[LN] Yuujin-chara no Ore ga Motemakuru Wakenaidarou? Volume 2 Chapter 15 Bahasa Indonesia
Chapter 15: Jawaban Yuuji
Hasaki berdiri diam, menatap penuh harap ke arahku saat dia menunggu jawabanku. Disisiku, aku belum mengatakan apa-apa. Maksudku, dia baru saja menembakku; kalian bisa mengerti kenapa aku merasa sedikit terkejut sekarang. Aku tidak bisa memikirkan apa pun.
“Aku tahu aku telah menempatkanmu dalam posisi yang sulit, dan aku minta maaf, tapi… aku serius; Aku tidak peduli meski kamu sudah berpacaran dengan Touka-chan. Begitulah seriusnya aku,” katanya tiba-tiba sambil menatap mataku.
Aku sangat bingung sekarang. Sebelum aku memberikannya jawaban konkret, aku perlu menanyakan sesuatu yang penting. “Uh, aku terkejut. Maksudku, aku selalu mengira kamu menyukai Ike, jadi…”
“Kamu tidak mempercayaiku?” tanyanya.
“Bukan itu; hanya saja…,” aku ragu-ragu. Namun, sebelum aku bisa melanjutkan perkataanku, salah satu jarinya ada di mulutku, dan bibir lembutnya sedikit menyentuh pipiku. Aku bisa merasakan nafasnya yang hangat dan mencium baunya yang manis. Setelah sesaat, dia mundur selangkah dan menatap lurus ke arah mataku lagi.
“Jika kamu masih tidak percaya padaku, berikutnya, aku pasti akan memberimu ciuman yang sebenarnya.”
“Tidak perlu. Aku mempercayaimu—menurutku kamu tidak akan berbuat sejauh itu jika kamu berbohong. Maaf tentang apa yang aku katakan sebelumnya. Itu salahku,” kataku dengan anggukan kecil.
Wajahnya langsung memerah saat aku mengatakan itu, dan dia segera membenamkan wajahnya di dadaku.
“Tidak apa-apa; jangan khawatir tentang itu. Aku tahu pengakuan cintaku datang tiba-tiba, jadi tentu saja itu membuatmu terkejut,” katanya sambil menyandarkan diri ke dadaku dan menyembunyikan wajahnya.
“…Dan apa yang sedang kamu lakukan sekarang?”
“Aku tidak ingin kamu melihat wajahku. Aku yakin aku terlihat seperti tomat raksasa sekarang.”
Sepertinya dia sama malunya denganku. Kalau begitu, mungkin dia seharusnya tidak menciumku. Maksudku, bukankah ada cara lain untuk bisa “membuktikan” cintanya?
“Sekarang setelah kupikir-pikir, kamu juga memiliki sifat yang seperti ini,” kataku sambil menggaruk pipiku. Dia benar-benar punya keberanian untuk mencium seorang pria yang sudah punya pacar, aku akui itu.
“Aku sendiri juga terkejut… Sebenarnya, izinkan aku mengulanginya—kupikir karena aku sudah habis-habisan, aku mungkin juga harus melakukan sesuatu, lho?” jawabnya saat dia melepaskan dirinya dariku. Dia masih berpaling dan menutupi wajahnya dengan salah satu tangannya. Dia pasti masih sangat malu, meski sedikit berkurang dari sebelumnya. Dia terlihat sangat menawan ketika dia melakukan itu. Maksudku, dia sangat manis secara umum—kenapa dia bahkan tertarik dengan pria sepertiku?
“Uhhh, dan sejak kapan kamu merasa seperti ini?” tanyaku. Dia akhirnya berhenti mengalihkan pandangannya dan kembali menatapku. Dia mengambil satu langkah maju, meraih wajahku dengan salah satu tangannya, dan dengan lembut membelai bekas lukaku. “Sejak kamu melindungiku dari para pengganggu di hari itu. Saat itulah aku jatuh cinta padamu,” katanya.
“…Begitu ya,” jawabku. Dulu, aku jauh “lebih keren” dan lebih mencolok daripada sekarang, jadi kurasa aku bisa mengerti kenapa dia bisa jatuh cinta pada versi diriku yang itu. Tapi kami masih anak-anak saat itu—apakah maksudmu dia telah naksir padaku sejak saat itu? Itu waktu yang lama.
“Sebenarnya, aku sekarang menyadari bahwa aku pasti telah menyakitimu lebih dari yang bisa aku hitung,” kataku. Ketika kami sudah mulai mengobrol, banyak percakapan tentang Touka atau “hubungan” kami. Itu pasti sangat tidak menyenangkan. Ugh, aku memanglah sampah—aku yakin aku benar-benar menyakitinya.
“Aku tidak bisa menganggap itu sebagai salahmu, karena akulah yang tidak bisa mengakui perasaanku. Tetap saja, aku akhirnya mengakui perasaanku, kan? Jadi aku ingin jawaban yang jujur.”
Aku mengangguk setuju—tidak adil jika aku tidak melakukan itu untuknya. Setiap kali aku memikirkan Hasaki, Touka akhirnya muncul di pikiranku. Seperti, apa pendapatnya tentang pernyataan cinta ini? Aku benar-benar percaya bahwa dia mengharapkan yang terbaik untuk Kana dan untukku juga… setidaknya, dengan caranya yang unik. Menurutku dia punya cara tersendiri untuk menunjukkan kebahagiaannya. Aku ingat dia pernah bertanya padaku, “Bisakah kau tetap berpura-pura menjadi pacarku? Sampai kau muak dengan itu, begitulah.” Kurasa, maksudnya kami harus melanjutkan sandiwara kecil kami sampai kami menemukan orang yang benar-benar kami cintai. Setidaknya, aku cukup yakin itulah yang dia maksud. Namun, dia bukanlah malaikat atau semacamnya—bahkan jauh dari itu—tapi dia bisa memiliki hati yang baik saat dia mau. Makanya aku yakin kalau aku menerima pernyataan cinta Hasaki sekarang juga, Touka pasti akan ikut berbahagia untuk kami, sama seperti saat aku berteman dengan Asakura. Dan lagi, aku juga ingat peringatan darinya, yang tak terhitung jumlahnya, tentang tidak mendekati gadis lain, tapi aku yakin itu lebih untuk diriku sendiri dari pada apa pun.
Bagaimanapun, kurasa Touka bukanlah faktor yang sangat penting di sini. Perasaanku juga harus berperan dalam keputusanku. Kupikir Natsuo/Hasaki— bahkan sekarang—adalah teman baikku. Aku tidak akan mengeluh jika kami bisa berteman lagi seperti dulu. Jadi dengan pemikiran itu, aku menghadapinya dan berkata, “Aku sangat senang bahwa kamu memberi tahuku tentang perasaanmu yang sebenarnya. Terima kasih, Hasaki. Tapi… maafkan aku. Aku tidak bisa berpacaran denganmu.”
Itulah jawabanku, dan aku telah memutuskan untuk teguh pada jawabanku. Ini mungkin akan menyakitinya, tapi aku sudah memutuskan. Tidak ada lagi jalan untuk kembali sekarang.
“…Sudah kuduga kamu akan menolak. Kamu dan Touka-chan diciptakan untuk satu sama lain. Tapi ditolak memang menyebalkan,” katanya sedih. Bahunya terkulai, dan senyumnya lenyap. Sejujurnya, kuharap aku bisa mengatakan sesuatu yang lain sekarang. Dia melanjutkan, “Um, bisakah kamu memberi tahuku alasannya?”
Yah, ada dua alasan. “Sejujurnya… aku tidak pernah melihatmu seperti itu. Aku sungguh sangat menyukaimu dan menghargaimu sebagai teman, tapi untuk melihatmu sebagai kekasih… Tidak, aku tidak bisa membayangkannya. Jika aku menerimanya meskipun tidak memiliki perasaan apa-apa terhadapmu, aku tidak berpikir bahwa itu sesuatu yang jujur pada diri sendiri ataupun adil untukmu,” jawabku. Aku tidak dapat menyebutkan alasan kedua—Aku dan Touka memiliki dinamika yang sangat menarik saat ini, dan aku benar-benar ingin melihat sampai ke mana arahnya. Aku hanya tidak ingin apa yang kami miliki sekarang ini berakhir.
Mata Hasaki melebar, dan dia berseru, “Aku mengerti. Kupikir kau pasti akan bilang padaku sesuatu seperti, ‘Aku sangat mencintai Touka sehingga aku tidak mungkin menjadi pacarmu,’ tapi caramu mengucapkannya benar-benar memberiku secercah harapan… seperti masih ada celah kecil mungil untukku.”
“Celah?” seruku. Maksudku, jika—jelas secara hipotesis—Aku dan Touka “putus”, dan perasaanku terhadap Hasaki telah berubah saat itu, maka pasti; dalam hal ini, aku pasti akan menerimanya. Jadi mungkin itulah celahnya. Pada akhirnya, aku memilih untuk mempertahankan hubungan palsuku dengan Touka daripada menjalin hubungan yang sebenarnya dengan Hasaki, tapi aku tidak menyesali keputusanku.
Dia menarik napas dalam-dalam dan dengan riang berkata, “Yuu-kun… maksudku, Yuuji-kun. Bisakah kita mulai sebagai teman dan melihat bagaimana keadaan akan berkembang dari situ?”
“Ya, tentu saja kita bisa… Hasaki,” jawabku sambil mengulurkan tangan. Namun, dia tidak meraih tanganku, yang membuatnya agak canggung. Apa yang harus aku lakukan? Dia membiarkanku digantung seperti ini.
“Bisakah kamu memanggilku Kana?” tanya dia tiba-tiba.
“Huh?”
“Kamu terus memanggilku dengan nama belakangku, Yuuji-kun. Jika kita akan berteman, akan aneh kalau melakukan itu, kan?”
Oh, jadi itu sebabnya dia tidak membalas uluran tanganku. Ya, aku lebih suka melakukan itu daripada memanggilnya Hasaki atau bahkan Natsuo.
“Oke, biar kuulangi lagi—kuharap kita bisa akrab, Kana.”
“Mhm. Aku juga, Yuuji-kun,” jawabnya, kali ini dengan senyum berseri. “Sebenarnya, aku punya satu permintaan lagi,” katanya sambil bersalaman. “Kamu sebaiknya mempersiapkan diri untuk apa yang akan terjadi!”
Huh? Apa apaan?
“Apa maksudmu?” tanyaku.
“Itu akan menjadi rahasia kecilku,” kikiknya.
Post a Comment