[LN] Kanojo ni Uwaki Sareteita Ore ga, Koakuma na Kouhai ni Natsukareteimasu Volume 1 Chapter 1.4 Bahasa Indonesia
Chapter 1 - Bertemu Santa
4
“Maaf sudah membuatmu menunggu.”
Malam Natal, hari janjianku dengan Shinohara.
Shinohara, seorang mantan Santa, tiba tepat waktu dari waktu janjian.
“Hai. Kamu pas banget kok. Aku sama sekali tidak menunggu.”
“Aku sebenarnya mau naik kereta sebelumnya… tapi ada begitu banyak orang di dalamnya sehingga aku ketinggalan.”
Aku mengangguk tak masalah. Karena, aku juga merasa akan ada dua kali lebih banyak pasangan dari biasanya di dalam kereta hari ini.
“Ayo jalan.”
Dia bilang kalau dia yang akan memandu jalan, jadi aku pun mengikuti di belakangnya.
Cowok dari suatu pasangan yang lewat mencuri-curi pandang pada Shinohara.
Entah kenapa, riasan Shinohara hari ini lebih bergairah daripada kemarin, dan dia sama sekali tidak terkesan seperti lebih muda dariku.
Shinohara sangat imut sehingga mau tidak mau, aku merasa jantungku berdebar kencang.
Kami melewati bawah rel kereta api dan tiba di jalan, yang agak jauh dari jalan utama yang dipenuhi pasangan.
Meskipun jalan ini tidak sepi, tapi jumlah orang yang ada terasa lebih sedikit dari sebelumnya.
Berbeda dengan jalan-jalan utama yang dipenuhi dengan deretan gedung-gedung sepuluh lantai atau lebih, gedung-gedung di jalan ini rata-rata hanya dua lantai.
Semua gedungnya didekorasi dengan nuansa Natal, dan sekilas terlihat jelas bahwa di sini banyak toko yang sering dikunjungi oleh pasangan.
“Ini dia.”
Shinohara menunjuk, bukan ke gedung dua lantai, namun ke tangga yang menuju ke ruang bawah tanah.
Saat aku melihat dia pergi ke sana tanpa menoleh ke arahku, aku teringat pada apa yang Ayaka peringatkan padaku kemarin.
“Apa? Kamu kenapa?”
Shinohara berhenti berjalan dan memberikan tatapan bingung.
“Tidak, bukan apa-apa.”
Aku menyingkirkan saran Ayaka dari kepalaku dan ikut menuruni tangga juga. Ada pintu tebal dan Shinohara meletakkan tangannya di kenop pintu.
Dia pun membuka pintu yang terlihat berat itu. Syalala.
Suara nuansa Natal menyambut kami saat kami membuka pintu.
Aku menegakkan posturku ketika penjaga toko membungkuk hormat, sesuatu yang jarang aku lihat di restoran franchise.
“Aku Shinohara, yang memesan tempat untuk jam 18:30.”
Mendengar kata-kata Shinohara, penjaga toko membungkuk lagi dan berjalan ke belakang toko.
Dalam restorannya remang-remang dan tidak ada satu kursi pun yang terlihat dari koridor. Semuanya adalah ruang ribadi yang dipisahkan oleh pintu.
Kami diantarkan ke sebuah ruangan yang terdapat sebuah sofa untuk dua orang duduk bersebelahan.
Selain itu, sudah ada gelas di atas meja. Ini jelas-jelas…
“Ini terasa seperti khusus untuk pasangan.”
“Yah, soalnya ini kan Natal.”
Setelah mengatakan itu, Shinohara pun duduk di dalam ruangan. Dengan tatapannya, dia memintaku untuk duduk juga.
“Ermmm.”
“Ini permintaan maaf untukku, kan?”
“…Iya sih. Maaf, salahku.”
Satu kalimat itu mengingatkanku bahwa ini adalah sesuatu yang awalnya aku tawarkan sendiri.
Sulit untuk tidak kepikiran saat aku tiba-tiba dibawa ke restoran seperti ini meskipun kami baru bertemu kemarin, tapi mari kita tenang sejenak.
“Meskipun ini paket sajian lengkap, tapi kamu bisa memesan minum kapan saja. Kamu bahkan bisa minum alkohol jika kamu mau.”
Setelah mengatakan itu, Shinohara menyerahkan menu minuman. Harga semua minumannya sekitar tiga kali lipat lebih tinggi dari harga di bar kebanyakan, jadi aku harus mempertimbangkan isi dompet sebelum memesan.
“Apakah hidangan di sini benar-benar 8.000 yen?”
“Ya, benar. Ini adalah tempat yang tak banyak orang tahu.”
Shinohara berkata dengan bangga sambil tertawa ‘Fufu’.
“Kalau gitu, tak apalah… Jadi, kenapa kamu mengajakku ke sini?”
“Pertanyaan bagus!”
Saat aku menanyakan hal itu, mata Shinohara berbinar seolah-olah dia telah menungguku bertanya. Sudah kuduga bahwa ada motif lain dari sekedar modus pemerasan.
“Pacarku selingkuh minggu lalu!”
Shinohara merengek dengan keras.
Kemudian, meskipun minuman alkohol belum dituangkan ke dalam gelas, dia mengantarkan gelas itu ke bibirnya.
“Eh, gak ada isinya toh.”
“Kamu seharusnya sadar saat kamu mengangkat gelasnya, lho.”
Aku berkata dengan tercengang.
“Yah, kamu juga masih di bawah umur. Jadi jangan diminum meskipun mereka menuangkan alkohol.”
“Jangan kaku gitulah. Apakah Senpai tidak minum-minum di pesta penyambutan maba?”
Shinohara mencemberutkan mulutnya saat dia meletakkan gelas.
Gagasan bahwa minum alkohol hanya boleh dilakukan ketika kalian berusia 20 tahun sering kali diabaikan di pesta penyambutan maba, atau singkatnya shinkan.
TLN: Shinkan singkatan dari shinnyuusei kangeikai, atau pesta penyambutan maba
Itu bukanlah akibat dari antusiasme generasi sekarang, tapi merupakan tradisi buruk dari masa lalu.
“Tentu saja tidak. Aku menolak dengan sopan.”
“Benarkah~?”
Mata Shinohara menyipit dan mulutnya menyeringai lebar.
Raut wajahnya mengingatkanku pada iblis kecil, dan kurasa mungkin sudah ada lebih dari satu atau dua pria yang telah dikendalikan dengan menyedihkan olehnya.
Kemudian, kami berdua membicarakan hal lain karena kami berada di universitas yang sama, dan belum sampai hidangan utama berikutnya tiba, Shinohara tiba-tiba berhenti berbicara.
“Ah, ngomong-ngomong, apakah tidak ada sesuatu yang ingin kamu katakan padaku? Kurasa aku sudah mengatakan sesuatu yang cukup mengejutkan sebelumnya.”
“Kamu melupakan sesuatu.”
“T-Tidak, bukan itu. Yang aku bicarakan dengan semangat selumnya.”
“Ah, itu ya. Aku tidak percaya kita baru bertemu kemarin.”
“Y-Ya sudahlah. Ku ulang lagi saja.”
Shinohara menjernihkan tenggorokkannya dengan berdehem.
“Aku telah diselingkuhi.”
“O-Oh.”
Informasi ulangnya kurang memiliki dampak dari yang sebelumnya.
Aku sedang memikirkan soal bagaimana aku harus bereaksi. Ketika aku memikirkan bagaimana aku dulu membuat teman-temanmu memikirkan hal-hal seperti ini…
Seolah untuk menyembunyikan perasaanku, aku mengantarkan koktail yang aku pesan ke tenggorokanku.
“Aku mencari-cari tempat sebelum akhirnya aku memutuskan untuk datang ke sini. Aku tidak mengira kalau aku akan berakhir di sini dengan senpai tak dikenal.”
“Kan kamu yang mengajakku kesini…”
“Padahal aku memesan hidangan ini karena aku ingin makan daging, minuman, dan sup yang lezat ini bersama pacarku!”
“Tapi, kamu tidak terlihat sedih sama sekali, tuh.”
Intonasinya agak dramatis, sehingga aku pun membantahnya tajam.
“Ah, ketahuan, ya?”
Shinohara menjulurkan lidahnya.
“Aku tidak pernah punya pacar sebelumnya, tapi selama SMP dan SMA aku selalu menolak cowok yang menembakku.”
“Heee, kamu ditembak banyak cowok, ya?”
“Yoi, aku sangat populer sih,” katanya blak-blakan.
Yang seolah-olah mengesankan bahwa dia masa bodoh dengan itu.
Sebenarnya, aku juga merasa bahwa tidak mungkin dia tidak populer dengan penampilannya yang seperti ini, jadi aku menganggukkan kepalaku mengdengar kata-katanya.
“Lalu kenapa kamu mau pacaran kali ini?”
Shinohara mendengung ‘Hmmm’ dengan kesulitan, kemudian dia menjentikkan jarinya.
“Nah itu. Aku ingin melakukan sesuatu yang biasanya dilakukan pasangan.”
“Hoo.”
“Aku melihat tweet orang-orang di media sosial dan menurutku itu sangat keren. Jadi, aku ingin punya pacar dan pergi ke berbagai tempat seperti itu juga.”
“Ah, begitu, ya.”
Memang ada beberapa orang yang pacaran karena alasan seperti itu.
Terlebih lagi di musim begini, orang-orang semakin banyak memposting seolah-olah mereka sedang pamer.
Misalnya, pasangan yang biasanya hanya mengunggah foto setelah kencan, akan mulai mengunggahnya juga sebelum kencan.
Karena hal itulah, aku semakin jarang melihat media sosial.
“Jadi, aku pun akhirnya pacaran untuk pertama kalinya. Namun, aku tidak ingin ini berakhir dengan perselingkuhan. Bukan berarti aku tidak ingin hubunganku berakhir, aku hanya tidak ingin menjadi pihak yang kalah.”
“Ah, yah, beberapa orang memang berpikir begitu ketika mereka diperlakukan seperti itu.”
Dalam kasusku, aku agak, bukan, tapi sangat syok sehingga aku hanya mengurung diri selama seminggu. Ayaka tentu saja jadi mengkhawatirkanku, dan dia menyimpan catatan pelajaran untukku.
“Dia selingkuh, tapi dia masih mencintaiku. Aku ingin membalasnya sedikit dan kemudian meninggalkannya.”
“Bagaimana caranya?”
“Aku akan memikirkannya nanti, tapi kurasa hal yang paling aman adalah menunjukkan bahwa aku akrab dengan pria lain. Karena itulah, aku membutuhkan seseorang untuk membantuku.”
“Oh, gitu. Semoga berhasil.”
Setelah itu, aku melihat fillet daging sapi yang baru saja tiba sebagai hidangan utama.
“Senpai, jadi—”
“Gak.”
“Padahal aku belum bilang apa-apa, tau!?”
Pacar palsu… Sebuah karya dengan tema semacam itu dulu pernah terbit di shounen magezine, dan kurasa dia mungkin akan membuat permintaan serupa.
Entah kenapa, aku merasakan firasat buruk, jadi aku langsung menolaknya lebih dulu, tapi dilihat dari reaksinya, aku cukup yakin bahwa aku memang benar.
“Tolonglah, sedikit saja! Kita akan mulai dengan menunjukkan padanya seberapa dekat kita di depannya.”
“Tidak mau, memang akulah yang menawarkan duluan hingga kita akhirnya datang ke sini hari ini, tapi masalahmu itu bukanlah urusanku. Mintalah saja pada orang lain.”
“Aku terlalu malu untuk meminta seorang teman kenalanku untuk melakukan hal itu!”
Benar sih, tapi bukan berarti dia dapat bergantung padaku.
Aku yakin ada seseorang yang lebih cocok untuk peran itu. Dengan penampilan Shinohara, bisa dipastikan jika dia mau bersuara saja, para pria pasti akan datang dari segala penjuru.
“Nah, aku yang akan bayar makanan di sini. Jadi, bagaimana?”
“Bodoh, mana mungkin aku bisa melakukan itu pada gadis yang lebih muda dariku. Kita hanya akan membagi tagihannya.”
Jika dia adalah seorang gadis yang aku ajak sendiri, aku akan membayar seluruh tagihannya dengan uangku.
Tentu saja, aku tidak berniat mentraktir Shinohara, tapi aku juga tidak suka dengan pikiran harus membayar ini untuk diriku sendiri.
“Aku telah menghasilkan banyak uang sebagai Santa, jadi, jika aku dapat mempekerjakan Senpai dengan melakukan ini, maka aku tak masalah. Apa pun yang Senpai katakan, aku tetap bersikeras mau membayar, jadi tolong menyerahlah dan bekerjalah untukku.”
“I-Itu argumen yang parah…”
“Dengar, aku benar-benar yang akan membayarnya. Jadi, jangan dipikirkan dan makanlah saja daging sapinya.”
“Fillet daging sapi.”
Di deskripsi hidangan tertulis gaya Rossini.
“Senpai, gaya Rossini maksudnya apa?”
“Kurang tahu juga sih. Kalau tidak salah itu hidangan yang menggunakan truffle dan foie gras.”
“Heee! Senpai sangat berpengetahuan, ya!”
Aku tidak bisa bilang kalau aku tahu hal itu karena aku pernah makan makanan yang sama dengan mantan pacarku.
Aku ingat bahwa fillet daging sapi yang aku makan saat itu cukup enak, tapi aku tidak yakin apakah itu sepadan dengan harganya.
Sambil memikirkan itu, aku mengantarkan fillet daging sapi itu ke mulutku.
“Uenak tenan…”
Aku refleks mengucapkan itu.
Daging seperti ini seharusnya disertai dengan anggur merah, tapi sayangnya aku belum bisa menikmati anggur merah, jadi aku membuka menu untuk mencari koktail lain.
Shinohara melihatku begitu dan tersenyum dengan bangga.
“Fufufu, menunya memang patut dicermati. Kalau begitu, sudah diputuskan, dan sampai jumpa besok.”
Saat mendengar itu, aku hampir menyemburkan isi mulutku.
“T-Tunggu dulu. Aku sudah punya rencana besok.”
“Eh, kok Senpai bisa punya rencana untuk Natal, sih?”
“Oi, kamu cepat sekali memperlakukanku kurang ajar kayak gitu, ya?”
“Itu sama sekali tidak benar kok. Jadi apa rencanamu, Senpai?”
“Aku akan pergi ke kencan buta. Yah, aku tidak berniat lama-lama di sana, sih.”
“…Kencan buta.”
Shinohara memasang ekspresi yang tak dapat dijelaskan.
“Maaf karena jadi tipe pria yang pergi ke kencan buta saat Natal.”
“Tidak apa-apa kok. Kalau cepat selesai ya kita ketemuan setelah itu, kalau tidak ya lain kali saja. Tolong kabari aku lagi.”
Kemudian, seolah-olah sudah diputuskan, Shinohara mulai memakan fillet dagingnya juga.
Aku menghela nafas saat aku melirik Shinohara, yang mengatakan “lezatnya” dengan suara yang hampir terlihat kayak memiliki tanda hati di ujung kalimatnya, hingga aku pun jadi bertanya-tanya apakah dia ini tipe yang sama dengan Ayaka.
Ini tampaknya akan menjadi Natal yang tidak terduga.
Post a Comment