[LN] Psycho Love Comedy Volume 5 Chapter 2 Bahasa Indonesia
Acara Kedua – Teman Kemarin Adalah Musuh Hari Ini “Reckless and Relentless”
Target Pengawasan 2
Peringkat A : Anji Gosou “Sukeban Kejam”
(TL Note: Dalam kamus bahasa gaul Jepang, sukeban mengacu pada pemimpin geng perempuan.)
Kelas: Kelas 3-A
Julukan: Arch Enemy
Mantan pemimpin geng motor wanita Chaos Legions. Ketika tawuran dengan geng lain menjadi lepas kendali, dia membunuh empat orang dengan memukuli dan menabrak mereka. Kekuatan fisiknya yang telah diasah dalam perkelahian sangat mengesankan, sementara kecerdasannya agak kurang. Namun, kesombongannya yang ekstrem memicu sikap yang berlebihan dan angkuh.
Target Pengawasan 3
Peringkat A+ : Mei Kuroki “Ratu Es”
Kelas: Kelas 3-B
Julukan: Heartless
Orang tanpa emosi yang tidak mampu berempati dengan orang lain sejak kecil. Karena dia tidak memahami emosi manusia, dia bersikap tenang dalam situasi apa pun. Dia hanya pernah membunuh satu orang. Namun, metodenya adalah penyiksaan, memaksa korban untuk memakan daging dan isi perutnya sendiri, sangat brutal; Otak korban menunjukkan tanda-tanda penyusutan akibat ketakutan yang parah.
“Hei, hei, heeeeeei! Apa yang akan kalian lakukan kalau begini saja sudah lelah?! Teruslah begini, dan mengalahkan senior mungkin akan menjadi mimpi dalam mimpi juga. Kalian bahkan tidak sebanding dengan siswa baru Kelas B, dasar bajingaaaaaan!!”
Pukul enam pagi. Sebuah suara, meraung marah di atas lapangan yang masih gelap.
Tepat di depan Kurumiya, yang memberikan motivasi yang keras, para siswa Kelas 1-A bersemangat saat mereka mengitari lapangan dua ratus meter, yang dilukis dengan kapur.
Mereka melompat maju, membawa karung pasir seberat dua puluh dua pon dan memakai belenggu yang besar dan kuat. Tugas mereka adalah, setiap orang mengitari lapangan lima kali. Satu jam telah berlalu sejak dimulainya latihan pagi — para siswa mengeluh tentang latihan yang terlalu ketat.
Shinji, miring ke belakang saat dia melompat, terengah-engah di antara kata. “Kenapa kita…ha…harus…ha…ha…melakukan hal…semacam ini, Kamiya…hahhh…?”
“…Jangan tanya aku,” jawab Kyousuke dengan letih, yang lebih menderita lelah mental daripada lelah fisik. Sambil menghela nafas, dia mengingat kejadian kemarin:
Hari setelah mereka bertemu dengan ibu Renko, Kyousuke dan yang lainnya telah diminta berkumpul sebelum latihan pagi dan telah mendengarkan berita mengejutkan pada pertemuan pagi khusus pertama sejak mereka masuk sekolah.
“Hari ini kami memiliki beberapa berita buruk untuk dibagikan pada kalian. Guru kelas 1-B, Bapak Kirito Busujima, telah digigit oleh salah satu ular peliharaannya yang berbisa dan tidak sadarkan diri, sedang dalam kondisi kritis.”
Dan itu belum semuanya. Yang melangkah menggantikan Busujima sebagai wali kelas sementara adalah—
“Namaku Reiko Hikawa. Senang bertemu dengan kalian!”
— orang yang mereka takuti. Sepertinya Reiko ikut campur dalam nasib malang Busujima. Selain itu, dengan dalih pertukaran pelajar, pendampingnya, Renji, telah dimasukkan di Kelas B. Keduanya jelas memiliki hubungan dengan Renko, tapi mengenai subjek khusus itu, Reiko hanya membual, “Ada alasan mendaaaaaalam, lebih dalam dari belahan dadaku dan Renko,” dalam upaya ngelesnya yang mencolok.
Selain itu, Reiko telah melarang kolaborasi antara kelas satu. Renko yang ramah juga terlibat dalam situasi tersebut, dan suasana kelas sekali lagi menjadi tegang.
“Apa yang sedang kalian lakukan?!” teriak Kurumiya. “Tingkatkan kecepatan kalian, para babi! Kalian baru saja mulai!! Setelah kalian selesai melakukan lompatan miring, kita akan melanjutkan ke latihan kekuatan dengan leg lunge, single-leg bend, squat Hindu, upper-body bend, wrestler bridge, push-up, sit-up, wall push, dan lainnya! Dan itu baru pemanasan! Aku akan menyadarkan kalian bahkan jika kalian pingsan, jadi sebaiknya kalian mengerahkan semua yang kalian punya!”
Mungkin karena dia terbakar oleh rasa persaingan, pelatihan Kurumiya menjadi lebih parah, lalu Kyousuke dan yang lainnya sekarang menjadi sasaran latihan yang melelahkan dari pagi sampai malam.
Meskipun para siswa telah menjalani pelatihan fisik terus menerus selama setengah tahun sejak terdaftar di Sekolah Rehabilitasi Purgatorium, pada saat mereka menyelesaikan latihan sore, tidak ada yang bahkan dapat bergerak satu langkah pun.
Hampir tertatih-tatih oleh kelelahan, hari ini mereka memulai hari pertama mereka di neraka yang sesungguhnya—
“Aiiieee?!” Tiba-tiba, seorang siswi roboh di belakang Kyousuke dan yang lainnya. Menjatuhkan karung pasirnya, dia berbaring telungkup di tanah, menghirup oksigen. “Hah… hah…”
Beberapa saat berlalu, tapi gadis itu tidak juga bangun.
“Kau yang di sana, Maina Igarashiiiiii!” teriak Kurumiya sambil melemparkan pipa besi ke arahnya.
“Gyan?!”
Terkena pipa besi di belakang kepala, Maina berteriak kesakitan. Dia mencoba untuk bangkit, tapi entah karena dia gugup atau lelah, dia tidak dapat mengangkat karung pasir dengan benar. “Huph, huph… hwaaahhh?!”
Pipa besi kedua terbang menuju wajah Maina saat dia terjatuh.
“Gyah?! K-Kau akan membuat kepalaku lepaaaaaas!!” Menangkap pipa dengan dahinya, Maina menggeliat kesakitan di tanah.
Beberapa siswa di dekatnya terbang tersandung oleh tubuh Maina yang roboh. “Owww… Ya ampun, lagi?! Hati-hati, Kucing Licik!”
“Itu sangat menjengkelkan! Aku akan menghajarmu habis-habisan saat lain kali kau menghalangi jalanku!! Jangan main-main, sumpah!”
Ayaka dan Tomomi memikul kembali karung pasir mereka dan menyalip Maina.
Eiri khawatir di sampingnya. “…Apakah kamu baik-baik saja?” tanya Eiri dengan cemas.
“Astaga. M-Mwaaaaf… Tidak maswawah, aku…”
“Hei, apakah kamu benar tidak apa-apa? Jika terlalu sulit, aku akan membantumu—”
“Sudah kubilang tidak maswawah!”
Maina berteriak pada Kyousuke, yang berbalik arah karena prihatin. Namun, dengan “Ah” kecil, Maina segera tersadar dan meminta maaf dengan bingung. “Mwa-mwaaaf… tapi aku baik-baik saja! Kyousuke dan Eiri, tinggalkanlah aku… kumohon. Lagian, aku tidak boleh selalu mengandalkan bantuan semua orang… ketika festival olahraga yang sebenarnya tiba, aku tidak ingin menghalangi kalian semua!”
“Maina…”
“…Oke, aku mengerti.”
Eiri mengangguk dan meninggalkan Maina. Namun, Kyousuke masih tetap ragu-ragu.
Darah mengalir di dahi Maina, dari luka yang ditinggalkan oleh pipa besi. Dan bukan hanya itu. Kelopak mata, pipi, hidung, bibirnya… Karena telah melakukan lebih banyak kesalahan daripada yang lain, Maina juga menderita luka paling banyak dan dibawa ke UKS berkali-kali. Jika ini terus berlanjut, jelas bahwa Maina tidak akan berhasil melewati latihan pagi.
Tapi–
“Huph, huph… hwooooooh!”
Apa yang membara di mata Maina saat dia memanggul karung pasirnya bukanlah kematian. Yang membara disana adalah semangat juang yang gigih, yang sama sekali tidak akan hancur, tidak peduli betapa banyak dia terluka. Oleh karena itu, Kyousuke—
“…Lakukanlah yang terbaik.”
—dengan itu, menyalip Maina.
× × ×
“Hnnngh, itu mustahil. Itu tak tertahankan! Tampaknya kita akan menemui ajal kita bahkan sebelum kita mencapai festival olahraga. Nona Eiri, aku lelah…”
“…Oh benarkah. Bagaimana kalau mati saja?” Mereka telah menyelesaikan latihan pagi dan menuju ke ruang ganti. Eiri mengumpat dengan acuh tak acuh pada rengekan Shinji.
Shinji menjulurkan bibir bawahnya. “Apa-apaan itu? Kejamnya! Itu kejam, kan, Nona Ayaka?”
“Kau benar. Ketidakmampuanmu kejam. Tapi jika kau akan mati, harap tunggu sampai kau melakukan sesuatu yang berguna di festival olahraga. Tee hee!”
Permintaan pembelaan Shinji pada Ayaka hanya dipenuhi dengan ejekan penolakan. “Perlakuan yang lebih kasar dari Eiri?! Ya, siratannya hanyalah puncak penghinaan! Ya ampun…” Dia mengangkat bahu dan melihat ke belakang. “Nona Maina—”
Tapi tidak ada orang di sana. “Y-yah, dia di UKS,” lanjutnya dengan cemas. “Jadi… aku khawatir aku tidak punya pilihan lain. Tomomi, sungguh kejam, kan? Cara semua orang memperlakukanku sungguh kejam! Datanglah kemari untuk mengucapkan kata yang baik—”
“Diamlah.”
“.…………Huh?”
Shinji diam membeku, dengan lengan terulur untuk memeluk Tomomi.
“To-Tomomi…? Ke-kenapa—?”
“Sejujurnya, aku muak dengan omong kosongmu. Kayak, aku bahkan benar-benar tidak percaya kalau kau masih memiliki tenaga untuk mengucapkan omong kosong seperti itu setelah latihan pagi yang melelahkan. Maksudku, ada yang brengsek, dan itu kau, Shinji.”
“…..Maaf, apa?”
“Kupikir dia marah karena kau bilang kalau kau ‘tidak punya pilihan lain,’” ujar Kyousuke.
Wajah Tomomi bersinar dengan antusias. “Ya, ya, ya, seperti kata Kyousuke! Dia sangat mengerti bagaimana perasaan gadis-gadis. Dia benar-benar pria idaman!” Dia tiba-tiba menangkap lengan anak laki-laki tersebut.
Shinji dan Eiri—dan tentu saja Kyousuke, orang yang ditangkap—semuanya terkejut. “Eh?!”
Tomomi menatap ke arah Kyousuke, tubuhnya menempel ke tubuh Kyousuke. “Aku sudah menyukaimu sejak lama! Sungguh! Tapi kamu sangat populer! Aku tidak pernah berpikir kalau aku punya kesempatan. Kamu sangat keren. Itulah sebabnya kamu sangat populer. Squeee!”
“Tunggu, aku…”
Tomomi mengabaikan ringisan Kyousuke dan mendekatkan wajahnya ke wajah Kyousuke. “Bukankah membunuh benar-benar membuatmu lelah?” lanjutnya dengan penuh semangat. “Maksudku, ini tidak seperti orang akan langsung mati karena tusukan pertama. Mereka benar-benar berontak… Aku menggunakan pisau pengupas, dan aku harus menikam gadis itu sepuluh kali sebelum dia berhenti bernapas! Butuh kerja keras, kan? Dan kamu membunuh dua belas orang sekaligus! Kyousuke, kamu sangat keren!”
“Ha, ha-ha… ma-makasih. Ngomong-ngomong, bisakah kamu melepaskan—”
“Lepaskan dia, jalang!” Saat itu, Eiri memegang lengan Kyousuke yang lain. Menggenggamnya erat-erat, seolah-olah dia akan menarik Kyousuke menjauh, dia memelototi Tomomi dengan tajam. “Seorang gadis sepertimu tidak boleh menyentuh Kyousuke. Kau akan membuatnya kotor! Para gadis kotor harus tetap dengan pria-pria kotor dan teman-teman kotor, dan jadi kotor bersama-sama.”
“Huh? Apa maksudmu dengan ‘kotor’? Jangan bertingkah seolah kau itu bersih! Lihat saja dirimu, menekan tubuh sepenuhnya—meskipun kau tidak memiliki apa pun untuk ditekan, Nona Tetek Mungil! Kurasa hanya sikapmu yang besar, ya?” Tomomi menarik lengan Kyousuke yang lain, dengan antusias membalas makian Eiri dengan cara yang sama.
Terjebak di antara keduanya, Kyousuke dengan putus asa mencoba menenangkan gadis-gadis itu. “H-hei! Eiri dan, umm… T-Tomomi, hentikan! Maksudku, lepaskan—”
“Kyaaah! Kyousuke benar-benar menyebut namaku! Aku seperti, sangat bersemangat sekarang!”
“Tunggu?! Apa kau akan mulai menggoda gadis-gadis seperti ini juga…? Apa kau tidak memiliki selera sama sekali?!”
“Itu benar, itu benar—itu kejam!” ratap Shinji. “Eiri, Maina, dan yang lainnya telah diambil, jadi aku harus bertahan dengan Tomomi, tapi… bahkan sampai merebut barang sisa, itu terlalu kejam!”
“Fwaaa?! Apa maksudmu dengan ‘barang sisa’! Aku bahkan tidak tahan lagi denganmu, Shinji. Sudah cukup—aku beralih ke Kyousuke.”
“Aaaaaah?! Aku minta maaf, Tomomi! Tadi itu bohong, lelucon, kiasaaaaaaaan!!” Shinji meraih lengan gadis itu, semakin gelisah.
“Tee-hee. Kamu sangat populer, ya kan, Onii-chan?” kata Ayaka, sambil melihat Kyousuke yang gelisah, dengan tatapan berbahaya di matanya.
“Yoohoo! Kerja bagus untuk latihan kalian, tuan-tuan dan nyonya-nyonya kelas 1-A.”
Suara yang tak asing dan ramah memanggil mereka. Ketika mereka menoleh, mereka melihat Reiko berdiri di sana dengan melambai, mengenakan pakaian olahraga dan ditemani oleh sekelompok siswa. Namun, dia masih mengenakan jas lab dan belum melepas kacamatanya.
Kelompok itu mungkin juga baru saja menyelesaikan latihan pagi, seperti Kyousuke dan yang lainnya, dan menuju ke ruang ganti.
Dan pria bertubuh besar yang mengenakan masker gas putih gading, yang bercampur dengan orang-orang di Kelas 1-B—Renji Hikawa—juga ada di sana. Lengan kanannya, yang telah dipatahkan oleh Kurumiya kemarin, masih menggelantung…
“Ah, halo… Selamat pagi, Bu Reiko.”
“Tidak ada alasan bagimu untuk memanggilku Bunda!”
“Aku tidak memanggilmu begitu!” protes Kyousuke atas tuduhan yang membingungkan itu.
Senyuman ramah Reiko lenyap dalam sekejap. “Diam. Aku sangat kesal sekarang. Sejak dini hari, aku harus bertemu pria yang tidak ingin aku temui dan melihat orang yang tidak ingin aku lihat, dan sekarang yang memperburuk keadaan, orang-orang memanggilku Bunda—”
“Sudah kubilang, aku tidak memanggilmu seperti itu!”
“Bunda!” Ayaka memotong jalan, melewati Kyousuke yang benar-benar bingung. Dia berdiri di depan Reiko, matanya berbinar. “Senang bertemu denganmu, selamat pagi! Aku adalah adik perempuan Kyousuke Kamiya, Ayaka Kamiya.” Kuncirnya memantul seiring dengan sapaannya yang ceria. “Aku sangat berterima kasih kepada Renko! Dan aku jelas ingin lebih akrab dengannya dan memperlakukannya seperti anggota keluargaku sendiri, jadi… Aku tidak terlalu pandai dalam segala hal, tapi atas namaku dan kakakku, aku berharap dapat bekerja sama denganmu!”
“Tidak.”
“Apaaaaa—?!” Ayaka tampak tercengang saat tangannya yang terulur secara blak-blakan ditepis. “T-tapi… kenapa?!”
“Karena aku tidak suka Kyousuke.”
“Huh—”
Ayaka membeku.
“Maaf,” kata Reiko dan mengangkat bahunya. “Menurutku kamu adalah adik yang menawan dan manis, tapi aku benci kakakmu, jadi… aku tidak ingin kamu akrab dengan Renko. Pria yang sungguh biasa-biasa saja sepertinya… namun, apa ini? Dia memiliki dua gadis yang memperebutkannya! Bukankah dia jelas-jelas buaya darat?! Tidak mungkin aku menyerahkan putri kesayanganku kepada pria seperti itu. Aku berencana untuk menghancurkannya sepenuhnya.”
“______”
Mata Ayaka menjadi gelap. Wajahnya berkedut. “K-kamu membenci… kakakku… Biasa-biasa saja… bu-buaya darat…?”
Dia terlihat seperti akan kehilangan kendali.
“Aku tidak akan membiarkanmu.”
Melepaskan lengan Kyousuke, Eiri maju ke arah Reiko, melotot. “Karena aku akan melindunginya. Aku tidak akan membiarkanmu, atau Renko, atau pun orang lain menyakitinya. Dan khusunya, aku tidak akan membiarkan putrimu menawan hatinya dan kemudian membunuhnya.”
“Eiri—”
“Siapa sih kau itu?” desak Reiko, menaikkan kacamatanya. “Sungguh wanita muda yang bersemangat… Apakah kebetulan kau adalah ketua Klub Penggemar Kyousuke Kamiya?”
“Tidak. Aku Eiri Akabane, salah satu teman sekelasnya.”
“Akabane…” Setelah mendengar nama keluarga Eiri, Reiko bertepuk tangan. “Ahh… ha-ha! Begitu, jadi kamu adalah Kuku Berkarat!”
Alis Eiri berkedut pada kata julukan assassin-nya. “…Kau tahu tentangku?”
“Ya. Hijiri memberitahuku semua tentangmu. Aku sudah lama tertarik dengan keluargamu, dan aku sangat ingin bertemu denganmu. Hmm, kamu lebih manis dari yang aku kira! Biar kulihat…”
Menyilangkan lengannya, Reiko dengan hati-hati mengamati gadis itu. Tatapannya merangkak dari atas kepala Eiri hingga ke ujung jari kakinya, tidak melewatkan satu detail pun. “Namun, itu masih belum cukup. Renko seratus kali lebih manis!”
Matanya mengarah ke dada Eiri. “Lagipula, dada putriku lebih besar. Kau benar-benar kalah, bukankah begituuuuuuuuu?”
Reiko menyeringai penuh kemenangan.
Eiri tercengang. “…Huh? Itu hanya pendapat pribadimu, kan? Terus kenapa? Tidak masalah kalau kau mau bertingkah seperti orang tua yang terlalu penyayang, tapi itu menjengkelkan jika kau berprilaku agresif, bibi.”
“Bibi—”
Wajah Reiko memerah. Namun, dia dengan cepat berdehem dan menenangkan diri. “Tidak, tidak, tidak. Aku masih berusia dua puluhan, jadi aku sama sekali bukan bibi. Dan meskipun aku mungkin penyayang, itu jelas tidak berlebihan, dan itu jelas tidak menjengkelkan! Betapa pun frustrasinya kau karena kalah dari Renko, aku ingin agar kau berhenti melampiaskan amarahmu padaku. Inilah kenapa anak-anak…”
“Huh? Tidakkah kau berpikir kalau kau jauh lebih kekanak-kanakan? Berkata tentang betapa kau tidak menyukai Kyousuke, dan kau tidak ingin memberikan putrimu yang berharga padanya, dan betapa Renko jauh lebih baik… Kau benar-benar belum dewasa, bibi.”
“Jangan panggil aku bibi!” bentak Reiko. “Panggil aku ayunda. A. Yun. Da! Kau gadis yang sangat kurang ajar, ya?! Aku tidak peduli padamu… Kau sebelas dua belas dengan Kyousuke. Aku sama sekali tidak menyukaimu!”
“Kau sungguh kekanak-kanakan, bibi.”
“Sudah kubilang panggil aku ayunda!!” jerit Reiko sambil menarik rambut dengan kedua tangan. Dibandingkan dengan Renko, yang sangat santai, Reiko memang kekanak-kanakan, meski penampilannya sangat dewasa…
“…Seseorang dengan penampilan dewasa tapi berpikiran seperti anak kecil?” Eiri dengan anggun menyisir rambutnya ke belakang. “Jadi biasanya kau—”
“Jangan mem-bully mamaku, Eiri!! Kksshh!”
Renko melompat keluar dari belakang Renji, dan merentangkan tangannya seolah-olah untuk melindungi ibunya. Rupanya, dia bersembunyi di belakang adiknya sedari tadi.
“Waaaaaahhh, Renkooo!” isak Reiko.
“Cup, cup. Sudah tidak apa-apa sekarang, Mama. Aku akan memberikan Tetek Mungil ini beberapa hukuman.”
Mengelus kepala orang tuanya, Renko mendongak dan menatap teman seangkatannya. Permusuhan itu terlihat jelas, bahkan melalui masker gasnya. Renko menggeram mengancam. “…Kali berikutnya kau menjelek-jelekkan Mama, aku akan membunuhmu—mengerti? Aku tidak akan memaafkan siapa pun yang menyakiti perasaannya!”
“Apa—?” Eiri goyah sejenak. “…Kalau begitu, bagaimana dengan Kyousuke?” tanya Eiri. “Jika, ibumu ini menyuruhmu untuk membunuhnya, maukah kau mengikuti perintah itu? Apa kau berencana untuk dengan patuh mendengarkan apa yang ibumu katakan, dan membunuhnya meskipun cintamu bertepuk sebelah tangan?”
“Kksshh?!” Kali ini giliran Renko yang goyah. “I-itu—” Matanya memandang sekeliling dengan gelisah di belakang area pandangnya. “I, i-i-i-i, itu tidak penting, Eiri! Karena aku dan Kyousuke akan dipaksa berpisah jika kelasmu kalah di festival olahraga, kamu berencana untuk memisahkan kami, bukankah begituuuuuu?!” Dia menunjuk pada temannya, dengan jelas mencoba mengubah topik pembicaraan.
“…Huh?” Eiri mengerutkan kening dan balas menatap Renko. “Tidak mungkin aku melakukan hal semacam itu. Aku tidak akan repot-repot berusaha untuk kalah. Aku juga tidak akan mencoba untuk menang sih, tapi…”
“Hmm, kau tidak punya motivasi, ya? Seriuslah.”
“…Huh? Tapi aku musuhmu. Kenapa kau mencoba membuatku termotivasi… Pada akhirnya, kau tidak ingin menang, kan? Maksudku, jika kelasmu menang, kau dan Kyousuke akan dipisahkan, jadi, jika kau berencana untuk mengalah—”
“Aku tidak akan pernah begitu!!” teriak Renko, memotong Eiri.
“–Renko?” gumam ibunya, cahaya berkilau dari lensa kacamatanya.
“Aku tidak akan mengalah padamu! Aku akan serius! Aku benar-benar akan mengalahkanmuuuuuuuu!”
“…Ya, ya,” Eiri melambai dengan anggun. “Lakukanlah yang terbaik.”
“Aku serius, kau dengar?!” teriak Renko. “…Aku serius,” ulangnya, menurunkan nada suaranya. “Bagiku, kata-kata Mama itu mutlak… Jika dia bilang ‘Jangan mengalah,’ aku tidak akan mengalah, dan jika dia menyuruhku menyerah, aku akan menyerah, dan jika dia menyuruhku membunuh, aku akan membunuh! Biarpun orang itu adalah Kyousuke, aku pasti akan melakukannya.” Menggulung lengan panjang jerseynya, dia memamerkan tato tribal hitam legamnya, seolah-olah dia adalah hewan yang memamerkan taringnya.
Dan kemudian Renko melihat ke arah Kyousuke untuk pertama kalinya. Lensa pandang topengnya berwarna gelap, menutupi mata biru esnya, tapi— “Aku ingin tahu hal ini lebih dari apa pun, Kyousuke… Saat ini, tepat pada saat ini, bagaimana perasaanmu terhadapku? Seberapa serius kau akan berusaha demi diriku?! Aku percaya padamu… Aku mengandalkanmu untuk menjawab perasaanku dengan apa pun yang ada di hatimu.” Tatapannya tertuju pada Kyousuke, dengan tajam menunjukkan intensitas perasaannya.
Suasana ceria telah menghilang, dan Kyousuke merasakan tekanan kuat menusuk kulitnya. Perubahan mendadak membuatnya tidak nyaman.
“Renko…”
“Jadi dengarkan—” Dia perlahan membungkuk lebih dekat. “Di festival olahraga, mari kita berdua berusaha sekuat tenaga untuk mengalahkan satu sama lain, oke?”
Masker gasnya tidak banyak menyembunyikan niat membunuh nakalnya saat Renko tertawa.
× × ×
Enam belas pertandingan berbeda diadakan di festival olahraga. Akan ada Lomba Lari Pembantaian Seratus Meter, Lomba Halang Rintang Gila, Lompatan Benang Baja Pembelah, Lomba Oper Bola Berkelompor, Ledakan Tarik Tambang, dan banyak lagi lainnya. Pertandingan normal dari festival olahraga dan hari olahraga telah diubah menjadi pertandingan yang sangat brutal.
Namun, bagian yang paling menakutkan bukanlah pertandingannya, tapi—
“Oke, kalian para bajingan, ketahuilah ini! Ada banyak korban jiwa setiap tahunnya di festival olahraga tersebut, dan sebagian besar merupakan akibat dari kekerasan antar peserta. Ini karena aturan mengizinkan hampir semua hal, selama kalian tidak secara serius melukai atau membunuh siswa lain… Jika kalian hanya fokus pada pertandingan, kalian pasti akan kalah bahkan tanpa kalian sadari.” Melihat ke bawah pada murid-muridnya dari podium, Kurumiya memberikan peringatan yang tidak menyenangkan.
Saat ini adalah jam pelajaran pertama, pada hari kelima latihan; Kelas 1-A menerima pengarahan.
Pidato Kurumiya bersemangat dan tegang, seperti saat berlatih untuk perlombaan. Itu tidak memberikan ruang bagi Kyousuke dan teman sekelasnya untuk bersantai, meskipun kelelahan mereka semakin meningkat.
“Di antara kelas-kelas lain, yang harus kalian waspadai secara khusus adalah kelas tiga. Mereka telah menjalani dua tahun lebih banyak kerja paksa yang ketat daripada kalian, para siswa baru. Aku memperkirakan bahwa stamina, kekuatan fisik, dan kemampuan bertarung mereka, semuanya beberapa level lebih tinggi dari kalian.”
“…Kemampuan bertarung? Ini adalah tempat untuk memperbaiki para pembunuh, tapi… kemampuan bertarung?”
“Kau yang di sana! Kau berani bisik-bisiiiik?!”
Pipa besi, yang dilemparkan sebagai pengganti kapur, menyerempet pipi Shinji dan menghancurkan papan tulis di belakang kelas.
“Eee?! M-maaf!” Shinji gemetar.
“–Terus terang, dari semua pemenang sebelumnya, lebih dari delapan puluh persen adalah kelas tiga. Dua puluh persen sisanya adalah kelas dua, dan mereka juga tangguh. Lihatlah selebaran daftar siswa kalian.” Kurumiya mengambil selembar kertas berukuran A4.
Hasil cetakan yang telah dibagikan di awal pelajaran, mencantumkan nama, jenis kelamin, usia, jumlah orang yang dibunuh, tingkat ancaman, dan berbagai macam data lainnya untuk siswa yang terdaftar di Sekolah Rehabilitasi Purgatorium, diurutkan berdasarkan kelas.
“Setiap kelas memiliki sekitar lima belas siswa, dengan total keseluruhan delapan puluh dua siswa. Kalian dapat melihat ke Daftar Merah untuk informasi tentang mereka yang tingkat ancamannya berada di peringkat A atau lebih. Mereka memiliki profil yang lebih detail di sana.”
Yang berisi profil lebih lanjut itu adalah dokumen lima halaman merah. Poto tahanan, informasi tentang pembunuhan mereka, julukan, grafik radar yang menunjukkan kemampuan mereka… detail ini dan lebih banyak lagi disertakan, adalah bukti semangat Kurumiya terhadap festival olahraga.
Selain tinggi badan, berat badan, dan tinggi duduk, ukuran dada-pinggang-pinggul dan persentase lemak tubuh mereka juga tercantum. Privasi tampaknya tidak ada di sekolah ini. Namun, karena tingkat bahaya Renko dinilai C+, profil detailnya tidak disertakan.
Data fisik Shamaya menarik perhatian Kyousuke—
…Tunggu, siapa yang peduli tentang itu?!
—Tapi dia memaksa pikirannya, yang telah melayang ke arah yang aneh, kembali ke masalah yang ada. Daripada memikirkan Renko, yang akhir-akhir ini jarang terlihat, atau ukuran murid perempuan tertentu lainnya, dia mencoba untuk fokus pada dokumen di hadapannya.
Ada sepuluh siswa di Daftar Merah.
<Putri Pembunuh> “Killing Mania” Saki Shamaya (Kelas 3-A) Peringkat S
<Sukeban Kejam> “Arch Enemy” Anji Gosou (Kelas 3-A) Peringkat A
<Penegak Hukum Terhormat> “Under Oath” Takaya Kiriu (Kelas 3-B) Peringkat A+
<Ratu Es> “Heartless” Mei Kuroki (Kelas 3-B) Peringkat A+
<Pembunuh Tamak> “Faceless” Amon Abashiri (Kelas 3-B) Peringkat A+
<Idol Jahat> “Pretty Fucking Sick” Kurisu Arisugawa (Kelas 3-B) Peringkat A+
<Pengukir Kejam> “Ripper Jack” Takamoto Yatsuzaki (Kelas 2-A) Peringkat A
<Pengukir Kejam> “Ripper Jack” Motoharu Yatsuzaki (Kelas 2-A) Peringkat A
<Pengukir Kejam> “Ripper Jack” Takakage Yatsuzaki (Kelas 2-A) Peringkat A
<Pembunuh Berkostum> “Beast of the Gale” Haruyo Gevaudan Tanaka (Kelas 2-B) Peringkat S
Setiap orang di dalam daftar adalah psikopat yang tidak bisa diperbaiki.
Salah satunya telah memutilasi orang menjadi potongan-potongan kecil dengan pisau, satunya lagi mencungkil mata seseorang dan membuat orang tersebut memakannya, satunya lagi telah menggambar seni grafiti di jalan dengan darah dan isi perut, satunya lagi telah melemparkan korban hidup-hidup ke dalam bak asam sulfat—hanya melihat sekilas, pada data mengenai kejahatan aneh mereka, sudah cukup untuk membuat Kyousuke merinding.
Dan ini adalah jenis lawan yang Kyousuke dan yang lainnya akan segera hadapi…
“Hei, lihat. Gadis Arisugawa ini sangat imut, ya?! Dan begitu juga Kuroki! Maksudku, dia peringkat tinggi dalam segala bidang. Dia juga mendapat nilai A di bagian penampilan. Tidak setengah-setengah!”
“Hee-hee-hee… Mereka seharusnya membuat daftar siswa yang memeringkatkan semua ukuran payudara perempuan dari A sampai G… Hee-hee-hee-hee…”
“Wow, aku tiba-tiba merasa agak termotivasi! Secara pribadi, aku merasa gadis Haruyo ini mungkin adalah kuda hitam. Dilihat dari namanya, dia sepertinya setengah Jepang, dan ukurannya sempurna. Sayangnya kita tidak bisa melihat wajahnya, tapi itu tak masalah seperti Renko.”
“Huh? JANGAN bilang kalau kau masih menyukainya, Shinji? Jika kau benar-benar serius dan mulai bermain-main dengan wanita jalang itu, aku akan benar-benar membunuhmu.”
“Tee-hee. Jika Nona Lacur itu peringkat S, maka Onii-chan pasti S+, kan? Aku tidak berpikir ada dari senior ini yang sekuat penampilan mereka. Mereka seharusnya bukan masalah sama sekali. Onii-chan-ku akan membunuh mereka semua, bahkan sebelum salah satu dari kami harus terlibat!”
“Tidak, tidak…”
Tampaknya, hanya dua siswa yang merasa gugup. Itu adalah Kyousuke dan—
“Ehhh?! Kami a-a-a-a-a-akan bertarung melawan … o-o-o-o-o-orang-orang ini?! Itu mustahil—sepenuhnya mustahil! Tidak peduli berapa banyak nyawa yang kami miliki, itu tidak akan cukup!”
“…Fwah.”
—adalah Kyousuke dan Maina. Eiri bahkan tidak repot-repot membaca Daftar Merah.
Saat kelas menjadi gempar, Kurumiya berteriak, “Tenang!” dan kesunyian langsung turun.
“Sungguh… Tidak apa-apa mau sok berani, tapi jika kalian, para idiot, menganggap enteng mereka, itu akan jadi pertumpahan darah. Kalian hanya punya tujuh belas orang. Itu menempatkan banyak tanggung jawab pada masing-masing dari kalian. Ada beberapa contoh, di mana beberapa kelas benar-benar dimusnahkan sebelum mencapai pertandingan terakhir. Jangan lengah, babi!”
Bersama-sama siswa memberikan jawaban yang bersemangat.
“ “ “Ya, Bu!” ” ”
Menegangkan suasana yang santai, Kurumiya melanjutkan, “Itu lebih baik. Jangan lalai! Aku berharap banyak dari kalian semua. Terutama Kamiya dan Akabane, karena mereka memiliki potensi untuk bersaing melawan grup yang ada di Daftar Merah. Jika kelas ini bertarung bersama mereka berdua sebagai kunci utama, kalian mungkin memiliki peluang. Dan juga–”
Kurumiya berhenti sejenak, menatap tajam ke “orang tertentu.” Mata semua orang mengikuti secara alami.
“U-um… ada apa, Bu?” tanya Maina, mengedipkan matanya yang besar karena bingung.
“Pembunuh Tak Disengaja, Pandora Hitam, Maina Igarashi, aku punya ekspektasi tertentu untukmu juga! Tidaklah berlebihan untuk mengatakan bahwa kemenangan Kelas 1-A bergantung pada usahamu.”
“Huh…?” Maina membeku, terlihat ketakutan sesaat. Lalu–
“Huhhhhhhhhh?! A-A-A-A-A-Akuuuuuuuuuuu?!”
Dia jatuh dari kursinya.
“Ya,” angguk Kurumiya dan melihat ke bawah pada Maina, yang telah jatuh terkapar. “Itu kau, Igarashi. Otakmu lamban dan begitu pula refleksmu, kemampuan fisikmu di bawah rata-rata, dan semangatmu lemah. Kau terguncang oleh hal kecil, dan kau mengulangi kesalahanmu berkali-kali… Kelemahanmu adalah titik kekuatanmu, karena kau akan menyabotase setiap tim lain! Jika ini berjalan dengan baik, itu saja bisa memberi kita kemajuan daripada Kamiya dan Akabane.”
“Eh?! U-um—”
Mengabaikan kebingungan Maina, Kurumiya melanjutkan. “Meskipun begitu, jika tidak berjalan dengan baik, kita akan menjadi satu-satunya yang menerima pukulan serius, jadi kita tidak akan tahu sisi mana yang akan muncul sampai koin digulirkan. Akankah kita menang berkatmu, atau akankah kita kalah karenamu? Aku berharap kita menang. Jika kebetulan kita kalah, ketika itu terjadi—kau mengerti, kan?”
“Eek?!” wajah Maina menjadi pucat karena nada yang mengintimidasi dan ancaman serius. “Ah, aaahhh…” Matanya terbuka lebar, dan giginya bergemeletuk.
Maina berada di ujung tanduk bahkan di saat-saat terbaik, tapi dengan tekanan berat dari “kemenangan Kelas 1-A” yang membebaninya, dia tampak seolah-olah akan pingsan kapan saja.
Meninggalkan Maina tercengang, Kurumiya kembali ke podium. “…Baiklah kalau begitu. Kurasa ketiga orang ini adalah kuncinya. Selain mereka, kita memiliki Saotome yang pandai, dan Oonogi dengan refleksnya yang bagus. Ada Usami yang lincah dan gesit, dan Tomonaga yang tidak mengenal rasa takut. Dan Nona Kamiya, yang tidak ada bandingannya dalam hal rencana jahat… Kita harus membangun taktik kita di sekitar orang-orang penting ini—”
“Aku tidak jahat!”
“Sekarang, sebaiknya kita memilih peserta untuk setiap pertandingan,” geram Kurumiya, mengabaikan Ayaka yang mengangkat tangan. Sudah waktunya langsung ke pokok permasalahan. “Sekarang, pasti akan ada banyak pemain yang gugur sebelum babak kedua, jadi kita akan memainkannya dengan cermat. Yang penting adalah babak pertama. Mari persempit fokus pada pertandingan yang akan kita pusatkan. Acara nomor enam, Balapan Senjata Bencana, dan nomor delapan—”
× × ×
“Hyah-haaaaaa! Aku kembali, Kurumiya imuuuuuut!”
Saat ini, seorang siswa laki-laki mendobrak pintu depan kelas. Kurumiya membeku saat mata semua orang tertuju ke pintu masuk.
“……Apa-apaan itu?” gumam Kyousuke.
Teman sekelasnya juga bereaksi dengan cara yang sama.
Kurumiya sendiri tetap tenang saat dia menyerahkan selebaran kepada pendatang baru itu. “Ah. Jadi kau akhirnya kembali, Mohican.”
Orang ini, yang telah mengganggu ke dalam kelas mereka—siswa laki-laki dengan dedaunan dan dahan yang menempel di sekujur tubuhnya, wajahnya yang ditindik kotor dengan lumpur—Kurumiya memanggil namanya.
“…… Mo…hican?”
Saat satu kelas menatap lekat-lekat padanya, secara bertahap menjadi jelas bahwa itu memang Mohican. Gaya rambut Mohawk merah cerah khasnya, diwarnai dengan warna hijau lumut agar sesuai dengan jumpsuit kamuflase. Apa yang sebenarnya dilakukan anak bermasalah ini sih…?
“…Dan?” tanya Kurumiya, mengabaikan para siswa yang kebingungan. “Kurasa kau telah melakukan apa yang harus kau lakukan?”
“Heh-heh-heh! Tentu saja sudah, sayangku. Ini jarahan yang kamu minta!”
Mohican merangkak maju ke arahnya dan menyerahkan memo buku catatan kepada Kurumiya. Sampul depannya memiliki warna kamuflase yang sama dengan pakaiannya, dengan huruf merah besar bertuliskan RAHASIA.
“Oh? Baiklah, Rupanya kau sudah menyelesaikannya! Mari kita lihat sekarang—” Membolak-balik buku catatan dan memastikan isinya, Kurumiya mengangkat satu alis. “Kerja bagus.”
“Hyah-haaaaaaaaaaaa!” Mohican melolong kegirangan pada Kurumiya, yang memamerkan gigi taringnya. Mengambil kesempatan itu, Mohican mendekat dan menatap gurunya dengan mata sayu. “Hei, hei, Kurumiya saaaaayang. Aku sudah bekerja keras, kan?”
“Ya, memang.” Kurumiya mengangguk dan meletakkan tangan kanannya di belakang punggung.
“Aku berhasil melakukan misi rahasiaku, kan?”
“Yep.” Kurumiya mengangguk dan mencengkeram senjata spesialnya, yang disembunyikan di belakang setelannya.
“Yang artinya aku bisa mendapatkan hadiah, kan?!”
“Kurasa tidak!” Kurumiya menyerang dengan pipa besi mematikan, menghancurkan sisi kepala Mohican.
“Abwuaa?!” Mohican terbang.
Menepuk pipa besi di bahunya, Kurumiya menginjak kepala Mohican saat dia berbaring berdarah di lantai dan menatapnya. “Apa maksud lo hadiah, huh? Kupikir sudah kubilang, Mohican… Kubilang, saat kelasku meraih posisi teratas di festival olahraga, maka aku akan memberimu hadiah yang luar biasa. Apakah tujuan itu telah tercapai? Belum, kan? Hmm?! Jika kau punya waktu untuk mengajukan permintaan, maka aku akan mempekerjakanmu, belatung!” teriak Kurumiya, mengayunkan pipa di kedua tangannya seperti tongkat golf. “Lancarkan serangan kamikaze terhadap kelas musuh dan timbulkan masalah di sana sampai kau pingsan, atau, jika beruntung, sampai kau mati!”
“Aye, aye, Buuuuuuuuuuuu!!”
Mohican, yang pipinya dihantam oleh ayunan golf Kurumiya, terlempar lagi, menghilang dari pintu yang terbuka. Dari lorong terdengar suara sesuatu yang pecah.
“Pergilah!” teriak Kurumiya. Setelah menutup pintu, dia kembali ke mimbar. Dia berbalik menghadap Kyousuke dan yang lainnya, yang duduk dengan heran dan bingung kenapa dia sangat marah. “…Hmph. Kalian mungkin mengira dia sama sekali tidak berguna, tapi entah bagaimana, bertentangan dengan semua ekspektasi itu, dia ternyata sangat berguna! Heh-heh-heh… Hei, kalian bajingan, kabar baik. Aku mendapatkan beberapa informasi.”
“–Informasi?”
“Mm. Aku mengusir idiot sampah itu—tentunya tidak ada yang keberatan jika dia mati—dan menyuruhnya menyelidiki struktur komando, taktik, dan jadwal latihan masing-masing kelas, di antara yang lain. Orang yang mengontrol informasi akan mengontrol pertempuran—berdasarkan data ini, kita akan dapat membangun strategi yang ideal.”
“ “ “…………” ” ”
Mata Kurumiya mengintimidasi. Dia serius tentang mengamankan kemenangan.
Rupanya, salah satu kelas senior mengadakan kamp pelatihan di Rumah Limbo, dan Mohican bahkan pergi ke lokasi yang jauh itu. Mungkin itulah sebabnya mereka jarang melihatnya akhir-akhir ini.
Mohican selalu membuat kerusuhan, melakukan apapun yang dia suka… Aku ingin tahu, apakah alasan dia jadi sangat patuh ada hubungannya dengan “hadiah” yang digantungkan di depannya…
“Hadiah apa yang akan kuberikan pada Mohican? Tentu saja, kematian. Heh-heh-heh… Aku akan memanfaatkannya dengan baik, lalu akhirnya menghabisinya sendiri.”
“ “ “_______” ” ”
Itu memang Kurumiya banget. Dia sangat brutal.
Kyousuke dan yang lainnya merasa tidak mungkin untuk menekan perasaan simpati mereka terhadap Mohican yang dianiaya.
× × ×
“Baiklah, kita masih punya waktu tiga hari lagi sampai acara besar! Aku ingin tahu siapa dari kelas kita yang akan ikut bertanding… Ini setengah mengasyikkan dan setengah menakutkan!”
Saat ini, sepulang sekolah pada pelatihan hari kesebelas. Shinji, yang berdiri di atas mimbar, tiba-tiba menyampaikan pernyataan pertanda buruk ini.
Mengotak-atik kuku di mejanya, Eiri mendengus. “…Hmph. Tentu saja, ini sudah diatur. Tidak ada yang akan mati. Apa kau bodoh?”
“Heh-heh. Itu bagus, kan? Meskipun secara pribadi, aku ingin kau mati, Eiri. Atau Ayaka atau Maina, aku bahkan akan menyambut Tomomi dengan hangat! Karena aku akan memanfaatkan kalian semua. Ee-hee-hee-hee-hee!”
“…Aku tarik kembali apa yang aku katakan. Kau yang harus mati, necrophilia menjijikkan.”
“Kita mungkin harus membunuhnya sendiri, kan? Kita akan kehilangan sedikit kekuatan bertarung kita, tapi dia sangat menjijikkan, kupikir itu sepadan. Senjata, senjata, di mana senjatanya saat kau membutuhkannya—?”
“Ya ampun! Tidak boleh, Ayaka! Tolong jangan mencari senjata mematikan seperti kau lupa dimana menaruh kacamata!”
“Tunggu… Kenapa aku lagi yang terakhir?! Aku bahkan tidak bisa mempercayai omong kosong itu! Dan setelah aku menerimamu terlepas dari fetish anehmu… Shinji, kau kejam… seperti, benar-benar sakit jiwa… Aku akan memotong pergelangan tanganku…” Tomomi merosot di atas meja Eiri juga, menggergaji di pergelangan tangannya dengan penggaris.
“… Huh? Menurutmu, apa yang sedang kau lakukan? Ini bahkan bukan tanganmu.”
Lelucon buruknya telah ditutup, tapi Tomomi hanya tertawa dan menampar punggung Eiri. “Kyah-ha-ha! Terima kasih untuk bantahan gilaknya, Eiri hun.”
Eiri hanya mengerutkan kening.
Sudah sepuluh hari sejak latihan untuk festival olahraga dimulai, dan Kyousuke dan yang lainnya mulai lebih berbaur dengan teman sekelas mereka. Mereka secara bertahap membuka diri bahkan dengan rombongan Shinji—rombongan yang telah bermusuhan sejak awal sekolah—dan sebaliknya.
Jika kalian, entah bagaimana, bisa mengabaikan bahwa mereka semua adalah pembunuh, mereka adalah kelompok yang sangat mudah bergaul, dan selama waktu istirahat, mereka mengobrol dengan kelompok Kyousuke dan melanjutkan dengan damai.
Itu aneh, tapi sepertinya kedua kelompok itu telah menahan permusuhan satu sama lain begitu lama, hanya karena mereka telah membuat titik untuk menghindari kontak apa pun. Sebenarnya, setiap kelompok secara diam-diam bertanya-tanya seperti apa kelompok lainnya.
Tentu saja, itu tidak mengubah fakta bahwa mereka semua tak masalah dengan membunuh, jadi aku tidak benar-benar merasa perlu untuk lebih dekat dengan mereka daripada yang seharusnya…
Kyousuke menyimpan pikiran itu untuk dirinya sendiri selama sesi senda gurau persahabatan mereka.
“Tapi ini masalahnya,” gumam Shinji, melihat ke selebaran yang telah dibagikan Kurumiya. “Sejauh yang kita tahu dari membaca katalog siswa, tidak ada yang benar-benar membunuh banyak orang, kan? Sejauh ini, Shamaya memiliki jumlah pembunuhan terbesar, tapi selain dia, jumlah pembunuhan terbanyak adalah delapan orang. Berikutnya adalah tujuh, dan setelah itu enam… Tidak banyak yang telah membunuh lebih dari tiga orang. Sebagian besar hanya pernah membunuh satu atau dua orang.”
Dia tersenyum tipis tapi tak kenal takut. “Jika kalian hanya melihat jumlah pembunuhan, situasinya tidak seburuk yang kita duga, kan? Ditambah kakak kelas yang membunuh delapan orang melakukannya bersama-sana dalam kelompok tiga orang. Kamiya, yang membunuh dua belas orang, berada di urutan kedua di sekolah, dan Eiri, yang membunuh enam orang, praktis berada di urutan kelima di sekolah!”
“Ohhh. Itu artinya kita adalah kelas favorit? Kita benar-benar hebat, Kelas 1-A!”
“Tidak, tidak…”
Mereka belum mengungkapkannya kepada Shinji dan kelompoknya, tapi baik Kyousuke dan Eiri memiliki jumlah pembunuhan nol, dan mereka tidak ingin siapa pun bergantung pada mereka. Ditambah lagi…
“Angka tidak selalu sama dengan kekuatan, kan?” sela Eiri dengan dingin. “Kurumiya bilang, ‘Jika kalian meremehkan mereka, kalian akan mati.’ Para senior jauh lebih cakap daripada kita, jadi jika kita mulai lengah seperti itu, kupikir kita akan mendapat sedikit masalah.”
“ “ ……… ” ”
Shinji terdiam.
Eiri berhenti mengutak-atik kukunya dan mengerutkan kening. “…Apa?”
Shinji dan Tomomi saling memandang.
“Y-Yah… bagaimana aku harus bilangnya, um…”
“…Ini…agak aneh? Jelas-jelas tidak sepertimu, Eiri—”
“Hei, hei, apa kau dengar itu, Usami?! Baru saja Eiri memberikan opini yang sangat normal! Mungkin karena dia mendapat peringkat terendah di angkatan kita saat ujian. Ha-ha-ha-ha-ha!”
“–Huh?”
Seketika, sikap Eiri berubah. Dia menatap kuat ke arah Oonogi dengan matanya yang tajam, setengah tertutup, dan berwarna merah karat. “Apa kau bilang? Coba ucapkan sekali lagi, Kacamata…”
Oonogi, yang sedang menulis di papan tulis bersama Usami—membuat sketsa potret sekelompok gadis tanpa sedikitpun berusaha untuk membuat gambarnya akurat—mulai terlihat panik saat Eiri perlahan berdiri.
“Ah?! Tidak, um, itu seperti yang kau bilang, Eiri! Aku juga berpikir bahwa jumlah pembunuhan tidak ada hubungannya dengan itu, dan nilai ujian tidak selalu sama dengan kecerdasan, dan dada besar tidak selalu sama dengan kebodohan. Lihat, kau punya dada kecil, tapi kau tetap bodoh, kan? Ha-ha-ha…”
Wajah Eiri berubah menjadi merah cerah, marah. “Matilah saja sana!”
Oonogi melepaskan senyum puasnya dan berteriak, membuang kapur saat dia lari keluar dari pintu kelas.
“Huh?! Tunggu—” Eiri hendak mengejarnya, ketika—
“Fgyah?!” Melompat keluar ke lorong, Oonogi menghantam sesuatu yang kokoh. Dia terlempat terkapar.
“Ah, sial… owww ?! Kalau jalan tuh lihat-lihat, kau—” Oonogi mulai berteriak tapi melihat ke atas dan berhenti. “Ah, uh… u-ummm…” Kehilangan kata-kata, dia beringsut ke belakang dinding kelas, masih terduduk.
Yang menjulang disana adalah—
Siswa laki-laki memakai masker gas berwarna putih gading.
“………”
Mengenakan T-shirt biru bertuliskan GMK48 dan celana olahraga, Renji menunduk apatis melihat pemandangan di depannya. Lengan kanannya, yang telah dihancurkan oleh Kurumiya dengan sangat parah sehingga tulang-tulangnya telah terlihat, yang bahkan belum sampai dua minggu yang lalu, sekarang telah sembuh total, tanpa bekas luka.
“L-Lihat-lihat kalau mau berjalan!” ancam Oonogi sementara Renji hanya berdiri, tidak bergerak. “Apa orang ini tidak tahu kalau harus melihat ke depan saat dia berjalan?! H-hei… katakan… katakan sesuatu? Aku akan membunuhmu!”
“………”
Renji tidak memberikan jawaban. Dia hanya maju satu langkah tanpa berkata-kata—
“Eee ?! Tunggu dulu… tunggu! Itu bohong, bohong, bohong! M-M-M-M-M-Mari bicarakan ini… M-mari bicara… Ma, ma-ma-maaf, aku minta maaf!” Suara Oonogi berubah menjadi cempreng saat dia dengan tergesa-gesa meminta maaf.
Tidak peduli dengan Oonogi, Renji terus berjalan menyusuri lorong. Akhirnya, ketika Renji melewati ruang kelas mereka dan berada cukup jauh… Oonogi, tidak dapat berdiri karena takut dan terkejut, merangkak kembali ke dalam ruangan.
“…Selamat datang kembali. Apa yang membuatmu sangat ketakutan?” tanya Eiri dengan nada jengkel. “Kau berantakan.”
“T, t-t-t-t, tapi…!” Oonogi hampir menangis. Kacamata hitamnya terlepas dari tempatnya, dan dia melanjutkan bahkan tanpa berhenti untuk memperbaikinya. “Orang itu, dia sangat keras!! Mengerikan! Kupikir dia terbuat dari beton atau semacamnya. Ditambah lagi, aura intimidasi itu… Kupikir dia akan mencekikku !! Dia benar-benar sesuatu, pria bertopeng gas itu… Sekarang aku tahu bagaimana rasanya menjadi semut yang diinjak-injak oleh raksasa!”
“Yah, itu berlebihan.” Menatap ke arah Oonogi dari mimbar, Shinji melambaikan tangannya meremehkan. “Tubuhnya memang besar, dan karena dia murid pertukaran pelajar, dia tidak muncul dalam daftar Kurumiya, yang membuatku gelisah. Namun, ingat ini, Arata. Kita, Kelas 1-A, memiliki raksasa yang dikenal sebagai Kyousuke Kamiya di pihak kita! Menurutku, jika kita menggunakan kekuatan superior Kamiya, itu akan menjadi kemenangan mudah, kemenangan mudah!”
“Tidak, tidak. Aku akan memberitahumu, aku tidak—”
Jika aku melawannya, aku akan terbunuh tanpa menyentuhnya. Tentu saja, Kyousuke tidak bisa mengatakan hal itu.
Memang benar Kurumiya hanya memberi mereka peringatan untuk “berhati-hati” tentang Renji dan belum mengungkapkan informasi rinci apapun. Itu sama seperti yang dia lakukan terhadap Renko. Dengan perangkat pengaman pembatasnya dilepas, Renko pasti berada di tingkat ancaman S+ atau lebih, dan kemampuan fisik Renji lebih dari tandingan Renko.
Meskipun, aku tidak berpikir Renji akan melepas masker gas selama dia tidak dalam kesulitan besar… Tapi bagaimanapun juga, Reiko bilang, “Mari kita hancurkan mereka sebaik mungkin.” Sepertinya sang ibu berniat menghancurkan kami sepenuhnya. Sebaiknya kami berhati-hati, atau kematian kami akan cepat.
“Itu benar, itu benar, kemenangan mudah!” Ayaka menempel pada diri Kyousuke yang muram. Dia melihat sekeliling kelas dengan sombong. “Karena Onii-chan-ku telah menghancurkan sebuah grup, yang terdiri lebih dari tiga puluh pengendara motor, sendirian sebelumnya! Jika itu pertarungan satu lawan satu, dia tidak akan kalah dari siapa pun!”
“H-hei—”
“Ayolah! Kamu adalah pemimpin semua orang, Onii-chan, jadi kamu harus mengesankan! Jika kamu sudah merasa kalah, kita semua akan kalah di festival olahraga! Kita mungkin akan terbunuh… Bukankah begitu?”
Kyousuke terkejut saat adiknya diam-diam berbisik ke telinganya. Tidak peduli apa kebenarannya, teman sekelasnya mengandalkan Kyousuke si Penjagal Gudang. Dan dalam hal ini, dia harus memenuhi harapan mereka.
Bahkan jika dia menggertak, dia harus memimpin seisi kelas. Jika tidak, mereka tidak akan bisa bertarung sampai akhir festival olahrga yang pahit. Mereka tidak akan bisa bertahan tanpa membunuh siapa pun atau membuat diri mereka sendiri terbunuh.
Mungkin itu adalah mimpi di dalam mimpi, untuk lulus dari institusi ini dengan damai dan lancar. Itulah kenapa–
“…Ah, kamu benar. Seperti yang kamu katakan, Ayaka. Pria bertopeng gas itu hanyalah seonggok besar daging. Aku akan menjatuhkannya dalam sekejap! Dia ikan teri, ikan teri! Dan yang lainnya pun sama. Entah mereka pembunuh massal atau pembunuh liar atau pembunuh berantai… Aku akan menghabisi mereka semua sekaligus, jadi jangan khawatir, kalian semuaaaaaaaaaa!” Kegelisahan, keragu-raguan, ketakutan, pertentangan… Seolah-olah dia membuangnya, Kyousuke berteriak.
Kelas terdiam sesaat sebelum meledak menjadi sorak-sorai yang sangat bersemangat.
“ “ “Ooooooooohhhhhh!” ” ”
“Itulah Kamiya kami!” teriak Shinji dengan kagum.
“Kyousuke benar-benar luar biasa!” teriak Tomomi dengan riang.
Oonogi dan Usami bertepuk tangan, dan Ayaka memberinya acungan jempol. “Keren sekali!” Mata Maina berbinar.
“…Hmm?” Eiri mengangkat alis.
“ “ “Ka-mi-ya! Ka-mi-ya!” ” ”
Teman-teman sekelasnya menjadi gempar.
Dan–
“.………………Kksshh.”
Di belakang kelas, di sisi dimana pintu dibiarkan terbuka, berdirilah Renji, sepenuhnya diam, menatap Kyousuke.
Post a Comment