksud. Dia mengeluarkannya dan mulai menekan-nekannya, dan berbicara kepada Ksatria Gereja yang ambruk tanpa memandangnya.

“Keberatan jika aku mengajukan pertanyaan yang jelas?”

“Aku tidak mau menjawab.”

“Begitu ya. Kalau begitu, lupakan saja.”

“…Benarkah?”

“Sebagai gantinya, aku tidak dapat menjamin bahwa aku akan dapat membantu jika kau mendapat masalah.”

Jika ketakutan Iris pada laki-laki disebabkan oleh alasan sepele, maka cara berpikirnya mungkin saja dapat diperbaiki setelah menghabiskan sedikit waktu dengan orang lain. Namun, seperti yang Toraki duga, ternyata penyebabnya tidak sesederhana itu.

“Aku memiliki banyak hal yang ingin aku diskusikan denganmu untuk mencegah sesuatu menjadi seperti itu… Tapi kau mengabaikanku dan pergi tidur.”

Iris mulai cemberut.

Toraki juga merasa tidak enak soal itu. Karena mereka akan segera memulai misi, dia seharusnya berusaha sedikit lebih keras untuk berbicara dengan Iris, meskipun melalui pintu kamar mandi.

“Maaf. Aku menggunakan kekuatanku setelah sekian lama, jadi kejadian baru-baru ini membuatku merasa sangat mengantuk di pagi hari.”

“Kekuatan… Ah!!”

Iris tiba-tiba berteriak dan mengacungkan jari ke arah Toraki.

“Kau! Kau meminum darahku, kan!?”

“Kenapa kau mengungkit hal ini sekarang!?”

Selama pertarungan sebelumnya, Okonogi telah menggunakan teknik yang menggunakan benang darah untuk melukai Iris. Toraki telah menggunakan kekuatannya setelah mengkonsumsi darah yang berceceran dari luka di dahi Iris, dan kekuatan itu telah memainkan peran utama dalam memenangkan pertarungan tersebut.

“A-Apakah aku akan berubah menjadi vampir!?”

“Mana mungkinlah! Bukankah kau seharusnya ahli!? Bagaimana caranya kau menjadi yang teratas di kelasmu dalam pelajaran teori!?”

“Aku mengambil jurusan studi manusia serigala dan hantu!”

“Bahkan jurusan fisika tahu perbedaan antara mamalia dan reptil!”

“Apa hubungannya itu dengan ini!?”

“Aku mau bilang kalau pengetahuan dasar yang tidak kau miliki itu berada pada level yang sama dengan itu!”

Toraki memegang dahinya dan menggelengkan kepalanya dengan ekspresi kesal.

“Manusia tidak berubah menjadi vampir hanya karena darah mereka diminum.”

“Eh!?”

Bagi Iris, itu adalah pencerahan yang mengejutkan.

“A-Apakah maksudmu itu karena kamu hanya mengonsumsi darah yang berceceran, dan tidak meminumnya langsung dariku?”

“Tidak. Bahkan jika aku menancapkan taringku ke lehermu saat ini juga dan meminum darahmu, itu tetap tidak akan cukup untuk mengubahmu menjadi vampir. Jika itu terjadi... kau hanya akan terluka, dan dalam kasus terburuk, akan mati. Bagi seorang vampir, untuk mengubah manusia menjadi vampir lain, tindakan ‘memberi balik’ sangat penting.”

Mengatakan itu, Toraki membuat gerakan menusuk lehernya sendiri dengan dua jari.

“Iris, pernahkah kau menyaksikan saat manusia berubah menjadi vampir?”

Selama kau menjalani kehidupan manusia biasa, tidak mungkin bertanya atau menerima pertanyaan itu. Bahkan jika, entah bagaimana, kau berada di pihak yang ditanya, itu adalah pertanyaan yang biasanya tidak akan pernah menerima respons pernyataan.

Namun, orang-orang di sini sama sekali tidak normal. Mereka adalah vampir dan Ksatria Gereja.

“…Ya, aku pernah.”

Meskipun ekspresinya akhirnya berubah menjadi hidup, Iris sekali lagi menjadi sedikit pucat saat menjawab pertanyaan Toraki.

“Begitu ya. Apakah darah mengalir dari lubang tempat taring vampir menembus kulitnya?”

Iris mencoba mengingat ingatan yang tidak menyenangkan itu.

“...Tidak, tidak ada darah.”

“Menurutmu, kenapa tidak ada darah yang mengalir, meskipun orang itu terluka?”

Sambil bicara, Toraki membuka lemari yang ada di sebelah pintu utama dan mengeluarkan sebuah kotak dengan tanda salib hijau di atasnya.

“Apakah lukamu sudah baik-baik saja?”

Toraki mengulurkan plester tempel berukuran besar ke arah Iris. Melihat itu, Iris tiba-tiba mengangkat tangannya ke dahi.

“Tidak ada darah karena… lukanya sudah tertutup?”

“Itu benar. Jika seorang vampir hanya ingin minum darah, mereka tidak perlu bersusah payah seperti itu. Namun, jika mereka ingin mengubah manusia menjadi vampir… Setelah meminum darahnya, vampir harus menutup lukanya dengan menyuntikkan cairan dari kelenjar khusus. Dengan kata lain, pada dasarnya sama dengan nyamuk.”

Saat nyamuk menghisap darah, mereka menyuntikkan cairan khusus untuk mencegah darah membeku. Rasa gatal yang menyertai gigitan nyamuk sebenarnya adalah reaksi alergi terhadap cairan yang disuntikkan, dan Toraki mengatakan bahwa itu adalah kasus yang sama dengan vampir juga.

“Kami berbeda dari nyamuk karena kami tidak punya alasan untuk mencegah darah membeku jika makan adalah satu-satunya tujuan. Lagipula, kami bisa saja membuat luka yang cukup besar untuk membuat darah tetap mengalir. Namun, jika kami ingin mengubah korban menjadi vampir, maka kami perlu mengambil langkah-langkah yang diperlukan dengan benar. Kami perlu menyuntikkan cairan khusus melalui taring kami—seperti nyamuk—untuk menutup luka dan membentuk kembali tubuh korban dari awal. Bahkan dengan semua itu, bukan berarti kami bisa membuat sembarang orang menjadi vampir.”

“Bolehkah aku menanyakan sesuatu? Yura, kenapa kau…”

Kenapa kau tahu soal itu?

“Sepertinya kau memiliki kesan bahwa aku adalah orang yang baik, tapi…”

Toraki tersenyum sedih pada Iris.

“Di dunia ini, tidak ada vampir yang tidak pernah mencicipi darah manusia.”

“…!”

Iris merasakan ada yang mengganjal di tenggorokannya dan secara insting dia menjauh dari Toraki.

Ketika Iris menyadari tindakannya sendiri, ekspresinya berubah kaku. Namun Toraki hanya menerima perilaku Iris dan mengangguk.

“Seperti yang kau tahu, aku dulunya manusia. Yang membuat semuanya semakin buruk. Jadi, terlalu mempercayai vampir adalah ide yang buruk. Kau harus mengingat hal itu.”

Saat Toraki mengatakan itu, pikiran Iris mengingat ingatan tertentu.

 

“Kau seharusnya tidak terlalu percaya pada vampir.”

Iris mengingat kata-kata pria lain yang pernah mengatakan hal yang sama padanya dulu.

“Manusia bahkan tidak bisa berteman satu sama lain. Bagaimana mungkin mereka bisa bergaul dengan vampir—spesies yang berbeda? Bagi manusia, vampir hanyalah musuh. Dan bagi vampir, manusia hanyalah musuh. Jika kita melupakan fakta dasar itu, maka kedua belah pihak hanya akan berakhir dengan hasil yang tidak menyenangkan.”

Dulu ketika dia mendengar kata-kata itu, Iris masih terlalu muda.

Dia tidak tahu apa-apa tentang dunia. Dia tidak tahu apa-apa tentang manusia atau pun vampir.

Meskipun begitu, dia dengan angkuh berasumsi bahwa dia mengerti segalanya.

Dan begitulah…

 

“Ingat yang aku bilang sebelumnya... kalau aku pernah melihat seseorang berubah menjadi vampir?”

“Ya.”

“Orang itu adalah ibuku.”

“...Oh.”

“Jadi ya, aku tahu. Aku tahu makhluk seperti apa vampir itu. Terlebih lagi, aku tahu makhluk seperti apa manusia itu.”

“Hei, Iris?”

“...Aku seorang ksatria, jadi aku memiliki rasa tanggung jawab ketika berhubungan dengan pekerjaanku. Tapi, setelah mendengar apa yang Akari-chan katakan, aku merasakan dorongan motivasi yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Aku juga sama sepertimu. Daripada berjuang untuk kebaikan dunia atau umat manusia, aku merasa lebih termotivasi untuk berjuang demi seorang gadis yang aku kenal.”

Iris melangkah lebih dekat ke Toraki, memegang tangannya, dan menariknya lebih dekat ke meja.

“Ada waktu dan tempat untuk mengkhawatirkan keseluruhannya. Saat ini, kita tidak perlu memikirkan hal-hal abstrak seperti apakah cara hidup vampir itu benar atau salah. Kita hanya perlu memikirkan bagaimana cara menangkap seorang vampir yang telah mengabaikan aturan masyarakat.”

Setelah mengatakan itu, Iris mengeluarkan sketsa kasar live house yang telah dia siapkan entah kapan dan membentangkannya di atas meja. Ekspresinya berubah tegas saat dia terus berbicara.

“Sama sepertimu, ada hal-hal soal masa laluku yang tidak ingin aku ceritakan. Namun, sama sepertimu, aku juga ingin melakukan sesuatu untuk mencegah seorang kenalan terlibat lebih dalam ke sesuatu yang mencurigakan. Jadi berhentilah memikirkan hal-hal yang tidak penting dan berkonsentrasilah pada misiku untuk saat ini.”

Mengatakan itu, Iris mengeluarkan Palu Suci Liberation-nya dan menggunakannya untuk menunjukkan lokasi di salah satu sudut sketsa kasar.

“Sebagai permulaan, mari kita putuskan rute masuk dan keluar untuk penyusupan. Karena kita tidak bisa mengintai area belakang panggung atau ruang ganti terlebih dahulu, kita harus mencari cara untuk bergerak di area yang telah kita lihat. Setelah itu…”

“Iris…”

“Apa? Apakah kau masih memiliki sesuatu untuk dikeluhkan?”

“...Tidak, hanya saja... Kau memukul mejaku dengan palu itu lagi.”

“Ah.”

Toraki buru-buru menjauh dari meja. Melihat itu, Iris tidak bisa menahan tawa.

“Haha, maaf.”

“Itu tidak lucu!”

Toraki juga mendapati dirinya terbawa pada suasana yang dibuatnya tanpa sengaja.

 

Sambil merasakan suara bass berat khas live house yang bergema di perutnya, Toraki berjalan melewati pintu Crimson Moon. Sama seperti terakhir kali dia datang ke sini, sepertinya bisnis sedang ramai.

Dan juga, Toraki segera menyadari perilaku aneh para pelanggan, sesuatu yang tidak dia rasakan selama kunjungan terakhirnya.

“Lihatlah mereka, memegang amplop itu seolah-olah tidak ada hal lain yang lebih penting.”

Sekitar setengah dari pelanggan berdiri dalam posisi yang tidak wajar dengan satu tangan di dalam saku atau tas, bahkan saat mereka menikmati musik yang sedang diputar. Kemungkinan besar, di sanalah mereka menaruh amplop dengan kartu di dalamnya.

“Oh? Rupanya pria yang tempo hari. Selamat datang. Jadi kamu sendirian di sini hari ini?”

Begitu Toraki sampai di konter bar, dia melihat pegawai berambut gimbal, Sagara, di balik konter lagi. Rupanya, dia juga ingat siapa Toraki.

“Kaei Jiten manggung lagi hari ini, jadi Akari-chan juga ada di sini.”

“...Serius?”

Toraki memikirkan apa yang akan terjadi nanti dan meringis sejenak, tapi tidak ada yang bisa dia lakukan sekarang. Mereka sudah bersiap untuk kemungkinan ini, jadi dia segera membetulkan ekspresinya.

“Aku bukan walinya. Aku hanya bertemu dengannya secara kebetulan terakhir kali aku ke sini. Selain itu, aku di sini sendirian hari ini, jadi aku tidak ingin dia berpikir kalau aku menguntitnya atau apalah. Aku hanya akan mengawasinya dengan hati-hati dari sini.”

“Begitu ya. Kamu mau minum apa? Mungkinkah gin dan tonik lagi hari ini?”

“Ah, ya, aku akan memesan itu.”

Setelah mendengar itu, Sagara mengambil botol biru yang indah dan menyiapkan gin dan tonik untuk Toraki. Rupanya, Sagara bahkan ingat minuman apa yang dipesan Toraki terakhir kali.

“Kami tidak memiliki alkohol khusus atau bartender yang sangat terampil di tempat ini, jadi kami harus beda sebagai cara lain untuk bersaing dengan bar populer. Terlepas dari penampilanku, aku cukup pandai mengingat wajah orang.”

Itu adalah kemampuan yang cukup berbahaya bagi Toraki, tapi karena dia tidak berniat datang ke tempat ini lagi setelah hari ini, itu tidak akan menimbulkan masalah.

“Aku hanya akan bersantai seperti terakhir kali dan mendengarkan musik.”

“Tentu. Nikmatilah waktumu.”

Sagara berjalan menjauh dari Toraki. Mungkin dia punya pekerjaan lain untuk diurus. Toraki menyandarkan punggungnya ke meja konter dan membiarkan pikirannya melayang sebentar sambil membiarkan musik menyapu dirinya.

Lagu yang sedang diputar ternyata berjudul “Friendship”, dan itu adalah lagu dari Kaei Jiten, band yang digemari Akari. Setelah mencarinya secara online, Toraki menemukan video rekaman acara dulu dari lagu tersebut.

Video tersebut memiliki lebih dari tiga puluh ribu kali ditonton. Itu memiliki dua kali lebih banyak tidak suka daripada disukai, dan bagian komentar penuh dengan kritik yang ditulis sembarangan, yang intinya adalah bahwa lagu itu hanyalah jiplakan dari musik yang sudah dibuat oleh band-band populer.

“Bahkan jika itu hanya jiplakan, itu lebih baik daripada tidak melakukan apa-apa, kan?”

Meskipun jumlahnya sedikit, ada beberapa penggemar muda di tempat acara yang tampak benar-benar menikmatinya. Bagi Kaei Jiten dan penggemar mereka, acara tersebut adalah salah satu dari sedikit kesempatan di mana mereka bisa mendapatkan pertukaran yang berharga ini. Bukankah itu cukup baik? Lagi pula, tidak ada yang bisa bilang dengan pasti apakah band ini memiliki bakat dan keberuntungan untuk menjadi terkenal di industri musik.

Meski begitu, mereka tidak mengurangi upaya mereka untuk mewujudkan impian mereka. Itu saja sudah cukup untuk membuat manusia, yang memiliki rentang hidup pendek, bersinar begitu terang.

Setidaknya…

“Mereka jauh lebih hidup daripada orang sepertiku yang telah menyerah untuk menjadi manusia.”

Toraki membisikkan kata-kata itu pada diri sendiri dengan nada mengejek dan melihat jam di Slimphone-nya.

Sudah tiga puluh menit sejak Toraki memasuki live house. Dia sangat menyadari fakta kalau pertunjukan hari ini akan segera berakhir. Setelah itu, bagian ‘pemungutan suara’ acara akan dimulai, dan begitu selesai, orang-orang perlahan mulai meninggalkan live house. Sesuai rencana mereka, saat itulah mereka akan bergerak.

Namun, sebelum Kaei Jiten menyelesaikan lagu terakhir mereka, suara alarm kebakaran yang memekakkan telinga memenuhi seluruh arena.

“Apa—!?”

Toraki hampir memuntahkan minumannya.

“Kebakaran!”

Seseorang meneriakkan itu pada saat yang bersamaan.

Seolah menambah kebingungan, Toraki mendengar sejumlah suara datang dari ruangan di sisi lain meja konter tempat dia bersandar. Tampaknya tempat itu adalah dapur yang digunakan untuk menyiapkan makanan ringan, dan tempat itu memancarkan serangkaian suara ledakan yang biasanya tidak akan pernah didengar orang-orang. Tak sampai lama, langit-langit live house seluruhnya tertutup asap hitam.

“A-Apa yang sebenarnya sedang terjadi!?”

Toraki bingung.

Itu terjadi lebih awal dari yang direncanakan. Dan terlebih lagi, gedung itu benar-benar terbakar.

“Kebakaran!”

“Tidak mungkin, apakah itu ledakan!?”

“Aaaaaaah!”

“Hei, di mana pintu daruratnya!?”

“Tidak, ini akan baik-baik saja. Mari kita tenang sedikit.”

“Apa-apaan kau ini? Gedungnya terbakar!”

Ada teriakan, kepanikan, dan entah kenapa, sekelompok orang berkumpul di dekat konter bar di mana api terlihat, mencoba merekam kejadian di Slimphone mereka. Itu adalah resep sempurna untuk kekacauan.

Di banyak live house bawah tanah distrik perbelanjaan, titik masuk dan keluar sering kali multi-fungsi sebagai pintu keluar darurat dan pintu masuk layanan ke peralatan transportasi. Bahkan jika ada pintu keluar darurat yang terpisah, tidak mungkin hampir dua ratus orang di live house itu bisa keluar melalui lorong sempit sekaligus.

“Sialan! Apa yang sedang terjadi!?”

Rencana yang dibuat oleh Toraki dan Iris sangat sederhana.

Setelah acara berakhir dan sebagian besar pelanggan telah meninggalkan live house, Toraki akan menggunakan kekuatan vampirnya untuk menyalakan beberapa lilin asap dan secara bersamaan membunyikan alarm kebakaran tanpa ada yang sadar, sehingga akan menyebabkan kepanikan dengan membuat orang percaya bahwa ada kebakaran.

Setelah semua pelanggan pergi, satu-satunya orang yang tersisa di dalam adalah para pemanggung, anggota staf dari live house dan dari tim manajemen acara, serta Amimura sendiri. Secara kesuluruhan, akan ada kurang dari tiga puluh orang yang tersisa di tempat itu.

Karena mereka tidak benar-benar membakar tempat itu, Iris akan bisa menyelinap masuk dan menangkap Amimura di tengah kebingungan. Jika seseorang mencoba mengganggu, Toraki akan berurusan dengan mereka.

Itu seharusnya menjadi rencana yang sangat sederhana.

Namun kekacauan telah dimulai pada saat yang paling buruk, ketika jumlah orang di live house mencapai puncaknya. Hal ini menyebabkan pintu keluar tersumbat oleh orang-orang yang mencoba untuk pergi, dan meskipun itu bukan bagian dari rencana, ada api yang menjalar di sepanjang dinding. Ada juga bahaya yang sangat nyata dari orang-orang yang menjadi korban keracunan karbon monoksida karena asap yang keluar dalam jumlah besar.

“Sial! Akari-chan!”

“Eh!? Toraki-san!? Kenapa kamu kembali ke sini lagi!?”

“Seharusnya aku yang bertanya padamu! Apakah kamu akan berpartisipasi dalam pemungutan suara lagi? Aku kagum kamu masih punya uang untuk itu!”

“I-Itu tidak penting sekarang! Yang terpenting, kita harus lari!”

Bahkan Akari pun mungkin memiliki beberapa keraguan tentang metode yang tidak lazim dalam memberikan suara menggunakan kartu POSA. Seolah mencoba untuk menghindari pertanyaan lebih lanjut, Akari berbalik di aula yang dipenuhi asap dan mencoba berlari ke arah yang benar-benar berlawanan dari tempat pintu keluar berada.

“Berhenti! Pintu keluarnya lewat sini! Ayo pergi!”

Saat aula terus dipenuhi dengan asap yang membutakan, Toraki diam-diam menggunakan kemampuan vampirnya untuk melihat menembus kegelapan sambil tetap mengaturnya pada tingkat di mana Akari tidak akan curiga.

“Kyaaa!”

“Hei, jangan berhenti bergerak!”

“Berhenti main-main dan naiklah, cepat!”

Namun, mereka sekali lagi mengalami situasi yang buruk di sini.

Sejumlah besar pelanggan berkerumun di sekitar pintu yang biasa dimasuki Toraki, masing-masing berebut untuk menjadi yang pertama menaiki tangga. Namun, salah satu pelanggan sempat terjebak dalam proses mencoba melarikan diri dan membuat pintu keluar macet dalam proses tersebut.

“Apa-apaan ini! Oi, kenapa macet!?”

“Seseorang terjebak di tangga! Hei, berhentilah dorong-dorong!”

Toraki meringis saat mendengarkan orang-orang saling berteriak.

“Hei, jangan bilang kalau ada Phantom lain di antara para pelanggan.”

Setelah Toraki memasuki live house, Iris telah memasang penghalang di tangga yang akan mencegah Phantom pergi. Dia telah menggunakan Palu Suci Liberation-nya untuk menancapkan paku kayu ke dinding yang tertutup poster di kedua sisi tangga sempit, sehingga menciptakan jaring kawat tak terlihat yang tidak akan membiarkan Phantom lewat. Namun, itu tidak akan menghalangi manusia biasa sedikit pun.

Namun, tampaknya jaring kawat tak terlihat itu telah menjaring seseorang di barisan dapan pelanggan yang mencoba mengungsi ke atas tanah, menyebabkan sejumlah besar pelanggan tidak dapat pergi.

Sekarang, Iris seharusnya juga sudah sadar kalau segalanya tidak berjalan sesuai rencana, tapi dia dan Toraki telah sepakat sebelumnya kalau dalam keadaan seperti itu, prioritas utama mereka adalah meminimalkan cedera pada warga sipil non-Phantom.

“Toraki-san, apinya! Dan asapnya!”

Toraki melihat sekeliling setelah mendengar teriakan Akari dan menyadari kalau api akhirnya mencapai dan membakar langit-langit.

Semua ketakutan yang mulai menumpuk karena asap tiba-tiba meledak saat melihat api. Itu tidak hanya berlaku pada Akari, tapi juga pelanggan lainnya. Tekanan orang-orang yang mencoba pergi melewati pintu keluar semakin meningkat.

“Sial! Aku tidak berencana untuk menggunakannya pada saat seperti ini!”

Toraki mengeluarkan botol plastik lembut dari sakunya, memutar tutupnya, dan meminum isinya dalam sekali teguk.

Botol yang berisi cairan berwarna merah tua itu memiliki label dengan desain khas Jepang yang bertuliskan “Darah penyu bercangkang lunak segar”.

“Toraki-san, apa yang kamu lakukan di saat seperti ini!?”

Di Jepang, ini adalah satu-satunya metode legal dan sederhana bagi vampir untuk mendapatkan darah dari hewan hidup. Sejak munculnya belanja online, itu menjadi lebih mudah didapat daripada sebelumnya. Tentu saja, darah segar yang dibeli melalui belanja online diproses untuk mencegah keracunan makanan dan karenanya tidak bisa disebut ‘murni’. Tapi hei, darah tetaplah darah.

Berdasarkan indra Toraki, kekuatan dan durasi kemampuan yang dia peroleh dengan meminum darah kura-kura bercangkang lunak sekitar seperempat dari saat dia meminum darah manusia.

“Ah, itu sudah lebih dari cukup. Akari-chan, aku akan melepaskan tanganmu sebentar! Tutup matamu!”

“Eh? Tidak! Toraki-san, jangan tinggalkan aku!”

Akari sepertinya salah paham, dengan berpikir kalau Toraki mau meninggalkannya, lalu mencoba memperkuat cengkeramannya di tangan Toraki, tapi sensasi memegang tangannya tiba-tiba menghilang. 

 


 

 “Eh?”

Dalam sekejap, tubuh Toraki berubah menjadi kabut hitam dan menyelinap melewati kekacauan yang menghalangi jalan keluar.

“Toraki…san?”

Sambil terus menyelinap melewati para pelanggan dalam wujud kabutnya, Toraki tiba di tempat Iris menancapkan paku kayu ke dinding dan melepas paku itu tanpa kembali ke wujud padatnya.

Efeknya langsung terasa. Pelanggan pria yang berada di depan tiba-tiba jatuh ke depan saat penghalang menghilang, dan dia dalam bahaya akan diinjak-injak oleh orang-orang yang mendorong maju dari belakang.

Aku tidak tahu apakah kamu vampir atau yang lainnya, tapi kurasa kamu adalah non-manusia yang tertangkap oleh penghalang.

Bahkan anak SD diajari kalau banyak korban dari evakuasi darurat seperti itu adalah mereka yang jatuh dan akhirnya diinjak-injak oleh orang-orang di belakang mereka.

“Kurasa mengamankan dia akan menjadi ide yang bagus.

Toraki melingkarkan kabut hitam di sekitar leher dan pinggang pria itu, lalu menariknya ke permukaan. Bukannya berhenti di sana, dia malah membawa pria itu sampai ke lorong di antara dua bangunan sebelum kembali ke wujud aslinya.

“Tidurlah sebentar.”

Mata Toraki bersinar merah saat dia menatap pria yang berlinang air mata karena hampir tercekik. Itu adalah penerapan kekuatan hipnosis, salah satu kemampuan dasar vampir yang bahkan Okonogi pun miliki.

Entah pria itu adalah vampir dengan kehendak yang jauh lebih lemah daripada Toraki, atau mungkin dia adalah tipe Phantom yang benar-benar berbeda. Toraki membuatnya tertidur lelap dalam sekejap dan sekali lagi berubah menjadi kabut hitam sebelum kembali ke dalam live house, di mana dia menemukan Akari duduk di lantai dekat tangga. Dia batuk dengan keras, mungkin karena dia menghirup asap.

“Akari-chan!”

“Ugh… Toraki-san, kamu ke mana!?”

“Maaf! Aku sedang mencari jalan keluar! Semuanya baik-baik saja sekarang, jadi ikutlah denganku! Kita keluar dari sini!”

“Y-Ya!”

Toraki menarik tangan Akari dan kembali ke permukaan di mana dia mengetahui kalau sebagian besar pelanggan berhasil keluar dengan selamat. Ada sekelompok orang berdiri jauh dari gedung dan merekam kejadian di Slimphone mereka.

“Sial, orang-orang ini masa bodoh… Akari-chan, apa kamu baik-baik saja?”

“Ugh… Tenggorokanku… aku merasa mual… blueeeekk.”

“Sial… Sepertinya dia menghirup banyak asap.”

Akari mulai muntah sambil meneteskan air mata, dan Toraki mengusap punggungnya sambil melihat kembali ke arah pintu masuk gedung yang mengeluarkan banyak asap hitam.

“Astaga! Aku lupa soal Iris! Kuharap dia baik-baik saja!”

Tempat itu adalah neraka asli yang benar-benar melampaui apa pun yang mereka rencanakan. Dibandingkan dengan Toraki yang adalah seorang vampir, sangat tidak mungkin kalau manusia normal seperti Iris bisa tetap tanpa cedera saat terjebak di ruang bawah tanah gedung yang terbakar.

Lima menit yang dibutuhkan ambulan untuk sampai ke tempat kejadian terasa seperti selamanya bagi Toraki. Setelah paramedis bergegas untuk membantu, Toraki meninggalkan Akari dalam perawatan mereka.

“...Tolong jaga gadis ini. Jika terjadi sesuatu, kamu dapat menghubungi nomor ini.”

Setelah mengatakan itu, dia memberi paramedis nomor telepon.

“Toraki-san… Jangan pergi. Aku takut. Tetaplah bersamaku…!”

“Maaf, Akari-chan. Tapi dia masih di dalam.”

“…Eh?”

“Paramedis tahu siapa yang harus dihubungi. Kamu tidak akan sendirian. Tapi sekarang, dia sendirian. Aku harus pergi menyelamatkannya.”

“… Dia?”

“Kita bisa mengobrol panjang lebar saat kita bertemu di rumah sakit nanti. Kalau begitu, sampai jumpa nanti.”

Toraki meremas tangan Akari dengan erat untuk terakhir kalinya sebelum berbalik ke arah gedung terbakar yang menyemburkan asap.

Semua orang menatap api dan asap, tapi hanya Akari yang matanya terfokus pada Toraki, itulah kenapa hanya Akari yang melihat itu.

“…Toraki-san?”

Untuk sesaat, Akari berpikir kalau dia kehilangan sosok Toraki karena dia telah melompat ke dalam asap tebal dan gelap.

Namun, dia tidak diragukan lagi melihat tubuh Toraki berubah menjadi kabut hitam, menjauh dari tempat paramedis berdiri, dan menghilang menuruni tangga menuju gedung yang menyemburkan asap hitam.

 

“Apa yang sebenarnya terjadi!?”

Iris berlari melintasi koridor meskipun dia tidak bisa melihat jalan yang ada di depannya. Seperti yang diharapkan, dia juga menyadari kalau sesuatu yang tidak biasa sedang terjadi di aula acara.

Iris telah memasuki live house dua puluh menit setelah Toraki, berbaur dengan para penggemar yang bersemangat di dekat panggung, dan perlahan pindah ke posisi di mana dia bisa diam-diam mengawasi pintu khusus staf. Dia telah melihat Amimura, targetnya, mengintip dari sisi panggung. Sepertinya dia bekerja untuk membantu para pemanggung saat mereka masuk dan meninggalkan panggung.

Dibandingkan dengan live house lain di Ikebukuro, live house yang satu ini cukup besar. Namun, dilihat dari ukuran bangunannya, terlihat jelas kalau ruang ganti di belakang panggung tidak terlalu besar. Setelah sebagian besar pelanggan telah pergi dan alarm kebakaran diaktifkan, Iris yakin kalau dia bisa mengenai Amimura dengan satu tembakan dari Pistol Suci Deuscris dan menangkapnya tanpa saksi.

Namun, ketika dia benar-benar pergi ke belakang panggung untuk mengejar Amimura, dia menemukan sesuatu yang tidak terduga.

Ruang bawah tanah dari tempat live house itu berada jauh lebih besar daripada bangunan di atasnya.

“Tidak mungkin sekelompok penipu pajak biasa dapat mengelola sesuatu sebesar ini. Aku takut mendengar apa yang akan Yura katakan nanti.”

Meskipun Iris tidak terlibat dalam baku tembak saat ini, dia tidak bisa begitu saja berlari di belokan tanpa rencana.

Daripada jalanan lurus seperti yang dia kira, jalan itu malah seperti labirin dengan banyak belokan, dan ada ruangan-ruangan kecil tidak terpakai yang tersebar di sana-sini. Tempat itu jelas dirancang dengan pikiran untuk membingungkan penyusup.

Tidak ada sumber cahaya biasa seperti lampu pendar, yang ada ialah lampu jingga redup yang diletakkan di sepanjang lantai yang hampir tidak memberikan cukup cahaya untuk melihat.

Dan juga, seperti yang diduga, Slimphone-nya tidak lagi menerima sinyal.

Dulu, ada banyak organisasi yang dijalankan masyarakat ekstrim yang menguasai kawasan bisnis, termasuk Ikebukuro. Mungkinkah tempat ini adalah sisa dari masa itu?

“Kalau begini terus, dia mungkin sudah kabur…”

Setelah memeriksa di balik pintu ketiganya dan tidak melihat apa-apa selain tikus yang berlarian, Iris merasa seperti tenaga di kakinya melemas.

Namun…

“…Tunggu, itu—!”

Dia menatap seekor tikus.

Itu berlangsung kurang dari satu detik. Namun, itu sudah lebih dari cukup untuk Iris, yang berpengalaman dalam makhluk malam. Pintu yang terbuka memungkinkan cahaya dari lampu lantai oranye menerangi bagian dalam ruangan, membuat bayangan besar tikus di dinding seberangnya.

“Tikus sungguhan tidak berhenti bergerak setelah melihat orang!!”

Iris melemparkan paku kayu yang dia pegang ke udara dan dengan kuat menancapkannya ke bayangan besar di dinding menggunakan Liberation.

“Gah!!”

Tikus yang bayangannya ditusuk oleh paku kayu menjerit dan berhenti bergerak.

B-Bagaimana bisa…”

Dan setelah jeritan itu, tikus itu benar-benar berbicara.

“Setiap tahunnya, tikus dan kelelawar selalu berada di peringkat teratas untuk hewan yang Phantom sering jelma, tapi masih sangat sedikit orang yang tahu detail kecil tentang bagaimana hewan tersebut berperilaku. Jika kau akan berubah jadi tikus, maka kau setidaknya harus mempelajari perilaku mereka dulu.”

Iris memaksakan senyum dan mengambil satu langkah lebih dekat ke tikus itu.

“Katsuse Amimura. Bertobatlah atas dosa-dosamu di hadapan tombak ilahi Ordo Salib Hitam. Jika kau melakukan itu, kau mungkin akan diberikan hukuman yang penuh belas kasihan.”

Belas kasihan?

Mata tikus itu bersinar merah.

Kau baru saja memutuskan secara sepihak bahwa tidak peduli di dunia bagian mana, kami tidak akan pernah bisa hidup berdampingan dengan manusia. Beraninya kau membuat pernyataan egois seperti itu!

“Aku tidak benar-benar berharap kau untuk memohon ampunan Tuhan pada saat ini. Kau akan segera diangkut ke markas besar Ordo Salib Hitam hanya sebagai abu di dalam kotak. Bertobatlah atas perbuatanmu di masa lalu dan berharaplah akan penghakiman yang penuh belas kasihan.”

…Begitu ya.

Kumis tikus itu tiba-tiba berkedut.

Persetan dengan itu.”

Iris mendeteksi keberadaan sesuatu yang bergegas ke arahnya dari belakang dan segera berbalik. Dia merasakan angin kencang melewati wajahnya, dan saat berikutnya, bayangan hitam muncul di antara Iris dan tikus itu.

Iris tidak asing dengan wajah orang yang tiba-tiba muncul di sana.

“Sialan, Nona. Jadi, kamu salah satu dari orang-orang itu?”

Pria itu memiliki rambut gimbal dan bahkan lebih tinggi dari Toraki. Itu Sagara, karyawan yang membuat minuman di konter bar live house.

“Ukh…”

“Yah, sudah kuduga ada sesuatu yang terjadi. Orang dewasa yang belum pernah kulihat sebelumnya, datang ke dua acara live house berturut-turut? Jelas ada sesuatu yang mencurigakan tentang itu.”

“A… A… Aku…”

“Apa?”

Iris ingin bilang kalau dia sama sekali tidak merasa itu sesuatu yang aneh, tapi dia tidak bisa mengeluarkan kata-kata setelah melihat pipa scaffolding bengkok yang Sagara pegang di tangannya yang berotot. Iris berkeringat dingin, menjadi pucat karena ketakutan, dan kakinya mulai gemetar.

“Kenapa? Apakah kau benar-benar takut? Astaga, aku benar-benar tidak suka memukul gadis imut yang ketakutan. Aku sudah muak dengan yang terakhir kali.”

Namun, ketika Iris mendengar kata-kata itu, sedikit tenaga kembali padanya.

“T-Terakhir kali?”

“Ada gadis lain beberapa waktu lalu. Dia orang Jepang, sih. Dia menyebut dirinya ksatria atau apalah, dan bilang kalau kami adalah musuh bebuyutannya. Aku tidak ingin menarik perhatian yang salah, jadi aku melepaskannya setelah menghajarnya, tapi aku rasa aku bertindak terlalu kelewatan.”

Sagara berbicara seolah-olah itu bukan apa-apa dan dengan santai mengayunkan pipa scaffolding. Dia benar-benar melepaskan paku kayu yang tertancap di dinding hanya dengan satu ayunan itu, memungkinkan Amimura, yang berada di belakang Sagara, untuk mendapatkan kembali bentuk manusianya.

“…Makasih, Sagara.”

“Jangan khawatir. Kamu telah mengurusku selama ini. Aku harus membalas budi setidaknya pada saat-saat seperti ini.”

Saat Sagara mulai memutar bahunya seperti sedang melakukan pemanasan, Amimura berjongkok di belakangnya seolah-olah dia mencoba bersembunyi.

“Baiklah. Nona, pacarmu tidak mungkin kebetulan agak istimewa juga atau semacamnya, kan?”

“...A-Apa h-hubungannya i-itu?”

“Maksudku, jika kau bilang kalau dia tidak berhubungan maka aku sih tak masalah… tapi jika sebelaliknya, akan lebih baik jika dia datang ke sini bersamamu, cuma mau ngasih tahu saja sih… Meskipun aku merasa tidak enak padanya.”

Itu terjadi dalam waktu kurang dari satu detik.

“Karena aku sendiri agak istimewa!”

Fisik tegap Sagara yang diterangi oleh cahaya oranye redup sudah cukup mengintimidasi, tapi tiba-tiba, riak tampak menjalar di kulitnya. Iris langsung menyadari adanya ancaman dan melompat jauh ke belakang, tepat waktu untuk menghindari lintasan cahaya yang merobek ruang tempat dia berdiri beberapa saat yang lalu.

Perubahannya sudah selesai.

Dia telah berubah menjadi monster dua kaki berbulu hitam yang tampak sekeras baja, dengan taring dan cakar yang bersinar setajam pisau. Dia menggeram seperti binatang buas yang kelaparan saat dia menatap Iris dari ketinggian yang jauh lebih tinggi darinya.

“Werwulf…!”

Werwulf. Juga dikenal sebagai ‘werewolf’ atau 'manusia serigala', mereka adalah jenis Phantom yang tidak kalah terkenal dari vampir, dan ada legenda dari seluruh dunia tentang mereka.

Meskipun mereka tidak memiliki kemampuan sihir seperti vampir, ada alasan kenapa kebanyakan legendanya memceritakan saoal kekuatan, kecepatan, dan kebrutalan mereka. Mereka adalah tipe Phantom yang tak tertandingi dalam potensi keganasan.

Maaf, tapi aku tidak bisa membiarkanmu menangkap Amimura! Sayang sekali kau sangat cantik, tapi aku tidak bisa mengulangi kesalahan yang sama. Kupikir kau harus mati di sini!

Bahkan setelah berubah menjadi werwulf, suara Sagara masih memiliki kualitas yang menawan. Cakar di kaki depannya memotong udara saat dia bicara. Iris menghindari serangannya, tapi dinding yang memisahkan ruangan dari koridor luar menerima dampak serangan terbesar dari Sagara dan hancur berkeping-keping seperti kue.

Amimura! Pergilah!

Makasih!

Amimura sekali lagi berubah menjadi tikus dan menyelinap melewati puing-puing saat dia berlari ke lorong di luar ruangan.

“Ukh!”

Iris mencoba mengejarnya, tapi…

Berapa kali harus kubilang? Kau tidak akan kemana-mana!

Tentu saja, Sagara mengayunkan cakarnya lagi untuk mencegahnya. Iris mencoba menggunakan Liberation untuk menangkis cakar dan tinju yang datang, tapi sayangnya, perbedaan fisik dan kekuatannya terlalu besar. Benar-benar didesak, Iris bahkan tidak bisa melawan saat dia dikirim terbang menghantam dinding.

“Gah!!”

Guncangan yang menjalar ke seluruh tubuhnya hampir membuatnya pingsan, tapi Iris menggertakkan gigi dan menahannya.

Dibandingkan dengan Amimura yang tidak bisa berbuat apa-apa selain melarikan diri, kekuatan Sagara luar biasa. Jika Iris membiarkan konsentrasinya hilang bahkan untuk sesaat saat melawannya, itu akan menjadi akhir hidupnya.

Hei, tidak buruk! Kupikir kau hanya pengecut, tapi kau bisa bertarung!

“Aku… berspesialisasi dalam werwulf saat aku masih pelajar! Haaaa!”

Ini bukanlah lawan yang bisa Iris kalahkan sambil menahan diri. Sagara tidak tahu, tapi Iris jauh lebih tenang ketika berhadapan dengan Sagara dalam bentuk manusia serigala daripada bentuk manusianya.

Tanpa meluangkan waktu untuk berdiri setelah menghantam dinding, Iris dengan ringan menjentikkan pergelangan tangan kirinya. Tindakan itu mengaktifkan mekanisme tersembunyi pada sarung Pistol Suci Deuscris di lengan kirinya, menyebabkan pistol itu keluar dari lengan bajunya dan langsung menuju tangannya.

Pistol itu diisi dengan peluru perak yang memiliki daya rusak dalam kadar yang sama untuk semua jenis Phantom. Iris tanpa ragu mengarahkannya ke Sagara dan menarik pelatuknya.

Woah!?

Sagara berteriak dan mencoba membuat jarak antara dirinya dan Iris. Mungkin dia telah merasakan kehadiran peluru perak suci.


 



Guhh!

Namun, bahkan kelincahan werwulf pun tidak cukup untuk menghindari atau menangkis peluru yang ditembakkan dari jarak dekat. Tentu saja, menangkis tembakan akan sia-sia karena kekuatan suci di dalam peluru akan memberikan kerusakan mutlak pada Phantom hanya dengan menyentuh kulit mereka.

Bagaimanapun juga, cakar mematikan di salah satu tangan yang hampir mengenai Iris telah dihancurkan oleh peluru dari Deuscris.

Sial, itu sakit… Lumayan juga, Nona.

Sagara memelototi Iris, matanya yang seperti binatang dipenuhi dengan rasa terkejut yang sedikit dan rasa amarah yang besar.

Aku tahu kau spesial, tapi aku tidak menyangka kau akan sejauh ini.

“Kau bisa menyalahkan Amimura untuk ini. Perbuatannya cukup jahat untuk memaksa kami dari Ksatria Gereja melakukan tindakan seperti ini. Aku akan membuatnya menyesal karena melanggar ajaran Tuhan.”

Iris terus mengawasi Sagara sambil memegang Liberation di tangan kanannya dan Deuscris di tangan kirinya sembari diam-diam berusaha mengatur napasnya.

Ajaran Tuhan? Persetan! Itu adalah omong kosong yang keluar dari mulut bajingan yang menginjak-injak lahan orang lain kapan pun mereka suka!!

Sambil menghalangi koridor dengan tubuhnya yang besar, Sagara mengaum dan mendekati Iris.

“Berhenti di sana!”

Diamlah, jancuk!

Iris mengarahkan senjatanya ke tengah dahi Sagara tanpa belas kasihan, tapi Sagara tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti.

Gaaaaaah!

“Ukh!!”

Deuscris hanya bisa menyimpan dua peluru. Namun, tidak peduli berapa kali pun Iris menyerang bagian vitalnya, Iris tidak berpikir kalau dia bisa menghentikan Sagara dengan Liberation. Jika hewan buas besar itu mencakarnya, dia akan berceceran di dinding atau langit-langit sebelum dia berhasil mengakhiri hidup Sagara.

“Oh, astaga!!”

Iris telah mempertimbangkan bahwa mungkin ada vampir lain yang bekerja dengan Amimura. Namun, dia tidak membayangkannya sekali pun kalau Phantom dari tipe yang sangat berbeda akan saling bekerja sama.

Rencana awalnya adalah menyisihkan pelurunya untuk Amimura, karena itu sangat penting untuk membuatnya menjadi abu pada malam hari saat matahari tidak keluar. Namun, Iris tanpa ragu mengarahkan Deuscris ke kaki belakang Sagara dan menarik pelatuknya sekali lagi.

Gah!?

Sagara menyerang langsung ke arah Iris sambil membiarkan dirinya benar-benar terbuka, seolah-olah dia mencoba memamerkan kekuatannya sendiri. Menembaknya di suatu bagian tubuhnya adalah hal yang mudah. Tubuh besar Sagara berjungkir balik sebelum jatuh ke lantai, cakar di tangannya yang tidak terluka menusuk tanah yang hanya berjarak beberapa sentimeter dari Iris.

“Berhenti dan menyerahlah. Peluru itu tidak menembusmu. Bahkan werwulf yang paling tangguh pun tidak dapat bertahan lama dari peluru Deuscris yang masih bersarang di dalam tubuh mereka.”

Ugh ... sialan.

“Amimura pasti sudah lama pergi. Aku tidak punya cara untuk mengejarnya ketika dia melarikan diri ke distrik perbelanjaan dalam bentuk tikus, terutama setelah memberinya petunjuk besar. Kurasa menangkapmu sebagai gantinya hanya dianggap sebagai nyaris tidak berhasil menyelesaikan misi ini.”

Ukh. Haha… Jadi, apakah kau akan memanggil polisi untuk datang menangkapku atau semacamnya?

Sagara masih memelototi Iris dengan tatapan predator, tapi kaki kanannya—yang ada peluru—sudah benar-benar tidak bisa bergerak. Paling-paling, dia hanya bisa meronta-ronta dengan lemah di lantai.

“Berpikirkah sesukamu. Bagaimanapun juga, kau tidak akan pernah bisa kembali ke kehidupan lamamu setelah ini.”

“Kehidupan lama… Hahaha, itu perkataan yang lucu, keluar dari mulutmu… Sejak zaman dulu… spesies kami tidak pernah memiliki ‘kehidupan’ sejak awal…”

Bulu di tubuh Sagara berdiri tegak saat dia mengepalkan tangan kirinya yang tidak terluka dan menghancurkan lantai.

“!?”

“Orang-orang sepertimu-lah yang telah menyegel kami di kedalaman kegelapan selama yang bisa diingat!”

Kekuatannya sangat mengerikan untuk dilihat.

Dengan hanya menggunakan tangan kirinya, Sagara mengangkat tubuh besarnya dari tanah dan melompat ke arah Iris dengan memperlihatkan taringnya yang seperti pedang. Tubuh Sagara yang besar menghalangi koridor di depan Iris saat kematian melaju semakin dekat ke tubuhnya yang ramping.

Iris hanya sedetik terlalu lambat untuk bereaksi terhadap serangan mendadaknya. Rasa frustrasi pada kecerobohannya sendiri melintas di benaknya, serta gambaran  jelas tentang Deuscris yang tenggelam dalam genangan darahnya sendiri hanya beberapa detik di masa depan.

Yah, itu tidak terlalu buruk.

Tentunya, dia telah ditakdirkan untuk menemui akhir seperti itu.

Sejak hari itu.

Dia selalu memiliki perasaan samar kalau jalan yang dia pilih pada akhirnya akan membawanya ke kematian yang mengerikan, dengan dia yang tenggelam dalam genangan darahnya sendiri. Namun, dia tidak pernah membayangkan kalau itu akan terjadi secepat ini.

“… A-Ah!”

Begitu dia melihat momok kematiannya sendiri, satu-satunya hal yang bisa dia suarakan adalah seruan yang tidak berarti.

“…?”

Namun, dia akhirnya menyadari bahwa serangan yang seharusnya mencabik-cabiknya gagal mengenainya. Iris membuka matanya dan melihat ke atas dari tempat dia jatuh dengan menyedihkan ke tanah, lalu melihat bahwa Sagara, yang telah menunjukkan jumlah kekuatan yang tak terduga untuk dapat melompat ke arahnya, terbaring tak berdaya di lantai dengan buih yang keluar dari mulutnya  dan kejang mengalir di sekujur tubuhnya.

“Kenapa kamu menyerah begitu saja, bodoh?”

Dan kemudian, suara laki-laki, yang biasa Iris dengar selama beberapa hari terakhir, muncul langsung di depannya. Kabut hitam yang melayang di udara memadat untuk mengambil bentuk seorang pria yang mengangkangi leher tebal Sagara yang tidak sadarkan diri.

“Jika kamu mati dalam pengawasanku, bagaimana aku bisa mendapatkan kembali uang yang kamu pinjam?”

Matanya bersinar merah lebih jelas dan mengancam dibandingkan dengan Amimura ketika dia berubah menjadi tikus. Ada sedikit kemarahan dalam tatapannya.

Namun, melihatnya membuat Iris merasa lega.

“Maaf, Yura. Aku membiarkan Amimura kabur.”

“Aku mengerti. Jadi, bukankah kamu mengira Amimura adalah seorang vampir, tapi ternyata selama ini dia adalah manusia serigala?”

Meskipun matanya bersinar menakutkan dan dia memiliki kemampuan luar biasa untuk berubah menjadi kabut hitam, Toraki Yura masih sama seperti biasanya.

“Dalam pengalamanku, vampir tidak bekerja sama dengan siapa pun kecuali vampir lain. Apakah Ordo tidak menyadari kalau ada jenis Phantom lain yang terlibat dalam kasus ini?”

“...Apakah ada orang lain selain dia?”

“Vampir yang jauh lebih lemah dari Amimura dan Okonogi. Atau mungkin dia hanya vampir pelayan. Dia terjebak di penghalang dan menahan evakuasi penonton, itu berubah menjadi kekacauan yang cukup besar.”

“Apa yang terjadi dengan penghalangnya? Apakah kamu menghilangkannya, Yura?”

“Ya, dan aku memiliki luka bakar besar untuk menunjukkan kesulitanku.”

Mengatakan itu, Toraki menatap Iris dengan ekspresi tidak senang dan menunjukkan tangannya. Meskipun dia telah mencabut paku kayu suci yang menciptakan penghalang saat dia dalam bentuk kabut hitamnya, itu tidak mengubah fakta kalau dia harus melakukan kontak langsung dengan paku itu.

Kedua telapak tangan Toraki menghitam dan memiliki luka bakar yang mengerikan.

“Jadi kamu melakukan hal yang sama pada meja di rumahku, ya? Yang benar saja, astaga.”

“…Haha, maafkan aku.”

Iris tertawa sambil meminta maaf.

“Jadi, bagaimana sebenarnya caramu mengalahkannya?”

“Ketika dia melompat ke arahmu, aku hanya menjatuhkannya dan menginjak bagian belakang lehernya. Ini bukan pertama kalinya aku bertarung melawan manusia hewan. Begitulah…”

Toraki turun dari punggung Sagara dan mengulurkan tangannya ke Iris.

Iris memegang tangannya seolah itu adalah hal yang paling wajar untuk dilakukan.

“Meskipun begitu, dia bukanlah lawan yang mudah bagi manusia untuk dihadapi secara langsung. Seperti yang diharapkan dari seorang Ksatria Gereja.”

“Itu sama sekali tidak terdengar seperti kau memujiku.”

Iris tersipu sambil terlihat malu mendengar pujiannya.

“Apa-apaan ini, aku memujimu dengan jujur sekali ini dan seperti itulah reaksimu—Ah.”

Pada saat itu, tubuh Sagara menggeliat gaduh di kaki mereka dan mulai menyusut seolah-olah udara sedang dikeluarkan darinya.

“Eh? Rupanya selama ini makhluk ini dia?”

Setelah melihat bentuk manusia dari manusia serigala tersebut, Toraki terkejut mengetahui bahwa dia sebenarnya adalah penjaga bar berambut gimbal yang telah menyajikan minuman di konter bar.

“Dia sama sekali tidak mengeluarkan aura seperti itu.”

“Sepertinya dia bekerja dengan Amimura karena beberapa keadaan. Mereka mungkin sudah saling mengenal cukup lama. Amimura lolos, tapi jika kita membawa orang ini untuk diinterogasi, kita mungkin akan mendapatkan beberapa informasi darinya.”

“Aku mengerti. Jadi, misi ini tidak gagal total... Tetap saja, aku harus bilang kalau…”

Toraki tertawa kecut, dan Iris menyadari bahwa matanya telah kembali normal.

“Orang ini mungkin berubah menjadi manusia serigala untuk mengintimidasimu, tapi aku ingin tahu ekspresi seperti apa yang akan dia buat jika dia tahu kalau dia bisa menang dengan mudah jika dia tetap dalam wujud manusianya.”

“Kamu tidak perlu mengatakan itu keras-keras.”

Wajah Iris memerah.

“Yah, aku senang kita berdua berhasil selamat dalam keadaan utuh.”

Toraki meletakkan tangannya di pinggang dan berbalik ke arah dia datang sebelumnya.

“Kalau begitu, bagaimana cara kita kembali ke atas tanah? Live house mungkin sudah penuh dengan polisi dan petugas pemadam kebakaran saat ini, dan kekuatanku hampir mencapai batasnya…”

“Pertanyaan bagus... Tunggu sebentar.”

Iris tiba-tiba menyadari sesuatu saat dia mengembalikan Deuscris ke sarung pistol di dalam lengan bajunya.

“Apa yang menyebabkan kebakaran itu? Yura, jangan bilang kalau kamu benar-benar membakar gedungnya?”

“Aku pukul, nih.”

“M-Maksudku, tidak mungkin kecelakaan terjadi pada waktu yang begitu sempurna… Amimura dan orang-orangnya tidak mungkin mengetahui soal rencana kita, jadi siapa…”

“Kesombongan seperti itu. Seperti yang diharapkan dari seseorang yang tergabung dalam Gereja Salib Suci.”

Suara yang bukan milik Toraki, Iris, Amimura, atau Sagara bergema di lorong panjang.

Toraki dan Iris langsung waspada dan menyadari bahwa ada seseorang yang berdiri di sisi lain Sagara yang tidak sadarkan diri.

Dia adalah seorang wanita yang mengenakan kimono, memegang sangkar yang berderak berisik.

“Kau…”

Iris ingat pernah melihat wanita itu sebelumnya. Terakhir kali mereka bertemu juga di lorong sempit. Satu-satunya hal yang berbeda dari waktu itu adalah sangkar di tangan wanita itu dan pedang Jepang yang menggantung di punggungnya.

“Meskipun aku meminta Suster Nakaura untuk tidak memperburuk situasi… Tapi, dia hanyalah Kapten Ksatria dari sebuah garnisun. Jadi kurasa pada akhirnya, dia tidak bisa melawan perintah dari markas besar?”

Wanita itu maju selangkah. Itu saja sudah cukup untuk membuat Iris tanpa sadar mundur selangkah.

Wanita itu memiliki aura yang sepenuhnya berbeda dibandingkan dengan Sagara, dan tekanan yang dia berikan juga memiliki level yang berbeda. Iris bertanya-tanya kenapa dia tidak menyadari itu saat mereka bertemu di Sunshine 60.

“Begitu, ya. Kau setidaknya memiliki intuisi seorang ksatria sejati.”

Wanita itu juga menyadari bahwa Iris telah merasakan aura yang tidak biasa.

“Oh baiklah, tidak ada gunanya memperdebatkan misi suci Ordo di tempat seperti ini. Meskipun begitu, apa yang menurutku sangat tidak termaafkan adalah…”

Iris merasakan hawa dingin menjalari tulang punggungnya. Dia mengarahkan Deuscris pada wanita itu meskipun itu tidak ada isinya.

Itu adalah perasaan yang sangat berbeda dibandingkan dengan menghadapi cakar dan taring Sagara. Iris diserang dengan rasa takut bahwa wanita itu bisa menusukkan pedangnya ke jantung Iris dalam sekejap.

Dan kemudian, wanita itu lanjut memberikan serangan terakhir dengan kata-katanya.

“Fakta bahwa kau berani-beraninya melibatkan Toraki-sama tersayangku dalam misi sucimu yang menjijikkan. Kau pantas mati karena dosa seperti itu.”

“......Huh?”

Ada periode hening singkat setelah pernyataan itu. Satu-satunya suara yang terdengar selama waktu itu adalah gemeretak yang berasal dari sangkar yang menggantung di tangan wanita itu. Melihat lebih dekat, Iris melihat bahwa kandang itu sebenarnya berisi Amimura dalam bentuk tikusnya, dan meskipun pencahayaan di lorong bawah tanah redup, kandang itu memiliki kilau perak cemerlang yang terlihat jelas.

“Toraki-sama tercinta?”

Iris mulai meragukan kefasihannya sendiri dalam bahasa Jepang setelah mendengar orang, yang membuatnya tidak boleh lengah, mengatakan sesuatu yang mamalukan. Iris melihat ke antara wanita itu dan Toraki berulang kali.

Toraki memegangi kepalanya, dan jika kerutan di wajahnya merupakan indikasi, dia benar-benar muak dengan perubahan peristiwa ini.

“Benar. Aku dan Toraki-sama terhubung oleh ikatan yang lebih dalam dari darah.”

“Berapa kali aku harus menyuruhmu untuk berhenti menggunakan lelucon vampir bodoh itu, Miharu? Dulu tidak lucu, dan sekarang masih tidak lucu.”

Akhirnya, Toraki membuka mulutnya dan mengatakan sesuatu yang terdengar seperti nama wanita itu. Apakah Toraki dan wanita bernama Miharu ini saling kenal?

“Bukankah aku selalu bilang kalau itu adalah tanda cintaku padamu yang melintasi batas spesies?”

“Umm… Yura… Ada apa? Siapa dia?”

Wanita itu masih mengeluarkan aura yang memaksa Iris untuk menjaga kewaspadaannya, tapi percakapan itu mengarah ke arah yang benar-benar aneh.

Iris memberanikan diri untuk mengajukan pertanyaan kepada Toraki begitu Iris menilai bahwa wanita itu tidak akan menghunuskan pedang di punggungnya dan menyerang mereka kapan saja, tapi…

“Inilah sebabnya aku tidak tahan sama kalian orang barat. Siapa yang memberimu izin untuk memanggil Toraki-sama dengan nama depannya tanpa honorifik? Apakah kau pikir aku akan memaafkannya sedikit saja?”

Wanita bernama Miharu mengarahkan tingkat tertinggi amarah yang dia tunjukkan sejauh ini pada Iris.

“Toraki-sama. Wanita itu adalah musuh yang membuat hari-hari damaimu menjadi kacau. Ini akan menjadi pengaruh buruk bagimu kalau kamu menghabiskan waktu dengan orang barbar yang berpikiran ‘tidak apa-apa melakukan apa pun yang dia inginkan selama dia menyebut nama Tuhan’.”

“...Aku tidak berniat untuk memperdebatkan soal sejarah denganmu, tapi memangnya kau pikir kau siapa, untuk dapat bicara dengan begitu arogan tentang keyakinan orang lain?”

Iris menggunakan sepenuhnya kefasihan bahasa Jepangnya untuk memuat kata-kata sinis sebanyak yang dia bisa, tapi pada saat itu, dia dan Toraki mendengar suara banyak orang berteriak dengan berisik dari belakang mereka. Kemungkinan besar, petugas pemadam kebakaran atau polisi yang masuk ke live house telah menemukan lorong bawah tanah tempat mereka berdiri sekarang.

“Tampaknya situasinya akan jadi merepotkan. Aku tidak peduli apa yang terjadi pada wanita di sana itu, tapi jika Toraki-sama ditangkap oleh polisi, itu akan menyebabkan masalah bagi Waraku-sama juga.”

“Eh?”

Iris tiba-tiba mendengar nama yang tidak terduga muncul dalam percakapan.

“Apakah kau juga mengenal kakek Yura?”

Iris terkejut mendengar nama salah satu kerabat Toraki dan menanyakan pertanyaan itu, menyebabkan Miharu juga menunjukkan ekspresi terkejut.

“Kakek? Apa-apaan yang kau bicarakan itu?”

“E-Eh? Tapi, Waraku itu…?”

“Hahaha. Oh, aku mengerti. Hehehe.”

Miharu, yang sepertinya memahami sesuatu, memberikan senyuman yang hanya bisa digambarkan sebagai senyum congkak.

“Kau sama sekali tidak tahu apa-apa tentang Toraki-sama, kan?”

“...Apa maksudmu?”

Iris tidak tahu kenapa Miharu begitu congkak, tapi setidaknya Iris tahu kalau dirinya sedang diolok-olok.

“Waraku-sama bukanlah kakek Toraki-sama atau semacamnya. Waraku-sama tidak diragukan lagi adalah adik laki-laki Toraki-sama.”

“Eh?”

Iris menelan ludah setelah mendengar itu.

“Adik… laki-laki? Bagaimana itu bisa terjadi?”

“Karena kau adalah Ksatria Gereja yang mengintili Toraki-sama ke mana-mana, kau pasti sadar kalau sudah lama sejak dia menjadi vampir, kan?”

Miharu mulai bicara perlahan, seperti seorang guru yang mencoba menjelaskan sesuatu kepada siswa yang lemot. Adapun Toraki, dia lebih khawatir tentang suara-suara yang terdengar seperti polisi yang perlahan mendekat dari belakang mereka, dan dia berharap mereka bisa melakukan percakapan ini di tempat lain. Namun, Toraki tahu lebih baik daripada siapa pun bahwa begitu Miharu menemukan sesuatu yang menarik minatnya, dia tidak akan berhenti sampai dia puas.

“Waraku-sama telah membantu Toraki-sama untuk waktu yang sangat lama, sejak Toraki-sama, kakak laki-lakinya, berubah menjadi vampir. Selain itu…”

Miharu dengan penuh kemenangan mengangkat kalung kecil yang dia pakai untuk dipamerkan. Bahkan Iris pun tahu kalau mengenakan kalung sambil memakai pakaian Jepang adalah hal yang tidak pantas, tapi Iris sadar kalau kalung di leher Miharu tampak tidak asing.

“Itu… sama dengan punya…”

Itu adalah malam setelah dia bertemu Toraki untuk pertama kalinya. Meskipun Toraki tidak memakainya ketika Iris melihatnya telanjang setelah kebangkitannya, Iris sadar kalau Toraki mengenakan kalung ketika dia pulang dari shift kerjanya.

Iris tidak tertarik dengan perhiasan yang dikenakan oleh orang lain, jadi dia tidak berpikir untuk menanyakan pertanyaan apa pun kepada Toraki tentang alasan kenapa vampir ingin memakai liontin berbentuk kayak salib bengkok yang tampak seperti terbuat dari darah yang dipadatkan.

“Aku dan Toraki-sama terikat oleh benang merah takdir. Kami ditakdirkan untuk tidak pernah terpisah satu sama lain.”

Miharu mengenakan salib merah bengkok yang sama dengan Toraki.

“…Ngomong-ngomong, Miharu. Kamu datang ke sini dari arah yang berlawanan, kan? Seperti yang kamu bilang, tetap di sini akan menyebabkan masalah, baik untuk Waraku maupun aku sendiri. Bisakah kita mengesampingkan percakapan ini sampai kita keluar dari sini? Selain itu, kalian ada hubungannya dengan kebakaran yang terjadi di sini, kan?”

“Tentu saja, jika itu yang kamu inginkan, Toraki-sama. Apakah tidak apa-apa jika kita meninggalkan wanita itu?”

“Mana mungkin. Kita akan membawanya bersama kita. Terlepas dari keadaannya, aku membuat keputusan sendiri untuk melibatkan diriku ke dalam urusan ini. Aku memiliki kewajiban untuk menyelesaikannya sampai akhir.”

“Baiklah. Jika kamu berkata begitu, Toraki-sama.”

Tampaknya, wanita bernama Miharu hanya akan menerima mentah-mentah apa pun yang dikatakan Toraki.

“Ah, satu hal lagi. Kita akan membawa orang ini juga, Miharu. Orang ini adalah werewolf. Kita tidak bisa menyerahkannya ke polisi.”

Toraki dengan mudah mengangkat Sagara yang masih tidak sadarkan diri dan memikulnya di bahu. Miharu hanya mengangguk sekali seolah itu tidak menarik baginya.

“Seperti yang kamu inginkan. Sekarang, tolong ikuti aku, kalian berdua. Bawahanku berjaga-jaga di pintu keluar lorong bawah tanah ini.”

Miharu berbalik sambil tetap mempertahankan aura misteriusnya yang mengintimidasi dan berjalan pergi dengan langkah riang gembira seolah-olah dia akan berjalan-jalan keliling kota, suara sandal Jepangnya bergema mengiringi di terowongan bawah tanah yang aneh.

Iris mencoba mengikuti di belakang Miharu tanpa menyimpan Liberation atau Deuscris-nya, tapi…

“Bisakah kau menyimpan barang-barang berbahaya itu? Bagaimanapun juga, pintu keluar di atas tanah dari lorong ini terhubung ke sebuah toko yang terletak di kompleks bangunan biasa.”

“……”

“Ataukah mungkin kau menganggapku menakutkan? Iris Yeray-san dari Ordo Salib Hitam.”

“Suster Nakaura takut padamu. Sebenarnya siapa kau itu?”

“Aku sangat enggan untuk menjawab pertanyaan apa pun yang kau tanyakan, tapi tidak mengetahui nama dan kedudukan satu sama lain juga akan merepotkan. Izinkan aku untuk memperkenalkan diri selagi kita berjalan.”

Miharu berbicara kepada Iris dengan nada suara jemu tanpa meliriknya sedikitpun.

“Namaku Hiki Miharu. Aku memiliki pekerjaan yang sama denganmu, perbedaannya adalah bahwa posisi yang aku warisi memiliki masa lalu yang jauh lebih terkenal daripada milikmu.”

“Hiki Miharu… Hiki… Tunggu, Hiki!? Kau dari Keluarga Hiki!?”

“Seperti yang diharapkan, kau tidak asing dengan nama keluargaku. Jadi, apakah kau mengerti apa artinya bagi seorang Ksatria Gereja rendahan sepertimu untuk memanggilku dengan cara yang terlalu akrab? ”

“Iris, kamu tahu soal keluarga Miharu?”

“Malahan, akulah yang terkejut kalau kamu memiliki hubungan dengan Keluarga Hiki, Yura.”

Iris menatap tercengang pada Miharu yang sedang berjalan di depannya.

“Keluarga Hiki… Keluarga yang menaklukkan Phantom… Ayakashi Jepang, dan membangun fondasi untuk kedamaian umat manusia. Mereka adalah keluarga dari makhluk setengah manusia setengah Ayakashi…”

Suara Iris diwarnai dengan kekaguman.

“Miharu, jadi kau termasuk anggota keluarga keturunan Phantom Kuno Yao Bikuni… keluarga yang berisi orang-orang dengan masa muda abadi.”

“Jika kau tahu nama itu, kau juga harusnya sadar hubungan antara keluargaku dan Ordo Salib Hitam, kan? Jika begitu, kau harus menahan diri dari mengatakan sesuatu yang tidak perlu demi dirimu sendiri, tahu?”

Iris memang telah mengetahui tentang “Keluarga Hiki” ketika dia masih belajar di seminari. Seperti yang Miharu katakan sebelumnya, seorang Ksatria Gereja seperti Iris tidak berhak sembarangan bicara dengan seseorang di posisi Miharu. Dalam kasus terburuk, itu tidak akan berakhir hanya dengan menjadi masalah antara Iris dan Miharu sebagai individu.

Namun, meski mengetahui semua itu, Iris masih berbicara kepada Miharu.

“Aku saat ini menginap di rumah Yura.”

Iris membiarkan informasi itu keluar tanpa sengaja.

Kekuatan penghancur dari kalimat tunggal itu saja sudah menjadi bukti bagaimana Miharu, yang telah berjalan dengan tenang di depan mereka sampai sekarang, tiba-tiba menyandung kakinya sendiri dan terhuyung-huyung agar tidak jatuh.

“K… Kulihat kau tampaknya benar-benar ingin m-membuang nyawamu.”

Bahkan Iris sendiri tidak tahu kenapa dia mengatakan itu. Meski begitu…

“Astaga, jangan menggangguku, oy…”

Iris melihat Toraki menurunkan bahunya dengan sedih dan merasakan emosi yang samar dalam kata-kata Miharu, dan Iris tidak bisa menahan perasaan sedikit puas sembari tertawa terbahak-bahak.

 

 

Sebelumnya - Daftar Isi - Selanjutnya