[LN] Uchinukareta Senjou wa, Soko de Kieteiro Volume 1 Chapter 4 Bahasa Indonesia
4. KEHIDUPAN DI AKADEMI
Peluru perak — siapa pun yang terkena peluru itu akan menghilang dan tidak meninggalkan jejak. Semua pencapaian mereka, semua kontribusi dan perubahan yang mereka buat untuk dunia, dihapus dari sejarah. Menembak ibu seorang pahlawan akan membatalkan kelahiran pahlawan itu. Menembak penemu senjata akan mengubah dunia menjadi dunia di mana senjata itu bahkan tidak pernah ada.
Pemrograman ulang. Itulah yang disebut Air sebagai pergeseran dalam sejarah. Dan sejak Rain mendapatkan kekuatan itu, dia telah menggunakannya untuk mengakhiri hidup mereka, yang telah membuat kematian dan kehancuran selama hidup. Dia telah menembak mati para jenderal yang memimpin pembantaian besar-besaran, mengubah tatanan dunia.
Bagi seorang pemuda yang lemah ini, peluru itu adalah bencana sekaligus penyelamat.
Aku bisa mengubah banyak hal. Aku bisa mengubah segalanya…
Dia telah mendapatkan kekuatan yang memungkinkan dia untuk membentuk ulang dunia sesuai keinginannya, demi mengakhiri perang.
“……”
Saat Rain berjalan melewati halaman Akademi Alestra, selongsong peluru perak membebani tangannya. Selongsong amunisi yang hampir transparan itu memiliki nama orang, yang nyawanya telah direnggut oleh peluru itu, terukir di permukaannya.
Jejak keberadaan seseorang ini tidak akan pernah bisa terungkap. Kekuatan sejati dari peluru perak ini tidak boleh diungkapkan. Bahkan kepada Athly, mitra yang Rain percayakan akan hidupnya di medan perang.
Tidak ada yang boleh tahu akan rahasiaku…
Athly… Dia adalah murid perempuan yang agak tak biasa dan seorang operator Exelia, yang bergabung dengan resimen pelatihan Alestra Academy pada waktu yang kurang lebih sama dengan Rain. Dia pada dasarnya adalah orang yang aneh, tapi ketika tiba waktunya untuk berperang, dia melangkah melintasi zona perang dengan teknik manuver yang luar biasa.
Dan bahkan mengesampingkan hubungan mereka di medan perang, Athly sudah menjadi teman yang tak tergantikan baginya sejak mereka pertama kali bertemu. Dan itulah kenapa dia harus mempertahankan hubungan mereka ketika dia terus menggunakan peluru itu.
Rain merasakan jantungnya berdebar kencang di dadanya saat dia memegang Peluru Iblis. Dia tahu jika ada yang mengetahui kekuatan barunya, dia sama saja dengan mati. Dan meskipun dia tampak siap menghadapi tekanan itu, ketika dia memegang peluru tersebut, tangannya menggigil. Rasa dingin merasukinya; dia ketakutan. Tapi tetap saja, dia tidak boleh melepaskannya.
Tidak peduli apa yang harus aku korbankan…
Dan saat pikiran itu terlintas di benaknya, dia bertemu dengan seseorang yang tidak terduga.
“Ah…”
Dia sedang berjalan di koridor barat sambil memikirkan peluru di tangannya, saat dia bertemu Athly di antara kerumunan orang yang berkumpul tepat di luar koridor.
“Athly.”
“Oh, hei, Rain.”
“Apa yang kau lakukan di sini? Tempat ini jauh dari kelas kita.”
Kelas siswa tahun ketiga berada di koridor timur, jadi dia tidak punya alasan untuk berada di sisi barat gedung. Namun, tampaknya Athly tidak sendiri. Ada sekitar tiga puluh siswa berkumpul disini, beberapa di antaranya adalah teman sekelas mereka.
“Oh, aku hanya salah satu penonton. Sepertinya ada seseorang yang spesial di dalam kelas sana.”
“Di dalam kelas?”
Rain berjinjit untuk mengintip melewati kerumunan, dan untungnya, dia bisa mengintip orang yang berada di kelas itu. Dia adalah gadis berambut perak yang sendirian.
Tepatnya, dia adalah Air.
“Bwah?!”
“Whoa, apa masalahmu?!”
Pemandangan itu mengejutkan Rain. Dia melihat kembali ke ruang kelas, lagi dan lagi, berdoa kalau dia salah lihat, tapi tidak ada yang salah dengan pemandangan yang khas itu. Dia adalah gadis Hantu… Air.
“Ah, aaaaaah?!”
“Ayolah, beri tahu aku ada apa! Ada apa di sana?!”
Air mengenakan seragam Akademi Alestra, tapi itu tidak membuat situasinya menjadi kurang membingungkan. Sekelompok siswa yang menjerit-jerit mengelilingi Air, yang membuat Rain ketakutan. Sayangnya, waktu istirahat berakhir tepat ketika pikiran untuk melakukan sesuatu terlintas di benaknya, jadi Rain harus kembali ke kelasnya, di mana dia menghabiskan pelajaran berikutnya dengan gelisah.
Apa. Yang sebenarnya. Dia pikirkan?!
Kenapa Air ada di sana? Tidak peduli seberapa keras dia berpikir, tidak ada alasan rasional yang muncul di benaknya.
Dua jam berlalu.
“Aku pergi!”
“Tahan dulu!”
“Aduh!”
Rain menjulurkan kakinya, menyandung Athly saat dia berlari keluar kelas.
“Ada apa, brengsek?! Hidungku menghantam lantai karena ulahmu!”
“Kau mau kemana?”
“Apa maksudmu kemana?”
Athly berdiri kembali, tampaknya tidak terlalu marah tentang Rain yang menyandungnya.
“Tentu saja untuk melihat murid pindahan itu!”
“…Untunglah aku menghentikanmu.”
“Aw, ayolah, semua orang membicarakannya! Kenapa tidak ikut bersenang-senang?”
“Apanya yang menyenangkan? Lihat, duduk diamlah dulu, oke?”
“Hah? Apa? Kenapa?”
“Jangan tanya kenapa…”
Dia tidak ingin Athly terlibat dengan Air. Rain ingin melindungi rekannya dari Air dengan cara apa pun.
Sial, aku tidak pernah memperkirakan ini. Aku harus memikirkan sesuatu…
Tapi apa yang bisa dia lakukan? Rain sangat bingung.
Saat ini istirahat siang mereka. Istirahat kedua sejak Air dipindahkan ke kelas tahun kedua. Rain mencoba menemuinya, tapi dia terus-menerus dikelilingi oleh sekumpulan siswa perempuan, yang hanya berjumlah 10 persen dari total jumlah siswa Akademi Alestra.
Karena para gadis yang menjerit-jerit itu, Rain tidak bisa memahami motifnya. Rain tidak dapat mendekatinya, jadi dia tidak pernah mendapat kesempatan untuk menanyainya juga.
Kenapa dia ada di sini?
Rain sangat ingin tahu jawaban dari pertanyaan itu. Tetap saja, terlepas dari alasannya, menurut pendapatnya, Air tidak menyambut mereka.
Kenapa kau membiarkan dirimu menarik begitu banyak perhatian?
Air sudah menjadi selebriti di lingkungan sekolah. Rain telah mendengar semua orang di kelasnya, serta semua orang di aula, menyebarkan rumor tentang murid pindahan baru yang misterius. Pagi itu, Akademi Alestra ramai akan diskusi tentangnya.
“Siapa sebenarnya gadis itu?”
Itulah pertanyaan yang sangat ingin dijawab oleh setiap siswa. Dan di benak Rain, itu adalah kabar buruk. Dia bukan gadis biasa. Dia adalah Hantu yang telah dibangkitkan oleh sihir, makhluk yang hanya ada dalam kobaran api peperangan. Rain tidak bisa mengerti apa yang Air rencanakan dengan bertindak begitu mencolok di antara sekelompok kadet.
Kurasa, dia cukup aneh… Apa dia melakukan itu hanya untuk bersenang-senang? Tetap saja, itu sedikit berlebihan.
Logika Air tidak terlalu penting, karena masalah utamanya adalah dia melakukan ssesuatu yang berkebalikan dari bersembunyi. Rambutnya berwarna perak, dan fitur wajahnya menggemaskan, jadi tidak aneh jika para siswa ingin mengenalnya. Seluruh situasi ini membuat Rain frustrasi.
“Dia agak aneh, bukan?” kata Athly, yang menghabiskan setiap waktu luangnya untuk mengumpulkan informasi tentang murid pindahan misterius itu.
“Aneh?”
“Ya. Orang-orang menawarkan untuk memandunya berkeliling sekolah, tapi dia menolak untuk meninggalkan kelas. Dia bahkan tetap di sana saat makan siang, seperti sedang menunggu seseorang.”
Menunggu…?
Orang-orang mengira dia sedang menunggu seseorang.
…Ini buruk. Apa yang dia pikirkan? Bahkan tebakan terbaikku saja tampaknya belum cukup.
Semakin Rain memikirkannya, semakin penasaran dirinya.
“Hanya ada satu cara untuk mengetahuinya…”
Rain memutuskan untuk pergi melihat Air, Athly yang merengek mengikutinya sepanjang waktu. Tujuan mereka adalah ruang kelas tahun kedua. Dan begitu mereka sampai di sana, mereka melihat bahwa istirahat makan siang telah membuat kerumunan di sekitar meja gadis itu semakin padat.
Rain membungkuk untuk mendengarkan apa yang gadis pendek dan angkuh itu katakan kepada semua orang, tapi…
“Whoa, apa ini? Enak sekali!”
“……”
Huh?
“Enak kan, Airy?! Ada sebuah kebun tepat di sebelah sekolah ini yang selalu memberi para siswa buah segar gratis.”
“Wooow, kau bisa makan apel enak ini setiap hari?!”
“Sini, Airy. kamu ingin anggur?”
“Yay, anggur!”
“Kamu sangat suka makanan manis, ya?”
“He-he-he. Ini hanya karena aku tidak terlalu sering makan makanan manis. Makasih!”
……
…………
“…Siapa itu?”
“Uh, murid pindahan misterius, duh!”
“Tidak, bukan itu yang aku maksud,” omel Rain pada Athly. “Yang aku tanyakan adalah siapa gadis berambut perak yang menarik semua perhatian itu!”
“Dan barusan aku sudah memberimu jawabannya…,” gumam Athly sambil mengangkat alisnya dengan bingung.
“Tidak mungkin. Maksudku, dia selalu…”
“Selalu?”
“Tidak, maksudku…” kalimat Rain berhenti saat dia melirik gadis yang dengan bahagianya menggigit apel.
“Apakah… um, si murid pindahan berambut perak selalu seperti itu?”
Dia harus tahu. Siapa sebenarnya dia?
“Apa yang kau maksud dengan ‘selalu’? Dia sungguh-sungguh baru masuk hari ini! Bagaimanapun, dari apa yang aku dengar, dia sangat ramah. Dia selalu mendengarkan, memberikan tanggapan penuh perhatian, dan dia selalu tersenyum. Semua orang sudah tergila-gila padanya.”
Segalanya menjadi semakin tidak masuk akal bagi Rain dengan setiap deskripsi yang diberikan Athly. Rain tidak menyadarinya pagi ini, tapi kepala Air mungkin telah membentur sesuatu atau semacamnya. Entah itu atau dia sedang melakukan pertunjukan akting abad ini, karena dia tidak seperti dirinya yang biasanya.
Dia hampir tidak tersenyum setiap kali mereka bertemu, tapi dia sangat manis kepada orang-orang di sekitarnya sehingga mereka tidak bisa berpikir dengan jernih. Dan karena dia sangat imut, itu sama efektifnya terhadap anak perempuan dan laki-laki.
Seriusan, siapa sih dia? Bahkan jika dia berakting, dia melakukannya dengan sangat bagus.
Pada saat itu, seorang gadis, yang telah bertingkah akrab dengan Air, berkata “Tahukah kamu, Air, kita memiliki dua tempat bermanuver di Akademi Alestra ini…” sambil meraih bahunya. Tentu saja, itu adalah tindakan tanpa maksud jahat, tapi gadis itu akan menyentuhnya.
“…Sial!”
Saat Rain menyadari apa yang akan terjadi, Qualia-nya berakselerasi dengan cepat. Rain ingat bahwa Air telah membantingnya ke tanah saat terakhir kali dia mencoba menyentuhnya… Mengingat betapa Air membenci itu, dia ketakutan.
Apa dia akan menembaknya?
Membunuh seseorang hanya karena sentuhan ringan sepertinya berlebihan, tapi Rain tidak akan terkejut kalau Air bena-benar melakukannya. Rain secara refleks melangkah ke dalam kelas untuk mencegahnya — tindakan yang impulsif dan tidak bijaksana.
“Ah.”
Tatapan Air tertuju padanya, dan mata mereka terkunci di antara kerumunan orang.
Oh sial… Tunggu, tidak. Mungkin ini tak masalah.
Tatapan mereka bertemu, menghentikan Air meraih pistolnya. Namun, sebelum Rain dapat menentukan apakah dia telah membuat keputusan yang tepat —
“Apa yang membuatmu begitu lamaaaaaaaaaaaaaaaaa?” seru Air saat dia dengan lincah melompat seperti pemain akrobat di atas kerumunan yang mengelilinginya. “Kupikir telingaku akan lepas dengan semua ocehan mereka. Kau seharusnya datang lebih cepat.”
Suhu di dalam ruangan turun saat Air berbisik langsung ke telinga Rain. Mata semua orang tertuju pada mereka, tapi Air sepertinya tidak menyadarinya. Sebaliknya, Air bingung dengan sikap diam Rain dan berkata, “Huh…? Ada masalah apa?”
“Apa, Rain, kau mengenalnya?” tanya Athly saat dia mendekati mereka.
“Mengenalnya? Tidak… Uh, yah, mungkin sedikit?”
“Lalu apa yang kalian berdua bisikkan tadi…?”
Air menyadari masalah apa yang dia hadapi pada saat itu. Memalingkan kepalanya, dia melihat beberapa garis pandang yang terfokus tepat padanya.
“Oh…”
Jumlah perhatian yang dia dapatkan setelah bertingkah lembut dan menggemaskan akhirnya berhasil.
“…Pfft!” Air tertawa. Kemudian dia melontarkan senyuman yang agak kejam pada seisi ruangan itu dan bertanya, “Ada apa dengan kalian semua?”
“Aku datang jauh-jauh ke sini supaya bisa bertemu denganmu, Rain.”
Jeritan bernada tinggi dari para gadis memenuhi ruangan. Namun di sisi lain, Rain, perasaan merinding menjalar di punggungnya.
“Ugh…”
Gelombang kebencian yang murni, gamblang, dan mematikan terpancar dari setiap anak laki-laki di sekitarnya saat mereka mengarahkan moncong senjata mereka ke arahnya.
Kemudian, saat istirahat makan siang…
“Apa yang sebenarnya kau pikirkan?!”
“Astaga, kau berisik. Aku bisa mendengarmu dengan baik,” tanggap Air dengan kesal. Rain telah menyeretnya ke balik kotak surat di halaman, membuat Air merasa tidak senang. “Aku ingin kau tahu bahwa aku tadi menikmati semua itu disana. Wajahmu merah dan kusut seperti apel yang hancur ketika semua anak laki-laki mengejarmu dengan senjata.”
“Mereka masih mengejar kita!” Rain ingin berteriak sekarang.
Anak perempuan sangat minoritas di Akademi Alestra, jadi kebanyakan anak laki-laki membenci orang yang dekat dengan anak perempuan. Berita bahwa murid pindahan baru yang imut itu sudah memiliki seorang lelaki di benaknya membuat para lelaki itu benar-benar marah.
Kebenarannya tidaklah penting. Lagi pula, seberapa sering gadis cantik seperti Air pindah ke fasilitas pelatihan militer yang keras? Mereka ingin memimpikan masa depan bersamanya, tapi mereka ditolak bahkan dengan kemungkinan yang samar itu.
Itulah sebabnya Rain membuat marah sekitar tiga puluh siswa laki-laki, yang mengejarnya. Dan terlepas dari semua itu, entah bagaimana, dia berhasil menangkap Air dan menemukan tempat persembunyian yang tepat. Tentu saja, Air menganggap ini kocak.
Mereka mungkin masih siswa, tapi dikejar oleh tiga puluh penyihir membuatnya kelelahan.
“Jadi kenapa bertingkah seperti gadis sekolah yang polos?” tanya Rain sambil mencoba mengatur napas.
“Memangnya kenapa aku tidak boleh bersenang-senang?”
“……”
Itukah yang kau pikir kau lakukan?
“Ugh, masa bodo. Apa pun alasannya, itu agak menyeramkan. Tapi selama tidak ada yang terluka, lakukanlah sesukamu, mungkin… Oh, aku punya satu pertanyaan. Kenapa kau datang ke sini? Aku ingin jawaban yang rasional.”
“Apa kau tidak mendengarku sebelumnya? Aku datang ke sini untukmu.”
“Kau baru saja mengatakan itu untuk menggangguku.”
“Tidak, itulah yang sebenarnya. Tentu, aku mungkin sengaja membuat kesalahpahaman karena aku ingin membuat segalanya sulit untukmu, tapi itu bukanlah kebohongan. Itulah satu-satunya alasan aku berada di sini.”
Aku datang jauh-jauh ke sini hanya agar bisa bertemu denganmu, Rain.
“Kau memiliki Peluru Iblis, jadi membiarkanmu berjalan tanpa tali memberikan risiko untukku. Selain itu, lebih mudah untuk tetap berada di dekatmu jika kau sudah siap untuk membuat perjanjian.”
“…Bagaimana caramu memalsukan riwayat hidupmu untuk masuk ke sekolah ini?”
Akademi Alestra adalah akademi perwira yang dikelola oleh negara. Akademi ini terhubung langsung ke tentara, jadi memalsukan riwayat hidup seharusnya hampir mustahil.
“Dunia ini tidak sehebat yang kau kira”
“……”
“Ada banyak metode yang bisa aku gunakan. Faktanya, aku bahkan menggunakan metode yang berbeda saat pertama kali aku datang menemuimu.”
Air menyilangkan lengannya dengan gaya bosan, yang membuat Rain kesal. Dia sudah muak dengan penjelasan Air yang tidak memadai, dan saat dia akan mengomelinya, seseorang memotongnya.
“Wah, kau benar-benar menyeretnya pergi bersamamu,” kata Athly dari atas mereka. “Kurasa kau memang kenal sama murid pindahan itu, Rain.”
Dia mengintip dari atas kotak surat, lalu melompat ke bawah dan berdiri di antara Air dan Rain. Setelah beberapa detik, dia menghadap Air untuk menanyainya.
“Jadi, siapa kamu sebenarnya?”
“Hei, Athly, ini bukan saatnya —”
“Diam, Rain.”
Athly membungkamnya hingga membuat Rain mengangkat tangan saat dia terus menatap gadis di depannya. Dan Air, yang tidak lagi membutuhkan akting polosnya, membalas dengan senyum kejamnya.
“Oh, begitu. Athly, ya…? Kau adalah anak dari medan perang itu… Ya, semuanya cocok sekarang. Pasti itu sebabnya Rain begitu ngotot kalau aku harus menjaga sikap di hadapanmu saat dia menyeretku pergi.”
Air adalah salah satu dari sedikit orang yang tahu tentang pergeseran dunia, jadi dia ingat Athly dari pertempuran terakhirnya. Sayangnya, Athly tidak berada dalam posisi yang sama, sehingga perbedaan tersebut telah menciptakan ketidakseimbangan dalam hubungan mereka. Itu adalah interaksi unik yang diciptakan oleh kekuatan Peluru Iblis… dan karena itu, Athly tidak mungkin untuk mengetahui kepribadian Air yang sebenarnya. Meskipun itu tidak menghentikan Athly untuk menyadari ada sesuatu yang tidak beres.
“Bukankah tingkahmu sangat berbeda padaku?”
“Begitukah?”
“Wow… Jadi apa, kau baru saja membodohi semua orang di sana tadi?”
“Salah sendiri karena dibodohi,” kata Air sambil mengejek.
“Yah, itu bagus. Ini adalah akademi perwira, jadi mereka semua sulit ditangani… Ngomong-ngomong, siapa kau?”
“Bukankah kau harus memperkenalkan dirimu terlebih dahulu?”
“Aku Athly Magmet, siswa tahun ketiga dan rekan Rain. Kau?”
“Yah, senang mengetahuinya, tapi kenapa aku harus memperkenalkan diri padamu?”
“Oh, aku hanya ingin tahu bagaimana Rain bisa mengenal tuyul kecil sepertimu.”
“Tuy—”
Suasana berubah; Air memancarkan permusuhan sekarang.
“Kau… bukan adiknya, kan? Maksudku, bahkan jika kau seorang penyihir, mereka tidak akan menerima begitu saja anak SD secara sembarangan, kan?”
“B-Brengsek…!”
Air menggigil marah saat Athly terus menjatuhkan kata-kata yang mengarah hinaan. Dan pada saat itu, Rain menyadari bahwa Athly berbicara begitu bukan karena kebencian ataupun kedengkian. Dia sejujurnya hanya tampak penasaran.
“Jika kau mencoba untuk berkelahi, jangan repot-repot. Aku…”
“Tunggu, apa? Siapa yang berkelahi dengan siapa?”
“Kita! Satu-satunya orang! Di sini!”
Kehilangan kesabarannya, Air bersiap untuk menerkam. Namun–
“Semua siswa harus menyimpan semua senjatanya.”
“Saya ulangi. Ini adalah perintah dari ketua angkatan tahun ketiga Orca Dandalos. Semua siswa tahun kedua dan di bawahnya harus segera menyimpan senjata mereka.”
“Itu…”
“Orca.”
Itu adalah pesan dari ketua angkatan, Orca, yang mencoba menenangkan para pengejar Rain.
“Saya mengerti perasaan ingin menghujani Rain dengan timah panas, tapi kita sebagai taruna tidak boleh melakukan penggunaan kekerasan yang tidak terkendali. Wajar saja untuk marah pada pria hidung belang, tapi kita tidak boleh begitu saja mengeroyok dan mengikatnya.”
“Orca…”
Pisau tersembunyi di dalam kata-kata itu melukai Rain, tapi dia masih bersyukur atas penyelamatan itu. Seorang ketua angkatan telah angkat bicara, jadi mengejar Rain jelas merupakan sebuah pelanggaran—
“Itulah sebabnya saya akan membuat panggung yang tepat, dengan memberlakukan aturan, untuk membantu kalian semua menyelesaikannya.”
“Hah…?”
“Semua siswa tahun ketiga luang sampai pukul dua siang, kan? Partisipasi ini sama sekali tidak dibatasi. Siapapun yang ingin mendapatkan uang dengan cepat atau mengalahkan si hidung belang itu harus segera berkumpul di kelas tahun ketiga.”
Setelah kata-kata itu, siaran terput—
“Oh, dan untuk Rain, kau harus berpartisipasi. Aku akan membunuhmu jika kau tidak muncul.” Dan dengan ucapan terakhir itu, siarannya terputus. Dengan sebenarnya, kali ini.
“Ya, tentu saja.”
Sepuluh menit kemudian, empat puluh kadet berkumpul di ruang kelas yang ditentukan.
“Aku membawa barang bagus denganku. Lihatlah pistol Centra ini.”
Sebuah kehebohan kecil terjadi di dalam kelas.
“Centra? Tidak mungkin!”
“Aku mungkin tidak perlu memberitahumu, tapi benda kecil ini adalah pistol otomatis tua. Kalian dapat menggunakannya selama pertempuran langsung, tapi ini juga barang antik dengan label harga tinggi. Ini adalah item premium generasi pertama, dengan cap tahun 1822. Bangsawan mana pun yang mengetahui tentang senjata akan membayar lebih dari delapan ratus ribu untuk benda nakal ini.”
Ruang kelas gempar lagi. Delapan ratus ribu zels adalah uang yang sangat banyak. Rain bisa mendengar siswa menelan ludah karena tegang.
Orca menyeringai puas atas perhatian yang terfokus padanya, lalu melanjutkan, “Ini juga peninggalan dari Letnan Dua Risma, yang meninggal baru-baru ini. Harapan terakhirnya adalah, agar senjata ini diberikan kepada seorang prajurit muda yang menjanjikan. Sayangnya, hanya ada satu pistol, jadi kita tidak bisa membagi ini… yang menyisakan kita hanya pada satu pilihan… Mari kita memulai kontes memperebutkan benda kecil ini!”
“““Yeaaaaaah!”””
Semua orang di kelas bersorak setuju.
Orca memulai pengarahannya.
“Aturannya sederhana! Tiga puluh menit dari sekarang, kita akan mengadakan pertarungan pura-pura di gedung utama! Tentu saja, kita akan menggunakan peluru hampa! Jika kalian terkena tembakan di tubuh bagian mana pun, kalian akan didiskualifikasi. Setelah waktu habis, kita akan mengadakan pertandingan final antara empat pesaing dengan jumlah pembunuhan tertinggi!”
“Berarti aturan yang sama seperti biasanya!”
“Itu benar!”
Semua orang sepertinya setuju.
“Bagaimana dengan serangan diam-diam?”
“Diizinkan!”
“Dan bekerja sama?”
“Diizinkan!”
“Dan pengkhianatan?!”
“Sepenuhnya diiziiiiiiiiiiiiiiiiiiiinkan!”
Para siswa sedang mendiskusikan bullet royal, sebuah tradisi kuno di Akademi Alestra. Itu adalah battle royal di mana kontestan menggunakan Peluru Sihir berdaya rendah untuk olahraga.
Secara tradisional, ini adalah upaya terakhir yang digunakan untuk menyelesaikan perselisihan, tapi ketua angkatan tahun ini, Orca, lebih sering menyelenggarakan acara ini.
“Selain itu, ini sudah jelas, tapi setiap kerusakan pada tubuh atau properti seseorang diperbolehkan selama tidak melebihi ambang batas yang telah ditetapkan.”
“Artinya?”
“Kalian boleh menghajar habis-habisan orang yang membuat kalian kesal, tidak masalah!”
““““Yeaaaaaaaaaaaah!””””
“Tunggu dulu — jelas ada masalah besar di sini!” protes Rain, tapi kata-katanya dibungkam.
Rain telah dipaksa mengikuti bullet royal. Dia sebenarnya tidak tertarik sama sekali, tapi lebih dari setengah peserta ingin berkelahi dengannya, jadi dia tidak bisa duduk diam dan menunggu untuk melihat bagaimana keadaan akan berubah. Semuanya diadakan dalam bentuk pertempuran pura-pura, tapi mengingat seberapa dekat itu dengan perselisihan pribadi, yang sebaliknya dilarang, hidupnya berada dalam bahaya.
Sebagian besar peserta tampaknya sangat ingin memainkan sistem ini untuk menembak secara membabi-buta padanya dan menyelesaikan dendam mereka. Kelompok yang mengagumi Air sudah membentuk aliansi. Meskipun mereka bukan bagian terburuknya…
“Delapan ratus ribu… Delapan ratus ribu…”
“Aku bisa membayarnya kembali, membayar semuanya kembali, dengan sisa dua ratus ribu… He-he … He-he-he…”
Ugh…
Di mata Rain, orang-orang yang ingin menjual peninggalan seorang perwira untuk mendapatkan uang adalah sampah.
“Ayolah, apa kau tidak mendengarnya? Pistol itu peninggalan beliau! Darimana kalian bisa mendapatkan keberanian untuk menjual sesuatu seperti itu?” bentak Rain pada teman sekelasnya, yang sedang bersiap-siap.
““Diamlah!”” Kenth dan Euroia, yang membentuk pasangan Exelia, keduanya berteriak pada Rain.
“Kebaikan tidak mengisi dompetmu.”
“Apa yang bisa dibeli oleh rasa hormat?”
“Aku tidak percaya betapa seriusnya tatapan kalian saat mengatakan itu.”
Hati mereka benar-benar kikir.
“Aku memperingatkanmu sekarang, jika aku mendapatkan bidikan yang jelas, aku akan menghajarmu habis-habisan!”
“Ya, seperti yang dia katakan. Aku pernah marah padamu karena mencuri Athly sejak kita mendaftar, tapi kalian berdua sangat cocok satu sama lain sehingga aku bisa membiarkannya. Tapi saat aku tahu kau diam-diam memiliki gadis lain? Aku bersumpah, kau pantas mati sekali dua kali…”
“Bukan berarti kau benar-benar bisa mati lebih dari sekali.”
Rain melihat sekeliling. Dari empat puluh kadet yang hadir, sepuluh mengarahkan pandangan mereka padanya.
Sialan, ini buruk. Aku tidak percaya mereka semua mengincarku. Sungguh sekelompok idiot…
“Baiklah, teman-teman, kalian akan mendengar sinyalnya dalam satu menit. Pertempuran dimulai setelah itu.”
Semua orang berpencar begitu Orca selesai mengatakan itu, dan semenit kemudian, sebuah gong menggema di seluruh gedung.
Jadi, battle royal dengan peninggalan mahal dan dendam pribadi dimulai.
“…Sepertinya aku akan bersembunyi.”
Begitu permainan dimulai, Rain menggunakan staminanya untuk melarikan diri dari orang-orang yang memburunya. Akibatnya, dia mencapai perpustakaan tanpa ada yang menyadarinya.
Selama bullet royal, perpustakaan selalu benar-benar kosong, karena tidak langsung terhubung ke aula utama. Hanya membunuh seseorang yang dihitung secara langsung ke dalam total poin mereka, jadi bersembunyi tidak ada gunanya. Gaya bermain yang gagah berani adalah jalan terbaik menuju final.
Meski begitu, ini berbeda dari battle royal biasa, di mana bersembunyi sampai akhir adalah strategi yang bagus.
Rain sepenuhnya bermaksud untuk bersembunyi dari kelompok yang mengincarnya, tapi dia juga berencana untuk mengganti pergerakan dan melakukan beberapa pembunuhan setelah ketegangan yang ditujukan padanya memudar.
Begitu dia merasa yakin telah aman, sekitar sepuluh menit setelah dia berlindung, Rain mulai menjelajahi perpustakaan.
“Aku masih punya waktu untuk membunuh, jadi sebaiknya aku melihat-lihat apakah aku dapat menemukan sesuatu.”
Dia sedang mencari sebuah buku untuk membantunya memahami kejadian hari sebelumnya dalam konteks…
Aku telah dieksekusi oleh militer…
Dia ingat apa yang dikatakan Air.
Dia tidak tahu seberapa benar kata-kata itu, dan dia juga tidak benar-benar peduli, tapi setelah cara Air memasukkan dirinya sendiri ke dalam hidup Rain, dia perlu mencari tahu lebih banyak tentangnya.
Jadi dia melihat catatan perang pertama. Akademi Alestra menyimpan buku tebal berisi catatan militer nasional, yang berarti dia dengan mudah menemukan apa yang dia cari, tapi…
“…Sial.”
Seperti yang dia duga, nama Air tidak ditemukan. Catatan itu menunjukkan bahwa Negara Timur telah mengakhiri perang dengan kemenangan pembalikkan keadaan yang spektakuler, tapi detailnya sedikit. Catatan itu hanya menyatakan bahwa Negara Timur telah menghindari kekalahan.
Informasinya dihapuskan…
Minimnya informasi membuat Rain kesal. Air mendesaknya untuk segera membuat keputusan, jadi dia sangat ingin tahu lebih banyak.
Rain, hapuslah Kapten Thanda, katanya.
Alec Thanda, seorang pria yang dianggap sebagai salah satu pejuang paling gagah berani di Barat. Bahkan dengan Peluru Iblis di sisinya, Rain tidak sepenuhnya yakin dengan kemampuannya untuk mengalahkan pria itu. Masih belum jelas kapan pria itu akan melancarkan serangan, tapi Rain tahu dia mungkin memiliki waktu kurang dari sebulan… Jadi sebelum itu, dia harus membuat keputusan penting. Akankah dia melepaskan Peluru Iblis… atau akankah dia membuat perjanjian dan mengikat dirinya dengan gadis berambut perak itu?
Aku harus membuat rencana…
Tepat saat pikiran itu terlintas dalam benaknya…
“Ketemu!”
“Ah!”
Pintu perpustakaan terbanting terbuka, memperlihatkan Athly. Dia memiliki senapan di tangannya dan dengan jelas mencari target.
Oh, ini sebenarnya cukup pas.
Dia ingin berbicara dengan Athly secara pribadi, dan mereka sendirian di perpustakaan, jadi ini adalah kesempatan yang sempurna.
“Hei, Athly, bisakah kita bicara seben—?”
Door!
“Bwah!”
Sebuah peluru terbang ke arahnya.
Sialan!
Athly akan menembaknya tanpa melihat ke arahnya!
“T-tunggu — ini aku, Rain!”
“…Huh, Rain?”
Sepertinya Athly akhirnya mengenalinya. Namun, dia tetap mengarahkan senapannya padanya, jarinya ditahan di atas pelatuk.
“Jika kau mau mengemisi nyawamu, lakukanlah di neraka!”
“Wow, kita punya orang yang benar-benar badass di sini.”
Harus kuakui, itu adalah kalimat yang cukup keren.
“Tunggu, lupakan semua itu. Aku perlu membicarakan sesuatu denganmu. Dengarkan aku.”
“Apa, kau mencoba mencari jalan keluar dari kekalahan ini?”
“Aku serius, Athly. Ini penting.”
“Jika kau hanya mau mengemisi nyawamu… Tunggu, apa?” Athly tampak terkejut. “Sesuatu…yang penting?”
Dia terlihat goyah, lalu mulai menurunkan senjatanya.
Sekarang kesempatanku!
“Benar. Ini adalah masalah yang sangat penting, dan aku ingin sekali membicarakannya sebentar denganmu sekarang.”
“P-penting…” Bahu Athly tersentak, dan sikapnya berubah. “Kamu… ingin memberitahuku… sesuatu yang penting… sebentar…?” dia berbisik pada dirinya sendiri saat dia melihat ke bawah lantai.
“Um…”
“Apa?”
“Apakah ini… tentang aku dan kamu…?”
Setelah mengucapkan kata-kata itu, dia berhenti sejenak sebelum melanjutkan dengan “Dan hubungan kita… ke depannya?”
“Bingo. Aku terkejut kau mengetahuinya.”
Itu sungguh intuisi yang mengesankan. Kuangkatkan topi untukmu, Athly.
“Jadi bisakah kita bicara sekarang?”
“Apakah itu sesuatu yang tidak dapat kau katakan… kecuali kita berduaan?”
“Yah, mungkin akan lebih baik bagimu jika kita melakukan ini tanpa ada orang lain di sekitar sini.”
“Ah…!” Athly akhirnya menurunkan senjatanya saat dia mengeluarkan hembusan napas tajam itu. “B-bisakah kamu memberiku waktu sebentar?!”
Kemudian dia berbalik, mengeluarkan cermin kecil, dan mulai menggunakannya untuk memperbaiki rambutnya. Setelah selesai, dia menyeka keringatnya dengan saputangan dan memastikan jepit rambutnya terpasang dengan benar.
Saat Rain melihatnya, Rain menyadari bahwa Athly jelas, tanpa diragukan lagi, adalah seorang gadis. Seorang gadis cantik berkemauan keras yang terlihat tidak pada tempatnya dengan pistol di tangannya.
Kenapa dia melakukan itu? Apakah itu saat yang tepat untuk memperbaiki rambutnya…? Yah, masa bodo. Setidaknya, tidak terlihat seperti ada orang lain di dekat sini.
“M-maaf. Aku membuatmu menunggu, ya?!”
Athly akhirnya duduk setelah menata rambut ikal kemerahannya.
“Jadi, um. Apa itu.”
“…Kenapa kau berbicara seperti robot?”
“Bukan apa-apa! Jadi ada apa? Selain itu, aku hanya akan menganjurkan ini, tapi aku lebih suka jika pria langsung berterus terang!”
Athly sudah memperjelasnya, jadi Rain akan menurutinya dalam hal ini. “Yah, kalau begitu, aku tidak akan bertele-tele. Mari kita sudahi ini. Ada orang lain yang aku inginkan sebagai pasanganku.”
“…………………………”
“Kupikir akan lebih baik memberitahumu sendiri.”
“…………………………………………….. ”
Dengan berpasangan, yang dia maksud adalah tim yang terdiri dari penembak dan operator yang mengemudikan Exelia bersama-sama. Athly telah menjadi rekannya sejak mereka mendaftar di Akademi Alestra tiga tahun lalu, tapi banyak hal telah berubah.
Sang Hantu, Air, adalah bagian dari hal itu sekarang. Dia belum membuat keputusan, tapi dia tidak ingin menyeret Athly ke dalam kekacauannya jika dia akhirnya menerima tawaran Air. Tidak masalah jika Athly hanyalah operator biasa, tapi keahliannya luar biasa. Athly adalah seorang prajurit yang terlalu hebat untuk disia-siakan dalam pertarungannya, jadi menemukan pasangan baru itu untuk kebaikan Athly. Namun–
“U-um…”
Athly membutuhkan sedikit waktu untuk membentuk tanggapan yang koheren.
“Ke-kenapa kamu… ingin melakukan itu?”
“Kenapa? Yah, maksudku… ”
Apa cara terbaik untuk menjawab pertanyaan itu tanpa menyebutkan Air? Tentu, dia pernah muncul di kelasnya sebelumnya, tapi Pemrograman Ulang Peluru Iblis telah memastikan tidak ada yang mengingatnya. Ditambah, Rain belum setuju untuk bekerja dengannya, jadi dia tidak punya pilihan selain memberikan tanggapan yang ambigu.
“Ada orang lain yang aku inginkan untuk berada di sisiku.”
Saat itulah itu terjadi.
Door!
“Huh?!”
Sebuah peluru melesat melewati telinganya… dan pada saat berikutnya, Rain mendengar suara pecahan kaca.
“Eek…!”
Athly baru saja menembak ke arahnya.
“Aku tidak percaya!” teriak Athly saat asap mengepul dari laras senjatanya. “Kau mengakhiri segalanya bahkan sebelum kita terhubung!”
“Berhenti berteriak! Aku-lah yang terkejut di sini, dasar gila!”
Kenapa kau menembakku?! Apa kau sudah gila?! Aku tahu itu hanya peluru hampa, tapi itu masih bisa mematahkan tulang jika ditembakkan dari jarak dekat!
“Oh, tidak apa-apa, Rain.”
“Apanya yang tidak apa-apa?”
“Itu tadi peluru sungguhan.”
…Kalau dipikir-pikir, bukannya senapan bullet-royal, Athly malah mengarahkan pistol pribadinya ke arah Rain.
Tunggu, bagaimana bisa dia berpikir kalau itu bukan masalah?
“Kau tahu, Rain, aku mendengar cerita yang menarik baru-baru ini,” kata Athly sambil memegang senjatanya dengan kuat.
“A-apa?”
“Tampaknya, ada suatu negara dimana para peselingkuh dipotong menjadi empat bagian.”
“Aku akan mengesampingkan pertanyaan tentang siapa sebenarnya yang berselingkuh di sini, tapi… ya, aku pernah mendengarnya. Mereka mengatakan peselingkuh dan kekasih gelap mereka akan dipotong menjadi dua. Itu cerita yang menarik, oke.”
“Benar. Dan itulah sebabnya aku ingin kau membawanya padaku. Orang yang sangat kau sukai.”
“Huh, untuk apa?”
“Apa kau tidak mengerti…?” tanya Athly sebelum dia berhenti dan menarik napas dalam-dalam. “Aku ingin membuat dua lubang baru di tubuhmu!”
“Whoa…!”
“Ayolah, Rain, kenapa?! Kenapa kau bisa bersikap seperti ini?” Athly mendapatkan kembali sedikit kewarasannya dan memulai interogasinya dengan sungguh-sungguh. “Kita telah menjadi tim selama tiga tahun penuh sekarang! Kita telah bekerja sama sangat keras sampai hari ini! Dan sekarang, kau akan membuang semua itu dan bekerja sama dengan orang lain? Itu tidak masuk akal!”
“Mengatakan ‘sampai hari ini’ agak membuatku berpikir kalau kau akhirnya setuju…”
“Ugh…”
Akademi Alestra tidak memiliki pasangan resmi Exelia, karena tidak ada yang tahu peran apa yang mungkin perlu diisi di medan perang. Namun, Rain dan Athly adalah kasus khusus, jadi orang-orang di sekitar mereka tahu bahwa mereka sebaiknya dibiarkan melakukan apa pun yang mereka mau. Dan keduanya juga berpikir bahwa berganti pasangan akan terlalu merepotkan, jadi mereka tidak pernah menghiraukannya.
Rain melihat ini sebagai kesempatan bagi mereka berdua untuk tumbuh berkembang, itulah alasan dia menyarankan ini.
“Ugh, apa kau yakin tentang ini?”
“Ini kesempatan bagus untuk mengasah keterampilanmu, jadi ya.”
“Itu… Aku tidak tahu apakah aku harus setuju dengan itu.”
“Oh?”
“Siapa yang akan menjadi rekanmu selanjutnya?”
“Uh…”
“Apakah kamu akan bekerja sama dengan gadis itu?”
Perkataan Athly agak samar, tapi cukup jelas siapa yang dia bicarakan.
“Gadis… cantik berambut perak itu.”
Itu adalah asumsi yang wajar, mengingat Rain memintanya untuk membubarkan tim mereka pada hari yang sama saat Air pindah.
“Tidak, ini tidak ada hubungannya dengan dia. Aku sebenarnya sudah ingin melakukan percakapan ini sejak lama.”
“Tapi kau akan berpasangan dengan orang baru, setidaknya untuk sementara, kan?”
“Maksudku…”
Kau tidak salah…
Dia belum memikirkan siapa yang harus dia ajak. Dia memiliki pilihan di kelasnya, tapi hanya kadet berperingkat tinggi yang akan dikirim ke medan perang. Dan dari kelompok terpilih itu, satu-satunya yang dia tahu bisa dia ajak bekerja sama adalah…
“… Orca. Aku mungkin akan mengajaknya.”
“Baiklah, aku paham.”
“Apa tepatnya yang kau pahami?”
“Bahwa jika dia menghilang, segalanya akan menjadi baik-baik saja.”
Kata-kata perpisahan Athly menusuk ke dalam hati Rain. Ya, mereka berada di tengah-tengah battle royal, tapi dia tidak akan benar-benar membunuh Orca… bukan?
Membuat seseorang menghilang…
Kata-kata itu terdengar sangat jelas di dalam dirinya.
Waktu telah habis.
“Untuk saat ini, aku akan mengumumkan orang-orang yang berhasil mencapai final.”
Semua kontestan bullet-royal telah berkumpul di alun-alun pusat Akademi Alestra.
“Meski begitu, hanya empat orang yang bertahan, jadi mereka otomatis lanjut ke final. Tempat pertama benar-benar milikmu, Orca Dandalos, yang menguasai puncak dengan delapan pembunuhan. Menangislah, dasar pecundang!”
“Mati!”
“Dasar otot brengsek yang tidak berguna!”
“Botak!”
“Hei! Siapa si sok hebat yang menyebutku botak?!”
Jika ini adalah pertandingan gulat, Orca akan menjadi bedebah. Tidak hanya dia ketua angkatan, tapi dia juga memenangkan satu dari setiap lima bullet-royal, jadi beberapa orang membencinya. Sial baginya, dia tampak lebih kelelahan dari biasanya, jadi peluangnya kali ini tampak tipis. Dan alasannya adalah…
“Tempat kedua adalah Athly Magmet, dengan enam pembunuhan! Kecuali…”
“Mmmgh…! Nnnnnngh…!”
“Dia terus mencoba menembakku bahkan setelah waktu habis, jadi gadis-gadis lain harus menahannya.”
Orca mengacungkan jempolnya ke arah gadis-gadis yang menahan Athly. Mata Athly merah saat geraman dan erangan keluar dari mulutnya yang disumbat.
“Rain.”
“Ya?”
“Apa yang membuatnya begitu marah? Dia mengejarku hampir sepanjang pertandingan,” bisik Orca ke telinga Rain.
“Yah, cuaca cerah hari ini. Mungkin itu sebabnya,” jawab Rain acuh tak acuh.
“…Baik, masa bodo. Tempat ketiga adalah Rain Lantz, yang berhasil lolos dengan dua pembunuhan.”
“Mati!”
“Mati!”
“Mati!”
“Ayolah, tidak bisakah setidaknya kau lebih sungguh-sungguh?!”
Orang-orang tampaknya membencinya sama seperti yang mereka lakukan pada Orca, tapi jarak dalam upaya itu agak menyedihkan. Dia juga paham alasan mereka marah, karena tidak ada yang berhasil menghukum dia karena kesalahannya.
“Dan di posisi keempat, dengan jumlah pembunuhan yang sama, adalah murid pindahan baru, Air!”
“Hore!”
““Yeaaaaaah!””
Kata-kata Orca segera tenggelam oleh sorakan para siswa laki-laki. Air telah mengenakan kedoknya sekali lagi, memerankan bagian dari siswi sekolah yang ceria dan membuat kerumunan menjadi liar.
Rain berjalan di sampingnya. “…Hei, berapa lama kau akan terus melakukan sandiwara ini?” bisik Rain ke telinganya.
“Apa salahnya? Mereka tampak menyukainya.”
“Kenapa kau bahkan mau berpartisipasi? Kau kan tidak peduli dengan pistol itu.”
“Aku bosan.”
Tidak ada batasan pada acara tersebut, jadi siapa pun dipersilakan untuk bergabung. Tetap saja, semua orang, termasuk Rain, terkejut ketika Air meminta untuk berpartisipasi. Tapi kejutan sebenarnya datang kemudian, ketika di menit-menit terakhir pertandingan, Air dengan cepat menutup celah dengan menjatuhkan dua kontestan acak yang lengah.
Seriusan, apa tujuanmu di sini?
“Rain, haruskah kita benar-benar membiarkan dia berpartisipasi?”
“Yah, sepertinya dia siap untuk itu.”
“Tapi kau yakin dia akan baik-baik saja? Dia mungkin lolos ke final, tapi dia akan terluka jika tidak berhati-hati.”
“Tidak apa-apa. Dia mungkin bertingkah imut, tapi aku tahu dia cukup liar hingga bisa mengalahkan gorila dengan tangan kosong.”
Plak!
“Aduh!”
“Hmph!” dengus Air saat dia menendang tulang kering Rain.
“Apa masalahmu?!”
“Kau menabrakku.”
“…Oke, baiklah. Empat kontestan final adalah aku, Athly, Rain, dan Air.”
Final adalah acara utama dari semua bullet royal — pertarungan empat arah, satu lawan satu lawan satu lawan satu. Peluru Sihir Pribadi diperbolehkan, menempatkan tingkat bahaya di atas tingkat kualifikasi; tidak ada batas waktu; dan seseorang akan tereliminasi segera setelah serangan mengenai mereka.
“Ngomong-ngomong, karena kita melakukan ini di lapangan terbuka, kau tidak bisa menggunakan Peluru Sihir-mu, Rain.”
“Itu tidak adil! Kau curang.”
Bukan berarti aku tidak menyangka ini akan terjadi, tapi tetap saja ini menyebalkan!
Semua teman sekelas Rain tahu dia lebih suka menggunakan tembakan memantul Pharel, yang menjadi tidak berguna saat peluru itu tidak memiliki apa pun yang bisa membuatnya memantul.
“Kau bahkan tidak menyangkal bahwa kau curang… Maksudku, ayolah, kalian juga bisa menggunakan Pharel!”
“Kami bisa, tapi tidak ada di antara kami yang bisa mengendalikan tembakan bunuh diri itu.”
“…Baik, terserahlah, lapangan terbuka tak masalah.”
“Bagus, ayo kita mulai.”
Mendengar kata-kata itu, para gadis melepaskan Athly agar dia bisa bersiap. Untungnya, dia bisa tenang setelah ditahan begitu lama.
“……”
Meski begitu, caranya berdiri dengan cemberut sangat menakutkan. Rain berpikir untuk mengatakan sesuatu, tapi aura membunuh yang keluar darinya sangat kuat sehingga Rain tidak berani mendekatinya.
“Baik. Semuanya siap?”
Semua kontestan memeriksa perlengkapan mereka. Athly menggunakan handgun WR otomatis yang bisa disesuaikan. Orca menggunakan suatu shotgun yang tidak diketahui. Rain, seperti biasa, menggunakan revolver BB77 miliknya. Air mengeluarkan salah satu senjata yang dia bawa di punggungnya, senapan berukuran sedang yang tidak diketahui asalnya.
Peluru Sihir dibagi menjadi banyak cabang, yang semuanya terdiri dari beberapa variasi. Itulah alasan Rain menghalangi saat Orca bersiap untuk melepaskan tembakan pembuka.
“Hei, Orca. Bisakah kau membiarkanku menembakkan tembakan pembuka?”
“Huh? Ya, tentu, tapi kenapa?”
“Aku menggunakan revolver, jadi aku bisa membidik dan menembak, tapi kau menggunakan shotgun, jadi kau harus mengubah peganganmu.”
“Eh, kurasa itu masuk akal?”
Orca memberikan peran untuk menembakkan tembakan pertama kepada Rain.
“Oke, mari kita mulai.”
Peluru Sihir Rain melesat ke udara dengan ledakan melengking, menandai dimulainya babak final bullet royal.
Sesaat berikutnya, seluruh area dibanjiri dengan cahaya yang begitu terang, yang bahkan bersinar melewati jari seseorang. Rain telah menembakkan Ozette, yang juga dikenal sebagai mantra “Kilat Putih”. Itu adalah Peluru Sihir yang mengacaukan sekeliling, membutakan siapa pun yang kebetulan melihatnya. Tentu saja, itu hanya berlangsung kurang dari tiga detik, tapi Rain mampu memuat ulang peluru lebih cepat daripada tiga orang lainnya, dan dia memiliki lebih dari cukup mana untuk menembakkan lebih banyak peluru dengan cepat.
Menggunakan waktu yang dia ulur, dia berlari ke belakang Athly untuk melumpuhkannya. Titik buta setiap penembak ada di belakang tangan dominan mereka, dan aturan itu berlaku juga untuk penyihir. Namun, saat Rain bersiap untuk melakukan tembakan kedua, Qualia milik Rain memerintahkannya untuk berhenti.
“Ugh…”
Arus listrik tegangan tinggi yang cukup kuat untuk bisa menghancurkan batu melintas tepat di depannya. Jika Rain maju selangkah saja, itu akan langsung mengenainya. Itu adalah bentuk Peluru Sihir: Libertas, atau mantra “Petir Tajam”.
“Intuisi yang bagus.”
Athly tahu bagaimana memanfaatkan dengan terampil Peluru Sihir dasar itu. Athly hanya mempelajari dasar-dasarnya, karena dia mengkhususkan diri pada pengoperasian Exelia, tapi dia masih bisa mengubah sesuatu yang begitu mendasar menjadi senjata mematikan. Sayangnya, itu belum cukup.
“Sial…!”
“Kau terlalu lambat,” kata Rain saat dia melangkah ke arahnya. Bukannya sihir, Rain malah menggunakan teknik pertarungan jarak dekat sederhana. Dan setelah menjepitkan pistol padanya, dia mundur dan menendang perut Athly.
“Ugh…!”
Athly mencoba untuk menyikut wajahnya sebagai balasan, tapi pukulan itu nyaris menyentuh kelopak matanya. Rain berdarah, tapi dia menangkap tubuhnya dan mengangkatnya.
“Tidak, aaah!”
Setelah beberapa saat, Rain membantingnya ke tanah, dada jatuh lebih dulu, dengan kekuatan penuh. Athly tetap terbaring. Tapi sayangnya untuk Rain, Ozette berhenti begitu dia selesai, mengungkapkan Orca berdiri di sana dengan shotgun-nya yang sudah siap. Keduanya berdiri di sana, saling menatap, dengan Qualia yang aktif…
Apakah aku harus bergerak…?
Orca telah mengerahkan Qualia-nya pada penglihatan senjatanya. Panas mendesis saat berkumpul di moncongnya.
Sial, penekanan sihir?!
Beberapa peluru yang dilepaskan Orca ke udara di atasnya mengembang, massanya berlipat ganda beberapa kali.
“Horgo Bardas!”
Peluru Sihir Orca melaju ke depan dengan kekuatan mantra “Badai Meteor”. Bebatuan berat dan bergerigi muncul di atas Rain, membentuk hujan batu liar yang merubah tanah menjadi debu dalam beberapa detik setelah terjadinya benturan. Siswa nomor satu di Akademi Alestra memang kuat. Tapi kekuatan itu jugalah kelemahannya…
“Maaf, Orca.”
“Apa?!”
“Kau menghabiskan terlalu banyak waktu untuk melihat pelurumu, idiot!” seru Rain saat dia muncul di belakangnya. Namun, Orca mengisi tembakan kedua dan beralih ke pertahanan lebih cepat sebelum Rain bisa menembak.
Orca A. Dandalos adalah ketua angkatan di Akademi Alestra, akademi perwira paling bergengsi di Timur. Dia membanggakan Qualia-nya yang kuat, didukung oleh bakat bawaan dan sumber mana yang sangat besar, yang membedakannya dari kelompok lain. Dan yang paling penting, dia tahu betul dengan Peluru Sihir Rain. Kemenangan ada dalam genggamannya selama dia menggunakan penglihatan masa depannya untuk memprediksi lintasan peluru yang ditembakkan Rain. Pantulan peluru dari mantra Pharel membuat hal itu menjadi lebih sulit, tapi mengingat tidak adanya medan yang bisa memantulkannya, dia tidak perlu khawatir tentang itu.
Tapi saat pikiran itu terlintas di benaknya…
“Urk!”
…sebutir peluru mengenai bagian belakang kepala Orca.
“B-bagaimana bisa…?!” tanya Orca saat dia roboh, menoleh untuk melihat peluru yang terbang dari belakangnya.
“Oh, tentang itu… Itu adalah peluru yang aku tembakkan untuk memulai putaran final.”
Rain telah meminta untuk menembakkan tembakan pembuka menggantikan Orca karena suatu alasan. Dan dia melepaskan tembakan itu secara horizontal, dengan kecepatan rendah, sehingga pada akhirnya akan memantul dari gedung sekolah utama dan menembus kepala Orca.
“…Brengsek.”
“Diamlah, pecundang!”
Rain melakukan tembakan terakhir ke perut teman baiknya untuk mengakhirinya. Dan setelah menghabisi kedua teman dekatnya dalam sepuluh detik, dia berbalik untuk menghadapi sesosok makhluk perak.
“Aaaah…” Air menguap tanpa beban. “Yah, aku bisa mengerti kalau kau mengikuti strategi dasar, itu sesuatu yang benar untuk dilakukan.”
“Strategi dasar apa?”
“Tentu saja, mengalahkan musuh terlemah terlebih dahulu.”
Saat dia mengatakan itu, Air menggerakkan jarinya di atas pelatuk senapannya. Dan kemudian, dengan suara rendah yang hanya bisa didengar oleh mereka berdua, dia melanjutkan, “Sayang sekali. Padahal, aku ingin mengalahkan si gadis Athly itu sendiri.”
“Karena dia menyebutmu anak kecil?”
“……”
Ekspresi Air berubah dari tidak tertarik menjadi tidak senang. Dia selalu tampak terpisah, menyendiri, dan jauh, tapi ini berbeda. Sepertinya pembicaraan tentang tubuh kekanak-kanakannya telah memperburuk suasana hatinya.
“Apakah menurutmu…?”
Rain hampir tidak mendengar apa yang dia katakan.
“Apakah menurutmu aku menginginkan tubuh seperti ini?”
Apa…?
Bayangan menutupi wajah gadis itu. Tatapan menghina, serta senyum palsu, semuanya menghilang… menunjukkan ekspresi pahit. Itu adalah ekspresi yang sama saat seseorang mencoba menyentuhnya.
Wajah itu…
Apakah itu berarti Air sangat membenci Rain…? Tidak, tidak salah lagi. Itu pasti ekspresi… penderitaan.
“Hmm…”
Air mengatakan dia lahir lebih dari seabad yang lalu. Dan keberadaannya telah disegel dalam peluru kecil setelah eksekusinya, memungkinkan dia untuk muncul sebagai Hantu setiap kali pecahnya perang. Rain tidak yakin bagaimana itu bisa terjadi, tapi dia tahu bahwa tubuh Air sama sekali tidak alami.
Yang menimbulkan pertanyaan, siapa yang membuat tubuhnya? Bagaimana dia bisa memiliki bentuk fisik? Semakin banyak Rain memikirkannya, semakin banyak keraguan yang muncul di benaknya, yang membuat celah dalam pertahanannya.
“Ah…”
Sebagai seorang penyihir, dia harus mempertahankan Qualia-nya untuk memprediksi serangan dari segala sudut.
Dia mulai bergerak.
Air bergerak untuk menyerang Rain.
“Ugh…”
Karena mereka dikelilingi oleh penonton, tindakannya sedikit dibatasi. Tetap saja, Rain telah memprediksi rentetan besar peluru yang melesat ke arahnya saat dia menyerang Air, jadi dia memutar tubuhnya untuk menghindarinya. Dan begitu dia melakukannya, sebuah peluru terbang di atas kepalanya. Itu adalah Peluru Sihir Air. Api berkobar dari tempat benturan, tapi itu tidak cukup untuk menghentikan Rain, karena dia telah lolos dari jangkauan Air… Namun, sesaat berikutnya, bayangan memblokir bidang penglihatannya.
“Uh-oh!”
Prediksi lain menyerangnya.
Aku dalam bahaya!
Dia secara reflek melindungi perutnya, tapi tepat saat dia melakukan itu, sebutir peluru mengenai tubuhnya dari atas.
“Urk, aaah!”
Satu peluru latihan meledak di perutnya, mengirim Rain jatuh ke tanah. Setiap upaya untuk bangkit tidak mungkin dilakukan oleh gelombang rasa sakit yang mengalir di seluruh tubuhnya.
“Si-sialan…”
Saat Rain merangkak di tanah, dia mendengar suara klik yang jelas datang dari atasnya.
“Empat detik,” kata Air, nadanya sepenuhnya santai. Dan suara itu tetap datar dan tanpa emosi saat dia terus memandang ke bawah padanya.
“Kau sedikit terlalu lemah, bukan?”
Cibiran menyelinap ke dalam kata-katanya pada saat itu. Tapi saat mengangkat wajahnya, Rain menyadari ada sesuatu yang salah.
Kenapa… kau begitu…?
Kenapa ekspresinya begitu sedih?
Bibir Air mengerucut, seolah-olah dia harus menelan semua emosinya. Namun, matanya sangat lembab sehingga siapa pun yang melihatnya bisa tahu bahwa dia memasang wajah kuat.
Dia tampak hampir menangis.
Apa-apaan itu, Air? Siapa kau sebenarnya…? Kenapa matamu memiliki tatapan seperti itu? Apa yang kau sembunyikan dariku? Kau tidak mau memberi tahuku apa pun, dan setiap kali aku menyentuhmu… kau menjadi terluka dan tidak akan meminta bantuan. Sungguh egois…
“Sampai jumpa lagi.”
Ucapan selamat tinggal santainya diikuti dengan suara keras dari tembakan. Rain kehilangan kesadaran saat kepalanya terkena peluru hampa.
Post a Comment