[LN] Uchinukareta Senjou wa, Soko de Kieteiro Volume 1 Chapter 9 Bahasa Indonesia

 

9. MELARIKAN DIRI

 

Sang Hantu Kirlilith Lambert.

Tembakan terakhirnya menembus batuan dasar, mencapai logam campuran tambang, dan menyebabkan ledakan besar.

Seluruh tambang mulai runtuh dan ambruk ke dalam. Pepohonan terbakar, medan bergeser, dan gelombang kejut hebat menyebarkan debu dan abu mineral, mewarnai seluruh area dengan warna merah tua Kirlilith dalam hitungan detik.

Dan di dalam kobaran api yang mengamuk itu, sang Hantu Air memperoleh kesadarannya kembali, tersentak bangun oleh nyala api yang berputar itu.

“Aaah, apinya…!”

Bidang penglihatannya berputar dan bergetar saat rasa sakit itu menguasai dirinya. Melihat ke bawah, dia menyadari kaki kirinya terperangkap di bawah batu besar.

Ini buruk…

Dia mencoba memindahkan batu itu, tapi tidak berhasil.

Aku tidak bisa… Inilah akhirnya…

Batu itu tidak bergeming. Dan sayangnya, api yang tidak mati sama sekali itu perlahan-lahan mendekatinya.

Oh.

Air tidak menyangka hidupnya akan berakhir dengan cara yang antiklimaks seperti ini.

Aku…

Dia mencoba untuk mengingat sudah berapa kali dia mengulangi siklus peperangan sebagai Hantu, tentang apa yang sebenarnya dia peroleh selama masa-masa tanpa akhir itu.

……

Dia telah dihukum mati atas tuduhan palsu. Dan ketika dia pertama kali terbangun sebagai Hantu, dia mendapati sebuah peluru perak aneh di tangannya — peluru perak dengan kekuatan untuk mengubah dunia. Dia mengira, bahwa mungkin, mungkin saja, dia bisa menggunakan peluru itu untuk kebaikan. Mungkin, dengan kekuatan itu, dia bisa memperbaiki dunia yang rusak ini. Tapi dia gagal.

Kenapa aku begitu…begitu…

Saat dia menurunkan tatapannya, pandangannya tertuju pada bekas luka yang tak terhitung jumlahnya di tubuhnya.

.…begitu kotor…?

Pengkhianatan dari orang-orang yang dia cintai telah menghancurkan hatinya. Dari waktu ke waktu, dia terus terjun ke dalam lubang keputusasaan.

Aku…

Setelah ditusuk dari belakang berkali-kali, dia perlahan-lahan mulai takut dekat dengan siapa pun, sampai akhirnya, pikiran tentang seseorang yang menyentuh tubuhnya membuatnya jijik. Air sangat takut pada gagasan itu sehingga dia akan menyerang siapa pun yang bahkan mencoba melakukan itu. Dia berasumsi siapa pun yang menyentuhnya akan mengetahui dirinya yang sebenarnya menjijikkan.

Air baru saja mengatasi hal itu, hanya sedikit, pada akhirnya, ketika dia mengulurkan tangan untuk menyelamatkan bocah lelaki itu saat dia akan terjatuh. Itu hanya berlangsung beberapa saat, tapi tubuhnya telah bergerak berdasarkan insting dan menyentuhnya.

Apa yang terjadi…?

Pada akhirnya, dia hanya berhasil mengatasi satu kebiasaan buruk itu. Air sama sekali tidak memiliki hal lain untuk dibanggakan dalam umur panjangnya.

Seseorang…

Api bergerak untuk melahapnya; api itu tidak peduli bahwa dia tidak pernah menemukan seseorang yang benar-benar menerimanya.

Seseorang — siapa saja, terserah siapa…

Saat dia menarik napas terakhirnya, Air memutuskan untuk mengungkapkan keinginannya dengan kata-kata.

“Tolong, selamatkan aku…”

Pada saat itu, dia bukanlah hantu atau penyihir jenius. Dia tidak bisa berpura-pura bahwa semua baik-baik saja, tidak ada alasan untuk menahan lidahnya. Dia hanyalah seorang gadis kesepian dan terluka yang meminta bantuan. Dan kata-kata yang tulus dan jujur ​​itu…

“Disana kau rupanya.”

“Huh…?”

…mencapai telinga anak laki-laki tertentu.

Sebuah suara yang tidak asing memanggilnya dari balik api — rendah, kasar, dan dingin.

“…Kau sulit ditemukan, ya?”

“A-apa…?”

 “Kenapa kau bingung, Air? Kita akan keluar dari sini. Ada terlalu banyak api dan asap.”

Saat laki-laki itu bicara, sihir menghancurkan batu yang menjepit kaki Air. Anak laki-laki itu telah menembakkan Peluru Sihir di dalam api yang membara, meskipun dia sendiri sedang berusaha keras untuk bernapas.

“Kenapa kau masih di sini…?”

“Kenapa? Yah, maaf mengecewakanmu, tapi ini hanya kebetulan. Aku melihat benda di lehermu itu memantulkan api.”

Rain menunjuk ke objek yang menggantung di leher Air saat dia mengatakan itu. Itu adalah kalung perak, kalung yang sama dengan yang dia berikan kepada adik perempuannya, Rilm, tujuh tahun lalu.

“Kalung itu memiliki beberapa logam campuran di dalamnya, dan logam campuran tersebut menyebarkan panjang gelombang cahaya yang lebih panjang. Cahaya merah, seperti nyala api ini. Itu sebabnya aku bisa melihatnya bahkan melalui puing-puing ini.”

Rain mengangkat Air saat dia menjelaskan itu, dan saat dia menggendongnya di punggungnya, gadis itu berjuang untuk memahami arti sebenarnya dari tindakannya.

Kenapa…?

Rain dan Air maju bersama menembus api, Air bersandar pada punggung Rain.

“Kenapa…?” gumam Air dari belakangnya.

“Huh? Seperti yang kubilang, itu benar-benar kebetulan.”

“Kenapa kau menyelamatkanku?”

Kenapa bocah ini…?

“Jika aku mati… kau akan terbebas…”

Ketika Air memberikan Rain mukjizat ilahi-nya, dia juga telah mengikatnya dengan sebuah kontrak. Sebagai imbalan atas kekuatan Peluru Iblis, Rain menyerahkan kemampuan untuk tidak mematuhi perintah Air. Tapi bagian dari perjanjian itu adalah, jika Air mati, Rain akan dibebaskan dari kutukan itu.

Taruna Rain Lantz memendam kemarahan yang mendalam di dalam dirinya karena kematian yang tidak adil dari teman dan keluarganya. Perang antara Timur dan Barat telah merenggut semua orang yang pernah dia cintai. Dan Air memanfaatkan perasaan itu. Air selalu tahu hasil dari memberinya Peluru Iblis.

Kemarahan Rain tidak membara seperti nyala api. Kemarahannya sangat tenang dan hampir biasa saja. Sudah jelas bagi Air bahwa Rain akan menggunakan Peluru Iblis untuk mengubah dunia dan mengakhiri peperangan tanpa akhir ini.

Itu berarti bahwa di mata Rain, Air dan kontrak perbudakan mutlaknya hanyalah gangguan.

Tentu saja, kemarahan Air tidak bisa dianggap enteng. Tidak ada yang bisa menghapus momen itu dari benaknya — eksekusi tidak adil yang terjadi padanya seratus tahun lalu. Ingatan itu bertahan di dalam dirinya, membusuk seperti luka yang dalam.

Ketika dia terlahir kembali sebagai Hantu dan memperoleh mukjizat ilahi Belial, hanya ada satu pikiran di bagian terdepan pikirannya…

Aku berharap bahwa semuanya akan menghilang begitu saja!

Dan kekuatan yang dia peroleh berasal dari keadaan pikiran itu.

Jadi aku…

Dia akan menggunakan bocah itu. Dia akan menawarinya kekuatan yang menarik dan memaksanya ke dalam pertempuran antar Hantu. Dan akibatnya, banyak nyawa teman sekelas dan rekan-rekannya telah hilang.

“Rain… Apa kau lupa?”

“Lupa apa?”

“Jika aku mati, kontrak yang mengikatmu akan lenyap.”

Dia mengingatkannya pada saat yang paling tidak tepat.

“Huh? Bagaimana mungkin aku melupakan sesuatu yang penting seperti itu?”

“Jadi kenapa?”

“Kau pintar.”

“…Huh?” gumam Air, jelas bingung. Dia pikir dia mungkin salah dengar.

“Jauh lebih pintar dariku,” kata Rain dengan tegas. “Ditambah, penguasaan Exelia-mu bagus gila. Aku sepenuhnya akan kalah dalam pertarungan melawan Kirlilith jika kau tidak ada.”

Dia memberikan alasan yang sederhana dan praktis.

“Kau salah paham, Air. Aku-lah yang memanfaatkanmu. Jangan mati sebelum aku selesai memanfaatkanmu.”

“Itu…”

“Dan sejujurnya…aku juga merasa kasihan padamu.”

“Ugh…”

“Kalian para Hantu menjalani kehidupan yang sangat tragis, ya?”

Api telah menyebar begitu jauh sehingga setiap tarikan napas membakar paru-paru Rain, membuat suaranya sangat serak.

“Kau mati di tengah pertempuran, masih dipenuhi penyesalan… Dan setiap beberapa dekade, seseorang yang bahkan tidak kau kenal membangkitkanmu dan memaksamu untuk bertempur, sampai tiba waktunya untuk memulai siklus itu lagi… Kau seperti sebuah kabut panas, muncul dan menghilang secara acak. Itu mungkin hal paling menyedihkan yang pernah aku dengar.”

Stamina Rain seharusnya telah berada pada batasnya. Dia telah menghabiskan cadangan mana selama pertarungan melawan Kirlilith, jadi dia seharusnya sudah di ambang tumbang. Namun dia tidak pernah membiarkan cengkeramannya pada Air mengendur. Rain hanya dengan teguh berjalan menembus api yang membara dengan dia di punggungnya.

“Apa kau tidak ingin menghajar mereka, Air?”

“…Huh?”

 “Orang-orang yang menggunakan orang mati seperti mainan. Apa kau tidak ingin menyeret mereka turun dari singgasana mereka dan menghajar mereka sampai menjadi bubur?”

“Yah…”

Dia jelas ingin melakukannya. Jika Air menghilang begitu saja seratus tahun yang lalu, dia tidak akan dipaksa untuk terus bertempur di dalam tubuhnya yang terluka dan cacat.

“Tentu saja aku ingin…”

“Kalau begitu jangan berani-berani mati!” desak Rain. Dia memberi tahu Air untuk membiarkan Rain menyelamatkannya.

Apa-apaan dia ini…?

Air belum pernah bertemu orang seperti dirinya. Sepanjang waktunya sebagai Hantu, tidak ada yang pernah memperlakukannya dengan begitu baiknya; tidak ada yang pernah mencoba menyelamatkannya.

Aku tidak mengerti… Kau menyelamatkanku?

Sebagai hantu, dia terus-menerus dibangkitkan yang bertentangan dengan keinginannya, dan dengan setiap kebangkitan, dia memberikan pelurunya kepada banyak orang berbeda, mengambil keuntungan dari mereka dan dimanfaatkan secara bergantian. Beberapa bersikap baik padanya di awal, tapi kekuatan Peluru Iblis segera mewarnai jiwa mereka menjadi hitam.

Kekuatan yang luar biasa adalah tanah subur untuk keserakahan. Dan semua orang yang menjadi sombong setelah mendapatkan kekuatannya, tanpa terkecuali, mencoba untuk merenggut nyawanya.

Itu…benar…

Itu tidak terjadi hanya sekali atau dua kali.

Mereka semua…

Setiap dari mereka telah mencoba untuk menghapus keberadaan Air guna merebut kekuatannya. Tidak semua luka di tubuhnya diakibatkan oleh medan perang. Lebih dari setengah luka itu ditimbulkan oleh mantan rekannya, orang-orang yang dia berikan Peluru Iblis.

Macam itulah…orang-orang aslinya…

Dia telah percaya pada orang lain, mempercayakan mereka dengan Peluru Iblisnya. Dia tidak punya pilihan lain selain percaya pada mereka, karena jika tidak, kesendirian akan menghancurkannya. Para Hantu hidup di luar persepsi waktu biasa, jadi mereka sering kali dipenuhi dengan kesepian yang tak tertahankan. Mereka harus berjuang melalui medan perang yang tak terhitung jumlahnya, merenggut nyawa orang yang tak terhitung jumlahnya sendirian.

Air tidak bisa mengatasi itu, jadi dia memutuskan bahwa dia membutuhkan seseorang di sisinya. Tapi setiap kali dia menemukan seseorang untuk membantunya terhindar dari kesendirian itu, mereka malah mengkhianatinya. Dari waktu ke waktu, satu demi satu rekan yang dipercayainya.

Aku memutuskan untuk tidak pernah mempercayai seseorang lagi…

Sebelum dia sadar, dia telah kehilangan kepercayaan pada umat manusia secara menyeluruh. Dia telah memberi tahu Rain semua itu selama pertemuan pertamanya dengan bocah dari perang keempat itu.

“Jika aku mati, kontrak yang mengikatmu akan lenyap.”

Setiap orang normal yang pernah mendengar kata-kata seperti itu setelah menerima Peluru Iblis akan mengejarnya, membuat mereka jadi lebih mudah dibaca dan diamankan. Namun, bukannya mencoba untuk merenggut nyawanya, Rain malah menyuruhnya untuk hidup dan membalas dendam.

Aku tidak bisa…memahaminya…sama sekali…

Akan sulit untuk melarikan diri dari nyala api ini meski hanya sendirian, namun dia masih menginginkan mereka berdua untuk selamat. Dan tindakan itu mengguncang dasar jiwanya.

Kenapa…?

Tindakan itu merusak segel yang mengunci hatinya…

Kenapa aku begitu…?

…dan mengisi dirinya dengan kehangatan dari dalam. Perasaan itu secara mengejutkan sangat panas di tengah kobaran api ini, tapi itu sama sekali bukanlah hal yang tidak mengenakkan. Itu adalah jenis rasa sakit yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.

Apa ini…? Sesuatu di dadaku…terasa aneh…

Dan saat dia bersandar ke sana, punggung bocah itu terasa sangat hangat.

Aku…

Entah kenapa, meskipun dia benci disentuh, bukannya gelisah, dia malah merasa tenang. Tubuhnya tidak menolak bocah itu saat dia bersandar padanya.

“Sialan. Di sini juga terbakar… Kemana lagi kita harus pergi?”

Mereka benar-benar kehilangan jalan keluar saat kobaran api membara di belakang mereka.

“Rain.”

“Apa? Kita tidak punya waktu untuk mengobrol.”

“Lepaskan aku.”

“Ah!”

Saat Air berbicara, tubuh Rain bertindak untuk memenuhi perintah tersebut yang bertentangan dengan keinginannya, dan dia melepaskan Air. Dan tanpa lengan Rain yang menopangnya, dia langsung jatuh ke tanah. Tentu saja, Rain tidak bermaksud untuk membuatnya jatuh, tapi dia tidak punya pilihan.

“Ughhh… Aduh… Aku seharusnya memberitahumu untuk menurunkanku dengan lembut…”

“Apa yang kau…?”

“Oh, satu perintah tambahan. Jangan beranjak dari tempat itu.

Rain mulai berjalan ke arahnya, tapi kakinya tiba-tiba membeku di tempat. Dia berusaha keras untuk terus berjalan, tapi dia bahkan tidak bisa merasakan kakinya yang kaku. Perintah itu jelas telah ditingkatkan dengan sihir. Air telah menggunakan kontrak itu.

“Dari sepanjang waktu… apa yang sekarang kau lakukan?”

“Tidak ada jalan keluar dari api pada saat ini.”

“Itulah kenapa kita harus mencari tempat bersembunyi…”

“Tidak ada tempat di sekitar sini yang aman,” kata Air saat dia mengangkat tubuhnya menggunakan satu lengannya yang masih sehat dan terhuyung-huyung karena kakinya yang terluka. “Tidak ada gunanya. Aku sudah hapal medan tambang ini, jadi aku tahu seberapa jauh api telah menyebar.”

Seluruh area akan ditelan api dalam tiga menit.

“Dan itulah sebabnya… kita harus menggunakan Peluru Iblis,” kata Air saat dia mengulurkan tangan ke ikat pinggang dan mengeluarkan pistolnya. Tentu saja, Peluru Iblis mengubah dunia dengan menghapus seseorang, jadi mereka membutuhkan seorang target.

Melalui kobaran api, Rain melihat Air menggenggam pegangan pistol.

“Aku akhirnya, akhirnya” —Air berhenti, lalu merendahkan suaranya menjadi bisikan— “mengerti.”

“Aku dan kau—”

—sama.

Mereka sangat mirip. Keduanya pernah terlalu lemah untuk menerima kekonyolan peperangan dan betapa cepatnya kehidupan bisa padam. Tapi mereka tidak boleh tetap lemah, jadi mereka mencari kekuatan yang lebih besar… dan berakhir dengan beban yang tidak seharusnya ditanggung oleh siapa pun.

Orang biasa akan menyerah di bawah tekanan itu, tapi keduanya tetap memilih untuk bertempur. Dan dia belum pernah bertemu orang lain yang seperti dirinya sendiri. Dia belum pernah bertemu dengan orang yang memahami cara hidup seorang Hantu, cara hidupnya.

Di dalam lingkungan medan perang yang mematikan itu, tidak ada yang pernah mencoba memahami Air. Sebaliknya, mereka hanya akan menganggapnya terlalu berbeda dengan diri mereka sendiri. Tapi tidak untuk anak laki-laki ini.

Kami sama…

Mereka benar-benar orang yang berbeda, tapi mereka berbagi sesuatu di jiwa mereka, karena mereka memikul beban yang sama. Dan itulah alasan bocah itu langsung menyuruhnya hidup ketika dia sendiri sudah menerima kematiannya.

Sungguh…

Air menghela nafas, merasa agak kesepian.

Kau orang yang sangat memaksa. Tapi…

Dia berpikir sejenak dan memutuskan untuk mengungkapkannya dengan kata-kata.

“Sekarang, Rain, dengarkan baik-baik.”

Anak laki-laki itu telah berlutut, siap untuk melakukan pengorbanan terakhir, dan gadis itu dengan bangga berdiri di hadapannya. Dia tahu mempercayakan sisa peperangan itu kepadanya adalah hal yang tidak adil, tapi dia juga yakin bocah lelaki itu akan baik-baik saja. Dia percaya bocah itu akan berhasil, apa pun risikonya.

“Aku punya beberapa hal yang perlu kau dengar.”

“Apa?”

Suara Air tenang tapi juga agak ceria, seperti nadanya yang biasa. “Pertama, aku ingin kau mengakhiri perang ini bagaimana pun caranya.”

Air tidak mengarahkan moncongnya pada Rain. Sebaliknya, pistol itu bergerak menuju pelipisnya sendiri.

“Ini adalah perintah yang harus kau patuhi. Aku ingin kau menghentikan perang, meskipun tidak ada yang bisa melakukan itu selama seratus tahun terakhir. Ini akan menjadi tugasmu yang tersulit, tapi kau harus menyelesaikannya. Aku tidak akan membiarkanmu menolak. Maksudku, kau bahkan bilang kau akan melakukan itu sebelumnya.”

Api semakin mendekat ke tubuh mereka.

“Kedua, aku ingin kau memastikan bahwa kau menggunakan Peluru Iblis dengan adil. Itu merusak hati setiap penyihir sebelum dirimu, tapi aku tahu kalau kau berbeda. Berjuanglah dengan keras.”

Rain tahu ada sesuatu yang aneh.

Apa yang kau katakan, Air?!

Tapi dia terlambat menebak niat gadis itu.

“Dan ketiga…”

Sayangnya, perintahnya mengikat Rain, jadi dia tidak bisa bergerak.

“Jangan lupakan aku.”

Dia menatap langsung ke mata Rain saat dia mengatakan itu.

“Siapapun yang keberadaannya dihapus akan dilupakan oleh semua orang selain dari pengguna peluru. Sejujurnya, aku tidak terlalu terikat dengan dunia ini, tapi… Kurasa aku ingin hidup setidaknya di dalam diri seseorang… Meski hanya sedikit.”

Kau pasti bercanda, Air!

Dia memerintahkan Rain untuk tidak bergerak, tapi itu berarti dia masih bisa menggunakan bagian atas tubuhnya. Jadi Rain mengeluarkan pistolnya dan menembak ke arah pistol di tangan Air. Perbuatan itu membutuhkan bidikan yang sangat tepat, tapi itu sama sekali tidaklah mustahil. Pelurunya melengkung tajam, mengarah langsung ke pistol Air. Tapi…

“Oh, dan jadilah lebih kuat, oke?”

…dia dengan mudah menghindari tembakan Rain dengan sedikit memutari tubuhnya. Itu adalah satu pesan terakhir untuk bocah itu, diucapkan melalui tindakan, bukan kata-kata.

“Akulah Air, sang Hantu.”

Ini adalah akhir yang dipilih Air sendiri saat dia menekan laras senjatanya ke tenggorokannya.

“Itulah satu hal yang aku tidak ingin untuk kau lupakan.”

Dan kemudian dia menembakkan peluru perak, peluru yang menggeser dunia. Saat berikutnya, semuanya terdistorsi, dan sensasi berbeda mengalir di seluruh tubuh Rain. Itu adalah bukti bahwa Pemrograman Ulang telah dimulai.

Dunia melengkung di depan matanya.

“…Air!” teriaknya, teriakan putus asa dari seorang anak laki-laki yang membenci dunia seperti halnya dia.

Tapi dunia tetap berubah… menjadi dunia di mana dia bahkan tidak pernah ada.

 

 

Sebelumnya - Daftar Isi - Selanjutnya