[LN] Genjitsu de Love Comedy Dekinai to Dare ga Kimeta? Volume 1 Prolog.3 Bahasa Indonesia

 


Prolog: Siapa yang Bilang Kalau Romcom Dimulai Sekarang?

3

 

“Hei, bukankah kau seharusnya memesan sesuatu?”

Kata-kata itu membuatku tersentak dari lamunanku saat aku duduk merosot di kursiku.

Lokasi saat ini adalah restoran hamburger dengan huruf ‘M di atasnya. Aku duduk di sudut.

“Eh?”

“Jangan“eh-eh” padaku. Jika kau tidak akan memesan, bukankah kau akan terlihat seperti gangguan bagi mereka?”

Orang yang mengatakan itu duduk di depanku dengan nampan berisi pai apel, milkshake, dan beberapa pancake. Bukankah itu makanan dan minuman manis yang terlalu banyak?

“Ayo, cepatlah.”

Dengan tangannya melambai maju mundur padaku untuk menyuruhku cepat, aku buru-buru berdiri dari kursiku.

Saat aku menuju kasir yang antriannya sedikit, aku berpikir dengan kepalaku yang masih linglung.

Sekali lagi, kenapa ini bisa terjadi?

Seharusnya itu akan menjadi “Event Pengakuan Cinta” yang sudah aku siapkan dengan susah payah, namun orang yang muncul di tempat kejadian bukanlah target “pacar Kiyosato Mei-san, tapi seorang gadis yang belum pernah aku temui sebelumnya.

Pikiranku berada dalam kepanikan total karena masalah yang tidak terduga, meskipun aku telah mencoba untuk menutupinya.

Namun, penjelasanku benar-benar berantakan, dan hasilnya adalah balasan berupa “Bagaimana kalau kau mencoba berbicara dalam bahasa Jepang yang benar dulu?yang agak menjengkelkan.

Kami juga dengan cepat mencapai batas waktu untuk tetap berada di atap, jadi aku buru-buru berkata, “Tempat ini agak tidak nyaman, bagaimana kalau kita minum teh sambil mengobrol? dan memberikannya tawaran yang tidak bisa dimengerti.

Akibatnya, aku sekarang terjebak di tempat ini dengan gadis ini, kegiatan populer nongkrong di kafe.

Ngomong-ngomong, aku memeriksa kotak sepatu saat kami pergi, dan sepatu Kiyosato-san hilang bersama surat yang seharusnya diletakkan di sana. Melihat hal itu menghalangi secercah harapan terakhir bahwa dia belum melihat surat itu, dan event tersebut dipastikan sebagai kegagalan total.

Ahh, sial, kenapa bisa jadi begini?

Di kasir, aku memesan sembarang milkshake sambil berbicara sendiri.

Aku telah memastikan bahwa sang target telah selesai dengan kegiatan klub dan kembali ke gedung sekolah, dan ketika aku meninggalkan surat itu, sepatunya jelas-jelas ada di sana. Tentu saja aku juga melakukan itu pada saat tidak ada orang yang akan mengganggu dan yakin bahwa persiapanku sempurna. Namun.

Tidak. Apapun alasannya, kegagalan adalah kegagalan.

Tidak apa-apa, karena aku telah dengan tegas menganut ajaran “Dalam hidup, saat kau kalah, itu adalah saat kau mendapatkan poin exp” dari Panduan Strategi Kehidupan milik makhluk tak tertandingi baginda Raja Ibl ─ Maksudku, Heroine Sempurna yang terhormat. Aku akan mengubah segalanya dan terus menghadapi tantangan, yeah!

Setelah memikirkan hal itu, menenangkan diri, aku mengangguk setuju pada karyawan yang menatapku dengan bingung dan mengambil milkshake-ku. Dari sana, bukannya langsung kembali ke tempat duduk, aku bersembunyi di balik bayangan pilar.

Bagaimanapun, ini tidak seperti aku pergi untuk nongkrong mesra di kafe bersama gadis itu.

Akan sangat bagus jika permintaan maaf sederhana seperti “Aku salah orang, maaf! cukup untuk menyelesaikan masalah, tapi mengingat adanya sedikit kemungkinan bahwa dia akan memberi tahu orang lain tentang kejadian ini, semuanya bisa menjadi merepotkan.

Lagipula, dia adalah seseorang yang menyebut event yang aku rencanakan dengan seluruh kemampuanku sebagai sesuatu yang menjijikkan. Itu adalah kata-kata standar bagi mereka yang tidak memahami daya tarik dari aturan resmi dalam melakukan sesuatu* hingga langsung melontarkan kritik dengan kata-kata seperti “plagiat” atau “tidak orisinil” dalam ulasan Amazon atau di layanan jejaring sosial. Bahkan dia mungkin akan mengekspos kebodohanku ke seluruh dunia hanya untuk senang-senang.

TL Note : mungkin singkatnya klise

Meski seandainya dia tidak akan melakukannya sampai sejauh itu, memiliki reputasi negatif yang tersebar di seluruh kelas dan sekolah akan berdampak buruk bagi rencanaku. Baru dua minggu berlalu sejak dimulainya sekolah, dan dalam keadaan saat ini, di mana aku bahkan belum membangun hubungan antar manusia yang mendalam, itu adalah sesuatu yang ingin aku hindari dengan segala cara.

Oleh karena itu, bagaimanapun caranya, aku harus membuatnya tutup mulut tentang kejadian ini. Tindakanku harus menjadikan itu sebagai tujuan prioritas utama.

Setelah sampai pada kesimpulan itu, aku melangkah keluar dari balik pilar dan melihat target. Dia diam-diam melahap makanan manis, sambil tetap tanpa ekspresi.

Dengan mempertimbangkan segala hal, dia telah mengikutiku dengan cukup rela.

Gadis itu menanggapi saran gilaku dengan mengatakan “Baiklah, selama itu tidak membutuhkan waktu yang lama.

Aku adalah tipe pria yang melakukan apa yang dia sebut dengan pengakuan cinta yang menjijikan. Terlebih lagi, ini adalah pertemuan pertama kami, dan kami adalah lawan jenis. Biasanya, apakah seseorang dalam situasinya akan setuju untuk pergi ke kafe dengan pria seperti itu?

Ah. Mungkinkah dia memiliki atribut tsundere atau semacamnya? Toh, kata “menjijikan” menjadi pujian jika diterjemahkan dalam bahasa tsundere.

Pertama-tama, berada di kafe dengan seorang gadis yang tidak kukenal? Ini hampir seperti grup produksi game simulasi kencan yang akan segera dibentuk! Dengan kata lain, bukankah kau bisa menyebut ini sebagai romcom!?

TL Note: mungkin ini referensi dari Saekano, atau ada LN lain yang setipe, saya tidak tau

Tunggu, tidak, tenanglah.

Penafsiran murahan semacam itu tidak berlaku dalam kenyataan.

Sekalipun dari pandangan sekilas, cerita tampaknya berkembang ke arah situ, bukan berarti bahwa pihak lain akan dengan senang hati melakukan akting sebagai karakter atau pemeran dalam romcom.

Itu adalah sesuatu yang seharusnya sudah aku ketahui dengan cukup baik sekarang.

Aku menampar pipiku dengan kedua tangan dan memperbaiki kesembronoanku.

Dengar, jangan lupakan prinsip dasarnya.

Hal pertama yang harus kau lakukan untuk romcom adalah mengumpulkan informasi.

Kembali ke dasar, aku mengamati setiap inci penampilan luar gadis itu.

Dalam keadaanku yang lelah, aku tidak bisa mengamatinya dengan baik, tapi… seperti yang diduga, mungkin dia seseorang yang aku kenal?

Rambut, panjang sedang, tepat di bawah bahu. Ujung rambut, longgar dan bergelombang, dikeriting santai. Warna rambut, berwarna cokelat yang sulit untuk dibedakan apakah itu diwarnai atau alami.

Mengenakan sweter tipis di balik blazer seragamnya, dan gelang kecil di lengannya. Roknya lebih pendek dari panjang yang telah ditentukan, dan dia tampak memakai makeup tapi tidak terlalu mencolok. Dari segi kesan, penampilannya secara keseluruhan seperti gadis SMA yang bukan seperti gyaru.

Fitur wajahnya sederhana dan lumayan, daripada imut, dia seperti tipe gadis cantik berwajah pucat. Ciri khusus adalah warna matanya, karena irisnya, mungkin karena pigmentasi yang lebih terang dari kebanyakan orang, tampak berwarna sedikit merah. Meski ada kemungkinan bahwa dia memakai lensa kontak berwarna.

Selain itu, bentuk dan bagian tubuhnya yang dianggap penting oleh kebanyakan anak laki-laki kurang terlihat. Jika digabungkan dengan tinggi badannya, maka kalian bisa bilang kalau dia adalah tipe model, tapi karena perawakannya yang paling bagusnya hanya rata-rata, dia sepenuhnya ra ─ Ah, mungkin akan lebih tepat untuk mengatakan bahwa dia memiliki imej wanita pintar.

Warna dasi yang melambangkan tahun ajaran sekolah adalah warna kuning. Dia siswa kelas satu, sama sepertiku.

 

 


Kukira hanya itu yang bisa dipetik dari penampilan luarnya.

Yah, itu harusnya sudah cukup untuk kata kunci.

Aku mengeluarkan smartphone-ku dan mengetuk ikon pintasan yang familiar. Kemudian, aku dengan cepat memasukkan informasi yang diperoleh di jendela pencarian di halaman yang ditampilkan.

GAYA RAMBUT: keriting bergelombang / WARNA RAMBUT: coklat / PENAMPILAN: pintar / PAYUDARA: rata

MELAKUKAN PENELUSURAN

Jumlah yang cocok, satu.

“Begitu… jadi inilah alasan kenapa itu tidak berhasil saat pertama kali aku melihatnya. Dia di kelas kelima, jadi kelas E bagi yang ingin masuk ke universitas nasional. Peringkatnya adalah C, yang berarti menggunakan mode orang biasa akan tepat, ya…”

Memastikan bahwa aku kurang lebih sudah memiliki faktor-faktor yang diperlukan di dalam kepalaku, aku kemudian memasukkan smartphone-ku ke dalam saku di dada.

Lalu, aku menarik napas dalam-dalam.

Aku tidak memiliki banyak rencana di pikiranku. Ditambah, ini adalah interaksi tatap muka, yang tidak pernah menjadi keahlianku.

Namun, ingatlah semua kesulitan yang kau alami hingga saat ini, diriku! Untuk tujuan apa aku telah mengumpulkan dan berkembang dengan begitu banyaknya?

Ini masih sangat awal dalam game sehingga kita bahkan belum keluar dari “prolog” cerita. Tidak mungkin aku akan membiarkan ini game over!

Sambil menenangkan diri, aku meraih milkshake-ku yang mulai lembab karena kondensasi, dan kembali ke tempat dudukku.

Menyadari bahwa aku telah kembali, Gadis itu, sang target, tampaknya telah menghabiskan milkshake-nya, meletakkan cangkir di atas nampannya, lalu menyipitkan mata ke arahku.

“…Bukankah kau memesan terlalu lama? Aku hampir selesai makan di sini.”

Eh? Sudah selesai?

Ketika aku mengalihkan pandanganku ke nampan, aku melihat sisa-sisa berbagai wadah berserakan.

Whoa… Aku bisa merasakan rasa manis makanan itu di mulutku hanya dengan membayangkannya… tunggu, tidak, itu tidak penting.

“Ah, um… salahku, kasirnya agak sibuk.”

“Tapi tempat itu tampak cukup kosong bagiku.”

“M-mereka sedikit kekurangan tenaga kerja.”

“Hmm.”

Masih tanpa ekspresi, jawabnya dengan nada yang menunjukkan kurangnya minat.

T-tidak bagus. Aku tidak bisa membiarkan satu bagian aneh itu mengganggu langkahku. Semuanya normal. Bertingkahlah normal.

Saat aku mengatur napas, aku mengingat settingan-ku.

Tidak terlalu mencolok, dan tidak terlalu pasif. Ceria dan mudah diajak bicara, tapi serius dalam hal-hal penting. Perwakilan kelas yang selalu bisa diandalkan. Penampilannya yang sangat normal, namun dandanannya yang sangat rapi memberikan kesan ikemen yang menyegarkan. Pria yang sedikit keren itu, itulah aku.

“Jadi? Berapa lama kau berencana untuk tetap diam?”

Baiklah, ayo lakukan!

Aku mengucapkan setiap kata dengan hati-hati, sambil menyusun perkembangan argumen dalam pikiranku.

“Um… pertama, maafkan aku karena telah mengejutkanmu. Aku sedikit bingung dengan situasi yang tidak terduga, jadi aku mungkin telah mengatakan beberapa hal aneh. Izinkan aku menjelaskannya agar tidak ada kesalahpahaman.”

Jadi, aku mulai berbicara dengan nada suara yang serius. Itu peringatan awal bahwa apa yang akan aku katakan adalah benar. Dan sementara kami melakukannya, aku tidak akan lupa untuk menutupi kesalahan yang aku buat.

“Aku yakin kamu sudah tahu ini, tapi… Aku ada di sana untuk mengungkapkan perasaan pada seorang gadis yang kusukai. Aku memintanya untuk naik ke atap pada waktu yang sudah ditentukan. Haha, aku sangat gugup sehingga aku tidak bisa melihat langsung ke wajah orang yang muncul disana… dan tanpa aku sadari itu adalah orang lain, itulah yang terjadi.”

Aku mengatakan itu sambil memalingkan wajahku ke samping, seolah-olah sedikit malu.

Saat mengungkapkan perasaan, siapa pun akan gugup dan tidak bisa tenang. Jadi tidak aneh jika melakukan kesalahan yang biasanya tidak akan pernah terjadi, oke? Itu adalah pernyataan dengan maksud seperti itu.

Ceritanya setengah benar dan setengah dibuat-buat. Ini adalah teknik untuk membuat cerita dapat dipercaya sambil tetap menyembunyikan  maksudmu yang sebenarnya, secara akurat menyatakan bagian yang merupakan fakta objektif dan mencampurkan kebohongan ke dalam bagian tentang perasaanmu.

“Tapi aku benar-benar serius tentang itu. Tentu, aku mungkin sedikit melakukan kesalahan kali ini, tapi aku tidak berniat menyerah hanya karena itu.”

Di sini, aku menatap matanya dan menyatakannya dengan jelas.

Berulang kali menekankan keseriusanku, dan secara implisit memberitahu bahwa aku akan hargai kalau dia tidak membuat lelucon yang tidak perlu untuk bersenang-senang. Aku masih akan melanjutkan rencanaku untuk mengungkapkan perasaan, jadi jangan menghalangiku. Itu juga memiliki arti seperti itu.

…Kurasa itu sudah cukup untuk persiapan.

Sekarang untuk inti masalahnya.

“Jadi itu akan sangat membantuku jika kau bisa mencegah tersebarnya rumor tentang kejadian ini.”

Aku meluruskan postur tubuhku dan perlahan-lahan menurunkan kepalaku, mengingat sudut 45 derajat. Kuncinya adalah memastikan posturku tidak terlalu dalam atau terlalu dangkal. Salah satu dari itu akan menghasilkan kesan yang tidak wajar.

“Kumohon.”

Dan sepanjang waktu, aku mempertahankan postur ini yang menunjukkan bahwa aku yang meminta bantuan.

Hanya sedikit orang yang mau melakukan ketidakadilan kepada seseorang yang memiliki nada serius meski berada dalam posisi yang tidak menguntungkan. Untuk orang yang berakal sehat, hati nuraninya akan menghalangi mereka, membatasi tindakan mereka.

Oke, sejauh ini percakapan seharusnya telah berjalan dengan sempurna.

Aku telah menyampaikan secara lisan semua faktor-faktor yang diperlukan saat membuat permohonan tegas dan menjejalkan beberapa pesan di balik kata-kataku. Di sisi lain, aku belum mengungkapkan informasi apa pun yang akan menyulitkanku.

Jika analisaku benar, ini seharusnya sudah cukup baginya untuk mengerti dengan baik.

Aku melirik penampilannya, masih tetap menunduk. Aku tidak bisa melihat wajahnya, tapi dia sepertinya menyilangkan tangannya, tenggelam dalam pikirannya.

Setelah hening sejenak.

“…Begitukah. Aku mengerti maksudmu.”

Aku berpose penuh kemenangan di dalam hati setelah mendengar kata-kata itu.

Dengan ini, krisis berhasil dihindari!

“Ya, terima kasih. Kalau begitu, Aku ─ ”

“Bolehkah aku menanyakan satu hal?”

Saat aku akan segera mengakhiri percakapan, dia berbicara seolah-olah akan menyela.

“Kalau tidak salah, kau sempat mengatakan bahwa itu adalah “event pengakuan cinta” yang sempurna atau semacamnya. Apa maksudnya?”

Untuk sesaat, pikiranku membeku.

“Ah, yah… itu…”

Sial, sial. Dari segala hal, dia malah ingat bagian itu!

Tenang, tenanglah diriku. Jangan bingung.

Namun, kata-kata itu adalah berita buruk. Jika kau menggalinya lebih dalam, ada banyak hal buruk tentang itu.

“Aku tidak punya masalah dengan bagian pengakuan cinta, tapi apa maksud dari “event” itu? Tidak peduli seberapa bingungnya dirimu, apakah biasanya kau akan menggunakan kata itu dalam situasi seperti itu?”

Argh, itu benar sekali! Sebenarnya, bukankah dia jauh lebih pintar dari yang kubayangkan?!

Alasan. Aku butuh semacam alasan.

“Uh, itu, yah… lihat! Kesadaran bahwa itu adalah event besar bagiku, kau tahu, muncul begitu saja tanpa disadari, sama sekali tidak ada motif tersembunyi…”

Sanggahanku sepertinya tidak berhasil, dan perutku mengencang saat dia menatapku dengan ekspresi kosong yang tidak berubah.

Aku tidak bisa membaca emosi apa pun di mata itu.

Dia berbicara kepadaku seolah-olah mendesak jawaban.

“Lalu, bagaimana dengan apa yang kau katakan sebelumnya… tentang “romcomatau semacamnya?”

Tidak, tidak mungkin, kan?! Apakah dia mendengarkan monologku sejak saat itu?

“Aku tidak bermaksud menguping, tapi aku mendengarnya. Kau berbicara cukup keras untuk seseorang yang melakukan monolog.”

Seolah-olah dia telah mendengar isi pikiranku dan sekarang menanggapi dengan tanggapan yang akurat.

Untuk berpikir bahwa aku yang terlalu berlebihan dalam meniru tindakan pemeran utama romcom akan menjadi bumerang bagiku…!

“Aku tidak tahu banyak tentang romcom ini, tapi itu genre dalam drama dan manga, kan? Tipe cerita dengan asmara di dalamnya.”

Tidak ada keraguan dalam nada suaranya, dan itu terdengar seolah-olah dia hanya memberikan penjelasan dari awal sampai akhir.

Kemudian aku terpikir.

Gadis ini… mungkinkah?

“Dan jika kau menyusun kata-kata yang terasa tidak sesuai itu…”

Mungkinkah dia telah mengetahui segalanya sejak awal, dan terlebih lagi, dia telah mengamati bagaimana aku akan bertindak? Niatku untuk memberikan alasan agar keluar dari situasi itu benar-benar terlihat? Apakah aku selama ini telah menari di telapak tangannya…?

Rasa dingin merambat di tulang punggungku. Dan tepat setelah itu.

Event pengakuan cinta romcom. Jika kau menghubungkan kata-kata itu seperti ini, kupikir itu bukanlah kata-kata yang akan digunakan oleh seseorang yang ingin mengungkapkan perasaan dengan serius, tahu?”

Jantungku berdegup kencang. Tanpa mengubah ekspresinya, dia menatapku kuat-kuat.

“Jika rata-rata orang mendengar kata-kata itu barusan, bukankah menurutmu mereka akan bertanya-tanya apakah kau sedang mencoba meniru manga?”

Tubuhku menegang, dan warna ujung jariku memucat.

Apa yang harus aku lakukan…?!

Apa yang harus aku katakan dan bagaimana aku harus menanggapinya?

“Atau, apakah ada arti yang berbeda? Atau mungkin, alasan yang tepat?”

Sanggahan, apapun, sanggahan yang bagus!

Apa tidak ada alasan masuk akal yang cukup untuk meyakinkannya?!

“Jika kau tidak mau bicara, aku sih tak masalah. Tapi kalau begitu, kau tidak berhak mengeluh tentang kesimpulan apa pun yang aku buat, lho?”

Saat aku berpikir dengan panik, dia memberitahukan itu padaku, seolah-olah memberikan pukulan terakhir kepada musuh yang melarikan diri.

Sialan, kau bahkan telah menghancurkan jalan keluarnya, dasar iblis!

Semakin lama aku diam, semakin tidak menguntungkan bagiku. Aku sangat menyadari itu! Tapi mulutku sangat kering, aku tidak bisa berkata apa-apa. Melihatku diam, dia mendesah pelan.

“… Jadi tidak ada alasan yang khusus dan mendalam. Yah, kurasa itu wajar.”

Dengan suara rendah, dia bergumam pasrah.

Ini buruk. Rasanya seperti dia sudah sampai pada jawabannya.

“Aku ikut berpikir mungkin ada beberapa keadaan khusus, tapi… jika kau melakukan itu untuk bersenang-senang, tidakkah menurutmu kau sebaiknya berhenti?”

Wajahnya tetap tanpa ekspresi. Tidak, itu terlihat lebih seperti masa bodoh dan bosan.

“Maksudku, itu benar-benar memalukan. Melakukan sesuatu seperti itu bahkan di usia sepertimu.”

Kemudian, dengan nada suara dingin, dia mengatakan hal berikut seolah-olah itu hal yang wajar.

“Kupikir kau sebaiknya berhenti memainkan khayalan yang membosankan itu, dan mulailah melihat kenyataan dengan benar.”

Apa katamu barusan?

“Tahan di sana.”

“…Hm?”

Tetap saja, dengan ekspresi serius di wajahku, aku melakukan kontak mata dengannya, bahkan saat dia sedikit mengerutkan kening ke arahku seolah bertanya-tanya ada apa.

Kemudian, aku menarik napas dalam-dalam.

Kenyataan yang aku tinggali bukanlah dunia romcom. Aku tahu itu. Aku selalu tahu itu.

“Jika kau sampai berkata sejauh itu, aku akan memberi tahumu. Mengerti? Yah, dengarkan. Kau lihat, aku ─ ”

Namun, jika kenyataan adalah alasan untuk menyerah ─

Membiarkan sesuatu, seperti mimpi tetaplah menjadi mimpi, bukanlah sesuatu yang akan aku terima bahkan setelah kematian.

“Aku akan melakukannya… dalam kenyataan ini. Sungguh-sungguh, serius. Aku akan membuat romcom menjadi kenyataan!”

Jadi, aku dengan bangga dan tidak menyesal membuat deklarasiku.

Tidak ada rasa malu, dan aku tidak berniat berkhayal.

Lagipula, aku meyakini itu dengan sepenuh hati. Sangat mungkin untuk mewujudkan romcom dalam kenyataan.

“…Eh?”

Gadis ini, yang telah begitu tenang sampai beberapa saat yang lalu, sekarang menunjukkan ekspresi bingung untuk pertama kalinya sejak datang ke sini.

Ini terasa seperti aku telah menang.

“…Hei, tunggu sebentar… apa kau serius saat mengatakan itu?”

“Sangat serius. Super serius. Aku akan menciptakan pengalaman SMA penuh romansa dan komedi, dengan sukses. Dan terlebih lagi, aku siap untuk melibatkan seisi sekolah.”

Aku memelototinya dengan tekad yang pantang menyerah di mataku.

“Um, tidak, uh… apa kau yakin kau tidak hanya mengada-ada untuk melawanku?”

“Aku bersumpah demi dewa komedi romantis, aku tulus di sini, dan ini adalah isi pemikiranku yang sebenarnya. Ada keluhan?”

“Aku… tidak benar-benar punya keluhan, tapi ada beberapa masalah dengan apa yang kau katakan… atau lebih tepatnya, segala yang kau katakan itu adalah masalah.”

Tatapannya melesat ke sana kemari, dan dia tampak gelisah.

Ya, tentu saja, dia akan melakukan itu. Aku saat ini menghadapi pertarungan dengan semua yang aku miliki, dengan mempertaruhkan jiwaku. Berhadapan dengan orang-orang seperti cewek SMA jaman sekarang, kekuatan dan beban dari kemauan itu berada pada level yang berbeda. Tidak heran dia akan kewalahan.

“Aku tidak bermain-main di sini, dan aku juga tidak akan melakukannya dengan setengah hati. Aku akan menikmati “Episode Kehidupan Sehari-harisepenuhnya, aku akan membuat “Event Festival Sekolah menjadi sangat dramatis, dan aku akan membuat “Episode Pakaian Renang, “Episode Bermalam di Pemandian Air Panas”, dan bahkan membuat momen “Lucky Pervertterjadi.”

“Hei, paruh pertama tak masalah, tapi apa-apaan dengan paruh kedua perkataanmu itu?”

“Khususnya, pada bagian “Lucky Pervert” adalah sesuatu yang benar-benar akan aku alami!”

“Ugh, sangat menjijikan…”

Curahan kesedihan seorang pria muda mungkin telah membuatnya menjauh dalam ketidaknyamanan, tapi apakah menurut kalian aku peduli?

“Aku tidak peduli dengan apa yang mungkin dipikirkan atau apa yang dianggap normal oleh orang lain. Dewa tertentu pernah mengatakan ini. Bahwa “orang lain biarlah orang lain, dan selama aku bangga pada diriku sendiri, itulah yang terpenting.

“Benarkah, dewa macam apa yang mengatakan itu?”

“Tentu saja, Dewa Chitose! Chiram*ne adalah buku filsafat yang harus dibaca oleh siswa SMP dan SMA! Dasar orang udik yang tidak berbudaya!”

“Aku bahkan belum pernah mendengar itu…”

Ck, inilah masalah rakyat jelata yang tidak peka. Untuk jenis rakyat seperti ini, hanya setelah buku itu mendapat adaptasi di layar lebar baru mereka akan menyanyikan pujian untuknya.

“Pokoknya! Keyakinanku adalah hal yang nyata, dan aku tidak memiliki niat untuk menyimpang dari jalan ini. Jika kau bilang kalau kau akan menghalangi jalanku, maka aku siap untuk bertarung. Datanglah padaku dari segala arah! Aku akan membuat hal itu terjadi, hingga baik saat kau sedang tidur ataupun terjaga, satu-satunya hal yang dapat kau lakukan adalah mengatakan “Horeeeee untuk Romcom”!”

Mengatakan itu, aku membuat pose bertarung. Di mana lingkungan di sekitar kami terdiam.

Ketegangan mengalir di antara kami, dan kemudian ─

Pi Po Pa, Pi Po Pa.

Timer penggorengan berbunyi.

Hei, jangan memutar efek suara bodoh selama adegan super serius seperti ini! Itu membuat ini tampak seperti adegan komedi, lho!

“…Hmm. Baiklah… Aku agak mengerti apa yang kau katakan.”

Setelah pulih dari keadaan semi-hibernasi, dia menutupi matanya dengan tangan dan menghembuskan nafas panjang saat dia berbicara. Mungkin dia tersentuh oleh kata-kata jiwaku yang penuh gairah, dan tanpa sadar menangis?

“Tapi bisakah aku mengatakan satu hal saja?”

“Apa itu?”

“Dasar super idiot tolol.”

“Dari mana kau bisa mengatakan itu?!”

Argh, inilah kenapa sesuatu seperti ending efek suara komedi seharusnya tidak muncul dalam situasi seperti ini!

 

Sebelumnya - Daftar Isi - Selanjutnya