[LN] Chitose-kun wa Ramune Bin no Naka Volume 1 Chapter 2.1 Bahasa Indonesia

 


Chapter 2: Kenta-kun di Dalam Kamar

1


Saat istirahat makan siang, sehari setelah Kura-sen memberiku tugas, aku, Yuuko, Yua, Kazuki, Kaito, Haru, dan Nanase, anggota riajuu Kelas 2-5, berjalan menuju kantin bersama-sama.

Ketika aku melihat sekeliling, aku melihat siswa-siswi kelas dua yang sangat jarang aku lihat sebelumnya, dengan penuh kegembiraan mengambil posisi di sana-sini. Di SMA kami, ada aturan tak tertulis bahwa satu-satunya siswa yang diizinkan makan di kantin sekolah kami yang tidak terlalu besar ini adalah siswa kelas dua atau kelas satu yang berada di puncak kasta. Tentu saja, tidak ada hukuman apabila melanggar aturan ini, tapi hampir semua siswa kelas satu adalah orang-orang yang bisa membaca suasana dan mengikuti kebiasaan ini, repot-repot membawa makanan yang dibeli di kantin ke halaman atau ke ruang kelas sebelum memakannya. Selama mereka mengembalikan peralatan makan dengan benar, dalam hal aturan itu tidak ada masalah.

Oleh karena itu, makan siang di kantin sekolah mungkin merupakan dambaan kecil bagi banyak siswa ini, yang awalnya berada di kelas satu hingga beberapa minggu yang lalu.

Bagi kami yang telah menggunakan kantin sejak tahun lalu, pergolakan yang mengingatkan kami pada saat-saat sekitar setahun yang lalu datang sebagai sedikit kejutan. Jumlah orang yang menggunakan kantin sekolah memuncak pada bulan April, lalu mulai tenang sekitar caturwulan kedua. Karena biasanya kalian masih akan bisa melihat kursi kosong di caturwulan ketiga, kami benar-benar terkejut. Kami seharusnya telah langsung pergi ke kantin tepat seusai pelajaran, tapi sebagian besar kursi sudah terisi. Satu-satunya kursi kosong ada di sudut paling belakang, di meja yang pernah ditempati oleh kelompok riajuu siswa kelas tiga yang paling mencolok.

“Whoa, hari ini jelas ramai. Aku bertanya-tanya apakah itu karena ada begitu banyak siswa kelas satu?”

Begitulah kata Yuuko, orang yang tidak memperhatikan sekelilingnya sejak kelas satu.

Kazuki menanggapi kata-kata itu dengan ekspresi takjub.

“Tidak, sepertinya mereka rata-rata siswa kelas dua seperti kita. Aku tidak akan bilang bahwa kamu harus mengingat nama mereka, tapi kamu setidaknya harus dapat mengenali beberapa wajah yang sudah tidak asing lagi. Anak laki-laki yang telah melirikmu sedari tadi sekarang akan menangis, lho? Lagipula Yuuko, kamu telah pergi ke mana-mana, berbicara dengan orang asing seolah mereka adalah teman.”

“Ehh? Bukankah Kazuki orang yang selalu baik kepada siapa pun selama mereka perempuan?”

“Orang yang terlihat baik pada semua orang adalah Saku. Aku memilih orang-orang yang aku inginkan untuk dia menyukaiku.”

“Bukankah itu sifat yang buruk?”

“Tergantung pada caramu berpikir. Di dunia ini, bahkan ada kebaikan untuk tidak bersikap baik kepada seseorang.”

“Terkadang aku tidak benar-benar mengerti apa yang dikatakaaaaan Kazuki.”

Mejanya kosong, jadi bukankah kita sebaiknya duduk saja?

Dengan sifat riang itulah Kazuki dan Yuuko duduk di meja belakang. Tentu saja, dengan sikap santai yang sama, anggota lain mengikutinya.

Entah kenapa, saat kami duduk di tempat ini di mana tampaknya hanya orang-orang terpilih yang bisa duduk, rasanya suasana di sekitar kami menjadi santai dengan “Ahh, begitu”. Kami adalah sekelompok orang yang tidak peduli di mana itu, asalkan itu adalah tempat yang bisa kami duduki, tapi aku yakin bahwa mulai besok, meja ini akan tetap kosong sampai kami datang, dan kami pasti akan duduk di tempat yang sama setiap hari. Itu sangat membantu dengan caranya sendiri, jadi aku tidak perlu repot-repot mencari tempat lain untuk duduk. Dengan cara inilah aturan sekolah yang konyol diturunkan secara alami.

“Apa yang akan kalian makan? Aku jelas akan memesan katsudon-oomori!”

Yang barusan disebutkan Haru adalah menu teppan yang sering dipesan para siswa laki-laki di klub olahraga. Terdiri dari dua irisan daging babi berukuran besar yang dibalut dengan saus spesial di atas nasi dengan taburan saus spesial yang sama. Tiga potong jika itu adalah oomori besar.

Kebetulan, jika kalian memesan katsudon di Fukui, biasanya mereka akan menyajikan kalian saus katsudon. Di luar prefektur kami, tampaknya masuk akal jika katsudon diberi topping telur, tapi di Fukui, kalian harus mengatakan ‘jou-katsudon’ atau ‘tamago-no-katsudon’ untuk membuat diri kalian dipahami, dan jarang penduduk setempat mau repot-repot memesannya.

Dengan cara yang sama, aku juga menyukai itu sehingga jika aku ditanya apa yang aku inginkan sebagai makanan terakhirku sebelum meninggal, aku akan mengatakan katsudon. Dulu, dalam perjalanan ke Tokyo bersama keluargaku, setelah memesan katsudon di service area, aku merasa sedikit patah semangat ketika yang muncul adalah semangkuk nasi aneh bertabur telur.

Membawa nampan yang berisi segelas air untuk kami masing-masing, Yua bereaksi terhadap kata-kata Haru.

“Haru-chan, kamu benar-benar makan cukup banyak untuk seseorang yang sangat kurus. Pernah sekali saat kelas satu aku memesan porsi futsuumori berukuran normal, tapi aku harus menyerah di tengah jalan dan meminta Asano-kun untuk menghabiskannya.”

“Terima kasih airnya, Ucchi! Yah, setelah sarapan, aku melakukan latihan pagi, dan makan bola nasi onigiri setelah selesai. Kemudian, saat latihan sepulang sekolah berakhir, ada manju atau sosis untuk istirahat, dan aku juga makan setelah pulang. Bukankah itu yang dimaksud dengan berada di klub olahraga?”

Entah kenapa, Nanase membuat wajah jengkel setelah mendengar apa yang Haru katakan.

“Tidak, itu hanya kamu, Haru. Gadis normal terlalu takut pada segala macam hal untuk hidup seperti itu. Mungkin aku akan memesan Fuji lunch. Dengan lebih sedikit nasi, dan lebih banyak sayuran.”

Yua bergumam, “Mungkin aku akan memesan itu juga” pada dirinya sendiri sambil memberikan Nanase segelas air.

Menu makan siang spesial harian hari ini adalah steak Hamburg dengan saus ponzu dan parutan lobak. Akibat permintaan yang kuat dari para gadis, kantin sekolah kami memiliki sistem yang memungkinkan kami menambahkan lebih banyak salad ke makanan kami dengan mengurangi nasi. Kebetulan, permintaan anak laki-laki untuk juga memperbolehkan mengurangi sayuran dan melebihkan nasi ditolak dengan alasan kesehatan.

Mengabaikan keduanya, Yuuko terlihat sangat ingin makan seperti biasanya.

“Ehhh, tapi bukankah kamu akan lapar kalau memesan itu? Mungkin aku akan memesan katsudon juga. Seperti yang kalian perkirakan, futsuumori.”

Nanase meninggikan suaranya oleh kata-kata Yuuko.

“Tidak mungkin!? Kupikir Yuuko adalah tipe yang paling peduli tentang hal-hal seperti kalori. Apakah latihan klub tenis benar-benar sulit?”

“Tidak sama sekali. Itu karena ini adalah jenis suasana di mana orang-orang yang terobsesi dengan kemenangan berlatih dengan serius, tapi juga tidak masalah jika kalian ingin menikmatinya dan melakukannya dengan santai, lho. Aku tipe yang terakhir, tapi aku memakan apa pun yang aku inginkan, kapan pun aku mau, terlepas dari seberapa kerasnya aku berlatih atau sebagainya. Aku tipe orang yang hanya menambahkan ke tempat yang seharusnya ditambahkan.”

“Ucchi… apa tak masalah kalau aku meremas tanganmu di sini?”

Entah kenapa, mengatakan itu, Nanase memeluk Yua, yang telah selesai membagikan air.

“Yuzuki-chan, aku  mengerti apa yang lu rasakan, tapi lu harus menahannya. Itu akan menjadi kekalahan lu jika lu marah.”

Kenapa jadi pakai logat Kumamoto?

Sesuatu seperti persahabatan perempuan tumbuh di antara mereka berdua saat mereka saling berpelukan erat.

 

 

Sebelumnya - Daftar Isi - Selanjutnya