[LN] Yuujin-chara no Ore ga Motemakuru Wakenaidarou? Volume 1 Chapter 13 Bahasa Indonesia

 

Chapter 13: Pengaduan

 

Sepulang sekolah pada hari Jumat, dan sehari sebelum pertemuan studi.

Liburan Golden Week dimulai besok. Semua junior dan senior yang tidak terlibat dengan pertemuan tersebut sudah nongkrong dan melakukan apa pun yang mereka inginkan di tempat lain.

Ike adalah salah satu pengecualian langka yang tetap tinggal di sini—lagipula, dia yang bertanggung jawab atas acara tersebut.

“Kau tak masalah membantu juga di hari ini, Yuuji?”

“Ya. Kupikir itu sudah jelas,” jawabku dengan anggukan.


Kami kembali ke ruang pencetakan, mengambil kotak-kotak yang terisi penuh dengan soal try out yang telah kami cetak, dan kembali ke ruang OSIS. Sepertinya belum ada orang di sini selain kami.

“Sekarang kita sudah selesai dengan soal TO ini, apa yang harus aku lakukan hari ini?”

“Yah, kau sudah membantuku membawa kotak-kotak ini, jadi kaukurang lebih sudah selesai. Yang perlu kau lakukan sekarang adalah datang besok, dan akuakan baik-baik saja.”

Yah, sepertinya pekerjaanku di sini sudah selesai.

“Klub olahraga akan menggunakan gym hingga jam 1 siang besok. Setelah mereka selesai, kita akan memiliki waktu sekitar tiga jam untuk mengatur tempat, karena acara dimulai jam 4 sore.”

“Dan siapa yang akan membantu mengatur tempat? Kalian akan membantu para siswa baru, kan? Aku tidak mungkin melakukan semuanya sendiri.”

“Anggota dari beberapa klub olahraga akan membantumu. Sekarang saat kita membicarakan ini, aku baru ingat klub bola voli sangat bersikeras ingin membantu. Sebenarnya melebihi klub lainnya.”

“Oh, benarkah?”

“Ya. Datang saja ke gym sekitar jam 1 siang. dan tolong bantudisana jika kau bisa. Aku mengandalkanmu.”

Namun,  Bukankah aku akan merepotkan? Maksudku, aku mungkin hanya akan menghalangi, karena aku yakin aku hanya akan menakuti orang-orang yang seharusnya membantu. Tapi bagaimana aku bisa mengatakan itu di hadapan Ike setelah dia baru saja memberitahuku bahwa dia mengandalkanku? Kurasa hanya itulah yang terpenting.

“Yah, itu saja untuk sekarang. Apa kau memiliki pertanyaan sebelum pergi? Jika kaupunya pertanyaan nanti, kau bisa mengirimiku pesan, dan aku pasti akan menjawabnya.”

“Tidak, tidak ada. Tidak apa-apa.”

“Bagus. Oke, kalau begitu, kau sudah selesai untuk hari ini. Terima kasih telah membantu minggu ini. Sampai jumpa besok.”

Aku mengangguk dan meninggalkan ruangan.

Sekarang saat aku memikirkannya… di mana Touka? Aku bahkan belum melihatnya sekalipun setelah kelas usai. Kurasa karena kami menyelesaikan pekerjaan kami kemarin, dia hanya ingin pulang lebih awal hari ini.

Aku mengeluarkan ponselku untuk memeriksa jadwal kereta. Segera, aku melihat pesan masuk dari Touka beberapa waktu yang lalu:

“Bisakah km datang ke atap, tlng, ASAP? Aku tahu ini menyebalkan, tapi aku butuh pertolongan akan sstu”


Aku menuju ke atap seperti yang diminta pesan Touka. Pintu yang mengarah ke atap ditutup, tapi begitu aku cukup dekat, aku bisa mendengar dua orang berbicara satu sama lain di sisi lain. Kedengarannya itu seperti Touka dan… kurasa Kai.

Aku tidak benar-benar bisa mendengar yang mereka katakan dengan baik, tapi kurasa Kai pasti akan mengungkapkan perasaan padanya. Mungkin itulah sebabnya dia ingin aku datang: agar aku bisa memenuhi tugasku sebagai pacar palsu.

Tidak seperti aku, dia mungkin benar-benar menyukainya. Aku hanya akan merusak momennya ini. Maaf soal ini, Kai.

Aku membuka pintu.

“Aku bilang padamu untuk berhenti bergaul dengan Tomoki, Touka!”

Sekarang aku bisa mendengar apa yang mereka bicarakan, itu sama sekali tidak terdengar seperti pengakuan cinta… bukan?

“Jujur saja, Kai-kun, pengakuan cintamu agak payah. Ini sebenarnya membuatku kecewa. Jadi ya… Maaf, tapi tidak,” jawab Touka dengan suara dingin.

Dia menggelengkan kepalanya.

“Touka! Aku hanya khawatir tentang—! Huh?! Tomoki Yuuji-senpai?! Kenapa kau ada di sini?”

Kai yang pertama menyadariku. Awalnya dia terkejut, tapi hanya sepersekian detik—ekspresinya langsung menjadi gelap karena kebencian.

“Hei, Senpai! Bagaimana kau bisa tahu aku ada di sini? Apakah ini kekuatan cinta yang terus dibicarakan orang di film-film?”

Touka juga menyadari bahwa aku di sini dan mulai dengan omongannya yang biasa. Aku akan menyela bahwa dialah yang memintaku untuk datang ke sini, tapi aku cepat-cepat memikirkan yang lebih baik. Aku sadar apa yang dia harapkan dariku, jadi aku mengikuti permainannya.

“Yah, mungkin…”

“Wow, Senpai! Kau menakjubkan!” dia berteriak saat dia bergegas ke arahku. Begitu dia sampai padaku, dan membelakangi Kai, dia cemberut dan berbisik, “Kau sedikit terlambat, bung.”

“Jadi, eh, apakah aku mengganggu sesuatu? Apa kau perlu mengatakan sesuatu padanya, Kai?”

Aku akan mencoba yang terbaik untuk menahan diri dari membuatkesal Touka lebih lanjut.

Namun, Kai tidak menjawab. Dia tetap diam.

“Oh Kai, kau benar-benar sesuatu. Kau tahu, Senpai, dia benar-benar hanya menjelek-jelekkanmu di belakangmu—dia terus bersikeras bahwa aku harus menjauh darimu. Tidakkah menurutmu itu cara yang paling menyedihkan untuk mengungkapkan perasaan pada seseorang?” katanya sambil mencubit lipatan lengan bajuku. Dilihat dari suaranya, dia sudah hampir selesai dengan seluruh situasi ini.

“Salah! Aku tidak mengungkapkan perasaan, aku hanya khawatir padamu!”

“Tidak perlu khawatir tentangku. Aku dan Senpai berada dalam hubungan yang penuh cinta, jadi… maaf, tidak juga, Kai-kun. Ayo pergi, Senpai.”

Senang melihat bahwa dia ingin keluar dari sini sama sepertiku. Kami berbalik, siap untuk pergi, ketika Kai berteriak.

“Kau tidak tahu apa yang mampu dia lakukan ketika dia marah!” Touka berhenti berjalan.

“Oh, jadi kurasa kau ahlinya sekarang? Baiklah, kalau begitu–silakan, katakan seperti apa dia sebenarnya,”jawabnya, sangat serius.

“Dia psikopat yang kasar! Tahun lalu, selama musim panas, aku melihatnya memukuli banyak orang. Mengerikan. Aku tidak mengerti bagaimana mereka membiarkan kriminal menjijikkan seperti dia berada di sekolah ini.”

Aku benar-benar terkejut bahwa seseorang dapat mengatakan sesuatu seperti itu di hadapanku. Mengesankan. Aku bahkan lebih terkejut bahwa dia melakukannya setelah melihatku seperti itu sebelumnya. Dia pasti benar-benar membenciku untuk dapat menghadapiku sekarang.

“Kau harus segera putus dengannya. Kau akan menyesal jika tidak melakukannya.”

Dia menatap Touka dengan serius.

Touka tetap diam, lalu akhirnya, dia mengepalkan tinjunya. Ekspresi seriusnya belum beranjak sedikit pun. Setelah beberapa detik, dia bicara.

“Kau pikir kau kenal Yuuji-senpai? Kau sama seperti yang lainnya. Mereka hanya melihat apa yang ada di luar dan menghakimi dia karena itu. Kalian bahkan tidak mempertimbangkan bagaimana dia sebenarnya di dalam. Tidak, kau sama sekali tidak mengenalnya. Aku tidak tahu apa yang terjadi musim panas lalu… tapi aku yakin dia hanya disalahpahami dan terlibat masalah, seperti biasa. Aku tahu pasti bahwa dia tidak akan pernah melakukan kekerasan kecuali jika sama sekali tidak ada pilihan lain.”

…Sejauh ini, hanya Makiri-sensei dan Ike yang memihakku ketika aku mencoba menjelaskan apa yang terjadi tahun lalu, tapi Touka memihakku tanpa mendengarkan cerita itu. Aku senang dia berpihak padaku.

“Jadi hanya berdasarkan pada apa yang kau lihat, kamu memutuskan untuk repot-repot memperlakukan Senpai seperti kriminal. Jadi, apa? Kau pikir kau adalah seorang ksatria berzirah putih yang perlu menyelamatkan gadis lembut yang dalam kesusahan dari penjahat atau semacamnya? Apa-apaan dirimu itu? Itu hanya membuatmu terlihat sangat menyebalkan, kuno, dan—yang paling penting—menjijikkan.”

“Tidak, bukan itu maksudku—!” Kai berseru dengan nada panik.

“Diam. Jangan kau berani menjelek-jelekkan pacarku lagi.”

 


 

Dia berbisik, tetapi kata-katanya cukup kuat untuk bergema di dalam kepalaku.

Kai, yang mungkin belum pernah melihat Touka semarah ini, segera tutup mulut.

“Ditambah lagi, jika kau benar-benar ingin dia menjauh dariku, kenapa kau tidak bicara padanya dulu? Kau benar-benar hanya berpura-pura peduli padaku, padahal yang kau pedulikan hanyalah dirimu sendiri. Kau mungkin belum menyadarinya dengan kepalamu sendiri sejauh ini, tapi kenyataannya–Kau orang yang narsis. Aku tidak akan pernah putus dengan Senpai.”

Sial, dia benar-benar tidak menahan diri. Dia tampak terkejut oleh luapan kemarahannya, tapi segera menenangkan diri dan menghadap kami.

“Begitu. Aku akhirnya mengerti—Aku mengerti bagaimana perasaanmu sekarang, Touka. Maaf aku tidak menyadarinya sampai sekarang.”

“Jika kau mengerti, maka enyahlah seka—”

Sebelum dia bisa menyelesaikan perkataannya, Kai memotongnya.

“Itu semua untuk menghindari kemarahan Senpai, kan? Kau mengatakan itu agar aku tidak akan terluka.”

“Huh? Dari mana kau mendapatkan gagasan itu? Apakah otakmu mati atau semacamnya?!” Mata Touka meledak dengan kebencian yang berapi-api; kontras langsung dengan suaranya yang dingin.

“Aku mengerti. Jangan khawatir, usahamu tidak akan sia-sia—aku akan pergi sekarang. Tunggulah sebentar lagi, oke? Aku akan menyelamatkanmu.”

Touka dengan marah mendecakkan lidahnya pada jawaban Kai. Kai, yang tampaknya berpikir dia “akhirnya mengerti,” menuju ke pintu. Ketika dia melewati kami, dia tidak begitu melirik Touka. Sebaliknya, dia menatapku, menyondongkan tubuhnya, dan berbisik, “Besok. Waktu yang sama, tempat yang sama. Jangan kau coba-coba tuk melarikan diri.”

Touka tidak mendengar sepatah kata pun dari apa yang baru saja dia katakan. Begitu dia menutup pintu di belakangnya, Touka menggerutu, “Dia yang terburuk, sumpah…”

Dia benar-benar kesal sekarang. Apakah itu benar-benar karena dia berbicara omong kosong tentangku? Jika memang itu masalahnya, tidak ada yang akan membuatku lebih bahagia.

“Kau benar-benar membelaku di sana. Kau bahkan harus berusaha keras agar dia pergi dan berusaha membantuku. Terima kasih.”

Aku agak malu, tapi aku masih perlu berterima kasih padanya, kan?

Dia menjawabku dengan ekspresi bingung dan kosong.

“…Hah? Kau pikir aku melakukan semua itu hanya untuk membantumu?”

“Yah, aku tidak berusaha mengatakan semua itu untukku, tapi kau pasti marah karena itu. Atau setidaknya, itulah yang aku pikirkan.”

Dia tampaknya terkejut dengan jawabanku dan menghabiskan beberapa detik dalam keheningan.

“Ada apa denganmu? Sumpah demi Tuhan…,”katanya. Suaranya serak dan pecah saat dia mencoba menahan emosinya.

Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Dia kelihatannya sedang berjuang akan sesuatu—haruskah aku bertanya padanya ada apa? Apa yang harus aku katakan jika aku tahu? Apakah dia hanya ingin ditinggal sendirian? Aku bingung sekarang.

 

 

Sebelumnya - Daftar Isi - Selanjutnya