[LN] Genjitsu de Love Comedy Dekinai to Dare ga Kimeta? Volume 2 Prolog.3 Bahasa Indonesia

 

Prolog: Siapa Bilang Kalau Komedi Romantis Dimulai dari Volume 2?
3

 

Kesokan harinya adalah hari Senin, awal minggu.

Aku tiba di sekolah pada waktu biasa dan segera bersiap-siap untuk memulai pelajaran.

Di dalam kelas, aku bisa mendengar suara tawa di mana-mana. Suasana diam yang ada di awal tahun ajaran sudah hampir hilang, dan kata kelas pelajaran akhirnya menjadi sesuai.

“Yo, ketua kelas.”

“Hm. Hei, Tokiwa.”

Setelah datang ke sekolah setelah menyelesaikan latihan paginya, karakter Sahabat—Eiji Tokiwa—menepuk pundakku dan menyapaku.

“Ahh, aku benar-benar lapar. Waktunya untuk makan.”

“Hei, kenapa milih makan daging babi sepagi ini, sih…?”

Bento pagi yang dia taruh di kursi sebelah terisi penuh dengan irisan daging bersama telur orak-arik gaya tamago toji. Jika kau suka daging sih tak masalah, tapi kau sebaiknya tidak makan sesuatu yang berat di pagi hari, lho.

“Ini sisa makanan kemarin! Ibuku membawa ini pulang, tau?!”

“Ohhh, benar juga. Kau bekerja di restoran paket menu, kan?”

Aku dengan cepat menarik informasi dari Catatan Tomodachi di otakku dan menjawab. Itu karena topik tersebut muncul sesaat saat Event Mampir (IV) yang terjadi seminggu yang lalu. Tidak ada informasi yang bisa lolos dariku.

TLN: Sebelumnya mimin Tl Event Mutar Bareng, sekarang mimin ganti jadi Event Mampir

“Yah, itu benar… tapi irisan dagingnya bukan dapat dari kerja kemarin, kami dapat sisa mujin kerabat kami…”

“Ohhh…?”

Omong-omong, istilah mujin mengacu pada pesta minum atau makan yang biasa diadakan khususnya dengan teman dekat atau kolega. Peserta akan menyisihkan anggaran setiap bulannya. Jika sudah tersimpan cukup banyak, mereka bahkan dapat melakukan jalan-jalan bareng. Tampaknya menjadi kebiasaan unik di daerah kami karena kalian tampaknya tidak akan mendengar istilah ini digunakan di prefektur lain(tempat lain).

Tetap saja, kumpul keluarga, ya. Aku merasa hal semacam itu tidak biasa di jaman sekarang ini, tapi keluarga Tokiwa berasal dari pedesaan, jadi mungkin itu seperti peninggalan masa lalu?

“Yah, bagaimanapun juga, sebaiknya kamu makanlah cepat. Makanan sebanyak itu akan sulit untuk dihabiskan jika kamu tidak buru-buru, iya kan?”

“Ithoo benhaa—”

Sebelum aku selesai bicara, Tokiwa sudah mulai memasukkan bento ke dalam mulutnya.

“Mafo chichip, keshua kefas?”

Dengan itu, Tokiwa mengambil potongan daging dengan sumpitnya dan mengulurkannya padaku.

“Tidak, terima kasih, tapi aku menghargai niatmu. Dan juga, jangan lakukan sesuatu kayak suapi Ahh itu pada cowok.”

“Tunggu, tapi bukankah kamu secicipan makan di tempat ramen tempo hari?”

“Itu tidak sama, lho. Ada perbedaan besar antara langsung Ahh dan berbagi makanan dengan ditaruh ke mangkuknya.”

Dengar, genrenya beda. Jika kau melakukan hal semacam itu, kau akan direcoki oleh gadis-gadis busuk, lo. Mereka akan mulai mengatakan hal-hal seperti Toki x Naga. Yah, bukan berarti ada cewek fujoshi cantik di kelas asli(kelasku), sih!

Melihat Tokiwa dengan riang menjejali pipinya, mulutku terasa sepi. Jadi, aku memilih makan permen karet botolan berkafein.

“Maaf, aku juga minta satu.”

“Oh… selamat pagi, Torisawa.”

Orang yang mengambil permen karet dari botol saat dia lewat adalah karakter Ikemen yang Dapat Diandalkan, Torisawa Kakeru.

Karena dia menggosok matanya dengan mengantuk, dia pasti begadang sepanjang malam lagi.

“Kamu begadang sampai pagi lagi hari ini, kan? Bukankah kamu sering melakukan itu akhir-akhir ini?”

“Aku tidak akan tepat waktu jika tidak begini… Aku hanya punya dua lagu lagi yang harus aku buat.”

“Untuk pertunjukan langsungmu berikutnya, kan?”

“Ada juga pertunjukan untuk kegiatan klub. Mereka memintaku membuatnya setelah lagu baruku jadi viral.”

Torisawa menjawab dengan suara laki-laki tampan yang lesu sambil menguap.

Baru minggu lalu, Torisawa mengunggah video YouTube dari lagu baru yang dia tulis. Dia menciptakan, menampilkan, dan menyanyikannya sendiri. Itu diterima dengan baik dan mendapat lebih dari 10.000 view dalam waktu kurang dari sehari. Kebetulan kolom komentar diisi dengan gurauan ikemen. Ini meresahkan betapa ikemen itu ikemen.

“Pokoknya, jangan khawatir soal itu. Jika ada hal lain yang dapat aku bantu, beri tahu aku. Aku akan dengan senang hati membantu mengetik kertas musik atau detail lainnya.”

“Tentu…”

Torisawa berjalan terhuyung-huyung ke tempat duduknya.

Hmm, jarang melihatnya terlihat begitu lelah. Aku ingin tahu apakah dia terlalu memaksakan diri…

“Ahu aghak hafatir fofal Torifawaa.”

 “Iya, kan.”

Mungkin aku harus memberinya beberapa Minmin Daha* nanti.

TLN: Minmin Daha adalah minuman obat yang digunakan untuk mencegah orang sibuk tertidur.

Saat aku sedang mempertimbangkan untuk melakukan itu…

“Selamat pagi, Nagasaka-kun!”

Suara terdengar dari belakangku, terdengar sejelas lonceng.

Heroine Utama Rencanaku, Mei Kiyosato, memasuki panggung.

“Selamat pagi, Kiyosato-san.”

“Mee-shan. Fahgi!”

“Selamat pagi, Tokiwa-kun. Itukah bento hangat yang kamu makan pagi ini.”

Dia memunculkan senyum malaikatnya seperti biasa.

“Permen karet, Nagasaka-kun? Apakah itu untuk membantumu tetap segar?”

“Ah, aku merasa ingin mengunyahnya setelah melihat bento Tokiwa. Aku tidak punya hal lain untuk dimakan, jadi kupikir aku akan mengunyah ini.”

“Ah-ha-ha, begitu, ya. Oh, aku punya biskuit lo, mau?”

“Eh, kamu yakin?”

“Ya. Satunya hanya seratus yen!”

“Bukankah itu mahal?!”

Namun harganya cukup rendah hingga masih terjangkau, sungguh kejam!

“Aku kehabisan uang setelah membeli buku kemarin. Jadi ini satu-satunya barang mewah yang aku miliki bulan ini.”

“Oh, benarkah? ...Kurasa membayar sedikit uang tidak ada salahnya…”

“Ha-ha-ha, bercanda, kok! Tapi, yah, aku akan menerima berapa pun jumlahnya jika kamu mau donasi.”

Menyeringai, Kiyosato-san mengaduk-aduk tas sekolahnya.

Mengambil sekotak biskuit dari dalam tas, dia terus membuka segelnya. Itu adalah salah satu biskuit yang disusun dalam beberapa kemasan kecil, yang masing-masing kemasannya terdiri dari tiga potong biskuit.

“Ini, silakan ambil satu. Aku membelinya dalam perjalanan ke sini, jadi ini masih segar!”

“Biskuit? Segar? Sebenarnya, ini lebih dari satu potong biskuit, lo. Apakah kamu yakin?”

“Ya, lagian, aku tidak bisa menghabiskan satu kotak ini. Sejak awal aku memang berencana mau membaginya dengan seseorang.”

Memiringkan kepalanya sedikit, dia dengan sopan menawariku kotak, yang diam menetap di atas kedua telapak tangannya yang terentang.

Ahh, pose kayak 2D itu sangat imut… Aku menyukainya…

Aku berterima kasih padanya, mengambil satu kemasan, dan dengan cepat membukanya.

Kiyosato-san tersenyum padaku sekali lagi, lalu menyimpan kotak itu dan pergi.

Ya ampun, dia benar-benar Heroine alami sepanjang waktu. Selalu tersenyum, dan selalu perhatian.

Yang paling penting, sungguh luar biasa bagaimana dia bisa berbicara dengan orang lain tanpa membuat mereka merasa malu. Dan itu bahkan belum soal bagaimana dia bisa melakukan prestasi ini pada semua teman sekelasnya.

Misalnya…

Ketika berhadapan dengan laki-laki alfa dari kelompok otaku:

“Oh, Kiyosato-san. Pagi!”

“Selamat pagi, Anayama-kun. Ah! Nih, aku mau mengembalikan manga yang aku pinjam darimu tempo hari!”

“Ya! Bagaimana menurutmu? Itu adalah pilihanku yang nomor satu untuk manga pertarungan baru-baru ini, lo?”

“Ya, itu sangat menyenangkan! Pertarungan di neraka begitu gila hingga membuatku merinding. Aku sangat menyukai karakter yang berkepang itu.”

“Benar sekali! Baiklah kalau begitu. Untuk lain kali, ada satu lagi manga dari majalah yang sama yang sangat aku rekomendasikan…”

Ketika berhadapan dengan gadis yang kayak pemimpin di klub olahraganya:

“Mei. Aku menemukan bola tenis tergeletak di depan ruang klub kami. Aku sudah menyuruhmu untuk merapikannya dengan benar, kan?”

“Ah, Izumi! Terima kasih telah mengambilnya! Hmm, mungkinkah bolanya jatuh dari keranjang?”

“Tentu saja, sesuatu akan jatuh jika kamu menjejalkan semuanya seperti itu. Kamu sangat ceroboh.”

 “Aku sudah pada usia di mana kamu ingin menyelesaikannya dalam satu kali jalan, lo… maksudku, lapangan tenis kan sangat jauh.”

“Memangnya umurmu berapa sih?”

Ketika berhadapan dengan anak laki-laki mood maker di rombongan genit:

“Oh, Mei-chan! Kamu terlihat sangat imut pagi ini!”

“Kamu juga Ide-kun, kamu terlihat sangat tampan pagi ini!”

“Tidak, tidak, tidak. Aku sama seperti biasanya, kan? Apa aku benar-benar terlihat berbeda?”

“Kamu mengubah gaya rambutmu! Itu kelihatan keren, kerja bagus!”

“Gak mungkin, kamu serius? Luar biasa, aku seharusnya tahu kalau Mei-chan akan menyadarinya!”

“Ah-ha-ha, tentu saja aku akan sadar. Jika kamu melihat dengan cermat, kamu bisa langsung tahu, kok!”

Jadi, yah, seperti itulah.

Dia satu-satunya orang yang sudah berteman baik dengan semua orang dan dapat berinteraksi secara alami dengan semua teman sekelasnya. Meskipun begitu, dia tidak bertindak mementingkan diri sendiri atau merendahkan, yang membuatnya sangat disukai.

“Mei-chan sepertinya cocok kemanapun dia pergi, huh…”

Tokiwa tiba-tiba bergumam sambil meletakkan sumpitnya.

Ya, tepat sekali.

Tidak peduli dengan siapa dia berbicara, tidak peduli kelompok mana yang dia masuki, dia sangat cocok dengan semua itu.

Mungkin, itulah sebabnya terlepas dari kecantikan dan sifatnya, dia entah bagaimana tampaknya tidak menonjol.

Mungkin karena dia terlalu cocok di mana saja, tapi sepertinya kesan Kiyosato-san sendiri menjadi samar tanpa aku sadari.

.Jika aku harus menggunakan analogi, dia seperti udara yang kita tahu ada, tapi kita biasanya tidak menyadarinya

“Hei, bisakah kamu minggir? Senpai.”

Tiba-tiba, sebuah suara datang dari sampingku, menusuk telingaku dengan tajam.

Oh, ayolah.

Perkembangan ini benar-benar terasa déjà vu.

“...Hei, Katsunuma. Selamat pagi.”

“Cih, apa kau tidak mendengarku? Aku bilang kau menghalangiku.”

Dia dengan sengaja mendecakkan lidahnya, lalu menyilangkan tangannya dan menatapku kesal.

Rambut pirang panjang yang dikeriting datar. Riasan yang dilakukan dengan sempurna. Seragam sekolah informal dan bergaya santai, serta menggunakan gaya bicara yang tidak memiliki mutu atau rasa perhatian.

Potensi Romcom: E. Peringkat pertama dalam daftar Orang yang Tidak Cocok, Ayumi Katsunuma memasuki panggung.

Aku menghela nafas.

Kau agak pendiam akhir-akhir ini, tapi sekarang kau kembali rewel, ya? Jika kau terus mendatangiku pada saat seperti ini, aku akan bosan harus terus mengulangi ini.

“Kau bilang aku menghalangi, tapi… ini tempat dudukku, lo.”

“Huh? Terus? Aku menyuruhmu minggir agar aku bisa bicara dengan Eiji.”

Yah, kau sangat kurang ajar, ya?!

“Dengar, aku bahkan sudah meminta dengan sopan. Yang benar saja, ayolah. Dan juga, kenapa pula aku harus menggunakan honorifik dengan seseorang di kelasku? Menyebalkan.”

Aku tidak bisa mengatakan apa-apa selain tsukkomi untukmu, jalang!

Aku sedang memikirkan sesuatu untuk menanggapinya karena sudah begitu lancang, lalu Tokiwa menyela renunganku dengan ekspresi kesusahan di wajahnya.

“Sudah kubilang Ayumi, itu tidak baik. Kamu tidak boleh bertingkah seperti itu.”

“Apa-apaan itu?! Eiji, kamu selalu... selalu saja memihak orang ini!”

“Seperti yang kubilang, tidak ada yang namanya teman atau musuh. Aku bahkan sudah bilang begini padamu kemarin.”

“Ahh, tidak apa-apa, kok. Tidak apa-apa. Aku akan mengambil selebaran seperti yang diminta sensei.”

Aku menghela nafas sekali lagi dan bangkit dari tempat dudukku.

Lagi pula, dalam situasi ini, tidak peduli apa pun yang aku katakan, itu hanya akan memiliki efek sebaliknya. Tindakan yang paling tidak menyinggung adalah meninggalkan area tersebut.

Katsunuma mendecakkan lidahnya lagi dan kemudian dengan keras duduk di atas meja yang baru saja kukosongkan.

Hei. Karena aku sudah mau repot-repot menyingkir, setidaknya duduklah di kursi, oke?

“Kalau begitu, Tokiwa, sampai jumpa lagi.”

“Cepat enyahlah sana, dasar ronin. Baumu seperti cumi-cumi.”

“Cumi-…!”

Itu adalah provokasi terburuk yang pernah ada! Kalau mau provokasi, setidaknya katakan perjaka atau apalah sana, karena itu masih nyaris tidak memenuhi syarat untuk kategori komedi romantis!

Aku menuju pintu keluar kelas sambil merasa sedikit pusing, sambil bertanya-tanya apakah Potensi Cara Bicara-nya harus turun level lagi.

Entah bagaimana, suara hiruk pikuk terdengar lebih lemah dari sebelumnya.



Sebelumnya - Daftar Isi - Selanjutnya