[LN] Kanojo ga Senpai ni NTR-reta no de, Senpai no Kanojo wo NTR-masu Volume 1 Chapter 3 Bahasa Indonesia

 

3. Ulang Tahun Karen yang Menentukan

 

Ishida, yang berada di sampingku, memanggilku setelah jam kuliah kedua berakhir saat aku sedang memasukkan buku pelajaranku.

“Yuu, bagaimana kalau kita jalan keluar dan makan kari India asli?”

Luar? Maksudmu luar kampus? Repot-repot begitu hanya untuk makan kari?”

Aku merasa penasaran.

Itu karena universitas kami memiliki kantin, di mana kami bisa mendapatkan hidangan lengkap kari otentik, naan, dan makanan lainnya hanya dengan 500 yen. Selain itu, semuanya cukup otentik, hingga bahkan telah menerima Sertifikat Halal dari agama Islam.

“Ya, kurasa makan di luar kampus sesekali akan menjadi perubahan suasana yang bagus. Kelas kta juga selesai agak lebih awal. Aku menemukan toko prasmanan yang menyediakan naan dengan kebab di atasnya. Aku baru saja mendapat gaji dari pekerjaan paruh waktu, jadi aku yang akan traktir.”

Mengatakan itu, Ishida menepuk pundakku sambil mendorongku keluar.

Kami meninggalkan kampus dan menuju kawasan bisnis.

Nah, saat kamu bertemu dengan Touko-senpai, apa yang kalian bicarakan?”

Ishida bertanya padaku setelah beberapa saat sejak kami meninggalkan universitas.

Sekarang, setelah kuingat-ingat lagi, aku memang belum memberi tahu Ishida tentang apa yang terjadi setelah bertemu dengan Touko-senpai.

Ishida begitu perhatian padaku dan tidak bertanya sampai sekarang meskipun dia pasti penasaran tentang hal itu.

“Hmm… Kami berbicara tentang mengawasi dan menunggu dulu untuk saat ini. Sesuatu seperti mendapatkan bukti pasti bahwa mereka berdua selingkuh.”

“Bukti? Bukankah kamu sudah memiliki foto chatting-an antara Karen-chan dan Kamokura-senpai?”

“Dia mengatakan bahwa itu saja masih kurang sebagai bukti. Touko-senpai tampaknya bertekad untuk menemukan bukti seperti mereka berdua memasuki love hotel atau menghabiskan malam bersama.”

Kalau hotel sih sulit. Tapi bukankah Kamokura-senpai tinggal sendiri di wilayah perkotaan? Kalau begitu, bukankah berjaga di dekat apartemennya saja sudah cukup?”

Aku juga berpikir begitu. Tapi menurut Touko-senpai, Kamokura-senpai tinggal bersama kakaknya.”

“Jika memang begitu, kkita tidak dapat benar-benar menganggap bahwa apartemennya adalah tempat perselingkuhan mereka.”

“Namun, hari Sabtu minggu ini adalah hari ulang tahun Karen. Di hari itu…

“Ah, ini dia, Yuu. Ini tokonya.”

Menyela kalimatku saat aku akan mengatakannya, dia menunjuk ke bangunan di depan kami.

Pintu masuk bangunan itu memiliki tanda menonjol yang bertuliskan,Masakan India Asli. Toko itu tampaknya memiliki 2 lantai.

Jaraknya sekitar 10 menit dari universitas dengan berjalan kaki.

Meskipun sekarang masih belum tengah hari, ketika kami memasuki toko, kami melihat toko itu sudah penuh dengan karyawan kantoran.

“Wah, ramai sekali! Kukira tak akan masalah jika kita datang pada jam ini.”

Pegawai laki-laki yang kelihatannya keturunan India mendatangi kami dan, dengan bahasa Jepang yang fasih, bertanya kepada kami.

“Apakah gabung ke meja orang lain tak masalah?”

Setelah kami menyatakan persetujuan kami, pegawai itu membawa kami ke meja yang terletak lebih jauh ke dalam toko.

“Kalian bisa duduk di sini.”

Karyawan itu menunjuk ke meja untuk empat orang. Melihat pelanggan yang sudah duduk di sana, tubuhku membeku.

…Kamokura!…

Pria yang bersama Kamokura menoleh untuk melihat kami. Dia adalah ketua perkumpulan kami, Nakazaki-san.

Nakazaki-san seumuran dengan Kamokura, seorang senpai di jurusan teknik elektro, dan, seperti yang dapat kalian duga, lulusan dari SMA yang sama dengan kami.

Dia telah bersama dengan Kamokura sejak SMA, di mana mereka tergabung dalam klub sepak bola yang sama.

“Oh? Isshiki dan Ishida rupanya? Kalian datang ke sini juga?”

Nakazaki-san berbicara kepada kami dengan ceria.

Namun, entah kenapa, aku tidak bisa bergerak. Memikirkan bahwa kami akan duduk di sebelah pria yang barusan kami bicarakan, pria yang main serong dengan pacarku!

Kemungkinan besar, Ishida juga terperangah pada waktu yang sangat buruk.

“Kalian berdua kenapa? Kenapa kalian hanya berdiri di sana? Ayo duduk sini.”

Nakazaki-san berkata sambil menunjuk kursi di sampingnya.

Aku dan Ishida tetap diam dan duduk. Aku duduk di sebelah Nakazaki-san, secara diagonal di depan Kamokura.

“Menu spesial hari ini adalah ayam mentega dan kari kacang. Selain itu, kebab dan ayam Tandoori menjadi menu utama hari ini.”

Nakazaki-san memberi tahu kami saat dia memberikan menunya kepada kami.

Aku dan Ishida mengambil menu dan memesan hidangan spesial hari ini.

“Ngomong-ngomong, kalian berdua, bisakah kalian membantuku membuatkan selebaran untuk stand minuman yang akan kita buat untuk festival kampus?”

Nakazaki-san tiba-tiba berbicara begitu.

“Eh? Bukankah sudah diputuskan kalau mahasiswa tahun kedua Suzuki-san yang akan membuat selebaran itu?”

Nakazaki-san menggelengkan kepalanya pada respon Ishida.

“Suzuki itu sekarang tidak bisa melakukannya. Orang itu, dia bilang kalau dia akan keluar dari perkumpulan. Sepertinya dia juga tidak datang ke kampus.”

“Apakah terjadi sesuatu?”

“Dia dicampakkan oleh pacarnya. Lebih parahnya lagi, pacarnya langsung mendapatkan cowok baru. Kudengar karena itulah, mentalnya sekarang benar-benar hancur.”

Nakazaki-san menjawab dengan suara lemah. Sambil tetap menghadap ke bawah, aku melirik Nakazaki-san.

Kalimat yang barusan dia ucapkan bisa berlaku untukku juga…

Saat pikiran itu terlintas di benakku…

“Sungguh payah.”

Kamokura mengatakannya dengan nada yang jelas-jelas menyiratkan kalau dia bosan.

“Wanita yang berganti pacar saat ini ke pacar lain ketika mereka menemukan pria yang lebih baik adalah hal yang wajar. Justru karena dia mengeluh pada setiap hal kecil seperti itulah makanya wanita itu mencampakkannya.”

“Itu kan menurutmu.”

Tanpa sadar, aku membuka mulut.

Setelah mengatakannya, Kamokura menatapku dengan terkejut. Dia pasti tidak memgira bahwa aku akan membantahnya.

“Tapi, memang begitulah kenyataannya, kan? Tujuan semua makhluk hidup adalah mewariskan gen mereka sebanyak mungkin. Itulah sebabnya laki-laki dapat memiliki banyak perempuan, sementara perempuan memilih pasangan laki-laki yang lebih baik. Dengan mengikuti aturan sederhana inilah makhluk hidup berevolusi menjadi seperti sekarang ini. Itulah hukum alam.”

“Dan kamu juga menerapkan hal itu pada manusia?”

“Manusia juga hewan. Sudah sewajarnya bagi laki-laki dan perempuan sama-sama mencari pendamping selain dari pasangannya. Pria dapat memiliki lebih banyak keturunan dengan selingkuh, dan wanita dapat mengambil gen yang lebih unggul dengan selingkuh.”

Aku merasa ada sesuatu di dalam diriku yang seperti tersentak.

“Maksudmu wanita berselingkuh karena mencari pria dengan gen yang lebih unggul?”

“Aku berani bertaruh bahwa memang begitu kenyataannya.”

Kamokura berbicara dengan wajah yang seolah-olah menyatakan bahwa itu adalah hal yang paling jelas di dunia.

…Orang ini, sungguh tidak tahu malu…

“Tapi manusia punya etika, kan? Dan etika itu mengatakan bahwa mereka tidak boleh selingkuh.”

“Tidak ada yang lebih dipertanyakan daripada etika itu. Game theory membuktikan hal itu.”

TLN: Untuk yang gak tahu tentang game theory, bisa dicari sendiri di internet. Susah jelasinnya.

Aku hanya bisa mencegah kemarahan terlihat di ekspresi wajahku. Kamokura melanjutkan bicaranya.

“Jika pasanganmu berselingkuh, bukankah kamu sendiri juga akan berselingkuh? Tidak berselingkuh meskipun pihak lain berselingkuh adalah pilihan terburuk yang bisa kau ambil.”

Ishida melirik untuk melihat bagaimana keadaanku.

Tidak apa-apa, Ishida. Aku tidaklah sebodoh itu untuk jadi marah di sini.

“Meskipun pasanganmu adalah tipe setia, memilih jalan selingkuh tetaplah hasil terbaik. Singkatnya, terlepas dari apakah pasanganmu selingkuh atau tidak, pilihan terbaikmu adalah berselingkuh.”

“Itu teori ‘prisoner’s dilemma’, kan? Tapi pelajaran dari teori itu adalah, daripada saling mengkhianati, pada akhirnya, kedua belah pihak bisa memperoleh keuntungan yang lebih besar jika mereka bekerja sama.”

TLN: Prisoner’s dilemma termasuk ke dalam game theory. Singkatnya hasil terbaik yang bisa diperoleh adalah jika kedua tahanan saling kerja sama dan tidak saling mengkhianati. Untuk penjelasan lebih lanjut bisa dicari di internet.

“Itu benar. Jika masing-masing dari mereka adalah ‘orang baik’, mereka semua akan dapat diuntungkan secara wajar. Namun, saat salah satu dari mereka adalah ‘pengkhianat’, pengkhianat akan menjadi pemenang tunggal yang menimbun semua keuntungan.”

“Dengan kata lain, itu dengan anggapan bahwa ada ‘pengkhianat’?”

“Begitulah hukum alam. Satu-satunya poin penting adalah, kecuali kamu benar-benar kuat, kamu tidak bisa menjadi pengkhianat. Saat orang lemah mengkhianati kelompok, yang akan terjadi hanyalah mereka menerima ‘pembalasan dendam’ dari orang lain.”

…Intinya, apakah kau mau bilang karena kau kuat-lah makanya kau dapat melakukan apapun terhadap Karen semaumu sambil tetap memiliki Touko-senpai, dan karena aku lemah, wajar saja jika pacarku dicuri dariku? …

“Kamokura, sudah cukup. Karena kamu mengatakan sesuatu seperti itulah makanya orang lain selalu salah paham padamu.”

Nakazaki-san memasang ekspresi pahit saat dia berbicara begitu.

“Maksudmu seperti bagaimana pelopor dan revolusioner yang selalu dipandang dengan permusuhan oleh khalayak ramai?”

Kamokura mengangkat bahunya dengan berlebihan.

Melihat Kamokura seperti itu, sudah kuduga.

…Tidak diragukan lagi. Orang ini selingkuh dengan Karen. Lebih parahnya lagi, dia bahkan tidak peduli pada hal itu.

Kemudian, empat porsi makanan diantarkan ke meja kami. Kami menghentikan percakapan kami dan mulai memakan hidangan kami. Namun, saat memakannya, aku tidak bisa merasakan rasa kari India asli yang sudah lama ditunggu-tunggu. Yang ada di dalam perutku hanyalah kemarahan yang kumiliki terhadap Kamokura.

Setelah selesai makan, aku meminum hidangan penutup lassi (minuman yogurt yang sering diminum di India), setelah itu aku bangkit dari tempat dudukku.

“Aku harus bersiap untuk kelas berikutnya, jadi aku duluan.”

Mendengar itu, Ishida buru-buru menghabiskan lassi-nya dan berdiri.

“Oke. Sampai jumpa lagi di perkumpulan.”

Nakazaki-san berkata begitu, sedangkan Kamokura tidak memberikan perhatian khusus padaku.

Aku menatap Kamokura dan berbicara.

“Kamokura-senpai. Pembicaraan barusan sungguh menarik. Aku memang berpikiran bahwa, seperti yang kamu katakan, wajar saja jika orang yang lebih unggul dari yang lain akan lebih populer, dan pengkhianat yang benar-benar memiliki kemampuan dapat meningkatkan pengaruh mereka juga merupakan fakta. Namun, metode dari game theory di mana pengkhianat menerima pembalasan dan sekutu bekerja sama adalah strategi yang memberikan skor paling tinggi. Dan itulah yang ingin aku tuju.”

Kamokura memelototiku. Tapi dia pasti tidak menganggapku sebagai lawan yang selevel dengannya.

“Bukankah itu bagus juga? Untuk mereka masing-masing.”

Dia tidak layak dianggap sebagai lawan... Nada bicaranya hanya menyiratkan itu.

Aku berbalik dan menuju pintu keluar toko.

Itu adalah peringatanku untuk Kamokura. Dan saat kami menemukan bukti kuat tentang perselingkuhan mereka, kata-kata itu kemudian akan menjadi deklarasi perang.

“Maaf. Aku sudah membuatmu melalui semua itu.”

Tak lama setelah kami meninggalkan toko, Ishida menundukkan kepalanya dan mengatakan itu.

“Itu bukan salahmu, Ishida. Ini kebetulan, jadi mau bagaimana lagi.”

Ishida mengkhawatirkanku. Tentu saja, aku membayangkan dia juga memiliki rasa ingin tahu tertentu sebagai penonton.

“Meski begitu…”

Ishida berhenti sejenak.

“Si Kamokura brengsek itu, dia benar-benar sampah. Jelas-jelas dia tahu soal Yuu dan Karen-chan, tapi dia masih berani-beraninya mengatakan sesuatu seperti itu tepat di depan pria itu sendiri…”

Aku tidak mengatakan apa-apa lagi mengenai hal itu.

Yang tersisa hanyalah menemukan buktinya.

Dan hari kami melaksanakan rencana itu adalah hari Sabtu minggu ini, di hari ulang tahun Karen.

***

 

Tibalah hari Sabtu di akhir Oktober yang ditunggu-tunggu. Hari ini adalah hari ulang tahun Karen.

Aku berusaha keras hari ini dan memesan tempat di sebuah restoran Italia.

Meskipun restoran itu tidak cukup berkelas hingga dapat dicatat di Buku Panduan Michelin, dari sudut pandang seorang pelajar sepertiku, restoran itu sudah cukup mewah.

Aku bertemu dengan Karen di Shibuya sebelum siang, dan kami menuju restoran Italia tempat kami memesan tempat.

“Karen harap hari ini Yuu-kun tidak memesan tempat di restoran keluarga, tapi di tempat yang layak, seperti yang Karen harapkan.”

Karen berkata puas. Aku memberi tahunya bahwa aku sudah memesan tempat untuk hari ini sebelumnya.

Aku telah memesan sajian lengkap makan siang di restoran. Dibandingkan dengan harga sajian makan malam, harganya hanya sekitar setengahnya, tapi itu masih berjumlah 8000 yen per orang. Dan juga, minumannya dikenakan biaya tambahan.

Namun, saat kami tiba di depan restoran, ekspresi Karen menjadi muram.

“Restoran tempatmu memesan tempat, apakah yang ini?”

“Ya, ada apa?”

Mendengar jawabanku, Karen menghela napas panjang dan memasang ekspresi kusut.

Kami memasuki restoran dan, di bawah arahan pelayan, kami tiba di meja kami.

“Bolehkah saya bertanya Anda mau minum apa?” tanya pelayan itu.

Makanannya sudah ditentukan berdasarkan paket sajiannya, tapi minumannya harus dipesan di restoran. Aku mengarahkan pandanganku ke kolom harga menu.

“Kalau begitu, kami pesan yang ini.”

Di antara berbagai jenis anggur yang mereka miliki, aku memilih satu dari minuman non-alkohol.

Mempertimbangkan apa yang akan kulakukan setelah ini, aku tidak boleh meminum alkohol di sini.

“Baiklah. Segelas Vintense Merlot untuk Anda masing-masing, benarkan, Pak?”

Setelah mengkonfirmasi pesanan kami, pelayan itu pergi. Saat aku berpikir bahwa anggur non-alkohol pun cukup mahal, Karen sekali lagi memasang tampang tidak puas.

“Jadi, bukannya botol, melainkan gelas? Dan terlebih lagi, non-alkohol?”

“Kita tidak bisa menghabiskan satu botol penuh, selain itu, dua anak di bawah umur minum alkohol di siang hari akan bahaya, lho?”

Karen cemberut tidak puas dengan jawabanku.

“Karen lebih suka kalau pacar Karen memesan sommelier sebotol, lalu dengan elegan membuka tutupnya dan menyajikan anggur di gelas, sebelum mencicipinya dan kemudian meminumnya bersama…”

Seluruh proses pencicipan wine itu katanya dilakukan oleh orang yang memesan wine. Aku setidaknya memiliki pengetahuan umum soal itu, tapi aku tidak tahu etiket dan tata krama melakukannya.

“Tidak, aku tidak memiliki kemampuan kelas tinggi seperti itu.”

“Tapi, Karen pikir kalau itu bukanlah kemampuan yang spesial sih… Yuu-kun yang seperti itulah yang sangat ***…”

Dia mengatakan bagian terakhir kalimatnya dengan suara yang sangat kecil sehingga aku tidak bisa mendengarnya.

“Karena ini hari ulang tahun Karen, Karen berpikir bahwa Yuu-kun akan melakukan sesuatu seperti menyiapkan sebotol anggur dari tahun yang sama dengan tahun Karen lahir… Gak ada kejutan seperti itu?”

Begitu mood Karen memburuk, sangat sulit untuk membuatnya cerah.

Meski begitu, jika aku bertingkah seolah-olah aku tidak menyadarinya, dia akan melampiaskan amarahnya padaku.

Yang seolah-olah mengatakan, ‘Cobalah lebih perhatian kalau aku ini lagi marah!’.

Itulah sebabnya, sebelum mood Karen benar-benar memburuk, aku bergerak untuk menenangkannya.

“Maaf. Aku tidak berpikir sejauh itu. Tapi aku memang menyiapkan hadiah yang pantas untukmu. Aku akan memberikannya padamu nanti.”

Mungkin kata ‘hadiah’ berhasil, karena untuk saat ini, tatapan masam Karen menghilang.

Tak lama kemudian, pelayan datang dengan membawa hidangan kami. Hors d'oeuvres, adalah salad tomat, mozzarella, dan basil caprese. Yang selanjutnya disajikan ke meja kami adalah sup tomat dan pasta carbonara.

Karen pun berkata, “Primo piatto Italia selalu merupakan hidangan yang kaya akan karbohidrat, kan?”

Ketika aku bertanya apa itu primo piatto, dia menjelaskan dengan wajah sedikit angkuh.

“Itu artinya ‘hidangan pertama’. Hidangan utamanya disebut ‘secondo piatto’ dan ini adalah hidangan berat protein dengan daging atau ikan.”

“Pengetahuanmu cukup luas.”

Aku mengatakan itu tanpa maksud khusus di baliknya. Meskipun begitu, Karen menjawab dengan gugup.

“Eh? Gak juga! Bukankah ini biasa?”

Dia terus bicara tanpa berhenti.

“Sejak awal, Yuu-kun-lah yang terlalu kudet! Lagian, jika cowok mau mengajak ceweknya  ke tempat semacam ini, bukankah wajar jika cowoknya punya pengetahuan soal hal ini?”

Karena itu, dia sekali lagi mengarahkan tatapan mencela padaku.

Hidangan utamanya adalah ikan air tawar yang dibungkus dengan puff pastry.

Melihat itu, Karen berbisik.

“Karen lebih suka hidangan Prancis.”

…Jangan mengatakan hal seperti itu ketika aku bahkan sudah repot-repot memesan tempat untuk merayakan ulang tahunmu…

Mulai merasa bahwa aku tidak dapat mempertahankan ini lebih lama lagi.

Aku merasa Karen sangat cepat mencari-cari kesalahanku hari ini.

Apakah hanya perasaanku saja? Apakah aku hanya merasa seperti ini karena pikiranku soal Karen dan Kamokura selingkuh terus-menerus ada di benakku? Seandainya aku tidak melihat chatiing-an itu, akankah aku dapat menikmati hari ini, berpikir bahwa Karen yang moody-an ini ‘imut’?

…Bahaya, terlalu curiga itu tidak baik. Setidaknya di hari ulang tahunnya, cobalah untuk percaya pada Karen…

Aku menggelengkan kepalaku ringan dan membuang pikiran itu.

Kami menghabiskan hidangan sampingan sayuran kami, dan makanan penutup datang terakhir.

Makanan penutupnya adalah gelato. Saat itulah Karen, yang telah selesai memakan makanannya, berbicara.

“Tempat ini terkenal dengan ‘cannoli’-nya. Bolehkah Karen memesannya?”

“Tidak apa sih, tapi, apa itu ‘cannoli’?”

“Itu adalah kue kering Italia yang terdiri dari adonan tepung terigu goreng yang digulung menjadi silinder dan diisi dengan keju ricotta dan cokelat atau pistachio.”

“Begitu, ya. Karen, kamu sangat berpengetahuan tentang ini. Apakah kamu pernah mendengar soal restoran ini sebelumnya?”

Untuk sesaat, mata Karen bergetar mendengar pertanyaanku.

“Y-Ya. Sedikit. Ini ditampilkan di majalah.”

“Hmm, seperti yang mereka bilang, wanita memang memiliki pengetahuan tentang makanan manis.”

Saat itu, aku tidak membahasnya lagi, juga tidak terlalu memikirkannya.

Semua sajian lengkapnya telah diantarkan, dan saat kami menunggu cannoli yang dipesan Karen datang, aku mengeluarkan kotak hadiah.

“Karen, selamat ulang tahun. Ini hadiah untukmu.”

“Makasih! Bolehkah Karen membukanya?”

Karen bertanya sambil tersenyum saat menerima hadiah itu.

“Ya, silakan.”

Saat aku menjawab begitu, aku teringat kebahagiaan yang aku rasakan saat aku memilih hadiah ini.

Selama saat itu, aku tidak berpikir sedikit pun bahwa Karen berselingkuh.

Bahkan ketika aku bekerja paruh waktu demi membeli hadiah ulang tahun ini pun, aku merasa sangat senang membayangkan momen ketika aku memberikannya pada Karen.

 “Waaahh! Dompet keluaran Coach!”

Karen berbicara dengan nada ceria.

“Aku ingat kamu pernah bilang kalau kamu mau dompet baru kerena kamu sekarang sudah menjadi mahasiswi, Karen. Itulah sebabnya aku memutuskan untuk memberikanmu itu, tapi aku tidak begitu yakin merek apa yang populer di kalangan perempuan.”

“Jadi kamu ingat itu. Terima kasih, Yuu-kun!”

Melihat senyum bahagia Karen dalam waktu yang begitu lama, aku merasa bahwa perasaan tidak enak yang selama ini kupendam sedikit hilang.

…Tidak mungkin kamu ketemuan dengan Kamokura bajingan itu, benar begitu kan, Karen?…

Aku mengumpulkan keberanianku dan memutuskan untuk bertanya padanya.

“Karen, apa yang akan kamu lakukan setelah ini?”

“Setelah ini?”

“Malam ini, misalnya.”

Untuk sesaat, ekspresinya tampak membeku.

Namun, sesaat setelah itu dia kembali ke senyum cerianya.

“Maaf~. Malam ini, ada seorang teman dekat rumahku yang bilang kalau dia akan merayakan ulang tahun Karen bersama. Jadi, Karen berpikir untuk pulang saat sore. Karena itulah Yuu-kun tidak perlu menelepon Karen.”

…‘Sudah kuduga’…

…‘Ini pasti tidak benar’…

Pikiran yang saling bertentangan itu saling berbenturan di dalam hatiku. Aku merasa penglihatanku tiba-tiba menjadi gelap.

“Yah, tidak apa-apa, kan? Lagian, Karen akan pulang sekitar jam 6 sore nanti, jadi kita masih punya banyak waktu untuk bersenang-senang. Ada toko yang baru dibuka dan toko yang ingin Karen kunjungi, jadi mari bersenang-senang sampai saat itu!”

Kata-kata Karen itu terdengar seperti tong kosong nyaring bunyinya.

Setelah makan di restoran, aku pergi cuci mata bersama Karen, bermain di tempat arcade dengannya, dan hal-hal lainnya, tapi aku tidak terlalu mengingatnya. Seolah-olah ingatan itu kosong, seolah-olah itu tidak memiliki warna, sensasi semacam itu.

Pukul enam sore. Aku berpisah dari Karen di Stasiun Shibuya.

Rumah Karen berada di kota Koshigaya di prefektur Saitama. Jika kalian pergi dari Shibuya, kalian bisa naik Jalur Hanzoumon dan tiba dengan sekali naik kereta.

Rumahku berada di Makuhari, prefektur Chiba. Rumahku bisa dicapai dengan mengambil Jalur Yamanote sampai Yoyogi dan kemudian beralih ke Jalur Soubu.

Rute mana pun yang aku ambil dari dua rute itu, aku akan melintasi Kinshichou, tempat apartemen Kamokura berada.

Aku pun mengetik pesan.

> (Yuu) Aku baru saja berpisah dengan Karen. Aku sedang menuju Stasiun Kinshichou sekarang.

Balasannya langsung datang.

> (Touko) Baiklah. Aku akan melakukan hal yang sama setelah aku menahan Tetsuya sedikit lagi.

> (Yuu) Oke. Aku akan menyewa mobil di stasiun.

Aku menutup chat. Akhirnya, kami bergerak ke bagian utama. Aku akan menyewa mobil.

Dengan langkah tergesa-gesa, aku menaiki tangga yang menuju ke peron Jalur Yamanote.

Yang tersisa setelah ini adalah, apakah Karen akan muncul di apartemen Kamokura atau tidak.

Inilah saat di mana cintaku dan Karen diuji.