[WN] Kanojo ga Senpai ni NTR-reta no de, Senpai no Kanojo wo NTR-masu Chapter 68 Bahasa Indonesia

 

Chapter 68 - Telepon dari Honaka

 

Di rumah, aku sedang membuka materi kuliah aljabar linier untuk ujian semester kedua.

Tapi, materinya tidak masuk ke kepalaku sama sekali.

Aku sudah membuka halaman yang sama selama hampir tiga puluh menit.

…Apakah aku sudah sedikit kelewatan?…

Itulah yang ada dalam pikiranku.

Namun, akan lebih kejam jika aku membiarkannya tetap berharap dengan memberikan jawaban yang ambigu, dan aku tidak ingin bertemu dengan Meika-chan berduaan seperti itu.

Yah, aku tidak pilihan lain…

Aku harus berpikir begitu.

…Tapi, bukan itu masalahnya…

Aku melihat ke arah ponsel di sampingku

Dia tidak akan membiarkan ini begitu saja, ya?

Drrt, drrtt, drrtt…

Ponselku bergetar.

Itu bukan email, bukan juga chat. Itu adalah panggilan telepon langsung.

Yang menelepon, tidak lain tidak bukan, adalah Honoka.

Aku mengambil ponselku dan mengangkatnya.

Ya?

Ini aku!”

Aku sudah bisa merasakan amarah dalam suaranya.

Ah, ya.

“Hei, apa yang telah kau lakukan!?

“Aku tidak tahu apa maksudmu. Sungguh.

Apa kau bilang!? Meika menangis tersedu-sedu di telepon!

Honoka berkata dengan marah.

“Jika karena cara bicaraku yang salah, Aku akan meminta maaf nanti. Tapi, aku tidak mengatakan sesuatu yang salah, dan aku tidak akan menarik apa yang sudah aku katakan.

“Meika sangat mencintaimu, itulah sebabnya dia mengumpulkan keberaniannya untuk mengungkapkan perasaannya padamu. Namun, kau malah…!

“Memangnya, seberapa mengertinya kau soal perasaan Meika-chan?

“Aku mengerti, karena dia sahabatku.”

Benarkah? Kalau begitu, aku akan memberitahumu pendapatku. Yang Meika-chan sukai itu bukanlah aku. Yang dia sukai adalah versi imajinernya akan diriku, proyeksi bentuk pria idealnya sendiri. Bukankah itu sesuatu yang biasanya terjadi pada para gadis SMA seusianya ketika di sekeliling mereka hanya ada perempuan?

Bagaimana bisa kau mengatakan itu dengan sangat yakin?

“Hari ini, ketika aku berbicara dengannya, aku berpikir lagi. Aku bertanya-tanya bagaimana bisa dia terus memiliki perasaan yang kuat untukku, orang yang sebenarnya tidak dia kenal. Bukankah hal itu tidak wajar?

Honoka terdiam.

“Aku hanya bertemu Meika-chan beberapa kali dalam setahun dan itu pun kami hanya bertukar beberapa kata. Yah, sekali atau dua kali dalam setahun, dia akan ikut bersama Ishida, dan kami bertiga akan pergi bermain dan makan bareng. Tapi, hanya sebatas itu.

Tapi, ada yang namanya cinta pada pandangan pertama, kan?

“Aku tidak percaya pada hal seperti itu. Pertama-tama, apakah kau bisa terus memiliki perasaan yang kuat pada seseorang hanya karena penampilannya?

“Kau sendiri tidak memiliki hubungan apa-apa dengan kakakku sebelumnya, tapi kau selalu menyukainya.

“Itulah sebabnya aku mengerti. Memang benar kalau aku sudah mendambakan Touko-senpai sejak SMA. Aku juga berpikir kalau akan sangat menyenangkan jika aku bisa pacaran dengannya. Namun, setelah insiden terakhir kali, ketika aku bekerja sama dengan Touko-senpai, aku menyadari sesuatu dengan sangat jelas. Bahwa, agar seseorang dapat benar-benar jatuh cinta pada orang lain, mereka perlu berinteraksi secara mendalam satu sama lain.

TLN: insiden terakhir kali di sini maksudnya perselingkuhan Karen.

“……”

Baik aku dan Touko-senpai harus menghadapi kenyataan menyakitkan dari ketidaksetiaan pasangan kami. Dan kami saling mendukung untuk mengatasinya. Perasaanku terhadap Touko-senpai sudah benar-benar berbeda dari sebelumnya.

Bagaimana jika aku bilang kalau aku akan menunjukkan foto-foto itu kepada kakakku?

Cewek ini benar-benar akan melakukan itu, ya.

Tapi

Silakan, persetan dengan itu. Aku bertanya-tanya apa yang akan aku lakukan jika posisiku dan Touko-senpai dibalik?”

“……”

“Tentu saja aku akan merasa bad mood. Aku yakin aku juga akan marah. Tapi, aku akan mendengarkan apa yang dia coba katakan, dan pada akhirnya, aku berpikir kalau aku akan mempercayai Touko-senpai.”

“…Kakakku pasti akan mempercayaiku.”

“Itulah sebabnya aku menyuruhmu untuk mencobanya. Jangan berpikir kalau aku akan ketakutan selamanya.”

“Karena kau sudah bilang begitu, aku akan memberikan apa yang kau mau. Meski pun kau tidak mau pacaran dengan Meika, aku tidak akan membiarkanmu pacaran dengan kakakku! Sudah terlambat untuk menyesalinya sekarang!”

Lalu, dia menutup telepon.

Aku melempar ponselku dan berbaring di tempat tidur pada saat yang bersamaan.

Aku lelah. Sangat lelah.

Aku tidak mood untuk melakukan apa pun hari ini.

Satu jam setelah telepon dari Honoka.

Aku gelisah di depan ponselku.

…Apa yang harus aku lakukan, haruskah aku menelepon Touko-senpai? Ataukah aku sebaiknya menunggu telepon dari Touko-senpai? …

Aku bicara dengan sok hebat sebelumnya, tapi seiring berjalannya waktu, aku menjadi semakin dan semakin cemas.

Sejujurnya, aku tidak berpikir kalau Honoka akan membawa foto itu ke polisi.

Aku yakin dia tidak akan sampai berbuat sejauh itu.

Selain itu, aku memiliki email ancaman yang dikirim Honoka saat dia menyuruhku ke tempat karaoke.

Jika orang-orang melihat foto dengan tulisan ‘Ini siapa, ya~?’ itu, kebanyakan orang akan tahu bahwa itu adalah prank nakal dari Honoka.

Aku naif, tapi dia juga naif.

Namun, jika dia bilang ke keluarganya kalau aku tergoda oleh Honoka, itu mungkin akan berhasil.

…Jika itu terjadi, Touko-senpai yang sangat kaku akan…

Tidak, ini gawat, aku jadi tak tenang…

Haruskah aku meneleponnya?

Aku lalu menelepon nomor Touko-senpai meskipun aku sangat takut.

Dalam situasi begini, panggilan telepon akan lebih baik daripada lewat chat atau email.

Setelah sekitar tiga kali dering, Touko-senpai mengangkat telepon.

“Yuu-kun? Maaf, tapi teleponnya nanti saja ya. Aku sedang membicarakan sesuatu yang penting sekarang.”

“Ah, iya…”

Telepon ditutup sesaat setelah aku menjawab.

…Mungkinkah ini situasi yang sangat buruk?…

Aku mencengkeram ponselku dengan gemetar ketakutan.

Dua jam pun berlalu.

Saat ini sudah sekitar jam 8 malam.

…Touko-senpai, kenapa kamu tidak menghubungiku? Jangan bilang kalau kamu sudah benar-benar jijik padaku dan tidak mau bicara denganku lagi…

Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi.

Setidaknya aku harus membuatnya mendengarkan ceritaku.

Kalau tidak, aku tidak bisa terima jika aku dicampakkan seperti ini.

Saat aku berpikir begitu…

Ponsel dalam genggamanku bergetar.

Layarnya menampilkan nama Touko-senpai.

Aku bergegas menjawab teleponnya.

“Ya, ini aku!”

Kemudian, kata-kata Touko-senpai, yang diucapkan dari ujung lain telepon, sungguh tidak terduga.

“Yuu-kun? Aku tahu ini pertanyaan aneh, tapi apakah Honoka ada menghubungimu?”