[LN] Uchinukareta Senjou wa, Soko de Kieteiro Volume 1 Chapter 5 Bahasa Indonesia

 

5. Perjanjian

 

Kota Leminus adalah kota berkembang yang berada di dekat Akademi Alestra. Ibu kota O’ltmenia tidak memiliki cukup ruang untuk menampung akademi perwira, jadi akademi dibangun di dekat kota tersebut, dan itu telah menarik semua jenis orang.

Penduduknya kira-kira sepertiga dari jumlah penduduk di ibu kota, tapi kota ini masih berkembang, berkembang berkat perdagangan produk olahan besi eksternal dan internal, serta barang-barang lokal lainnya, membuatnya dijuluki sebagai “Kota Besi”.

Karena jaraknya yang dekat dengan Akademi Alestra, banyak siswa menggunakan kota itu untuk mengisi kembali persediaan mereka. Dan pada hari ini, Rain, bersama dengan belasan siswa lainnya, telah berganti ke pakaian kasual untuk berkunjung ke sana.

“Kita akan berkumpul kembali di sini pada siang hari, mengerti?” perintah Orca.

Dan dengan itu, para siswa menyebar ke seluruh kota. Karena siswa Akademi Alestra mengetahui rahasia negara, mereka perlu mengajukan permohonan untuk mendapatkan hak istimewa mengunjungi Leminus. Karena itu, jalan-jalan yang agak jarang mereka lakukan hampir terasa seperti liburan.

Para taruna sering kekurangan waktu luang, dan mereka berlarian ke berbagai toko hobi dan restoran dengan Orca sebagai pemimpinnya. Akan tetapi, Rain, menyelinap keluar dari arus teman-teman sekelasnya dan menuju ke toko buku antik.

Hmm…

Buku ditumpuk sembarangan di rak-rak toko, tapi ada juga koleksi besar koran bekas. Dan Rain telah menetapkan misinya dengan memeriksa semua koran dari satu abad yang lalu.

“Aku tidak berharap banyak, tapi tetap saja…”

Saat melihat-lihat koleksi besar koras bekas, yang dimasukkan ke dalam kaca tipis untuk mencegah pelapukan, dia menemukan apa yang dia cari.

“…Ketemu.”


Pertempuran besar antara taruna dan kemiliteran Lenox.

Langkah maju yang besar. Markas besar militer mempertimbangkan keuntungan dari pembuatan lebih banyak senjata.

“Kurasa itu bukan sebuah kebohongan…”

Air mengatakan yang sebenarnya. Seratus tahun yang lalu, pada akhir perang pertama, sekelompok taruna telah menyelamatkan Negara Timur. Tapi pada titik tertentu, laporan tentang pencapaian mereka tiba-tiba berhenti, yang menjadi bukti kuat bahwa militer menyembunyikan informasi tersebut.

Itu tidak membuktikan bahwa Air telah memimpin satuan tersebut, tapi hal itu menanamkan keyakinan pada diri Rain. Dia yakin bahwa gadis yang menyebut dirinya sebagai Hantu, benar-benar seseorang dari seratus tahun yang lalu.

Setelah sampai pada kesimpulan itu, Rain meminta salinan beberapa artikel dari periode waktu itu, lalu kembali ke kota.

“Oh, Rain.”

Rain menyadari ada Athly saat dia menatap tampilan toko buah. Athly siap untuk meninggalkan alun-alun kota, tapi dia berhenti dan berbalik menghadap Rain sewaktu dia mendekat.

“Selesai berbelanja?”

“Ya, aku membeli beberapa majalah dan beberapa kompres dingin. Ngomong-ngomong, Rain…”

“Apa?”

“Hari ini sebenarnya hari ulang tahunku.”

“Oh…”

“Kau tidak perlu terdengar begitu jengkel!”

“Tidak, bukan itu, sungguh!”

Rain ingin merayakannya bersamanya, tapi jalan-jalan ini adalah kesempatannya untuk mempelajari lebih lanjut tentang Air, serta Hantu secara umumnya. Akademi Alestra memiliki catatan yang terbatas, yang sudah dia teliti, jadi toko di Leminus adalah satu-satunya pilihan lainnya.

Yah, kurasa aku punya waktu luang.

Rain menyadari bahwa Athly merasa terganggu oleh kecemasan di medan perang akhir-akhir ini, jadi Rain ragu-ragu untuk mengabaikannya. Sejak dia mendapatkan Peluru Iblis, dia memaksa Athly melalui pertempuran demi pertempuran yang melelahkan, meneriakkan perintah padanya tanpa henti.

Peluru Iblis memiliki kemampuan untuk sepenuhnya menghapus keberadaan seseorang, tapi fakta tersebut harus tetap dirahasiakan. Karena itulah dia menyembunyikan fakta itu dari Athly. Semua faktor itu bergabung hingga menciptakan rasa bersalah yang ekstrem.

“Yah, kalau begitu, ada yang kamu inginkan?”

“Tentu saja ada!”

“Sebenarnya, aku sudah memilih sesuatu. Itu di sini!”

“…Kau sudah memilih sesuatu?”

Athly menyeret Rain ke toko perhiasan, lalu memintanya untuk membelikannya salah satu barang yang ada di etalase. Itu adalah jepit rambut dengan label harga yang agak tinggi.

“Ugh…”

Harganya sangat mahal.

Harganya 100.000 zels. Meski Rain harus mengakui bahwa jepit biru itu lucu, dan Athly menghujaninya dengan ucapan terima kasih, tapi…

“Apakah kamu sangat menginginkan itu?”

Harganya keterlaluan. Pemilik toko adalah seorang pria paruh baya yang ramah serta menyadari bahwa mereka adalah taruna dan mencoba menawarkan kepada mereka barang-barang yang lebih murah, tapi Athly tetap berpegang teguh pada pilihannya. Dan akhirnya, Rain menyerah dan membelikannya apa yang diinginkannya.

Namun, anehnya, entah kenapa, Athly menolak untuk membungkus jepit rambut itu, dan dia mulai menata rambutnya di tengah toko.

“Kau akan memakainya di sini?”

“Yah, memangnya seberapa sering aku mendapatkan hadiah? Aku tidak ingin menunggu sampai aku pulang.”

Menarik rambutnya, dia mengikatnya menjadi gaya kuncir kuda. Dan setelah dia menambahkan jepit rambut itu, dia bertanya, “Bagaimana penampilanku?”

“Wow…”

Dia tampak seperti gadis cantik yang sering dilihat Rain di sekitar kota.

“Kau sangat imut saat kau berakting seperti gadis normal, lho?”

“Ini bukan akting. Aku memang seorang gadis normal!”

“Apa kau benar-benar berpikir seperti itu?”

“Tentu saja. Aku akan tetap seperti ini saat pulang ke rumah nanti.”

“Rumah…” Rain tiba-tiba teringat sesuatu. “Keluargamu tinggal di Leminus ini, kan?”

“Ya…”

Rumah… Ekspresi Athly menjadi murung saat dia mengatakan itu.

 


 

“Aku mendaftar di Akademi Alestra bertentangan dengan keinginan orang tuaku… jadi kupikir aku harus pulang sesekali untuk menghilangkan kekhawatiran orang tuaku. Menunjukkan pada mereka bahwa aku baik-baik saja.”

“…Ya, mungkin yang terbaik adalah tidak membuat mereka khawatir.”

“Mm-hmm… Tetap saja, aku tidak berniat untuk pulang secara permanen, apapun yang terjadi. Banyak kerabatku telah dibunuh oleh Barat. Jika aku tidak membuat orang tuaku tetap aman, Ibu dan Ayah mungkin akan menjadi yang selanjutnya.”

Itulah alasan Athly Magmet untuk bergabung dengan tentara. Dan itu alasan yang sangat sederhana, dan sangat umum. Orang-orang yang dekat dengannya telah dilalap api peperangan… dan orang tuanya adalah satu-satunya yang selamat.

“Terima kasih, Rain. Sampai ketemu nanti,” kata Athly setelah selesai merapikan pakaiannya, lalu segera meninggalkan toko.

Rain menunggunya keluar dari jangkauan pendengarannya, lalu menoleh ke pemilik toko perhiasan dan mulai berbicara dengannya.

“Dengarkan…”

“Hmm?”

“Bisakah Anda menurunkan harga jepit rambut itu?”

“Dasar bocah yang menyedihkan…”

Seratus ribu zels terlalu mahal!

“Tolonglah. Aku hanya ingin pamer di depannya!”

“Mereka bilang kejujuran adalah kebajikan, tapi… ugh, baiklah. Aku akan memberikan potongan harga sebesar sepuluh ribu untukmu.”

“Wow, benarkah?”

Dia hanya meminta diskon karena tidak ada salahnya, jadi respon seperti itu tidak terduga.

“Kamu siswa Akademi Alestra, kan? Anggap saja ini caraku mengucapkan terima kasih. Kamu mempertaruhkan nyawamu pada usia yang begitu muda, jadi aku berhutang budi padamu. Selain itu, dia pacarmu, kan?”

“…Itu sebenarnya lebih seperti gebetan.”

“Mmm… Baiklah, jangan menyerah. Saat lain kali kamu datang kemari, kamu datang mencari cincin.”

Mereka melanjutkan percakapan yang tidak jelas itu selama beberapa menit lebih, karena pemiliknya cenderung suka mengobrol. Tapi Rain akhirnya mendapatkan diskon lima belas ribu zels, jadi semuanya sepadan.

Rain meninggalkan toko dua puluh menit setelah Athly. Dan kemudian itu terjadi.

“Huh?”

Rain tidak bisa mempercayai apa yang dilihatnya. Sebuah Exelia berdiri di hadapannya.

Dia mengenali kendaraan lapis baja yang terbuat dari logam campuran nuklir graimar, senjata perang yang tangguh. Dengungan mesin tempur sangat menakutkan di sini, di kota yang begitu damai ini. Dan itu juga bukan salah satu unit Exelia milik O’ltmenia. Exelia itu adalah model AT3 terbaru dari Negara Barat.

“Tidak mungkin…”

Itu adalah unit musuh. Saat Rain menyadari itu, dia menyadari kehebohan di sekitar kota. Orang-orang panik, bergegas ke sembarang arah untuk menghindari kekacauan.

Exelia itu bergerak di depan mata Rain. Penembaknya membidik ke arah massa yang melarikan diri dan menembakkan suatu peluru ke udara.

Tunggu, itu…

Peluru hitam itu berbentuk seperti tabung logam kecil. Tembakan itu terbang sangat lamban sehingga melihatnya bisa memutarbalikkan seluruh indra waktu seseorang. Tapi akhirnya, tabung hitam itu meledak, melepaskan gelombang panas yang sangat hebat.

“Sial!”

Leminus, Kota Besi, telah menjadi lautan api.


Panas…

Sesuatu terasa sangat berat.

U-ugh…

Kesadarannya yang kabur berangsur-angsur pulih, tapi indera penciumannya telah pulih jauh lebih dulu dari penglihatannya.

“Urk, ack…!”

Bau yang tak mengenakkan menerobos ke lubang hidung Rain — aroma sesuatu yang terbakar. Pikiran Rain yang redup memacu tubuhnya untuk bertindak, tapi tidak peduli berapa kali dia mencoba untuk bergerak, dia gagal berdiri.

Ketika dia mencoba menggerakkan punggungnya, dia menyadari ada sesuatu di atasnya… Sebuah mayat yang terbakar.

Brengsek…

Ukuran dan bentuknya menunjukkan bahwa itu adalah jenazah pemilik toko perhiasan itu. Seseorang yang barusan dia ajak bicara sudah mati. Pria itu bukan seorang penyihir, jadi dia tidak bisa menggunakan sihir pertahanan untuk melindungi dirinya sendiri. Dia telah berubah ke keadaan yang tidak dapat dikenali lagi akibat serangan panas.

Ugh, sial…

Pemandangan mengerikan dari mayat yang meleleh itu membuat Rain mual. Tapi dia tahu jika dia tidak bergerak, dia selanjutnya yang akan menjadi seperti itu. Jadi dia menahan rasa mual yang luar biasa dan merangkak keluar dari bawahnya, mengamati situasinya.

Apa… apaan…?!

Sejumlah besar mayat berada di antara puing-puing. Ratusan mayat yang hangus dan terbakar tersebar sejauh mata memandang. Dan api berkobar tak henti-hentinya, didorong oleh darah orang-orang yang tidak bersalah. Tapi yang paling buruk bagi Rain, aroma daging yang terbakar dan bau mesiu membuat dia tidak bisa bernapas. Udara yang berbahaya ini terlalu tebal, jadi dia tidak punya kesempatan untuk menarik napas.

Dengan bunyi gedebuk, Exelia musuh mendarat di depannya. Badan pesawatnya berlumuran arang dan darah, menunjukkan pembantaian yang telah dilakukannya.

Jika aku tidak lari sekarang, mereka akan membunuhku…, pikir Rain saat jantungnya berdebar kencang.

Dia tahu akan fakta itu, tapi tubuhnya menolak untuk bergerak. Gemetarannya yang tak terkendali membuatnya terpaku di tempat. Dia kemudian menyadari betapa ketakutannya dia.

Dia telah berjuang melalui berbagai medan perang, tapi meskipun demikian, dia sangat jarang merasakan kehadiran kematian yang begitu dekat. Tidak ada jalan keluar baginya. Exelia adalah puncak dari teknologi militer, jadi tidak ada yang bisa dilakukan oleh tubuhnya yang fana itu.

Penembak unit musuh mengarahkan pandangannya pada Rain, yang menandakan akhir hidupnya.

“Apa…?”

Namun, di saat-saat terakhir, unit lain menabrak AT3, menjatuhkannya.

“Masuklah, Rain!” teriak suara yang telah dikeraskan itu.

Akhirnya terlepas dari belenggu keputusasaan, Rain berlari cepat dan melompat ke Exelia yang telah menyelamatkannya.

“Kita segera mundur!”

Athly berada di kursi kemudi kendaraan. Dia berpaling dari AT3 musuh tanpa berbalik lagi dan langsung pergi.

“Maaf. Aku membuatmu berada dalam bahaya.”

“Jangan dipikirkan. Mari kita fokus berkumpul ke tempat para taruna yang tersisa. Oh, dan peganganlah yang kuat!”

Athly dengan mudah menghindari musuh, membuat Rain memuji keterampilan Athly yang baru diketahuinya, dan akhirnya berhasil melarikan diri sepenuhnya.

“Tunggu, bagaimana dengan orang tuamu?”

Athly menyebutkan bahwa orang tuanya tinggal di Leminus, jadi mereka mungkin dalam bahaya. Dengan kerusakan sebesar ini, Rain ragu mereka bisa lolos, tapi dia ingin memastikan itu.

“Mereka baik-baik saja. Orang tuaku berlindung di tempat perlindungan bawah tanah… Tapi lupakan tentang mereka untuk sekarang — ayo pergi.”

“Pergi kemana?”

“Ke tempat semua orang berada.”

Athly mempercepat lajunya. Selama perjalanan, mereka melihat unit AT3 lainnya. Dan saat berbalik untuk menghindarinya, mereka melihat unit itu tanpa pandang bulu menembaki warga sipil yang melarikan diri.

Kemarahan mendidih di dalam diri Rain sembari ia meraih senjatanya.

“Jangan,” Athly memperingatkannya dengan tenang tanpa berbalik, meyakinkan Rain untuk menghentikan apa yang akan dilakukannya. “Itu akan mengekspos lokasi kita.”

“Sialan…”

Rain menekan emosinya begitu dia mendengar penjelasan Athly. Athly benar. Memprovokasi mereka adalah jalan yang pasti menuju kematian.

Setelah melewati reruntuhan kota untuk beberapa saat, Athly menabrakkan unit mereka ke dalam hanggar rusak yang setengah terkubur oleh puing-puing. Kecuali, ternyata, puing-puing itu hanyalah kamuflase, dan unit itu menerobos selubung tipis untuk memasuki ruangan yang luas. Yang menunggu di sana adalah teman sekelasnya, para taruna Alestra. Mungkin totalnya dua puluh orang.

“Jadi di sinilah tempat kau menyembunyikan mereka.”

“Tapi tidak ada yang tahu kapan mereka akan menemukan kita.”

Menemukan kita…

“Jadi mereka benar-benar…” Rain terdiam, tidak mampu menyelesaikan pertanyaan itu.

“Ya, Negara Barat telah melancarkan serangan ke kota,” jawab Athly.

“Benar. Mereka telah membawa Exelia ke wilayah sipil. Dan juga lebih dari satu. Mereka berkeliaran di seluruh kota, menembaki siapa pun yang mereka temukan. Secara strategis, hal itu tidak pernah terdengar.” Orca menambahkan penjelasannya sendiri. Sepertinya dia yang bertanggung jawab atas tempat ini.

Senjata yang mereka miliki dikumpulkan di depan Orca. Itu cukup tepat, karena Orca adalah ketua angkatan, dan dia telah dilatih untuk mengambil alih komando selama keadaan darurat.

“Tujuan musuh adalah merebut kota ini… Bukan, koreksi. Tujuan mereka adalah untuk menjarah kota dan membantai semua orang yang ada di dalamnya.”

Pembantaian… Rentetan kekalahan baru-baru ini telah menempatkan Negara Barat dalam posisi yang agak genting, jadi mereka telah mengubah taktiknya untuk merebut kembali inisiatif. Dan sialnya, Rain dan teman-teman sekelasnya terjebak dalam kekacauan itu.

Ini adalah Kota Besi, Leminus, area perdagangan yang tidak berbahaya, yang terletak jauh dari garis depan. Dan itu berarti serangan tersebut merupakan upaya terencana untuk merenggut nyawa orang-orang yang tak bersalah.

Semua taruna memahami fakta itu.

“Jadi apa yang akan kita lakukan selanjutnya?” tanya Rain.

“Entahlah. Apa yang bisa kita lakukan?” jawab Orca.

“Kabur bukanlah pilihan. Tanah di sekitar Leminus datar, jadi tidak ada yang bisa menghentikan Exelia mereka menjatuhkan kita.”

Para taruna hanya memiliki satu Exelia, yang merupakan model tua yang diperoleh kota itu dari Akademi Alestra untuk tujuan pertahanan diri. Spesifikasinya di bawah standar, dan mereka lolos dari AT3 sebelumnya hanya karena kemampuan Athly.

“Kita memiliki dua pilihan,” kata Orca. “Yang pertama adalah bersembunyi. Jika kita berhasil bersembunyi sampai malam atau menunggu sampai musuh mundur, kita mungkin akan selamat. Meskipun aku ragu bala bantuan akan tiba di sini dalam waktu dekat, jadi aku tidak bisa membayangkan mereka akan mundur. Ditambah lagi, tidak ada jaminan kita akan bertahan sampai malam…”

Orca berhenti sejenak untuk membiarkan pilihan itu meresap sebelum dia memberikan pilihan lain.

“Pilihan kedua, kita harus melarikan diri dari sini. Itu berisiko, tapi jika kita memanfaatkan kekacauan ini, kita bisa menyelinap begitu saja.”

Dengan kata lain, bersembunyi atau melarikan diri. Hanya itu. Para taruna hanya memiliki satu Exelia, jadi pertempuran tidak mungkin dilakukan. Jika musuh menemukan tempat persembunyian mereka, mereka sama saja dengan mati. Tapi terlepas dari jalan mana yang mereka ambil, mereka membutuhkan pemahaman yang kuat tentang pergerakan musuh. Jadi, atas perintah Orca, semua orang mengamati sekeliling melalui teropong mereka.

Lima menit kemudian, Bangas Rover, seseorang yang agak pemalu dan tidak meninggalkan banyak kesan, melaporkan sesuatu.

“I-itu…”

“Apa itu?”

“Oh, uh, aku telah memeriksa jalan utama… dan aku pikir unit komando musuh ditempatkan di sana.”

Semua orang berkumpul di dekatnya dan melihat ke arah yang dia tunjukkan. Seperti yang dia katakan, ada sekelompok besar yang berjarak 650 kaki di sebelah barat. Sepuluh Exelia ditempatkan di sana, dengan enam kendaraan penyimpanan di belakangnya. Itu pasti unit komando musuh.

Salah satu kendaraan itu telah menurunkan kaca depannya, dan Rain melihat wajah yang dikenalnya dari balik kaca itu.

“Itu…”

“Kamu tahu siapa itu, Rain?”

“…Ya.”

Dia hanya melihatnya di foto, tapi dia yakin dengan identitas pria itu. Lagipula, dia adalah pokok persoalan perintah Air.

“Alec…”

Kapten Thanda, satu-satunya prajurit barat yang mengumpulkan kemenangan akhir-akhir ini. Dia ikut hadir ketika pembicaraan damai gagal beberapa hari yang lalu, dan dia menganjurkan tindakan tegas.

Dia pasti orang yang menyusun serangan itu. Dia-lah yang paling bertanggung jawab atas kekejaman ini. Dan setelah mengenali kehadiran pria itu, Orca dan para taruna lainnya bereaksi buruk.

“Dia sangat dekat dari sini…”

“Mereka akan membunuh kita… Jika mereka menemukan kita, matilah kita.”

“Tidak, kita adalah taruna, jadi mereka mungkin akan menyandera kita.”

“Kau benar-benar berpikir mereka akan memerlukan tahanan? Tidak, mereka akan menjatuhkan kita seperti anjing.”

Ketakutan memenuhi pikiran mereka. Bisa dimaklumi, karena satu AT3 saja sudah lebih dari cukup untuk menangani mereka semua.

Tapi satu di antara mereka berbeda.

Kapten Thanda… Apa yang harus aku lakukan?

Rain ketakutan, tapi dia tetap tidak terpengaruh. Dia memiliki kartu truf yang disembunyikannya, sebuah kartu yang hanya dia yang bisa menggunakannya. Dia dengan kuat menggenggam Peluru Iblis, memikirkan apa yang harus dilakukan dengan kekuatannya.


Apakah aku harus menggunakannya…?

Orca telah memberikan dua pilihan. Salah satunya adalah menunggu; yang satunya lagi adalah lari. Tapi dalam situasi ini, Rain, dan Rain seorang, yang memiliki pilihan ketiga. Dia bisa bertarung.

Jika aku menghapus Alec dengan peluru ini…

Prajurit dari Barat, Alec Thanda, telah melancarkan serangan ke kota yang damai, mengakibatkan pembantaian ribuan orang. Berdasarkan cakupan operasinya, Negara Barat mungkin telah mengirimkan sedikitnya lima puluh unit Exelia dan lebih dari tiga ratus tentara.

Di sisi lain, pihak Rain kekurangan sumber daya. Mereka hanya memiliki lima belas taruna dan satu Exelia yang ketinggalan zaman…

Jangan panik. Berpikir…

Rain mengumpulkan semua pengalaman tempur yang dia miliki untuk membantunya menyusun rencana.

Bisakah aku menggunakannya?

Dia sudah menggunakan Peluru Iblis ratusan kali. Dan dengan menghapus orang-orang menggunakan peluru itu, dia telah mengubah jalannya peperangan yang menguntungkan negaranya. Peluru itu membuat pembunuhan menjadi mudah, karena dia bisa menggunakannya untuk menghilangkan rintangan apa pun sepenuhnya.

Pemrograman Ulang adalah fenomena yang agak unik… Bukannya hanya membunuh seseorang secara langsung, itu juga menghapus keberadaan mereka, bersama dengan semua pencapaian mereka. Dan itu membuatnya sempurna untuk situasi yang sedang dihadapinya. Menghapus Alec akan membatalkan pembantaian di kota, menyelamatkan ribuan orang, jadi itu adalah pilihan logis dalam pikiran Rain. Satu-satunya pertanyaan yang sebenarnya adalah, bagaimana cara terbaik untuk mencapai tujuan itu.

Dapatkah aku menembaknya dari sini?

Tidak, dia tidak bisa. Alec baru saja mengintip dari unitnya, dan dia tidak punya alasan untuk turun dari unitnya. Ditambah, bahkan jika dia keluar dari Exelia-nya, Rain terlalu jauh untuk mendaratkan tembakan telak.

Dan faktor terpenting dari semuanya adalah, harga yang harus dia bayar untuk menggunakannya.

“Kau harus membuat perjanjian denganku jika kau berniat untuk tetap menggunakan Peluru Iblis.

Rain harus membuat kesepakatan dengan gadis berambut perak itu untuk mempertahankan kekuatan ini.

“Jika aku menyuruhmu untuk menembak seseorang, kau harus menembaknya, bahkan jika mereka adalah keluargamu atau orang yang kau cintai. Jika aku menyuruhmu menggonggong, kau harus menggonggong seperti anak anjing. Dan jika aku menyuruhmu mati, kau harus mati di tempat. Yang harus kau lakukan adalah bertindak sesuai dengan perintahku.

Kali berikutnya Rain menggunakan Peluru Iblis, dia harus melepaskan semua yang dia miliki padanya. Tapi terlepas dari keterlibatan Air, Rain tidak punya kesempatan untuk menjangkau Alec.

“Orca, senjata apa yang kita miliki jika kita mau mencoba melarikan diri dari sini?” tanya Rain, berharap bisa keluar dari kebuntuan ini.

“Hanya beberapa pistol. Ada beberapa hal menarik di sini, tapi kita tidak bisa menggunakannya…”

“Seperti apa?”

“Lihat karung-karung yang ada di sebelah Exelia itu?”

“Ada apa dengan karung-karung itu?”

“Karung itu penuh dengan bubuk mesiu padat. Jenis yang diproses untuk membuat peluru.”

Para taruna bersembunyi di gudang milik militer, jadi adanya bubuk mesiu tidak terlalu mengejutkan. Bubuk mesiu bisa berfungsi sebagai bahan peledak, semacam senjata, tapi…

“Itu tidak berguna.”

…Orca jelas telah mempertimbangkan pilihan itu.

“Jumlahnya lumayan, tapi itu semua barang lama yang dikirim ke sini untuk dibuang. Kita tidak dapat memasukkannya ke dalam peluru… Selain itu, bubuk mesiu saja tidak terlalu berguna.”

Bubuk mesiu hanya dapat digunakan saat diproses dalam kondisi kedap udara, jadi mereka sebaiknya menggunakan Peluru Sihir. Setiap upaya untuk menggunakan Exelia lama dan kumpulan bubuk mesiu yang sudah dibuang pasti akan berakhir dengan kegagalan.

Sayangnya, saat Rain memikirkan pemikiran seperti itu, situasinya berbelok tajam menjadi lebih buruk. Matahari bergeser di langit, mengubah sudut sinarnya menjadi langsung menuju ke tempat berlindung mereka.

“Hei, menjauhlah dari puing-puing! Kalian akan memantulkan cahaya!” teriak Orca.

Namun, peringatannya sudah terlambat. Cahaya merembes melewati puing-puing, memantulkan lensa salah satu teropong itu. Membidik seseorang dengan membelakangi matahari adalah pengetahuan mendasar bagi penembak jitu, tapi mereka tampaknya melupakan hal itu akibat kekacauan ini.

“Menunduk!”

Saat berikutnya, ledakan menghantam dinding puing-puing. Seorang penembak musuh telah menyadari mereka dan menembakkan Peluru Sihir tanpa berpikir. Serangan itu merenggut nyawa tiga taruna yang lengah dan gagal merunduk.

Tiga dari teman sekelas mereka telah menjadi potongan daging, wajah mereka hancur dan bagian atas mereka robek. Dan Rain dapat mengetahui melalui debu yang bertebaran bahwa musuh sedang mendekat untuk mencari orang yang selamat. Berdasarkan gerakan mereka, dia tahu bahwa mereka tidak yakin apakah ada yang selamat, tapi itu hanya akan bertahan selama debu menutupi penglihatan mereka.

“A-apa yang harus kita lakukan?!”

“K-kita harus lari!”

“Kemana?! Kita tidak bisa meloloskan diri dari Exelia!”

“Kalau bagitu, apa yang harus kita lakukan, duduk diam dan membiarkan mereka membunuh kita?!”

Para taruna mulai terpecah belah. Mereka mungkin anggota militer, tapi mereka masihlah pelajar muda. Melihat akhir yang mengerikan dari teman-teman mereka telah membuat mereka patah semangat.

Kita akan mati…

Tapi itu adalah satu hal yang tidak mau dia terima. Dan saat dia semakin putus asa, mata Rain berdenyut-denyut seolah akan meledak.

“Ah…!”

Dia menutupi matanya dengan tangannya untuk membantu meredakan rasa sakit dan…

“Air!”

…tiba-tiba memanggil nama gadis Hantu itu.

Para taruna lainnya menjadi tenang, dikejutkan oleh teriakan Rain.

“Kau sedang melihat semua ini, kan?!” teriak Rain dengan marah. Bahkan sebelum gema itu menghilang, dia terus berbicara dengan gadis yang tidak bisa dia lihat. “Jujurlah — kau tertawa terbahak-bahak, kan?! Aku yakin kau menyeringai seperti iblis!”

Rain mencengkeram tenggorokannya dan menarik napas dalam-dalam untuk meredakan suaranya yang serak.

“Aku benci mengakuinya, tapi aku tidak bisa keluar dari situasi ini sendirian. Aku akan membuat perjanjian sialanmu itu! Aku akan memberikan semua yang aku miliki! Semua milikku! Jadi berikan aku kekuatanmu!”

Dia menarik napas dalam-dalam.

“Selamatkan aku, Air!”

“Kau tidak perlu meneriakkan semua itu…”

Suara itu datang dari belakangnya melalui udara dingin, seperti gumpalan kabut.

“Aku bisa mendengarmu dengan jelas…” Akhirnya gadis berambut perak itu muncul di hadapannya. “Sehat? Senang melihatku?”

“Kau benar-benar melihat kami…”

“Ya. Dan aku akan bilang kau beruntung karena aku melihat kalian.”

“Jadi apa yang mau kau bilang?” Tanpa mempedulikan siswa lain yang menatapnya, gadis itu menoleh ke arah Rain secara langsung. “Aku rasa kau sudah siap untuk membuat perjanjian?”

“Ya. Aku akan memberikan segalanya. Hanya saja lakukan sesuatu tentang kekacauan ini.”

“Sumpah, kau orang yang banyak menuntut…”

Air terdengar agak kecewa, tapi Rain tahu itu semua hanya akting.

“Yah, masa bodo. Aku akan menunjukkan padamu betapa dapat diandalkannya aku sebagai master. Itu akan meyakinkanmu bahwa aku layak untuk dilayani. Ingatlah, kau tidak bisa menarik kembali kata-katamu. Mulai sekarang, kau sepenuhnya menjadi milikku, Rain Lantz.”

Air berhenti bicara, lalu memindahkan tangannya ke roknya.

“Apa kau ingin mengintip ini lagi, untuk menandai peristiwa ini?” tanya Air sambil mengibarkan roknya dengan cara genit.

“Gak.”

“Sayang sekali. Sepertinya kau belum siap menghadapi itu.”

Sikapnya sama kurang ajarnya seperti biasa. Sejujurnya itu membuat situasi ini menjadi sulit untuk dipercaya bahwa mereka sedang berada dalam situasi hidup dan mati. Hantu ini, gadis misterius bernama Air ini, adalah suatu keanehan. Setelah merapikan kembali roknya, dia mengeluarkan pistol dan menembakkan satu peluru langsung ke dada Rain.

“Aku sudah mengikat perjanjiannya, tapi memang hanya seperti ini yang perlu dilakukan.”

Rain tidak tahu apakah Air benar-benar menembakkan peluru, karena dia tidak merasakan sakit. Tapi sesaat kemudian, pola merah tua terukir di lengan kirinya. Itu adalah tanda perjanjian, simbol Belial yang sama dengan yang ada di kulit Air…

“Pola itu, Jisknot, adalah penghubung yang mengikat kita.”

Rain telah mendapatkan hubungan yang jelas dan nyata pada Air.

“Selama aku masih hidup, kau tidak bisa melanggar perintahku. Itu semacam hubungan tuan-budak yang tidak sempurna.”

“…Tidak sempurna?”

Dia bisa memerintahkanku untuk bunuh diri dan aku harus menurut… dan itu masih tidak sempurna?

“…Apa bedanya ini dari kesepakatan dengan iblis?”

“Yah, jika aku mati, semua sihir yang aku miliki akan ditransfer kepadamu, jadi kau selalu memiliki pilihan untuk menggorok leherku saat aku tidur. Kau memiliki jalan keluar untuk lari dari kesepakatan ini, jadi aku tidak bisa menyatakan kalau aku memiliki semua kekuasaan dalam kesepakatan ini, bukan?”

“Itu…”

Sepertinya Rain memiliki pilihan yang bisa digunakannya. Jika Air mati, semua sihirnya akan ditransfer padanya. Tentu saja, termasuk Peluru Iblis.

“Apa yang akan kau lakukan? Apa kau ingin mencoba mengadu keberuntunganmu sekarang?”

“…Tidak,” jawab Rain dengan tegas. “Menjadi budak tidak masalah bagiku… untuk saat ini. Tolong lakukan sesuatu tentang situasi ini, Air.”

“Baiklah kalau begitu. Ayo bergerak.”

Setelah menyelesaikan diskusi mereka, Air berjalan menuju satu-satunya senjata asli para taruna, suatu Exelia tua.

“Keluar. Aku yang akan mengambil alih kemudi.”

“Huh? Apa?” Gumam Athly, jelas bingung. Reaksi yang normal, karena dia tidak tahu apa-apa tentang latar belakang Air.

“Dengarkan saja dia, Athly.”

Athly turun dari platform, menuruti permintaan Rain. Dengan Athly yang sudah menyingkir, Air naik ke Exelia, tapi siswa lain tidak begitu suka untuk menyerahkan garis pertahanan terakhir mereka. Bagaimanapun juga, hidup mereka dipertaruhkan disini, dan mereka semua gelisah. Mereka ingin berbicara dan menghentikan Air. Namun–

“Dengarkan aku, para siswa Akademi Alestra!”

Suaranya dingin, sama sekali tidak seperti citra-nya yang ramah di sekolah, dan itu menghentikan langkah mereka. Dia telah memakai nada suara yang kuat dari seorang pejuang yang menuntut kekuasaan dan otoritas absolut.

“Aku adalah Air Arland Noah, orang yang akan membawa kalian menuju kemenangan dalam pertempuran ini. Aku tidak punya waktu untuk menjelaskan semuanya secara rinci, jadi aku hanya akan memberi tahu kalian tujuan kami. Kami akan menjatuhkan setiap prajurit dari Negara Barat.”

Pernyataan Air cukup keras untuk menjangkau semua orang, tapi itu tidak membuatnya lebih bisa dipercaya.

“A-apakah itu mungkin?!”

“Tidak mungkin! Apa kau sadar betapa tidak seimbangnya kita?!”

Para taruna melepaskan ketakutan mereka dan mulai mengajukan keluhan atas perintah Air.

Itu tidak mungkin. Itu sembrono. Mereka memahami situasi mereka saat ini, jadi ini adalah reaksi yang wajar. Tapi bukannya menanggapi mereka, Air mengambil karung bubuk mesiu dengan lengan pembantu Exelia, memasukkannya ke dalam platform, dan memerintahkan Rain untuk masuk ke belakangnya.

Rain masuk seperti yang diinstruksikan, tapi dia tidak tahu apa rencana Air.

Apa yang sebenarnya dia pikirkan?

Tetap saja, itu satu-satunya pilihan sebenarnya.

Aku harus mempertaruhkan segalanya padanya.

Air telah menyatakan dia akan memimpin mereka menuju kemenangan. Semua orang menganggap situasi ini tidak ada harapan, namun dia tampak yakin sepenuhnya pada dirinya sendiri. Jadi Rain memutuskan untuk mempertaruhkan segalanya saat itu juga, karena alternatif lainnya adalah duduk diam dan menunggu kematian.

Exelia meraung menyala dan merayap maju.

“Kita akan menerobos puing-puing dan menyerbu mereka.”

Air berhenti sejenak, lalu menabrakkan Exelia langsung melewati dinding puing. Manuvernya agak berani, tapi itu juga cara paling efektif untuk mengejutkan musuh mereka.

Satu Exelia mereka yang terisolasi menerjang ke arah musuh, mendepak awan debu dan tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Air bersiap untuk menghadapi pasukan musuh, tapi mereka sudah merasakan Air dan unitnya akan datang dengan Qualia mereka. Penglihatan masa depan mereka membimbing mereka ke jalan yang optimal.

Air dan musuh telah memilih untuk saling berhadapan dengan Peluru Sihir, senjata pilihan penyihir. Dalam pertempuran ini, setiap serangan akan cukup kuat untuk menjadi serangan mematikan.

Air mengemudikan Exelia-nya ke depan sampai dia dan salah satu musuh berada dalam jangkauan satu sama lain. Tapi saat berikutnya, tepat sebelum keduanya bertabrakan, dia menginjak rem.

“Sungguh lambat.”

“Whoa, aaah!”

Rain berteriak kaget karena sentakan yang tiba-tiba itu — dan kemudian dia menyadari bahwa unit mereka sepenuhnya terbang.

Exelia telah melompat.

Musuh tertegun, dan memang demikian. Exelia terbuat dari logam campuran nuklir graimar, bahan yang sangat berat, dan jelas tidak dilengkapi dengan mekanisme apa pun yang memungkinkan mereka untuk melompat beberapa kaki di udara. Namun–

Begitu, unit ini adalah…

Unit ini adalah model lama, artinya unit ini ringan. Mesinnya kecil, dan armornya tipis, yang membuatnya kurang efektif dalam pertempuran, tapi itu juga memungkinkan beberapa aksi liar. Dengan menggunakan puing-puing sebagai pijakan, Air telah melakukan lompatan yang kurang anggun, yang hampir tampak seperti kesalahan.

Terus terang, itu prestasi yang spektakuler.

Tapi sayangnya, Qualia Rain sekarang berteriak padanya tentang bahaya yang akan segera terjadi.

Sial…!

Unit lain telah menyadari kehadiran mereka dan menembakkan Peluru Sihir ke arah mereka. Tapi Air tetap tidak terpengaruh.

“Ini permainan anak-anak.”

Air dengan cekatan menghindari serangan yang datang, meluncur dengan mudah dan tidak pernah memperlambat gerakannya. Keterampilannya luar biasa.

Unit musuh yang tersisa bergeser ke pertahanan, melepaskan rentetan tembakan penekan, tapi dia menghindari semua itu dan mencapai pasukan utama musuh dalam sekejap mata.

“Lompatlah, Rain.”

“Huh?”

Instruksi Air membuatnya bingung.

Lompat?

“Ya. Kau perlu menyelesaikan pengalihan kecil kita. Lompatlah dari unit ini dan urus sisanya.”

Itu tidak banyak menjelaskan, jadi Rain menatapnya dengan tatapan yang bertanya-tanya.

“Tembak unit ini.”

Sesaat kemudian, Air mencengkeram leher Rain dan melemparkannya keluar dari Exelia mereka. Rain terjun menuju tanah dengan dilempar setelah dijatuhkan dari kendaraan yang melaju dengan kecepatan lebih dari tiga puluh mil per jam.

Dan saat dia jatuh…

“A-apa…?!”

“Ayo, tembak!”

…kebenaran datang padanya.

Tembak? Tidak mungkin…!

Rain tahu apa yang Air rencanakan.

Air menyuruhnya untuk menembak Exelia mereka.

Aku mengerti apa yang dia coba lakukan, tapi itu sangat sembrono!

Rain mengikuti perintahnya dan membidik ke arah platform Exelia mereka… tempat karung berisi penuh bubuk mesiu itu berada.

“Sekarang atau tidak sama sekali!” seru Rain sambil menembakkan peluru.

Saat berikutnya, ledakan dahsyat mengguncang gendang telinganya. Persediaan besar mesiu telah melepaskan kekuatan kinetik yang cukup untuk menghancurkan lima unit musuh.

Asap hitam menguap dengan tenang untuk beberapa saat setelah itu. Para taruna menyaksikan semuanya dari balik tabir asap arang hitam itu, berdiri dalam keheningan dengan tercengang. Dan saat mereka melakukan itu, Air muncul untuk mengejutkan mereka.

“Kan? Kita berhasil. Sementara kalian semua sibuk meratapi betapa putus asanya situasi ini, kami mengambil tindakan dan mendapatkan kemenangan.”

Sang Hantu perak telah kembali ke tempat persembunyian mereka di reruntuhan setelah dengan selamat mengalahkan musuh. Dan setelah jeda sejenak, Air melemparkan kunci aktivasi Exelia ke para taruna.

“Sekarang pilihlah, anak-anak.”

Kunci-kunci ini akan menghidupkan senjata bergerak yang baru saja dia curi dari musuh. Ketika dia mengambil kendaraan pengangkut mereka, dia menemukan beberapa Exelia cadangan dalam kondisi sempurna di dalamnya.

“Apakah kalian babi yang menunggu untuk disembelih… atau babi hutan yang akan melawan balik?”

Gadis perak ini, Hantu gentayangan yang lahir dari kematian tragis, mendorong mereka maju.

“Entah kalian mau bangkit menghadapi situasi ini atau meringkuk ketakutan, hal itu bukanlah urusanku. Namun, jika kalian memilih untuk tidak melawan mereka saat kalian memiliki senjata di tangan kalian, saat kalian memiliki sarana untuk menyerang balik, kalian akan tetap menjadi babi selamanya. Dan semua ternak akan menemui akhir yang sama.”

Pembantaian.

“Situasi ini mungkin tampak suram, tapi kalian beruntung.”

Tidak ada logika sungguhan di balik pernyataan itu, tapi itu tidak masalah.

“Jika kalian menyerahkan hidup kalian di tanganku… kalian akan muncul sebagai pemenangnya.”

Air telah mendapatkan kepercayaan semua orang dengan satu gerakan.

 

 

Sebelumnya - Daftar Isi - Selanjutnya