[LN] Uchinukareta Senjou wa, Soko de Kieteiro Volume 1 Chapter 1 Bahasa Indonesia

 

1. PELURU YANG MENGGESER DUNIA

 

Hanya butuh beberapa saat.

Apa cara terbaik untuk menggambarkan sensasi tersebut? Mungkinkah seperti film yang tiba-tiba diputar ulang?

“Ah…”

Dunia telah berubah di depan matanya, membuatnya tercengang.

“…Huh?”

Rain merasa kebingungan.

Dia tidak lagi berada di tengah-tengah medan perang.

“Cepatlah, Rain. Sekarang giliranmu.”

…Apa? Jari-jari Rain menggenggam kartu, dan dia duduk dengan nyaman. Sejauh yang dia tahu, dia sedang bermain game dengan teman-temannya.

“Apa, ada apa, Rain? Aku bilang sekarang giliranmu.”

“Giliran…ku…?” gumam Rain saat dia melihat sekeliling. Tapi pemandangan yang sepenuhnya damai hanya memperdalam kebingungannya. Ini tidak salah lagi tempat itu. Dia berada di halaman pangkalan belakang, tempat Mayor Beluk pertama kali menyerang. Itu adalah lokasi yang telah menjadi neraka di bumi hanya tiga puluh menit yang lalu.

Atau begitulah seharusnya…

“Ah… Aaaaaah, aaaaaaaaah!”

Rain tidak bisa menahan diri untuk tidak membuang kartu di tangannya saat dia panik.

“Whoa, apa-apaan itu, Rain?!”

“Ayolah, jangan mengacau hanya karena kartu di  tanganmu jelek!”

Teman-temannya mengeluh, membuat penghinaan mereka terlihat. Tapi reaksi mereka sangat berarti bagi Rain pada saat itu.

Apa ini?! Apa-apaan ini?! Apa yang aku lakukan disini?!

“T-Teman-teman! Musuh! Dimana musuhnya?!”

Mengapa aku hanya duduk diam disini bermain poker…?!

“Musuh?”

Teman sekelasnya, Orca, mengerutkan kening padanya. Dia adalah seorang pemuda yang agak kasar dan tegap, yang kualitas utamanya adalah bahwa, dia tidak pernah berbohong.

“Mengapa harus ada musuh di sekitar sini? Kita berada di garis belakang, bung! Hal terdekat yang aku miliki sebagai musuh saat ini adalah kau!”

“Mengigau dan melamunlah di siang bolong sesukamu, tapi lebih baik kau membayarnya!”

Teman-temannya mengeluh lagi, tapi Rain tetap tidak bisa menerima keadaan ini.

“…Mimpi? Mana mungkin! Itu sungguh nyata!”

Dia mengingatnya dengan sangat jelas. Serangan dimulai pada pukul 13:30, sekitar waktu mereka biasanya bergantian berjaga. Tidak ada yang bahkan memprediksinya, karena ini hanya markas siaga untuk penjaga garis belakang.

Namun, Beluk si Penjagal telah menyerang mereka, membuat Rain dan rekan-rekannya lari. Setelah para kadet berpencar, mereka diburu seperti kelinci. Tapi karena sedikit beruntung, dia mencapai lokasi yang menempatkannya dalam jangkauan Beluk. Dan meski sedang tegang, bidikannya tidak goyah. Tepat pukul 14.00, Rain telah menembak Beluk…

Benar, waktu…

Rain mengeluarkan arloji sakunya untuk memastikan waktu, tapi pemandangan itu mengejutkannya.

“Apa-apaan…?”

Jarum jam-nya menunjukkan dengan jelas bahwa sekarang masih pukul 14.00, artinya belum genap satu menit sejak dia menembak Beluk…

“Ada apa dengan kalian? Apa yang kalian ributkan?”

Empat kadet perempuan mendekati meja setelah mendengar keributan itu. Sama seperti Rain, mereka merangkap sebagai siswa dan pasukan cadangan. Dan di antara mereka adalah…

“Athly…”

Seorang gadis dengan rambut berwarna kastanye yang diikat ke belakang dan mata kuning yang tidak sesuai pada tempatnya di medan perang. Seorang gadis, yang beberapa saat lalu, telah dilihat Rain…

“Hah? Ada apa, Rain?”

“Kupikir kau telah hancur berkeping-keping…”

“Ada apa denganmu?!” Athly berteriak kaget, sebelumnya mati tapi sekarang hidup.

Athly. Athly Magmet. Teman sekelas Rain dari akademi perwira. Rain yakin dia telah menyaksikan kematian Athly dengan kedua matanya sendiri, tapi…

“Ini kacau… Bagaimana mungkin kau tidak mati?!”

“Jika ada yang mengacau di sini, itu kau!”

“Hentikan, Orca! Perilaku Rain menjadi sangat aneh karena kau memerasnya, bukan?! Aku tidak percaya aku hancur berkeping-keping karena omong kosongmu!”

Sesuatu… Bukankah ada sesuatu? Aku butuh bukti… Bukti bahwa apa yang aku alami benar-benar terjadi—

“Tunggu, aku tahu…,” gumam Rain saat dia mengambil senapan di sampingnya. Kemudian, setelah membuka chamber, dia memeriksa amunisinya. Peluru Sihir, seperti tersirat dalam namanya, adalah sarana untuk mengaruniai amunisi dengan berbagai efek dan properti. Itu juga senjata paling umum dalam peperangan modern saat ini. Dan salah satu dari banyak aplikasinya adalah mantra “Pengukir”, Gale, yang mencantumkan nama mendiang ke dalam selongsong peluru yang membunuh mereka. Itu adalah sihir yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi siapa yang membunuh siapa, dan dengan demikian, memalsukan hasilnya sangatlah sulit. Beruntung bagi Rain, karena selongsong tersebut tidak dikeluarkan dari ruang peluru, dia menemukan apa yang dia cari.

“Ada…!”

Yang berdiam di ejeksi ruang peluru adalah bukti kematian Mayor Beluk. Yakni, selongsong yang memiliki ukiran Beluk O. Koihen di atasnya.

…Ini dia. Bukti bahwa semua yang aku alami benar-benar terjadi!

Rain memiliki bukti asli dan pasti bahwa dia telah merenggut nyawa Beluk!

“Ini, lihat ini!”

“Lihat apa?”

“Demi Tuhan, Rain. Kau biasanya begitu pendiam—jika kau terus berteriak tiba-tiba begitu, orang-orang akan mengira kau gila.”

Berhenti mengkritikku. Tunggu, lupakan itu…

“Lihat? Ini bukti bahwa aku telah membunuh Beluk si Penjagal,” kata Rain sambil memberikan selongsong itu kepada teman-temannya. Dia tahu itu akan lebih dari cukup untuk meyakinkan mereka. Lagipula, Beluk adalah komandan musuh yang terkemuka. Tentu, mereka mungkin masih pelajar, tapi mereka juga tentara cadangan. Tidak mungkin mereka tidak mendengar cerita tentang perbuatannya yang mengerikan. Namun…

“…Yeah, peluru perak tidak terlalu umum, tapi kurasa kau benar.”

“Mm-hmm. Meskipun aku tidak akan menunjukkan hal itu kepada sembarang orang, Rain. Ini bukti bahwa kau telah membunuh seseorang.”

Balasan mereka tidak masuk akal bagi Rain.

“Meski, aku bahkan tidak tahu siapa orang bernama Beluk ini.”

Dia tahu bahwa tidak ada sedikitpun kebohongan dalam kata-kata mereka, dan dia berkata “Huh…?” sebagai tanggapan.

“Siapa Beluk? Seseorang dari Negara Barat?”

Tak seorang pun yang hadir saat ini tahu siapa dia.

Bahkan setelah dia kembali ke Negara Timur, Rain dengan putus asa menjelajahi setiap sumber informasi yang dia bisa untuk mencari informasi tentang Beluk, tapi dia tidak dapat menemukan satu orang pun yang mengenalnya. Tidak ada jejak dia pernah ada.

Dia hilang.

Segala sesuatu tentang Beluk telah lenyap. Seolah-olah…

Seolah-olah dia tidak pernah ada sejak awal.

Daratan Timur disebut O’ltmenia; Daratan Barat, Harborant.

Perselisihan antara kedua negara telah menyebabkan pecahnya perang pertama satu abad yang lalu, dan konflik tersebut terus berlanjut hingga saat ini. Akar penyebab perselisihan, yang akhirnya mengarah pada perang keempat, adalah perlombaan senjata bersejarah yang besar.

Exelia, kendaraan kecil lapis baja berkaki empat, beroda empat, pertama kali ditemukan seratus tahun yang lalu. Dan berkat mobilitas dan pertahanan superiornya, Exelia terus berkembang sejak saat itu.

Menerobos medan perang, menghancurkan semua yang dilaluinya, Exelia telah menjadi simbol perang, puncak teknologi senjata. Namun, logam campuran nuklir graimar, yang membentuk badan pesawat Exelia yang tangguh namun ringan, hanya dapat ditambang di lokasi yang sangat spesifik dan terbatas, yang tidak tersebar secara merata di seluruh wilayah.

Itu menjadi pembenaran untuk perang keempat. Konflik awal atas sumber daya yang terbatas, di mana tentara berjuang untuk menjarah gudang musuh, segera berubah menjadi konflik yang lebih besar. Dan empat tahun setelah dimulainya perang, nyala api tidak meredup sedikit pun.

“Agak terasa seperti maksud dan tujuannya menjadi berbalik,” kata Orca. “Kita berjuang untuk mendapatkan logam campuran, yang kemudian kita gunakan untuk membuat Exelia untuk konflik lebih lanjut, bukan? Tapi jika kita tidak berperang, kita bahkan tidak membutuhkan logam campuran, jadi apa yang sebenarnya kita perjuangkan?”

“Orca.”

“Ya?”

“Kau jauh lebih pintar dari penampilanmu.”

“Itu hanya caramu untuk mengatakan bahwa aku terlihat bodoh, dasar bajingan…!”

Athly dan Orca bertengkar dengan bersemangat meskipun berada dalam ruang yang terbatas.

Apakah kalian harus begitu berisik ketika aku sedang memikirkan hal-hal penting?

“…Itu bukanlah mimpi, kan?” Rain mempertanyakan dirinya sendiri saat dia memutar selongsong perak di tangannya. Nama yang terukir di atasnya adalah satu-satunya bukti bahwa itu bukan hanya imajinasinya.

“Haaah…” Rain menghela napas. Mereka saat ini sedang dalam kereta pemindahan. Pada akhirnya, tidak ada yang menargetkan mereka selama periode garnisun tiga hari mereka, jadi mereka menghabiskan waktu mereka dengan relatif damai.

Para siswa Akademi Alestra sedang dalam perjalanan kembali dari garis depan. Kecuali tidak ada cukup gerbong kereta, jadi mereka dimasukkan ke dalam gerbong bagasi seolah-olah mereka tidak lebih berharga daripada peralatan militer di sekeliling mereka. Rain melihat ke samping, melihat Athly dan Orca bergulat, serta unit Exelia lapis baja berat di belakang mereka.

Kendaraan lapis baja kecil yang disebut Exelia adalah senjata taktis darat yang dikatakan sangat mahal, sehingga satu unit sebanding dengan jumlah tiga rumah. Mereka dapat melintasi medan apa pun dan cukup kuat untuk menembus hutan yang lebat. Makhluk mekanis itu telah menjadi senjata utama perang, dioptimalkan untuk digunakan bersama Peluru Sihir penyihir.

Saat Rain mempelajari itu, Orca memanggilnya, “Kenapa begitu serius, Rain? Bersantailah.”

“Aku tenang. Aku sudah tenang.”

“Yeah, tidak. Aku tidak akan memaafkanmu ketika aku tampaknya mati secara mengerikan dalam delusi mu itu,” timpal Athly. Dia adalah salah satu dari sedikit kadet perempuan di akademi, seorang gadis keras kepala yang secara sukarela menjadi perwira meskipun keluarganya keberatan.

Dia berasal dari keluarga kaya, jadi aku yakin orang tuanya akan menangis.

“Tapi kurasa itu tidak benar-benar di luar kemungkinan…”

“Huh? Apa?”

“Tidaklah aneh jika ada di antara kita yang hancur berkeping-keping, seperti dalam lamunanmu,” kata Athly. Kemudian dia melanjutkan, “Keseimbangan seratus tahun antara kedua negara telah lama hancur. Kita akan kalah kalau begini terus. Dari apa yang aku dengar, banyak tentara yang tewas, jadi semakin sedikit orang yang berada di garis depan. Sebentar lagi, mereka akan mulai mengumpulkan siswa berpangkat tinggi untuk digunakan.”

“Apa kau…?”

“Sangat serius. Siapa tahu, mereka bahkan mungkin segera mengirim kalian berdua. Bagaimanapun juga, kalian mendapat nilai yang bagus.”

Saat mereka berbicara dengan iseng, ibu kota O’ltmenia mulai terlihat, tempat para kadet Akademi Alestra berlatih.

Peluru Sihir. Sebuah teknik di mana para penyihir memberikan peluru aktif dengan mana untuk menghasilkan efek khusus. Sihir itu sendiri adalah teknik yang diwarisi dari masa lalu yang jauh. Teori tidak dapat menguraikan mekanismenya, tapi ada prinsip tersembunyi yang jelas bekerja dalam operasinya.

Namun, selama satu abad peperangan, orang-orang telah mencari aplikasi sihir yang lebih praktis. Hasilnya adalah perkembangan teknologi yang menggabungkan peluru dengan efek magis, membuat Peluru Sihir tersebar luas di kalangan tentara.

Ini dikembangkan untuk tujuan membunuh. Senjata dalam segala aspek. Dan mengingat keadaan dunia, itu adalah teknologi yang paling diminati.

Jelas, negara menginginkan tempat untuk menyebarkan pengetahuan, yang menjadikan Peluru Sihir sebagai mata pelajaran wajib di Akademi Alestra, sebuah institut yang didirikan untuk melatih perwira militer. Dasar-dasar Peluru Sihir diajarkan di sana, di ruang kelas, tapi para siswa akan dikirim untuk menjalankan misi agar dapat menguasainya. Dan begitu seorang siswa menyelesaikan tiga tahun pelatihan, mereka diberi “tali senjata/gun strap”. Atau dengan kata lain, izin membawa senjata api.

…Sungguh, apa-apaan itu tadi?

Rain Lantz, seorang siswa tahun ketiga di Akademi Alestra, mengutak-atik BB77 kesayangannya saat dia mencoba untuk mengatur pikirannya yang kacau. Pada akhirnya, dia gagal menemukan bukti lebih lanjut bahwa Beluk si Penjagal pernah ada.

Apa yang terjadi…?

Apa yang terjadi pada hari itu? Itu jelas fenomena yang aneh, tapi dia tidak punya penjelasan yang mungkin untuk itu.

Mengapa dia tidak bisa menemukan jejak keberadaan Beluk? Mengapa tidak ada yang mengingatnya? Bahkan setelah dia kembali ke suasana damai Akademi Alestra, pemandangan mengerikan itu masih melekat dalam ingatan Rain. Dan setiap kali dia memikirkannya, pandangannya jatuh ke selongsong perak.

Ini adalah satu-satunya bukti yang aku punya…

Sayangnya, itu adalah peluru yang diambilnya secara sembarangan, jadi dia tidak bisa melacak asal-usulnya. Setelah Beluk si Penjagal menyerang markas bagian belakang, Rain berlari ke hutan terdekat bersama Athly untuk berlindung. Dan saat dia mencoba bersembunyi, dia menemukan lima peluru itu. Dia menggunakan satu peluru hanya karena dia telah kehabisan semua pelurunya yang lain, tapi sejauh yang dia tahu, satu-satunya perbedaan adalah warnanya. Mungkinkah peluru ini benar-benar penyebabnya?

“Hmm?”

Pandangannya tertuju pada koran yang tersebar di dekatnya.

“Kekalahan lagi.”

 “Misi untuk merebut kembali Wilayah Pegunungan Libra telah gagal.”

“Kondisi perang yang tidak menguntungkan. Diperkirakan hilangnya 7,8 miliar zels dalam kerusakan musim ini saja.”

“Kami terus kalah…”

Artikel-artikelnya sama seperti biasanya. Mereka berbicara tentang bagaimana O’ltmenia perlahan-lahan memberikan tanah ke Negara Barat, Harborant. Sudah empat tahun penuh sejak dimulainya perang keempat, dan O’ltmenia tidak berjalan dengan baik.

Ada dua faktor utama yang perlu dipertimbangkan dalam perang modern. Yang pertama adalah Peluru Sihir, dan yang lainnya adalah Exelia yang dihasilkan dari logam campuran nuklir graimar. Negara-negara tersebut tidak menunjukkan perbedaan besar dalam kedua kategori tersebut pada saat pecahnya perang, tapi selama beberapa tahun terakhir, Negara Barat telah menempatkan taruhannya dengan investasi besar dalam pengembangan Exelia dan akhirnya menuai hasil dari kesuksesannya.

Hasilnya, teknologi Exelia Negara Barat telah melompat jauh di depan Negara Timur. Dan saat Exelia baru mereka mengamuk di medan perang, semua orang menyadari bahwa Negara Timur telah…

“Hei, penggila pistol.”

“Aku bukan penggila pistol.”

Orca memanggil Rain dari kursi tetangga. Dia akan mengulurkan tangan, mungkin karena bosan, mengambil salah satu bagian pistol Rain yang telah dibongkar, dan mengangkatnya membelakangi cahaya. Rain merasakan hawa dingin menjalar di punggungnya; peluru perak berada tepat di samping bagian-bagiannya.

“…Jangan menyentuhnya secara langsung—minyaknya akan menempel di jarimu.”

“Mengapa kau bahkan perlu menjaga senjatamu tetap terawat?”

Rain memindahkan peluru perak dari pandangan. Orca tidak memperhatikan itu dan terus memutar bagian pistol tersebut di tangannya saat dia menggunakan cahaya untuk memeriksanya.

“Ini tidak seperti kita telah melihat aksi apa pun.”

Belum melihat aksi, ya…? Apakah hari itu… benar-benar ilusi?

Kata-kata Orca sekali lagi membawa keraguan Rain ke permukaan pikirannya.

Saat itu bel berbunyi.

“Whoa.”

Kelas dimulai, jadi Rain dengan cepat menyatukan kembali senapannya dan memindahkannya ke samping.

​​Anehnya, gurunya terlambat.

“Menurutmu, apa yang terjadi?”

“Entahlah, tapi aku mendengar sesuatu yang menarik sebelumnya.”

“Oh, apa?”

“Sepertinya kita mendapat murid pindahan hari ini.”

“Huh?” Murid pindahan?

“Ini adalah akademi perwira. Kita bahkan tidak memiliki program pertukaran pelajar, tolol!”

“Kenapa kau marah padaku…? Pernah mendengar pepatah ‘Jangan tembak pembawa pesan’?” rengek Orca, lalu berkata, “Tampaknya itu perempuan.”

“Oh?”

“Namun, jangan terlalu bersemangat. Cewek mana pun yang memilih pergi ke akademi perwira pastilah orang egois seperti Athly.”

“Aku mendengar itu!” Athly, yang berada di depan kelas, berbalik dan berteriak pada Orca.

…Pendengaranmu lebih baik dari perkiraanku, pikir Rain.

Sebelum geraman mereka sempat berkembang menjadi perkelahian yang sebenarnya, pintu kelas terbuka, dan dua orang berjalan masuk. Salah satunya adalah Letnan Satu Wilson, yang bertanggung jawab atas logistik. Dia merangkap sebagai instruktur Akademi Alestra dan perwira kompi yang aktif. Namun, bukan dia yang menarik perhatian mereka.

“Whoa…,” seru Orca. Untungnya, Rain berhasil meredam suaranya. Meskipun dia jelas sama kagumnya akan pemandangan itu.

Wow…

Gadis di depan mereka ini mengenakan seragam yang sama dengan murid perempuan lainnya, tapi dia benar-benar… menakjubkan. Rambut putihnya diikat rapi di belakang punggungnya, tubuhnya sangat indah sehingga itu tampak akan patah dengan sedikit sentuhan, dan yang paling mencolok dari semuanya…

Dia kecil…

Dia sangat mungil. Namun, ada sesuatu di dalam dirinya yang membuatnya sulit untuk dikatakan sebagai anak-anak…

“Apakah menurutmu itu sungguhan?”

“Tidak mungkin…”

Ada dua senapan yang diikatkan di punggung gadis itu. Satu hitam, dan yang satunya lagi putih. Itu mungkin senjata gadis itu. Salah satunya seputih bilah yang dipoles, sementara yang lain sehitam malam tergelap.

Beberapa penyihir menggunakan senapan yang sangat besar untuk membantu menembakkan Peluru Sihir mereka, tapi yang ada di punggungnya tampak terlalu besar untuk dia tangani. Bahkan satu dari senapan itu tampak cukup besar untuk ditahan oleh punggung orang pada umumnya, tapi dia membawa dua senapan tersebut seolah itu bukan apa-apa.

Siapa gadis ini?

Dia jelas tidak normal. Kekuatan di kehadirannya, ditambah dengan dua senapan besarnya, terus terang mengganggu.

Semua orang terus menatap gadis itu saat dia mengarahkan pandangannya ke sekeliling kelas. Dan begitu dia mengangkat wajahnya, Rain bisa melihat warna matanya. Warnanya keperakan, senada dengan rambutnya.

Tunggu, perak…? Gadis misterius berambut perak, bermata perak yang memancarkan aura familiar yang mencurigakan. Dan dia muncul tepat setelah Rain menggunakan peluru perak itu—

Siapa dia…?

Akhirnya, gadis perak itu membuka bibirnya untuk berbicara, hanya untuk mengatakan:

“Aku mengerti, aku telah berjalan ke kandang babi di negara yang kalah.”

“……”

Suara jelas gadis itu bergema di seluruh kelas. Nada suaranya terdengar agak berwibawa, membuat wajah semua orang menjadi kosong karena terkejut. Kata itu, kandang babi, sepertinya menggantung di udara. Tapi…

“Sungguh pemandangan yang menyedihkan,” lanjut gadis itu. Dan dia tidak berhenti. “Jadi, Akademi Alestra, kebanggaan dan permata mahkota negaranya, telah separah ini?”

Dia mendesah karena kecewa.

“Kalian mungkin cuma anak-anak, tapi dalam beberapa tahun, kalian akan menjadi perwira. Jika orang-orang yang memimpin organisasi berpikiran lemah, aku dapat membayangkan mengapa negara ini sedang menuju kekalahan.”

…Anak-anak? Pikiran yang sama melewati seluruh kelas. Sebutan itu terdengar salah karena diucapkan olehnya, karena dia terlihat jauh lebih muda dari mereka.

 


 

“Sungguh, banyak hal tidak berubah sama sekali sejak saat itu—“

Bam! Sebuah suara tiba-tiba terdengar saat gadis itu mencoba melanjutkan perkataannya. Letnan Satu Wilson, yang menemaninya, meninju pipinya yang persegi.

 “Kh…”

Para siswa tidak dapat mengikuti apa yang terjadi.

Yang benar-benar masuk akal. Seorang gadis dengan dua meriam sungguhan yang diikat di punggungnya telah masuk, menyebut mereka semua babi, dan membuat instruktur mereka marah.

“Perkenalan yang sangat menarik, murid pindahan. Tapi menurutku itu agak terlalu suram,” kata Wilson, lalu melanjutkan, “Sekarang dengarkan ini, dan dengarkan dengan baik. Jangan pernah mencemooh negara kami di hadapanku. Apakah sudah jelas?”

Nada suaranya sepertinya mengguncang tanah di bawah kaki mereka. Begitulah cara Wilson berbicara saat dia marah.

“Anggap ini sebagai peringatan. Saat kau menginjakkan kaki di akademi ini, Nak, kau tidak lebih baik dari seekor serangga. Kau akan mematuhi perintah atasanmu. Melakukan yang tidak seharusnya lagi dan aku akan membakar lidah nakalmu itu.”

Rasa dingin merambat di punggung Rain. Letnan Satu Wilson memberikan kesan pertama yang lembut, tapi sifat aslinya dapat disimpulkan dengan satu kata: bengis. Ia tidak akan segan-segan memukuli murid-muridnya dan tidak memaafkan mereka yang melaporkannya ke atasan. Dia memiliki pola pikir seorang prajurit, tidak seperti kebanyakan orang yang lulus dari akademi perwira. Karena semua faktor itu, dia tidak terlalu populer di kalangan kadet, tapi dia tetaplah tokoh terkemuka di militer.

Namun…

“Oh. Mencemooh, kau bilang?”

Gadis berambut perak itu tidak menunjukkan tanda-tanda akan menghentikan ocehannya. Sebaliknya, dia terus berbicara tanpa menyentuh pipinya yang memar.

“Kalau begitu, berikan aku pencerahan.”

“Apa?”

“Apa kau benar-benar perlu aku untuk menjelaskannya? Baiklah. Mengesampingkan anak-anak pengecut ini—sebagai perwira kompi, kau bisa membuktikan bahwa aku salah. Katakan padaku, bagian mana dari negara ini yang tidak perlu dikritik?”

Dia sangat tenang karena berada di depan banyak orang, dan terutama karena tidak menghabiskan lebih dari satu menit di kelas. Seolah-olah seluruh tujuannya hanyalah untuk datang dan menyampaikan keluhan…

“Sekarang sudah satu abad… Selama seratus tahun terakhir, negara ini mengalami kemunduran dalam hal teknologi Peluru Sihir dan Exelia. Negara Barat berpandangan sepuluh tahun ke depan, sementara negara ini terpaku pada menghitung berapa banyak logam campuran yang dapat ditambang, tidak pernah menyisihkan usaha dalam penelitian dan pengembangan yang akan menguntungkan dalam jangka panjang,” gadis itu menjelaskan dengan nada tajam.

“Apa yang kau katakan…?” tanya Wilson.

“Fakta yang sangat jelas,” gadis itu berkata dengan jelas. Kemudian dia melanjutkan kata-katanya dengan mengatakan, “Kalian sungguh hanyalah sekumpulan babi. Satu-satunya hal yang ada di pikiran kalian adalah memakan pakan di depan mata kalian. Aku harus bilang, bahkan anjing pun lebih pintar. Setidaknya mereka punya pikiran untuk menyembunyikan makanan mereka.”

“Bangsat…”

“Apa? Apakah kau akan mengklaim bahwa kau adalah seekor anjing dan bukan babi? Kalau begitu, buktikanlah. Menggonggonglah. Ayo. Biarkan aku mendengarmu mengatakan guk.”

Tangan Wilson menuju pinggangnya… dan dia mengeluarkan pistol militer M7-nya. Dengan cengkeraman dalam pegangan overhand, dia mengayunkan laras ke bawah di atas kepala gadis itu untuk menutup mulutnya dengan pukulan dari benda logam. Namun–

“…Tidak. Kau lebih parah dari seekor anjing. ”

Gadis itu… tidak mengelak. Wilson telah bergerak untuk menyerangnya tanpa sedikit pun keraguan, tapi dia tidak bergerak sedikit pun. Logam itu membentur kepalanya dengan suara yang tumpul duk. Itu jelas cedera parah. Darah menetes dari kepalanya… tapi gadis itu tetap diam.

“Ap…?”

Gadis itu tidak mundur selangkah pun, dan itu membingungkan Wilson. Melihat celah singkat itu, gadis itu akhirnya bergerak.

Tidak, dia tidak hanya bergerak. Dia meluncurkan serangan balik. Gadis itu memutar lengannya dengan gerakan yang halus, mengambil pistol yang sama yang telah memecah kepalanya.

“Ah, bangsat…!”

“Terlalu lambat.”

Pistol dengan cepat menempel di tangan gadis itu. Wilson terkejut, tapi dia segera sadar dan mencoba untuk merebut kembali senjatanya yang dicuri.

“Diamlah. Kau membuatku jijik. Aku tidak ingin debu kotormu menyentuhku.”

“Grr…”

Gadis itu menempelkan pistol curian di antara mata Wilson, mengancamnya. Dalam beberapa detik, dia benar-benar akan melucuti senjatanya.

“Gunakanlah otakmu bukannya tubuhmu, mengapa kau tidak menggunkannya…? Oh ya, aku tahu semua tentangmu, Letnan Satu Wilson. Dua bulan lalu, kau memerintahkan pasukan untuk mundur dan menyebabkan lima puluh tentara tewas karena perintahmu yang sembrono, bukan?”

“…Jadi apa?” Wilson menjawab dengan tegas. Kemudian dia mengklaim, “Tentara seharusnya bangga telah mati demi negara mereka.”

“Mungkin. Tapi tidak ada orang yang mau mati karena perintah seorang komandan yang tidak kompeten.” Jari gadis itu menempel di pelatuk.

“Orang bodoh macam apa kau? Apakah kau tahu apa yang kau lakukan?! Ini adalah pelanggaran terang-terangan terhadap peraturan militer… Sebuah kejahatan…!”

Dan…

“Kejahatan, ya?”

…pada saat itu juga…

“Yah, terserahlah… Kurasa kedok siswa pindahanku berakhir di sini.”

…Rain menyadari sesuatu yang tidak disadari orang lain.

Itu…!

Gadis itu telah mengeluarkan satu buah amunisi… peluru perak. Lalu dia dengan cepat menukarnya dengan amunisi yang ada di pistol, memasukkannya ke dalam kartrid. Hanya Rain, yang dengan cermat mengamati gerakannya, yang melihatnya. Hanya butuh beberapa saat, tapi…

Peluru itu!

Itu adalah benda misterius yang ditemukan Rain, dan yang membuktikan Beluk si Penjagal bukan hanya khayalan dalam imajinasinya. Alat yang sama, yang pada hakekatnya jelas terkait dengan fenomena apa pun yang dia alami. Gadis itu entah bagaimana memiliki benda yang sama. Dan–

“Kebodohan merupakan dosa terbesar melebihi segalanya.”

“Jangan—”

Bang!

Suara tembakan yang memekakkan telinga memotong kata-kata Letnan Satu Wilson, dan darah beterbangan di udara saat peluru menembus tengkoraknya.

Dan persis pada saat itu—

—dunia bergeser dengan kuat.

 

 

Sebelumnya - Daftar Isi - Selanjutnya