[LN] Psycho Love Comedy Volume 5 Prolog Bahasa Indonesia

 

Upacara Pembukaan – Introduction

 

“ “ “FUCK! YOU! FUCK! YOU!” ” ”

Sebuah paduan suara yang mengganggu bergema di jalan yang mengarah dari gedung sekolah lama ke asrama siswa.

Bergerak maju dalam dua barisan, anak laki-laki dan perempuan maju dalam tertib sempurna, punggung mereka lurus dan tubuh kaku hingga ke ujung jari mereka. Mereka mengangkat kaki kanan mereka saat FUCK dan kaki kiri mereka saat YOU. Koordinasi mereka yang mengesankan mengingatkan pada satuan militer yang sangat disiplin.

Namun, mereka tidak berpakaian seragam militer; sebagai gantinya, mereka mengenakan kaus putih dengan garis horizontal hitam. Baju olahraga ini, yang dirancang dengan motif penjara, adalah seragam olahraga yang disediakan oleh Sekolah Rehabilitasi Purgatorium, sekolah khusus untuk pembunuh di bawah umur.

Pertunjukan dari para pembunuh yang meneriakkan “FUCK! YOU!” benar-benar meresahkan. Kebrutalan yang mengancam itu tampak tidak pada tempatnya di atmosfer pagi hari.

Lalu–

“Maina Igarashiiiiiiiiiiii!”

Suara Lolita bergema di atas teriakan para anak laki-laki dan perempuan itu. Salah satu siswi yang berjalan di barisan depan berteriak, “Eeeeee?!” dan meringkuk.

Menyaksikan pawai mereka dari pinggir lapangan, yang mengenakan seragam merah, adalah wali kelas mereka—Hijiri Kurumiya. Dia mengayunkan pipa besi khasnya dan menghujani makian pada gadis panik yang dikenal sebagai Maina itu. “Lagi! Gerakanmu salah lagi, idiot!! Sudut lengan dan kakimu menurun. Perhatikan itu! Berapa banyak latihan yang kau butuhkan agar kau dapat melakukannya dengan benar?!”

“Eeek?! M-maaf—”

“Aku tidak bisa mendengarmu! Berapa kali kau akan membuatku memberitahumu hal yang sama?! Apa kau tidak memiliki motivasi?!”

“Eeek! A-A-Aku punya!”

“Jawab dengan ‘Ya, Bu.’”

“Eeek!”

“Aku menyuruhmu untuk bilang ‘Ya, Bu!’”

“Eee-y-ya!”

“…Apa kau bercanda?”

“Ya!”

“______”

Dahi Kurumiya berkedut. Saat berikutnya—“Apa kau bercanda, dasar brengsek!” –dia meraung marah dan mengayunkan pipa besi, menghantam aspal dalam aliran amarah.

“Eeek?!” Maina melompat. “Ma-ma-ma-ma-ma-maaa—Whooooooaaa?!” Dia tersandung kakinya sendiri.

Dengan segera, Oonogi, yang tadi berjalan di belakangnya, jatuh tersandung tubuh Maina yang tiba-tiba tengkurap. “Waah?!”

Kyousuke, yang di belakang Oonogi, bertabrakan dengannya, lalu Kousaka menabrak Kyousuke, dan Shinji dengan Kousaka…

Fuck youuu—?!”

Seluruh barisan bagian kiri runtuh seperti domino jatuh. Gerakan maju tidak mungkin dilakukan. Maina, yang menyebabkan kejadian bencana itu, terjepit di bawah Oonogi dan mulai kehilangan kesadaran.

“I-Igarashi… d-dasar tolol—” Bahu Kurumiya gemetar, dan sepertinya dia akan meledak lagi dengan amarah.

Biiiiiiiiiiiing, booooooooong,

Baaaaaaaaang, booooooooong…

Suara bel parau terdengar, menandakan akhir dari tugas pemasyarakatan. Mungkin amarahnya mereda oleh gangguan itu, Kurumiya hanya mendecakkan lidahnya. “…Cih.”

Mengangkat pipa besinya di atas kepala, dia menyerang dengan kata-kata tajam daripada dengan senjata ganas itu.

“Hmm… Sepertinya kau diselamatkan oleh bel. Namun, ini tidak akan berhasil jika sudah tiba waktunya untuk ‘yang sesungguhnya.’ Kesalahanmu akan menyebabkan kegagalan seluruh kelas, dan ini akan menjadi masalah hidup dan mati—mengerti, Igarashi? Kau adalah orang bodoh yang tidak berguna bagi kami Kelas 1-A. Sadarilah itu, dan berusahalah seratus kali lipat lebih banyak dari yang lainnya! Jika tidak, hasilnya adalah kematian. Kematian teman sekelasmu — dan kematianmu sendiri.”

“……Eeek…” Masih bersujud di tanah, Maina menjawab dengan rengekan sedih.

Oonogi duduk dengan cemberut, lalu memakai kembali kacamata hitamnya.

Setelah merapikan gaya rambutnya yang kusut, Shinji menghela nafas. “Menyedihkan.”

Seorang siswi yang norak mengumpat Maina: “Hei, apa masalahnya dengan cebol itu? Kau pasti bercanda!”

“Huuh?! Siapa yang ‘cebol’?! Apa kau ingin dihajar, dasar lacuur?!”

“Ap…? Tidaaaaak, maksudku bukan kamu, Bu!”

“Kupikir aku sudah menyuruhmu menggunakan bahasa hormat terhadap gurumu, Tomomi Tomonagaaa!”

“Fwaa?! Apa apaan?!” gadis itu—Tomomi—memekik saat Kurumiya mencengkeram tengkuknya dan mulai memberikan hukuman khusus untuknya.

Sambil melirik ke arahnya, Eiri berjongkok di samping Maina. “…Apa kamu baik-baik saja?” tanya Eiri.

“Ohh. Mwaaf, aku tak apwa. Ah-ha-ha…” Maina duduk, senyumnya sama lemahnya dengan permintaan maafnya.

“Yang benar saja!” Ayaka meletakkan tangan di pinggulnya. “Seriuslah, Kucing Licik. Jika kita akan melakukan ini, aku tidak ingin kalah… Dan aku tahu ini akan sulit, jika kau sudah tersandung!”

“H-hei, Ayaka—” sela Kyousuke.

“Nona Kamiya benar, dasar kalian para bajingan!” Teriak Kurumiya, menghentikan usaha Kyousuke untuk menegur adiknya, Ayaka. Mengambil pipa besi dari mulut Tomomi, dia mengarahkan ujungnya yang tertutup air liur ke matahari.

“Festival Olahraga Sekolah Rehibilitasi Purgatorium yang akan datang adalah acara paling ketat tahun ini. Tidak mungkin kalian akan lolos dalam keadaan utuh hanya dengan persiapan setengah hati. Dengarkan, para anak babi—berjuanglah seperti hidup kalian bergantung pada itu. Dan saat kalian menyerang, kalian menyerang untuk membunuh! Setiap kelas lain dengan serius akan datang untuk menghancurkan kalian!! Para kakak kelas bajingan itu benar-benar tangguh… Mereka bisa menghabisi orang-orang seperti siswa baru yang rapuh dalam sekejap… Namun! Masih terlalu dini untuk menyerah. Dua minggu terakhir ini, kalian telah memuntahkan gelombang muntah darah setiap hari, dan pada hari festival, kita akan membuat para kakak kelas brengsek itu menderita hal yang sama! Kelas ini telah bersatu sebagai kelas satu pertama dalam sejarah sekolah untuk mengincar kemenangan di Festival Olahraga Purgatorium, dan kalian akan memberikan kekalahan telak pada setiap kelas lainnya! Hancurkan mereka semua!”

 

Back - Daftar Isi - Next