[LN] Yuujin-chara no Ore ga Motemakuru Wakenaidarou? Volume 1 Chapter 3 Bahasa Indonesia
Chapter 3: Karakter Sampingan dan Sang Heroine
Keesokan harinya, dan aku berada di sekolah sekali lagi. Bosan, dan menyebalkan.
Aku memasuki ruang kelas, dan semua obrolan penuh semangat yang terjadi segera berhenti. Benar-benar diam.
Aku tidak melakukan sesuatu yang salah, jadi aku hanya pergi ke tempat dudukku. Aku merasa sedikit kesal dengan situasinya.
“Yo. Pagi, bung,” Ike memanggilku begitu aku duduk.
“Pagi.”
Ketika kami bertukar salam, semua orang perlahan kembali mengobrol. Aneh.
Tahun lalu, orang-orang bahkan tidak mau berbicara ketika aku berada di kelas. Aku pikir itu akan menjadi hal yang sama tahun ini juga. Mungkin itu karena mereka punya waktu ekstra sebelum kelas dimulai? Mungkin karena ini kelas baru dengan wajah segar? Aku tidak tahu alasannya, tapi setidaknya mereka tampaknya kurang waspada daripada yang aku perkirakan.
“Yah, kemarin, aku sudah cukup banyak memberi tahu mereka bahwa kau bukan kriminal. Sepertinya aku sudah berhasil meyakinkan mereka, setidaknya sedikit.”
Ike tidak terdengar sangat senang dengan sikap ruang kelas.
“Selalu ikut campur masalah orang lain.”
“Aku hanya ingin semua orang tahu bahwa kau sebenarnya sama sekali bukanlah orang jahat. Kau belum benar-benar melakukan apa pun sejak tahun lalu untuk membenarkan cara mereka memperlakukanmu, jadi itu sebabnya mereka memercayaiku. Tapi kurasa kau tidak ingin aku melakukan itu?”
“Lakukan apa pun yang kau inginkan.”
Aku mencoba menjawab sedingin mungkin; pada kenyataannya, aku tidak bisa lebih bahagia—dia benar-benar membantuku, temannya, dari masalah. Dan lagi, dia adalah sang protagonis–tentu saja dia akan membantu temannya, kan?
“Yep. Akan kulakukan,” balasnya sambil tersenyum.
Bel berbunyi, yang menandakan awal kelas. Guru kami memasuki ruangan.
“Selamat pagi. Aku telah hadir, jadi semuanya duduklah di kursi kalian.”
“Sambal jumpa.”
Dan dengan itu, Ike kembali ke kursinya.
☆
Kelas berakhir tanpa banyak keributan. Bel terakhir berbunyi, menandakan akhir sekolah, dan aku berdiri, siap untuk pulang.
“Yuuji—jika kau ada waktu, bisakah kau membantuku sebentar? Aku memiliki beberapa cetakan untuk kelas satu di sini, dan aku harus membawanya dari ruang pencetakan ke ruang OSIS. Aku benar-benar tidak bisa membawanya sendirian, jadi…”
Ike menundukkan kepalanya meminta maaf. Dia populer di sekolah, jadi dia berhasil memenangkan pemungutan suara untuk menjadi ketua OSIS, tanpa masalah.
“Hm? Membantu OSIS? Maksudku, tentu saja. Selama itu tidak memerlukan waktu selamanya.”
“Terima kasih! Maaf sudah memintamu. Aku berutang budi padamu.”
“Bagus.”
Sebelum kami pergi ke ruang pencetakan, kami memutuskan untuk meninggalkan tas kami di ruang OSIS. Ada sejumlah bangunan di sekolah: satu di mana ruang kelas berada, satu yang berhubungan dengan sisi administrasi, dll. Ruang OSIS terletak di lantai dua gedung administrasi, jadi kami menuju ke sana.
Ike mengambil kunci dari tasnya begitu kami sampai di pintu.
“Tunggu sebentar, cepat buka pintunya… Oh, tunggu, itu sudah terbuka.”
“Lupa menutupnya terakhir kali?”
“Tidak, itu pasti…,” bisiknya ketika dia membuka pintu. Pintu terbuka untuk mengungkapkan seorang wanita di dalam ruangan.
“Kerja bagus hari ini, Makiri-sensei.”
“Ya, sama untukmu, Ike-kun… Sepertinya kau datang untuk membantu lagi, Tomoki-kun?”
Dia adalah Makiri Chiaki, seorang guru di sekolah dan penasihat OSIS. Dia cukup baru disini—dia pindah ke sini tahun lalu—tapi dia sudah membangun fanbase karena penampilannya yang muda dan imut.
Aku tidak akan membiarkan penampilannya menipu kalian. Dia kuat serta sangat tekun dan bertindak seperti itu di sekitar semua orang. Dia tidak hanya mengumpulkan kekaguman, tapi juga rasa takut.
“Aku tidak punya sesuatu yang lebih baik untuk dilakukan, jadi ya.”
Aku sebenarnya menyukainya. Bukan karena penampilannya atau semacamnya…
“Begitu, terima kasih. Kau penyelamat.”
…Itu karena dia tidak menatapku seperti yang dilakukan orang lain. Dia tidak waspada di sekitarku, dia juga tidak membenci atau takut padaku. Malahan dia selalu menatapku dengan lembut. Dia tidak menilai buku dari sampulnya, jadi dia melihatku karena siapa aku sebenarnya. Itu adalah sesuatu yang tidak bisa aku katakan tentang guru-guru lainnya yang aku miliki sejauh ini.
“Aku akan menyerahkan sisanya padamu, Ike-kun. Aku hanya datang ke sini untuk mengambil laporan kegiatan harian OSIS.”
Dia mengambil laporannya dan pergi.
“Bagus untukmu, huh?” Ike bercanda dan menyikutku dengan sikunya.
“Oh, diamlah,” jawabku dengan memukul bahunya.
“Ayolah, bung! Itu sakit! Ayo bawa cetakan itu, Yuuji.”
☆
“Hei, Haruma! Melakukan pekerjaan OSIS?”
Saat kami menuju ruang pencetakan, kami mendengar suara riang memanggil Ike.
“Ya. Aku harus membagikan ini kepada siswa baru.”
“Oh, benarkah? Kerja bagus!”
Gadis yang memanggilnya tersenyum. Namanya Hasaki Kana, dan dia adalah salah satu gadis cantik di sekolah. Dia juga salah satu teman masa kecil Ike, jadi kau sudah bisa menebak bahwa kecantikan bukanlah satu-satunya hal yang dia miliki.
Ada banyak cowok yang mengejarnya karena penampilannya yang seperti selebritis, tapi dia lebih dari sekadar berwajah cantik. Dia juga seorang atlet hebat. Dia adalah anggota klub tenis di sekolah, dan tampaknya juga cukup terkenal—dikenal secara nasional, faktanya.
“Bagaimana denganmu? Pulang dan langsung ke lapangan?”
“Mhm. Maaf aku tidak bisa membantumu saat kau terjebak melakukan semua pekerjaan OSIS sendirian,” jawabnya dengan nada ringan.
Heh, seperti yang diharapkan dari salah satu teman masa kecil Ike.
Teman masa kecil biasa mungkin akan menjadi sangat canggung dan malu ketika berbicara dengan sang protagonis–kalian tahulah, tersipu, gagap, dan semacam itu. Tapi dia bertindak sangat normal di sekitarnya.
“Tidak, jangan khawatir tentang hal itu. Yuuji di sini membantuku.”
Dan saat dia menyebutkan namaku…
“Tunggu. Yuuji, maksudmu… Tomoki-kun?” Dia berbisik padanya, tampak agak gugup.
Dia begitu fokus berbicara dengan Ike sehingga dia bahkan tidak memperhatikanku. Tidak ingin menjadi masalah yang jelas, aku muncul dari belakangnya sehingga dia bisa melihatku dengan jelas.
“Eek! T-Tomoki-kun! M-Maaf! Aku tidak bisa melihatmu di belakang Haruma, dan…! “
Dia tampak sangat gugup. Yah, ketika harus berinteraksi dengan seorang cewek, itu bukanlah hal baru. Maksudku, aku sebenarnya merasa tidak enak telah menakutinya karena wajahku. Asli.
“Tak perlu khawatir.”
“O-Okayyy!” Dia berteriak. Wajahnya merah padam, dan giginya gemeletuk.
“…Aku akan pergi ke ruang pencetakan lebih dulu.”
“Jangan. Aku ikut denganmu. Ngomong-ngomong, Kana, lakukan yang terbaik di klub tenis hari ini,” katanya padanya sebelum berlari ke arahku.
“Oh, baiklah. Lakukan yang terbaik dalam pekerjaan OSIS juga, Haruma… dan kau juga, Tomoki-kun!” Dia menjawab, berusaha menahan rasa takutnya sebanyak mungkin.
Ya, nilai “A” untuk usahanya. Sebagian besar siswa mengabaikanku dan tidak pernah berbicara denganku lagi, jadi…
Aku mengangguk sebagai jawaban, dan dia menghela nafas lega. Dia meletakkan satu tangan di dadanya, wajahnya masih merah cerah.
Apakah berbicara kepadaku benar-benar pengalaman yang menegangkan? Aku tidak bisa berhenti memikirkan reaksinya dan cara dia berbicara kepadaku begitu dia menyadari aku ada di sana. Aku mungkin tampak menakutkan di luar, tapi aku sebenarnya sangat pemalu.
☆
“Terima kasih, Yuuji. Kau menyelamatkanku.”
Ike mengucapkan terima kasih setelah kami selesai membawa semua kertas.
“Tak masalah. Seperti yang aku katakan, aku tidak punya sesuatu yang lebih baik untuk dilakukan.”
Tidak, sungguh—aku tidak punya rencana setelah sekolah. Aku tidak pernah bisa bergabung dengan klub, jadi yang aku lakukan ketika pulang dari sekolah adalah hal-hal seperti belajar, berolahraga, membaca manga atau novel ringan… hal semacam itu.
Beberapa orang bermain game, tapi itu tak cocok untukku. Aku sudah mencobanya sebelumnya, tapi kebanyakan dari game-nya adalah game multiplayer dan mengharuskan pemain lain untuk ikut bersenang-senang. Sekarang, game kebanyakan hanya membuatku kesal.
“Ada lagi yang kau butuhkan?”
“Tidak ada yang benar-benar muncul dalam pikiran. Aku bisa menyelesaikan ini dengan cepat sendirian.”
“Oke, kalau begitu aku pergi.”
“Hei! Tunggu sebentar, kawan!”
Aku berbalik dan berhasil menangkap kaleng kopi dingin yang dia lemparkan padaku. Itu mungkin dari lemari es dalam ruangan.
“Ini bayaranmu untuk hari ini.”
“Bukankah kau mengatakan sebelumnya bahwa kau berutang padaku?” Kataku bercanda.
“Ayolah Bung, bagaimana bisa aku melupakan itu? Anggap itu sebagai bonus.”
“Kalau begitu aku akan menerimanya, tidak ada keluhan.”
“Bagus. Sampai jumpa.”
“Sampai jumpa.”
Kami berdua saling memandang dan mengangguk. Namun, ketika aku membuka pintu untuk melangkah keluar, seorang gadis lain lewat di depanku. Dia berhenti dan berbalik—aku berasumsi karena suara pintu yang dibuat ketika aku membukanya. Mata kami bertemu.
“Eek!” Dia menjerit dan dengan cepat mundur. Dia melihat wajahku dan mulai gemetaran. Meskipun sesuatu yang serupa baru saja terjadi dengan Hasaki, aku masih menemukan reaksi yang sama mengejutkannya.
Dia memakai pita merah di seragamnya, jadi dia pasti siswa kelas satu.
Aku merasa menyesal bahwa dia harus melihat wajahku pada hari pertama sekolahnya.
“Ada apa, Yuuji?”
Ike keluar dari ruangan, tidak diragukan lagi khawatir dengan teriakan yang didengarnya.
“Nah, bukan apa-apa.”
Lagi pula, tidak ada yang aneh. Jika ini adalah bagaimana dia bereaksi hanya dari melihatku, bayangkan bagaimana jadinya jika aku benar-benar mengatakan “hai” padanya. Dia pasti akan lari sambil berteriak dan menangis.
“Oh, Touka, kau rupanya. Apa yang kau lakukan di sini?”
Ike sepertinya mengenalnya, mengingat betapa santai dia berbicara dengannya dan memanggil namanya. Dia mendapatkan kembali ketenangannya setelah melihatnya, dan jeda kecil itu memberiku kesempatan untuk melihat seperti apa dia sebenarnya.
Dia memiliki rambut coklat muda sempai ke bahu. Dia mengenakan riasan kecil, tapi itu terlihat sangat alami. Pendapat awalku tentangnya adalah seorang gadis modis yang normal, kalian tahulah apa maksudku.
“Bukankah aku sudah memberitahumu untuk tidak berbicara denganku saat kita di sekolah?” Dia berbisik, bahkan tidak menatapnya.
Tunggu, apa-apaan ini?! Ike berbicara dengannya, dan dia tidak senang tentang itu?
Ike menganggu pikiranku dengan menjawab, “Ya, ya. Masa bodo. Omong-omong, aku akan memperkenalkan kalian berdua. Dia Tomoki Yuuji, cowok yang selalu kuceritakan padamu. Pastikan untuk memperlakukannya dengan baik.”
Dia benar-benar mengabaikan fakta bahwa wanita itu berkata untuk tidak berbicara dengannya.
“Apakah aku perlu mengulanginya lagi? Aku bilang… tunggu, dia Tomoki Yuuji?”
Dia menatapku lagi, jelas bingung.
Apa yang dia maksud dengan “cowok yang selalu kuceritakan padamu”? Dan apa-apaan raut wajahnya itu? Bagiku, aku sama sekali tidak tahu tentang ekspresi di wajahku, atau bahkan apa yang seharusnya aku rasakan.
“‘Sup.”
Aku berusaha tanpa ekspresi saat aku berbisik padanya; Aku bahkan tidak bisa tersenyum.
Dia menatap lurus ke arahku.
“Hmmm… Halo. Aku Ike Touka—adik Ike Haruma. Dia selalu berbicara tentangmu, Tomoki-senpai. Dia bilang kau orang yang bisa diandalkan.”
Dia berkata begitu? Maksudku, aku akan menerima kata-katanya itu. Sial, apa aku pernah merasa seberuntung ini. Aku merasa terhormat menjadi karakter sampingannya.
…Tunggu sebentar, bukan itu yang seharusnya aku kagetkan!
“Tunggu, kau adiknya?”
Pikiranku masih sedikit tertutupi oleh apa yang dia katakan. Namun, ketika aku memandangnya lebih baik, aku bisa melihat kemiripannya. Maksudku, dia cantik, jadi kurasa mereka berdua mendapat bagian yang sama dari gen keindahan.
“Ya, itu aku.”
Menilai dari bagaimana dia memperlakukan Ike sebelumnya, aku berasumsi dia adalah tsundere. Dia pastilah tipe yang benar-benar peduli pada kakaknya jauh di lubuk hatinya, meski jika dia tidak menunjukkannya di luar. Atau mungkin dia juga berbohong pada dirinya sendiri, berpura-pura tidak peduli saat dia sebenarnya peduli. Apa pun masalahnya, aku yakin dia salah satu dari itu.
“Aku akan kembali melakukan pekerjaanku. Bisakah kau menghabiskan waktu dengannya, Yuuji?”
“Uh, tentu. Semangat, kawan.”
Ike kembali ke ruang OSIS. Aku bisa melihat adiknya menatap tajam pada sosok Ike yang pergi.
Aku yakin dia kesal karena dia ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersamanya, tapi dia pergi lebih awal… atau sesuatu semacam itu.
“Aku benar-benar terkejut. Aku tidak pernah berpikir aku bisa bertemu denganmu dari semua orang.”
“Aku juga cukup terkejut, Tomoki-senpai. Kau terlihat sangat mengancam!”
Dia mengubah sikapnya dan tersenyum. Ini berubah total 180 derajat dari cara dia pertama kali menatapku; mungkin dia sedang berpura-pura malu? Tapi aku tidak punya pengalaman berbicara dengan gadis-gadis seperti ini, jadi jawabanku tidak semulus yang kuharapkan.
“B-Benar?”Aku tergagap, tidak benar-benar tahu harus berkata apa lagi. Aku bukan orang yang paling mudah bergaul, dan itu ditunjukkan.
“Apa-apaan? Apa maksudmu, ‘benar’? Aku mulai menyukaimu. “
Dia menyilaukanku dengan senyum cerahnya.
Kelihatannya jawabanku itu kebetulan lucu. Bagus, kurasa?
“Tapi, harus kukatakan, Senpai—kau benar-benar mengancam. Dan lucu.”
“Aku lucu?”
Itu pertama kalinya seorang gadis menyebutku lucu. Sebenarnya, aku juga tidak berpikir seorang pria pernah menyebutku seperti itu… Jadi ini lebih seperti pertama kalinya ada yang menyebutku lucu. Titik.
“Ya! Sebenarnya, mari kita bertukar nomor telepon! Mau kan?”
“Huh? Maksudku, tentu?”
“Yaaay!”
Menilai dari reaksinya, belum lagi raut wajahnya, dia senang mendapatkan nomorku.
Aku membuka ponselku dan berhasil menambahkannya ke kontakku setelah sedikit kesulitan. Hei, sebelum ini, aku hanya pernah menggunakannya untuk berbicara dengan Ike. Aku tidak benar-benar tahu cara kerjanya.
Sekarang aku dapat berbicara dengan adiknya juga. Kukira itu satu lagi alasan untuk menggunakan ponselku.
Saat aku menambahkan nomornya, aku menerima pesan. Itu bahkan bukan pesan biasa. Itu semacam stiker… masa bodolah apa namanya itu, disertai dengan gelembung ucapan yang bertuliskan, ‘Mari kita akrab!’
Aku tidak pernah menerima pesan seperti ini dari seorang gadis sebelumnya, jadi aku bohong jika aku mengatakan bahwa aku tidak senang tentang hal ini.
“Ya, tentu. Mari berteman,” jawabku.
“Mhm! Mari kita akrab mulai dari sekarang, Seeenpai!♡”
Ike Touka, dalam langkah mengisi peran sebagai adik perempuan sang protagonis dengan sempurna, ia memberiku senyum cemerlang sambil memegangi ponselnya dengan kedua tangan.
☆
Sebelumnya - Daftar Isi - Selanjutnya
Post a Comment