[LN] Chitose-kun wa Ramune Bin no Naka Volume 1 Chapter 1.5 Bahasa Indonesia
Chapter 1: Riajuu yang Dibenci Memiliki Pengaruh Besar Atas Sekolah
5
“Duduklah, semuanya.”
Meskipun ini adalah fase perkenalan di hari pertama, kami mendengar suara yang hampir terdengar jengkel dari depan kelas. Yah, bahkan jika dia tidak repot-repot untuk memproyeksikan suaranya, setiap siswa akan kembali ke tempat duduk mereka setelah melihat bahwa guru telah memasuki kelas, jadi mungkin tidak ada keraguan bahwa dalam artian tertentu, ini adalah penggunaan energi yang ekonomis. Seperti yang diharapkan dari sekolah persiapan perguruan tinggi nomor satu di prefektur, tentu saja tidak ada kata-kata yang keluar tentang “Butuh waktu tiga menit untuk membuat kalian tenang”.
“Namaku Iwanami Kuranosuke. Aku yang bertanggung jawab atas Kelas 2-5. Baik, itu saja. Menyingkirkan hal-hal yang tidak perlu, kuharap dapat bekerja sama dengan kalian dan hanya itu.”
Rambut acak-acakan yang sulit untuk dipastikan apakah itu rambut bangun tidur atau benar-benar ditata seperti itu, janggut yang malas dirawat dibiarkan apa adanya, setelan lusuh, tipis, dan entah apa, kaki beralaskan sepasang sandal setta tradisional. Pertapa, seniman aneh, atau apa pun dia, pria ini juga wali kelas kami selama kelas satu, dan secara tentatif adalah sesuatu yang mereka sebut guru. Adapun mata ajarnya, ialah bahasa Jepang.
Dia mungkin terlihat seperti itu, tapi keahliannya sebagai guru sangat bagus, dan mereka yang mengikuti kelasnya selalu mendapatkan nilai Bahasa Jepang yang lebih tinggi dari rata-rata. Di antara sekian banyak guru serius di sekolah persiapan perguruan tinggi, dia populer di kalangan siswa karena kelonggaran rasionalnya, menjadi benar-benar santai ketika bisa, dan bersikap tegas ketika situasi menuntutnya. Para siswa memanggilnya dengan nama panggilan ‘Kura-sen’.
“Yeeeeay! Aku sebelumnya bilang bahwa akan sangat bagus jika wali kelas kita Kura-sen, kan?”
Bangku di sebelahku, sebagai hasil tempat duduk dari anak laki-laki dan perempuan yang diatur berdasarkan urutan abjad, Haru membungkuk. Aroma deodoran yang menyegarkan, yang tidak diragukan lagi dipakai setelah latihan paginya, menggelitik hidungku, entah kenapa membuatku gelisah.
“Ya, aku ingat kau mendapatkan Misaki-sensei sebagai wali kelas terakhir kali, Haru. Di koridor, dia menyuruhku mengencangkan dasi dengan benar pada beberapa kesempatan. Meski cantik, tatapannya sungguh tajam.”
“Namun, ada beberapa pria yang mengatakan hal itulah yang membuatnya lebih baik. Bagaimana denganmu, Chitose?”
“Ahh … Kurasa aku tidak begitu suka dengan jenis feromon pengap. Atau tipe yang tidak fleksibel. Aku lebih nyaman dengan seseorang sepertimu yang dapat aku ajak bicara tanpa harus berpura-pura baik.”
“…Apa-apaan itu? Apa kamu mencoba menggodaku? Itu membuatku merinding, jadi tolong hentikan itu.”
“Ups, maaf. Aku lengah dan mulai bertingkah seperti sedang berbicara dengan seorang gadis.”
“Hei bang jago, datanglah ke belakang sekolah sesudah ini oke?”
“Setidaknya aku akan memberimu pujian karena tidak mengucapkan kata-kata kotor, nona.”
Aku mengenal Haru saat kelas satu melalui Kaito. Berorientasi pada olahraga dengan kepribadian yang jujur dan ceria, tidak perlu berhati-hati dan memperlakukannya seperti seorang gadis, hal itulah yang membuatnya mudah didekati. Keberadaannya seperti teman pria yang humoris.
“Yah, Misaki-chan adalah guru baik yang menjaga murid-muridnya, tapi seperti yang kamu bilang, dia tidak ramah. Kura-sen tampaknya cukup toleran dalam hal itu, bukan?”
“Seperti yang bisa kamu amati, itu karena dasi orang itu cukup longgar.”
“Uh-huh. Dari awal, jika kamu banyak berkeringat setelah aktivitas klub, bisakah kamu benar-benar mengencangkan dasimu?”
Mengatakan ini, Haru mencubit bagian depan kemejanya, mengepakkan alas tulisnya untuk menmbuat angin sepoi-sepoi.
Jika dia melakukan itu secara tidak sadar, dia jelas orang yang berbahaya. Dia mungkin seperti seorang teman pria, tapi bukan berarti dia kurang dalam pesona kewanitaan, yang membuat situasi ini meresahkan.
“Bukankah kamu bisa memakai pita? Dibandingkan dengan dasi, itu tidak akan terlalu menyesakkan.”
“Suamiku, apakah menurutmu pita cocok dengan kepribadianku?”
“…Ahh…”
“Bahkan jika aku sendiri yang mengatakan itu, aku merasa sedikit marah ketika orang lain mengatakannya.”
“…Haru, aku suka sosokmu yang mengenakan dasi.”
“Chitose, ada lingkaran cahaya muncul dari rambutmu. Itu membuat jiwa pemain basket dalam diriku merasa bergairah.”
“Melakukan dunk dilarang! Apa pun yang terjadi!”
Misaki-sensei mungkin sangat ketat, tapi di SMA Fuji, sebagai sekolah persiapan, peraturannya pada dasarnya agak longgar. Baik itu pelurusan atau pengeritingan rambut, gaya rambut, atau memakai seragam dengan cara santai, biasanya akan ditoleransi selama tidak berlebihan. Bahkan penggunaan smartphone diizinkan asalkan tidak selama jam pelajaran, dan ada cukup banyak guru seperti Kura-sen yang memberikan izin untuk mengambil foto di papan tulis jika kalian merasa ingin melakukannya.
Mereka mungkin menyimpulkan bahwa orang pintar yang datang ke sini akan memahami pentingnya pengendalian diri, dan untuk menghindari stress akibat ujian, diperlukan beberapa cara untuk relaksasi.
“Untuk sekarang, hari ini, kita perlu membuat keputusan tentang ketua kelas dan wakil ketua kelas. Dan juga, pengaturan tempat duduk. Baiklah, Chitose, aku serahkan padamu. Sebagai saku-saku-selancar yang kau bisa, jadilah Saku.”
Saat aku sedang mempertimbangkan bagaimana sebuah pita mungkin tidak terlalu buruk jika dipadukan dengan sosok dan kepribadian Haru karena gap moe, aku mendengar namaku tiba-tiba dipanggil oleh Kura-sen. Menyodorkan hal-hal merepotkan padaku seperti itu hal yang wajar, ya. Osan ini tidak berubah.
Haru dengan ringan mendorongku dengan sikunya.
“Chitose, bukankah dia memanggilmu? Teruskanlah lelucon bapak-bapak itu tentang namamu.”
“Ya, ya, terserah.”
Mengesampingkan masalah apakah benar atau salah untuk memberikan tugas ekstra ini kepada siswa, kami telah mengetahui saat kelas satu bahwa memperdebatkan argumen dengan Kura-sen pada saat-saat seperti ini adalah hal yang sia-sia.
Kalau sama ossan ini, apakah itu pelajaran atau kehidupan sekolah, dia hanya akan memberikan tugas yang masuk akal, dan kepada mereka yang bisa menlakukannya. Adapun definisi masuk akal tersebut ada dua macam, yaitu ‘Kau bisa menyelesaikan tugas ini dengan mudah’ dan ‘Sulit, tapi mengingat kemampuanmu, kau bisa menyelesaikannya jika kau gigih’. Kali ini, tugasnya cocok dengan yang pertama, tapi bahkan jika aku mencoba mengeluh tentang itu, pada akhirnya masalah itu akan diselesaikan dengan ‘Kau dapat melakukan ini, jadi berhentilah mengeluh dan selesaikan saja’.
Masih ada beberapa yang belum menyadari sisi dirinya itu, dan kupikir itu agak berbeda dengan Kura-sen yang memakai sikap ini di hari pertama. Namun, tidak ada gunanya berpikir keras tentang itu.
Aku segera berdiri di depan podium guru.
Setelah membersihkan tenggorokanku dengan berdehem, aku membuka mulut.
“Baiklah… Aku yakin tidak ada satu orang pun di angkatan ini yang tidak tahu namaku, tapi…”
Setelah memastikan untuk memulai dengan pernyataan penting diri ini, Aku dengan ringan mengangkat ujung blazer-ku di kedua sisi, menekuk lutut sedikit, sambil membungkuk sedikit, aku mengatakan sesuatu sebagai berikut.
“Aku adalah pelayan eksklusif sensei, Chitose Saku-chan desu~. Kebetulan, nama lain bawah tanahku adalah Bajingan Fakboy desu~♪.”
Tawa menyebar di antara gadis-gadis di bagian depan, serta anak laki-laki di bagian belakang. Dilihat dari reaksinya, sepertinya hampir semua orang di sini sering mengunjungi situs bawah tanah sekolah.
“Ck.”
“…Cupu.”
Mengamati situasi secara keseluruhan, tersebar di antara senyuman, ada beberapa reaksi dengki yang tercampur. Kemungkinan besar orang-orang inilah yang telah memancarkan tatapan tidak senang sebelumnya.
Ini adalah permulaan, jadi mungkin aku sebaiknya melanjutkan ini sedikit lebih lama, untuk jaga-jaga.
Aku mengirimkan pandangan sekilas pada Kazuki.
“Baiklah, aku tahu ini agak mendadak, tapi bisakah semua orang di sini menutup mata mereka. Jika ada orang yang hadir disini, yang telah menjelek-jelekkanku di situs bawah tanah, silakan angkat tangan kalian dengan jujur.”
……
“Baiklah, aku mengerti situasinya. Tolong buka mata kalian …… Sialan kau Kazuki! Pinjamkan aku wajahmu sebentar lagi, oke?”
“Aku minta maaf … itu dilakukan dengan niat sepenuh hati untuk membuat ibuku yang terbaring di tempat tidur tertawa.”
“Huuuh!? Kalau begitu tunjukkan saja acara komedi di Amazon Prime! Selain itu, ibumu yang cantik dengan sehat mengayuh sepeda ibu-ibu kemarin, lho?”
“Hei, Saku… Tidak, Presiden Woomanicer Yeltsin.”
“Dan kenapa kau mengkoreksi itu agar terdengar seperti nama presiden pertama Rusia?”
“Ibuku di rumah akan sangat sedih, lho.”
“Itu salahmu, kan!?”
Kegugupan seluruh kelas mulai mengendur, dan atmosfer mulai mengikuti kami sebagai pusatnya.
Itu bukan seperti bahwa aku ingin menempatkan siapa pun pada tempatnya. Aku hanya ingin menjalani kehidupan sekolah dengan baik bersama semuanya. Namun, untuk itu, perlu diciptakan suasana yang sulit bagi orang lain untuk menyuarakan fitnah atau kritik negatif.
Orang-orang yang telah mengeluh belum lama ini menutup mulut mereka dengan tidak senang, mungkin tertelan oleh atmosfer yang sama.
“Ngomong-ngomong, abaikan leluconnya, mari kita selesaikan ini dengan cepat sehingga kita bisa lanjut mencari teman baru dan sebagainya. Pertama, ketua kelas. Ada calon, atau mungkin saran?”
Kaito langsung bereaksi atas seruanku.
“Setelah perkenalan dirimu itu, tidak ada orang yang ingin menjadi sukarelawan! Jadi kau bisa lanjut menjadi ketua kelas sendiri, Saku. Kau juga melakukannya saat kelas satu, kan?”
Pendapatnya segera didukung oleh Nanase dan Haru juga.
“Kedengarannya bagus, bukankah dia cocok?”
“Tidak ada keluhan di sini!”
…Ya, semua selesai dalam sepuluh detik.
Sampai batas tertentu, aku telah menghangatkan suasana di sini dengan hipotesis bahwa segala sesuatunya akan menjadi seperti ini, dan sebenarnya aku menganggap bahwa diriku adalah yang terbaik untuk tugas itu.
Jika ada seseorang dengan tekad yang fantastis dari ‘Aku akan menunjukkan kepada mereka bahwa sesuatu akan menjadi berbeda tahun ini! Saatnya menjadi sukarelawan ketua kelas!’, maka aku sungguh-sungguh minta maaf. Aku akan sangat bersedia untuk menyerahkan tugas tersebut, tapi ketidakmampuanmu untuk membuat pernyataanmu dalam situasi ini berarti tugas itu tidak dimaksudkan untukmu dan kau sebaiknya menyerah. Ketua kelas tidak mendapatkan banyak pekerjaan, tapi faktanya adalah bahwa orang-orang seperti itu memang ada, dan kelas riajuu (kelas penyendiri) ini datang dengan pemberitahuan yang ditangani dengan hati-hati. Jadi aku berani bilang bahwa seseorang yang pandai bicara dengan kapasitas untuk membuat keputusan akan lebih mudah melakukan tugas itu.
“Ada pendapat lain? …Oke, kalau begitu aku yang akan melakukannya. Itu berarti kalian orang-orang rendahan akan berada di bawah perintahku mulai hari ini.”
Aku meletakkan tangan di pinggul dan dengan kuat membusungkan dada. Tanpa jeda, Haru melakukan tsukkomi.
“Bukankah kau sedikit angkuh untuk seorang pembantu?”
“Aku berharap dapat bekerja sama dengan kalian, bapak-bapak, ibu-ibu sekalian. Izinkan aku untuk melayani kalian dengan segala ketulusan.”
Di sana-sini, beberapa gadis menunjukkan reaksi baik seperti “Kocak!” Atau “Benar sekali!”.
“Kalau begitu, kurasa selanjutnya adalah wakil ketua kelas. Hal yang sama, ada calon atau saran?”
Ini juga mungkin akan diselesaikan dalam waktu sekitar lima detik.
“Yup, pilih aku! Jika Saku yang akan menjadi ketua kelas, maka aku akan menjadi wakil ketua kelas!!”
Benar saja, tangan Yuuko terangkat begitu aku menyelesaikan kalimatku. Ya, tentu saja ini akan terjadi.
“Saat kelas satu dulu, bukankah ada wakil ketua kelas yang mengajukan diri dengan antusiasme yang sama dan akhirnya menyodorkan segala tugasnya ke ketua kelas? Jika ingatanku benar, aku merasa orang itu sangat mirip denganmu.”
“Tidak apa-apa! Saat SD, aku sangat pandai merawat ikan dan kelinci!!”
“…Bisakah kamu tidak menyamakan ini dengan merawat hewan?”
Aku mengatakan ini, tapi sepertinya tidak ada yang keberatan.
“Namaku Hiiragi Yuuko. Terima kasih sudah memilihku~”
Orang yang dimaksud tidak menunjukkan tanda-tanda akan menunggu untuk melihat bagaimana perasaan orang lain tentang hal itu, malahan ia berjalan ke podium sambil melambaikan tangannya kepada semua orang. Aspek ini benar-benar Hiiragi Yuuko sekali. Tidak sepertiku, dia bisa melakukan ini secara spontan, yang mana hal itu luar biasa.
“Kalau begitu, yang terakhir adalah pengaturan tempat duduk. Ada saran?”
Setelah aku mengatakan ini, sekarang berdiri di sampingku, Yuuko segera mengangkat tangannya dengan tingkat antusiasme yang hampir sama seperti sebelumnya.
“Yup, aku punya saran! Tidak bisakah kita membentuk kelompok dengan orang-orang yang saling menyukai dan mengaturnya berdasarkan itu?”
“Aku akan berakhir dengan dikelilingi oleh harem para gadis cantik dan tidak dapat fokus belajar, ditolak!”
Yuuko-chan, ini kelas riajuu (kelas penyendiri), lho? Bisakah kau berhenti mencoba memaksa setiap orang untuk saling memilih satu sama lain pada hari pertama sekolah?
“Mari lakukan panco untuk tempat pilihan mereka!”
“Kaito, tidak bisakah kau menghentikan kebodohanmu?”
“Bagaimana kalau mengatur tempat duduk berdasarkan hasil akhir caturwulan mereka dari kelas satu, dimulai dengan mereka yang memiliki nilai terburuk duduk di depan?”
“Oke Kazuki-kun, bajingan juga sebaiknya tetap diam. Namun, mungkin ada baiknya mempertimbangkan saran itu untuk Kaito.”
“Kedengarannya menyenangkan berada di belakang dan tidur tanpa ketahuan…”
“Jujur adalah hal yang baik. Haru, duduklah juga di depan sensei.”
“Bagiku, berdasarkan saran itu, aku akan duduk jauh di belakang, kupikir?”
“Nanase dan Kazuki, jika kita melakukannya dalam urutan kepribadian terburuk, kalian berdua akan berada di depan, dasar sialan semuanya!!”
“Tidak bisakah kita menarik undian seperti biasanya?”
“…Ayolah Yua, bisakah kamu tidak mengatakan sesuatu yang begitu jujur ketika arus pembicaraan sedang seperti ini?”
“Kenapa jadi aku yang dimarahi?”
Setelah menghela napas, aku melihat sekeliling kelas, lalu mengucapkan saran yang telah aku putuskan sejak awal.
“Baiklah, kalian sama sekali tidak masuk akal, jadi aku akan menggunakan hak-ku sebagai ketua kelas segera. Dari sekilas barusan, sepertinya tidak ada ketidakseimbangan yang ekstrim dalam urutan tempat duduk, dan karena hari ini pertama kalinya kita memiliki susunan tempat duduk ini, itu hal yang bagus dan segar, jadi kenapa kita tidak memilih posisi tempat duduk ini saja. apa adanya untuk saat ini?”
Aku mencoba memberikan jeda beberapa detik, tapi karena tidak ada perbedaan pendapat yang muncul, aku menambahkan.
“Jika ada orang dengan penglihatan buruk yang tidak dapat melihat papan tulis dari belakang, atau jika kau memiliki masalah valid lainnya seperti punggung besar Kaito yang menghalangi atau tatapan cabul Kazuki, silakan datang berkonsultasi dengan kami untuk itu satu per satu. Jika kalian melakukan itu, kami dapat merespons sesuai dengan itu, bagaimana?”
Dari arus hal-hal yang terjadi hingga sekarang, aku mengerti bahwa siapa pun yang bukan seorang riajuu bahkan tidak dapat mengatakan apa-apa sejak awal, itulah kenapa aku mengatakan itu. Sepertinya mereka yang ditempatkan di kursi depan berdasarkan urutan abjad akan sedikit tidak puas, meski begitu, ada keuntungan dari bisa berkonsentrasi selama pelajaran, dan tidak ada alasan untuk repot-repot mengeluhkan tentang hal itu. Bahkan anggota kelompok riajuu tersebar secara merata, jadi bukan berarti aku membuat saran tersebut demi keuntungan kami. Aku hanya ingin menghindari upaya yang tidak ada gunanya.
“Sepertinya semua orang tak masalah dengan itu. Baiklah, kita akan mencoba pengaturan tempat duduk saat ini, setidaknya untuk sementara. Semoga kita bisa akrab.”
“Aw ayolah, itu berakhir dengan keadaan yang agak membosankan.”
“…Ah, sebagai tambahan, kami juga menerima permintaan konsultasi jika kalian adalah seseorang yang merasa kesal karena melihat wajah Kura-sen dari dekat”
Post a Comment