[LN] Psycho Love Comedy Volume 3 Chapter 4 Bahasa Indonesia
Pertanyaan 4 – Dunia yang Runtuh Secara Bertahap/ “Can You Feel My Heart?”
Akabane Eiri
T: Apa target peringkatmu untuk ujian akhir?
J: Tidak ada target.
T: Mata pelajaran yang paling dan tidak paling dikuasai?
J: Tidak ada mata pelajaran yang paling dikuasai.
T: Apa yang akan kau lakukan jika kau diberikan pembebasan bersyarat?
J: Siapa peduli. Tidak ingin pergi berbelanja, berkencan, tidak ingin memakai pakaian imut, tidak ingin makan makanan manis, tidak ingin memeluk boneka!
T: Harap kerahkan semangatmu dan buat pernyataan ujianmu!
J: Siapa peduli, lagian itu sia-sia…
“…Ya ampun. Mau kemana, Onii-chan?”
Saat ini adalah waktu istirahat setelah jam pelajaran kedua. Segera setelah bel berbunyi di akhir pelajaran, Kyousuke berdiri. Ayaka segera menanyainya. Ketika Kyousuke menjawab “ke toilet”, Ayaka berkata tanpa basa-basi:
“Oke, kalau begitu Ayaka juga akan ikut!”
Dia mengatakannya.
Mendengar jawaban yang bisa diprediksi itu, Kyousuke merasa benar-benar mati kutu. Dalam dua hari sejak praktik memasak, kelekatan Ayaka pada Kyousuke telah meningkat pesat.
Selalu berpegangan tangan saat berjalan, memeluknya dan berkata “cinta kamyu” tanpa alasan tertentu, melilitkan kedua lengannya di lengan Kyousuke setiap kali dia duduk di sampingnya, menyuapinya dengan berbisik “ah~” saat makan, selalu berusaha untuk berbicara padanya sepanjang waktu.
Ini adalah sikapnya sejak dia dipindahkan ke sini. Ayaka tidak ingin meninggalkan sisi Kyousuke meski hanya sedetik. Kemarin, dia akhirnya mengikutinya ke WC pria. Itu tak masalah jika Ayaka hanya menunggunya di luar, tapi dia malah mengikutinya ke dalam.
Kencing dengan seseorang yang berbicara padanya dengan suara riang, perasaan itu sangat mengganggu.
Akhirnya, itu bahkan berkembang menjadi situasi di mana dia akan berkara “Biar Ayaka lihat, biar Ayaka lihat…” dan mencoba mengintip, benar-benar tak tertahankan.
Meskipun Ayaka berkata “ini untuk melakukan tes urine demi memeriksa kesehatan Onii-chan!”, Kyousuke benar-benar berharap Ayaka bisa mengerti, bagaimana perasaan seorang kakak laki-laki saat seorang adik perempuannya yang melakukan tes urine untuknya.
Dia benar-benar kelelahan selama dua hari terakhir karena tingkah laku Ayaka yang selalu menempel.
Meskipun perasaannya pada adiknya tercinta tetap tidak berubah, Kyousuke tidak bisa menahan perasaan sedikit jengkel.
Jika Ayaka mengikutinya ke WC lagi, itu akan menyebalkan, jadi untuk berjaga-jaga–
“Umm, Ayaka juga mau… mencuci tangan?”
“Tidak. Hanya menemani Onii-chan.”
“Oh… begitu.”
Dia bertanya dan mendapat jawaban acuh tak acuh.
Meskipun dia tidak mau memperlakukan Ayaka dengan dingin, Kyousuke memutuskan kalau saat ini dia harus memberi batasan.
“Maaf Ayaka. Bisakah kamu menungguku di kelas?”
“Kenapa?”
“Karena… I-Ini sangat memalukan.”
“Kamu tidak menyukainya?”
“Sejujurnya, itu tidak membuatku senang.”
“………..…”
Ayaka menurunkan pandangannya, membuat ekspresi menakutkan dan mulai merenung dalam diam.
Segera setelah itu, mungkin telah mencapai kesimpulan, dia tersenyum dan mengangguk.
“Ayaka mengerti! Karena Onii-chan tidak menyukainya, Ayaka akan menunggu dengan patuh.”
“Ya, maaf… aku akan segera kembali.”
“Ya, bersenang-senanglah! Apakah itu nomor dua?”
“……Nomor satu.”
TL Note: Nomor satu maksudnya Buang Air Kecil, Nomor dua maksudnya Buang Air Besar
Jangan sengaja menanyakan pertanyaan seperti itu, oke? –Pikir Kyousuke saat dia meninggalkan kelas.
Melewati koridor tempat para pembunuh berkumpul, dia memasuki WC pria terdekat.
Meskipun dia meninggalkannya atas kemauannya sendiri, Kyousuke masih merasa sedikit khawatir tentang meninggalkan Ayaka sendirian. Maina dan Eiri ada di dalam kelas, tapi teman sekelas yang merepotkan itu tidak ada artinya.
Kyousuke dengan cepat menyelesaikan urusannya, mencuci tangannya dan akan kembali ke kelas–
“Tunggu.”
Saat dia akan pergi, seseorang memanggilnya.
Seorang gadis sedang berdiri di koridor, di depan WC pria, bermain dengan ujung kuncir kudanya, tampak lesu.
“…Eiri? Kenapa kamu tidak berada di kelas?”
“Aku mengikutimu.”
“Eh!? Tidak mungkin, aku pergi ke toilet dan… kamu…!?”
“…Huh? Tentu saja tidak. Kau ingin kupotong?”
Tatapan tajamnya menembus perut bagian bawahnya. Kyousuke gemetar dalam segala hal.
“…Ck.” Eiri mendecakkan lidahnya dan berdiri dari bersandar ke dinding.
Dia dengan cepat mendekat.
“Tentang adikmu, aku perlu mengatakan sesuatu terlebih dahulu.”
“……….Huh?”
Eiri menarik Kyousuke ke sudut di koridor dan merendahkan suaranya:
“Jawablah… Bagaimana perasaanmu tentang gadis itu?”
“Apa maksudmu, bagaimana? Tentu saja aku sangat menyayanginya–”
“Bukan itu. Sikapnya.”
“Oh.”
Setelah pindah ke sekolah ini, Ayaka selalu menyerang karena cemburu, selalu memberikan kesan yang sangat kasar.
Lalu ada sikap menempelnya yang berlebihan pada Kyousuke…
Dulu, Ayaka tidak bertingkah seperti ini.
Ramah dan berbudi luhur, dia dipuji oleh semua orang sebagai gadis yang baik. Benar-benar berlawanan dengan kakak laki-lakinya yang terkenal kejam, Ayaka adalah siswi berprestasi, sangat kompeten melebihi imajinasi. Adik yang dibanggakan Kyousuke.
Tapi Ayaka sekarang–
“…Bukankah itu wajar?”
Eiri terkejut oleh Kyousuke yang mengatakan bahwa dia sangat memahami adiknya.
“Apa kau sudah lupa tempat apa ini? Sekolah tempat para pembunuh berkumpul. Tiba-tiba dilempar ke sini, akan aneh kalau dia bertingkah seperti biasanya.”
“Hmm…”
Eiri benar. Tapi untuk sesaat, Kyousuke masih merasa ada sesuatu yang salah tentang kenapa jadi seperti ini.
Saat Kyousuke mencoba untuk mencari tahu kebenarannya, Eiri melanjutkan:
“Kupikir dia mungkin gelisah. Tidak dapat menurunkan kewaspadaannya terhadap siapa pun, memperlakukan semua orang sebagai musuh… Itu sama bagiku, jadi kurasa aku bisa mengerti. Dalam kasusnya, dia bahkan tidak memiliki jumlah pembunuhan sebagai gelar… Agar tidak diremehkan, dia mengungkapkan sikap permusuhan yang tidak ada gunanya, itu juga bisa dimengerti. Tapi bagi gadis itu, kamu satu-satunya pengecualian, kan?”
Mata merah karat bersinar dengan tuduhan yang menembus Kyousuke.
“Kaulah satu-satunya kerabat sedarah yang bisa dia percayai dari lubuk hatinya. Keluarga yang harus dia temui bahkan jika dia harus melakukan pembunuhan. Itu hanya kelekatan yang berlebihan, jadi manjakan saja dia, oke…? Karena kau adalah satu-satunya orang yang bisa membuatnya menjadi tenang dan menurunkan kewaspadaannya. Itulah kesimpulan yang aku capai setelah melihat bagaimana dia di asrama.”
“…Ayaka di asrama?”
“Ya. Sejujurnya, dia menjadi orang yang sepenuhnya berbeda, tahu? Kupikir karena kau tidak ada, dia tidak berbicara sama sekali. Bahkan ketika aku dan Maina berbicara dengannya, dia mengabaikan kami. Itu terlihat seperti dia tidak merasa ingin berinteraksi dengan kami atas kemauannya sendiri. Pertanyaan pertama yang dia tanyakan padaku adalah sesuatu seperti: ‘Apakah kalian benar-benar berteman?’ ‘Tepatnya seberapa dekat kalian?’ ‘Apa pendapatmu tentang Onii-chan-ku?’ …Semua pertanyaannya tentangmu. Dan aku merasakan rasa kewaspadaan yang kuat.”
“…Benarkah.”
“Benar. Jadi Kyousuke… Lebih peduli-lah padanya, oke? Jangan khawatirkan kami. ‘Siapa yang paling kamu sukai?’ Dia menanyakan hal itu kepadamu selama praktik memasak, bukan? Mungkin kau memikirkan perasaan kami… Tapi sebaiknya kau menghentikan itu. Saat ini, kau hanya harus memikirkan perasaan gadis itu. Kau adalah satu-satunya orang yang dia miliki, namun kau memprioritaskan orang lain. Itu akan membuatnya sangat gelisah.”
“Eiri…”
“Tentu saja, nantinya aku ingin berteman dengannya dan menceritakan cerita yang kusembunyikan. Tapi menurutku itu terlalu dini sekarang. Pokoknya, untuk saat ini, kau harus menjadi ‘kakak laki-laki’ yang baik dan mendukungnya. Itulah yang aku ingin bicarakan denganmu.”
Mengatakan itu, Eiri mengibaskan rambutnya, menghindari kontak mata dan menggaruk wajahnya.
Sikapnya membuat Kyousuke cukup terkejut dan senang.
Eiri lebih perhatian pada Ayaka daripada yang dia bayangkan. Merasa tidak perlu terburu-buru, Kyousuke sangat berterima kasih.
Eiri juga peduli pada Ayaka dengan caranya sendiri.
Oleh karena itu, Kyousuke juga–
“…Kau benar. Aku harus mendukungnya dengan benar terlebih dahulu. Terima kasih, Eiri, karena begitu perhatian pada Ayaka.”
“Ya. Kau hanya perlu memikirkan gadis itu. Kami akan menemukan cara untuk menangani masalah kami sendiri. Dengan kata lain, umm… M-Manjakan aku sedikit, oke?”
Mengeluarkan kata-kata ini, Eiri tersipu.
Gelisah dengan jari di ujung rambut kuncir kudanya, ia cemberut. Meskipun kata-katanya blak-blakan, tindakannya sangat berbeda. Eiri berhasil menyampaikan pikirannya.
Melihat Eiri seperti ini, Kyousuke merasakan gelombang kegembiraan dan rasa syukur yang tak terkendali.
“Wow! Terima kasih, Eiri~~~~~~~~~!”
“Kyahhhhh!?”
Seolah-olah mencoba untuk menyebarkan perasaannya, Kyousuke mengusap kepala Eiri secara acak-acakan dengan kedua tangannya.
Eiri berseru kaget, menjadi kaku.
“K-K-K-K-K-Kau… Apa yang kau lakukan… A-A-A-A-A-Apa yang kau–”
“–Oh!? M-Maaf… Aku khilaf.”
Memulihkan akal sehatnya, Kyousuke menarik tangannya.
Rambutnya berantakan seperti sarang burung, Eiri bingung, mulutnya terbuka tutup.
“…K-Khilaf… Khi… laf…”
Bahunya bergetar hebat dan wajahnya langsung memerah.
Warna keterkejutan di matanya berangsur-angsur tergantikan oleh amarah.
“D-Dasar brengsek… Kendalikan leluconmu, oke!?”
“Guh!? Aku benar-benar minta maaf… Tapi kan, kau barusan menyuruhku memanjakanmu–”
“Maksudku bukan dalam artian fisik, idiot! Penggerayang! Cabul!”
Eiri memarahinya berulang kali dan dengan panik memperbaiki rambutnya.
Melangkah mundur dari Kyousuke, dia bergumam dengan berbisik:
“Aku hampir mengira jantungku akan berhenti… A-Aku belum mempersiapkan diri…”
“…Huh? Apa yang kau gumamkan?”
“Kubilang, matilah saja sana!”
“J-Jangan marah… Itu kesalahanku. Tapi aku sangat senang.”
“…Sigh. Simpan saja perasaan itu untuk adikmu, oke?”
Eiri menghela nafas, menatap Kyousuke dengan mata setengah tertutup.
Memperbaiki rambutnya dengan ekspresi tidak senang di wajahnya, dia mencoba untuk mengubah mood:
“TOH! Aku sudah mengatakan apa yang ingin aku katakan. Cepatlah kembali ke gadis itu. Dia pasti benar-benar sangat kesepian sekarang.”
“…Ya. Kau benar. Terima kasih sudah mau repot-repot memperingatkanku, Eiri.”
“Tak masalah.”
Eiri melambaikan tangannya dengan santai dan pergi. Seperti biasa, dia bersikap seolah tidak ada yang membuatnya khawatir.
Meski begitu, di detik terakhir, Kyousuke bisa melihat senyuman samar muncul di sisi wajahnya.
× × ×
“Kau cukup lama, Onii-chan. Bukankah itu nomor satu (BAK)?”
Ayaka dengan riang pergi untuk menyambut kakaknya yang telah kembali ke kelas.
Meskipun Maina tetap tinggal di kelas, Ayaka tampak seperti tidak berbicara sama sekali dengan Maina. Kyousuke telah melirik mereka sebelum masuk dan mereka berdua diam dengan kepala tertunduk.
Ayaka akan sangat diam ketika Kyousuke tidak ada, tidak memulai kontak apapun dengan orang lain–apa yang Eiri katakan barusan terlintas di benaknya. Sejak praktik memasak, hubungannya dengan Eiri dan Maina tidak mengalami kemajuan apa pun.
Meskipun ini sangat menyakitkan bagi Kyousuke, dia masih memilih untuk bertahan.
–Saat ini, dia harus fokus memperhatikan Ayaka dulu.
“Oh maaf. Entah kenapa, aku tiba-tiba mengalami diare.”
Karena berpisah dengan Eiri di WC perempuan, Kyousuke kembali ke kelas seorang diri.
Ayaka menatap Kyousuke saat dia mencoba membuat alasan.
“…A-Ada apa?”
“Mencurigakan.”
“Huh?”
“Kamu benar-benar pergi ke toilet?”
“T-Tentu saja.”
“Hmm~?”
Menatap kursi kosong di seberang meja, Ayaka berdiri.
Mendekatkan wajahnya ke Kyousuke, dia mulai mengendus.
“…Bau.”
“Eh!?”
Ayaka mengerutkan kening dan mulai mengendus seluruh tubuh Kyousuke.
Perut, dada, bahu, lengan… Hidungnya merayap ke sekujur tubuhnya, mengendus dengan seksama.
Dihadapkan dengan perilaku adiknya yang terlalu tiba-tiba dan aneh ini, Kyousuke merasa sangat terganggu.
“Ini… Apa yang kau lakukan–”
“…Dia lagi. Dungu-Bane-san lagi.”
“Huh?”
“Ada bau Dungu-Bane-san di tubuh Onii-chan!”
Saat mengendus tangan kanannya, Ayaka melihat ke atas dan menatap Kyousuke.
Di kegelapan matanya yang tampak jauh, api amarah berputar-putar.
“Apa yang terjadi dengan Dungu-Bane-san?”
“T-Tidak ada…”
“Pembohong.”
“Aku tidak berbohong!”
“Lalu tidak ada yang terjadi, katamu?”
“Tentu saja! Aku hanya pergi ke toilet–”
“PEMBOHOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOONG!”
Seketika, Ayaka berteriak histeris.
Terintimidasi oleh volume dan tenaga ini, seluruh kelas terdiam.
Sebelum Kyousuke menyadarinya, untaian kecil dari sesuatu melilit jari Ayaka.
–Rambut merah karat.
Ayaka menunjukkan “bukti” di depan Kyousuke yang kaku.
“Onii-chan. Benda ini tergantung di pundakmu, lho?”
Seperti anak kucing kecil yang patuh, dia tersenyum lembut.
Tapi matanya tidak tersenyum. Cahaya telah menghilang dari iris matanya.
“Ini rambut Dungu-Bane-san, kan? Kenapa ada sesuatu yang sangat kotor di tubuhmu, Onii-chan? Aneh sekali! Sesuatu pasti terjadi! Onii-chan!!!!!!”
Wajahnya yang tersenyum langsung menghasilkan raungan yang memekakkan telinga sambil menendang meja di depannya.
Dihadapkan dengan perilaku adik perempuannya yang secara emosional tidak stabil, Kyousuke mengerti sepenuhnya.
Ayaka meraih kerah Kyousuke yang tetap diam dengan kuat, menariknya ke hadapan Ayaka.
Kemarahannya juga berubah seketika, menghasilkan wajah yang hampir menangis.
“…Sangat jahat. Hei, kenapa kamu berbohong? Kenapa kamu menyembunyikan sesuatu dari Ayaka? Kenapa kamu tidak bicara? Sangat jahat, Onii-chan, sangat jahat… Ayaka jelas sangat mempercayai Onii-chan, tapi Onii-chan… hiks hiks hiks hiks hiks hiks hiks. Kenapa? Kenapa!? Kenapa kenapa kenapa kenapa kenapa Onii-chan harus–”
“…Apa maksudmu, kenapa?”
Saat Ayaka meledak dengan suara keras lagi, sumber keributan, Eiri, telah kembali.
Dia berdiri di dekat pintu, memeriksa suasana aneh di dalam kelas.
“——”
Gerakan Ayaka berhenti.
Dia melepaskan tangannya dari dada Kyousuke.
Perlahan, perlahan, Ayaka menoleh…
“Hei, kalian sekumpulan babi. Bel dimulainya kelas akan berbunyi, mengerti? Kembalilah ke tempat duduk kalian.”
Saat itu juga, dia melihat ke belakang, wali kelas muncul dari belakang Eiri. “…Oh.” Ayaka mengeluarkan suara, tangannya berhenti di tengah-tengah meraih mejanya.
Pensil mekanik muncul dari kotak pensil yang dia ambil.
“…Hmm?” Kurumiya mengerutkan kening.
“Ada apa, Kamiya kecil? Kau membuat wajah seperti arwah pendendam.”
“Tidak ada apa-apa! Tidak ada sama sekali, hanya pertengkaran kekasih.”
Meregangkan lengannya, Ayaka melambaikan tangannya dengan bercanda, bertingkah seperti adiknya yang biasa.
Eiri berkedip, sepertinya dia belum memahami situasinya.
“Hmm…” Kurumiya meletakkan dagu di tangannya.
“Masa bodo. Hei para babi, duduklah dengan benar untukku! Kita akan mengadakan kuis singkat di kelas ini. Topik yang dibahas akan seluas ujian akhir, jadi jawablah dengan hati-hati.”
Saat Kurumiya berdiri di depan podium, bel tanda dimulainya kelas berbunyi.
“…?”
Eiri memandangi kakak-adik itu dengan tatapan bertanya-tanya lalu kembali ke kursinya.
Sebagai tanggapan, Ayaka tersenyum sugestif.
Kyousuke menurunkan pandangannya dan tidak punya pilihan lain selain menundukkan kepalanya.
Hasil dari kuis singkat benar-benar tragis.
× × ×
“Dungu-Bane-san. Selama jeda singkat antar jam pelajaran, apa yang kau lakukan dengan Onii-chan?”
Segera setelah pelajaran berakhir, Ayaka langsung bangkit dan pergi ke kursi Eiri. Di tengah-tengah mencatat dengan seksama, tindakan yang langka untuknya, Eiri berhenti menulis dan menatap Ayaka yang tersenyum lembut.
Setelah hening sejenak, Eiri mengerutkan kening.
“…Kami saling bertukar sapa saat bahu kami saling bersenggolan di koridor, memangnya kenapa?”
Dia langsung lanjut menulis setelah menjawab itu.
Penanya–Braak! Sebuah tangan memukul penanya.
“Kau bohong, kan?”
“…Huh? Tentu saja aku tidak berbohong.”
Dihentikan di tengah-tengah kegiatannya, Eiri menunjukkan wajah yang sangat tidak menyenangkan.
Ayaka menunjukkan “bukti”-nya di depan mata Eiri. Di antara ibu jari dan jari telunjuk tangan kirinya ada sehelai rambut merah karat.
“Dungu-Bane-san, ini rambutmu kan? Ini berada di bahu Onii-chan.”
“……”
Eiri melirik Kyousuke.
“Oh? Benarkah? Kapan itu bisa ada di sana? Sungguh luar biasa.”
“Ya~ Sangat luar biasa~ Terlalu luar biasa…”
Melihat Eiri yang berniat untuk berpura-pura tidak tahu, dahi Ayaka berkedut.
Dia mengayunkan rambut di tangannya dan meningkatkan penekanan pada nada suaranya:
“Ini tidak ada di tubuh Onii-chan sebelum dia pergi ke kamar kecil! Jika kalian hanya bertukar sapa, kenapa ada rambut yang menggantung di tubuhnya? Seharusnya tidak ada di sana, kan!?”
“…Bukankah rambut itu ada di sana ketika bahu kami saling bersentuhan?”
“Oh, jadi yang terjadi seperti itu ya… Tidak mungkin! Dungu-Bane-san, apakah rambutmu rontok separah itu? Maka kau malah harus dipanggil Botak-Bane-san.”
“…Bagaimana jika memang begitu?”
“Tidak mungkin! Tolong berhenti mengubah topik pembicaraan!”
“Kaulah yang pertama memulainya…”
Eiri menggerutu kesal.
Meski begitu, Ayaka tetap menolak untuk menyerah.
Ayaka mencondongkan tubuh ke depan dan mendekatkan wajahnya, mempertanyakan:
“Dan juga, ada bau.”
“…Bau?”
“Ya. Dada Onii-chan memiliki baumu–”
Mengatakan itu, dia mengendus dengan hidungnya.
“Busuk!” ekspresi Ayaka memelintir.
“Bau ini sangat menyengat hingga seperti bau babi, tahu?”
“…Apa kau bilang?”
“Oh maaf, ini bukan seperti bau babi, tapi memang bau babi. Busuk busuk~!”
“………..Ck.”
Eiri mendecakkan lidahnya pada Ayaka yang memegangi hidungnya dan mengipasi dengan tangannya.
Kyousuke tidak tahan untuk hanya terus melihat dan berbicara untuk menegur Ayaka.
“Hei, kamu agak kelewatan! Jangan berlebihan seperti itu.”
“Hiks hiks… Onii-chan membela Dungu-Bane-san, tidak melindungi Ayaka?”
“…Uh. Y-Yah–”
Ditatap oleh mata sedih Ayaka, Kyousuke hanya bisa diam.
Kemudian Eiri menatapnya dengan teguran.
Mengingat apa yang Eiri katakan padanya selama istirahat, Kyousuke menggelengkan kepalanya.
“…Tidak, tentu saja aku berada di pihak Ayaka.”
“Onii-chan…”
Mendengar respon kuat Kyousuke, Ayaka menjadi tenang.
Ekspresi kesedihan sebelumnya langsung tumbuh menjadi senyuman.
“–Lalu kenapa kamu berbohong?”
“…Huh?”
“Berhenti berkata ‘huh?’, Oke!? Tidak ada yang terjadi antara Onii-chan dan Dungu-Bane-san, itu bohong kan? Onii-chan jelas berada di pihak Ayaka, tapi kenapa berbohong? Kenapa kamu menyembunyikan fakta bahwa kamu bersama Dungu-Bane-san? Itu sangat kontradiktif, tahu? Ayaka merasa sangat gelisah.”
Ayaka memarahi Kyousuke tanpa mengubah senyumnya.
Punggung Kyousuke berkeringat dingin.
“Ya-Yah… Umm–”
“Maaf mengganggu.”
Saat itu, suara yang familiar terdengar.
Kyousuke melihat ke depan kelas untuk melihat seorang gadis mengintip dari depan pintu.
Rambut berwarna madu dengan mata zamrud. Seorang gadis cantik yang terlihat secantik boneka barat.
“Syamaya-senpai? Kenapa kamu datang ke sini…?”
“Ufufu. Aku kebetulan sedang patroli di jam makan siang. Salam untuk kalian, semuanya.”
Syamaya mencondongkan setengah bagian tubuhnya melewati pintu dan melambai.
Sebuah ban lengan kuning bertuliskan “Komite Disiplin” dikenakan di lengannya. Terlepas dari kenyataan bahwa dia mengaku sedang berpatroli di sekolah, itu adalah pertama kalinya Kyousuke melihat Syamaya atau kakak kelas lainnya berada di gedung sekolah lama.
Kyousuke hanya bisa menyimpulkan bahwa Syamaya memiliki tujuan lain dalam pikirannya.
“…Dia muncul, si lacur itu.”
Menyadari kedatangan Syamaya, Ayaka berkomentar kesal.
Tapi senyum Syamaya tetap ada.
“Halo lagi, adik Kyousuke-sama. Aku ingat bahwa namamu adalah… Ayaka-san, benarkan?”
“Tolong jangan panggil nama Ayaka begitu saja. Telinga Ayaka akan membusuk.”
“Ya ampun, kamu masih kasar seperti biasanya… Oh baiklah, tidak masalah.”
Syamaya berdehem dan melihat sekeliling.
“Sepertinya Hikawa-san tidak ada di sini… Sempurna. Kalau begitu mari kita gunakan kesempatan ini untuk menyelesaikan masalah itu. Ufufufufu.”
Sambil tersenyum, cahaya misterius melintas di mata Syamaya.
Syamaya sangat menderita karena kelompok Kyousuke minggu lalu. Karena kesalahpahaman masih belum terselesaikan, dia mungkin percaya bahwa dia telah diperlakukan dengan kejam karena itu.
–Kyousuke tidak berpikir bahwa psikopat seperti Syamaya akan membiarkan yang telah berlalu begitu saja.
“Kyousuke-sama. Sejak apa yang terjadi terakhir kali, aku telah banyak berpikir, lho? Sejak aku mendengar kamu mengatakan kalau kamu tidak menyukaiku, aku selalu memikirkannya setiap malam… Aku sempat berpikir untuk bermain aman dan menyerah. Tapi kemudian aku masih tidak bisa menyerah… Aku telah membuat keputusan. Bahkan jika aku harus sedikit memaksa, aku harus menjadikan Kyousuke-sama milikku! Bahkan jika ini hanyalah angan-anganku, bahkan jika itu mungkin menyebabkan masalah bagimu, Kyousuke-sama… Aku masih ingin mendekatimu dengan caraku sendiri!”
Syamaya mengungkapkan perasaannya pada Kyousuke dan berjalan masuk dari balik pintu.
Dia memegang koper keras berwarna putih di tangannya, menyerupai bentuk persegi panjang yang digunakan untuk membawa alat musik. Pola metalik yang indah tercipta di permukaannya.
“… Ah.” Melihat koper tersebut, Ayaka berteriak.
“Sial–” Eiri juga menjadi pucat dan berteriak putus asa ke arah Kyousuke dan siswa lainnya.
“Itu pistol, lari!”
“ “ “……!?” ” ”
Mendengar teriakan Eiri, semua siswa membeku. Syamaya meletakkan koper keras itu di lantai dan bersiap membuka pengaitnya.
Menyadari bahaya, Kyousuke dengan cepat bertindak, mendorong meja ke samping dan menyerang ke arahnya.
“Uoooooooooooooooo!”
“Kyah, apa!?”
Saat hendak mengeluarkan senjatanya, Syamaya terlempar ke belakang dan dijepit di lantai.
Lengannya ditahan di belakang punggungnya, Syamaya meronta keras.
“Ahhhhhh, Kyousuke-sama… Ini terlalu kuat. Tolong jangan terlalu kasar! Bersikaplah lebih lembut di awal. Dan juga, aku tidak percaya kamu melakukannya… ditempat umum. Meskipun aku seorang masokis tertutup… Tapi melakukan ini begitu tiba-tiba, itu agak terlalu berlebihan bagiku. Kita masih belum berpegangan tangan! Tidak bisakah kita terhubung dengan cara yang berbeda dulu!?”
“Omong kosong apa yang kau bicarakan, orang yang akan menembakkan pistol!?”
“…Apa? Pistol? Apa yang kamu bicarakan, Kyousuke-sama?”
“…Karena, di dalam koper ini–”
Kyousuke melihat koper keras tersebut dengan tegang.
“Oh.” Syamaya mengerti.
“Tidak. Meskipun ini adalah koper untuk membawa senjata api, saat ini aku menggunakannya sebagai kotak makan siang. Karena aku tidak dapat menemukan wadah yang cocok, itulah sebabnya…”
Kyousuke melihat ke dalam kotak senjata api yang digunakan untuk mengisi masakan buatan sendiri, bukannya pistol.
Di dalamnya, separuh berisi berbagai macam sandwich sedangkan separuh lainnya berisi ayam goreng, telur goreng, bakso, dan sosis, dipisah rapi dengan sekat.
“……”
Suasana tegang menjadi rileks, memunculkan keheningan yang dingin.
Syamaya menggeliat canggung karena malu.
“U-Umm… Kyousuke-sama? Karena kesalahpahaman ini sudah selesai, bisakah kamu melepaskanku? Jika kamu terus mempertahankan kontak intim seperti ini, aku akan… mulai bertingkah aneh! Ha~ Ha~ Kyousuke-sama, lenganmu kasar sekali, rasanya mengenakkan~ …Ahhhhh. Ayo! Lupakan kotak bekalnya, nikmati Syamaya dulu–”
“Tidak, terima kasih.”
“…Ck.”
Kyousuke langsung melompat sementara Syamaya berdiri dengan kecewa.
Mengetahui bahwa itu hanya kesalahpahaman, teman sekelas mengomel dan kembali ke apa yang mereka lakukan. “Apa-apaan…” “Membuatku takut saja.” “Jangan membesar-besarkan masalah yang tidak ada!” “‘Itu pistol, lari!’ Apa-apaan itu, sheesh..” “Matilah sana!” “Itulah sebabnya mereka bilang kalau dada rata selalu membesar-besarkan segalanya…”
“Kusukusu,” ejek Ayaka.
“Dungu-Bane-san, sungguh memalukan. Kerja bagus kesalahpahaman.”
“D-Diam! Itu kesalahan gadis itu karena membuat bingung…”
“Kau malu~? Kusukusu. Ngomong-ngomong, berapa lama lagi kau akan menempel pada Ayaka!? Bau babi itu akan berpindah, lepaskan sekarang!”
Eiri telah memeluk Ayaka untuk melindunginya. “Kyah!?” Ayaka menjatuhkannya.
Maina menjulurkan kepalanya dari bawah meja, melihat sekeliling. “A-Ah …?”
“Ufufu. Aku minta maaf atas apa yang terjadi. Aku membuat bekal untuk kalian semua! Memakan makanan sisa sepanjang waktu tidak baik untuk kesehatan, lho? Meskipun ini mungkin terlalu berlebihan bagiku, aku melakukan ini untuk meningkatkan kesan Kyousuke tentangku–koreksi, untuk membuat semua orang bahagia, jadi aku menghabiskan sepanjang malam untuk mempersiapkan ini, oke?”
Syamaya mengambil koper tersebut dan menyerahkannya pada Kyousuke.
Dikemas penuh, dengan mudah melebihi porsi empat orang.
“Kamu membuat semua ini, Syamaya-senpai…?”
“Tentu saja! Aku cukup ahli dalam memasak. Penampilannya tidak perlu dikatakan lagi, tapi aku bisa menjamin rasanya juga. Bahan-bahannya dipilih dengan cermat dan dagingnya baru dicekik dan dipotong-potong semalam, sangat segar~”
“Bukan daging manusia, kuharap?”
“……Tentu saja tidak.”
“Apa-apaan jeda aneh itu!? Kalau dari Senpai, aku tidak bisa menganggap itu sebagai lelucon!”
“Ufufufufu. Jangan khawatir. Ini daging ayam, bukan daging manusia. Ini unggas buruan yang dipinjam dari kandang ayam di Taman Api Penyucian. Ayam-ayamnya sangat ganas, jadi butuh banyak usaha…”
“Itu pasti melanggar aturan. Kamu akan didisiplinkan kalau ketahuan…”
“Ya. Sebenarnya sudah ketahuan. Karena itulah aku dipanggil lebih awal dan diberitahu ‘Aku akan membuatmu bernasib sama seperti ayam-ayam itu.’ Penasihat Komite Disiplin, Miduchi-sensei, terkenal sebagai orang nomor satu di sekolah dalam hal kebaikan, tapi beliau juga sangat terkenal karena menjadi orang nomor satu yang menakutkan ketika beliau marah. Karena insiden yang menyengsarakan beberapa hari sebelumnya, aku dipukuli dengan parah selama tiga hari tiga malam, kehilangan kesadaran hampir seribu kali.”
–Itu terlalu menakutkan. Aku terkejut kau selamat.
Meski demikian, dia masih lanjut meneruskan masalah ini, yang berarti hal ini tidak dapat berakhir dengan baik.
Tidak peduli dengan peringatan penuh perhatian Kyousuke, Syamaya tersenyum “ufufu.”
“Kali ini aku mungkin akan terbunuh. Tapi aku tidak keberatan! Jika berhasil membuatmu bahagia, Kyousuke-sama, harapanku akan terpenuhi… Karena aku sangat mencintaimu, Kyousuke-sama! Demi cinta, dengan senang hati aku akan menyerahkan hidupku dalam kegembiraan. Syamaya telah memutuskan. Ayo, terimalah, tolong terimalah bekal yang aku siapkan secara pribadi, yang penuh dengan cinta, Kyousuke-sama! Dengan ini, Syamaya dapat meninggal, dengan tenang…”
Mata Syamaya bersinar terang saat menyerahkan koper itu.
Ini lebih berat dari yang dibayangkan. Kyousuke merasakannya dengan baik di lengannya dan di dalam hatinya. Berhati-hati agar tidak menjatuhkan koper tersebut, dia menerimanya dengan stabil.
“…T-Terima kasih banyak.”
“Akulah yang harusnya berterima kasih! Ah, dengan ini, akhirnya aku bisa menemui ajal tanpa khawatir… Selamat tinggal, Kyousuke-sama. Saat kita bertemu lagi, maukah kamu memeluk Syamaya dengan gairah yang membara? Hanya satu pelukan, Aku akan puas–”
Braaaak!
Sesaat berikutnya, koper itu terlempar.
Kotak bekal buatan tangan itu jatuh dari tangan Kyousuke, isinya berserakan kemana-mana.
“ “——” ”
Syamaya berhenti bergerak. Nafas Kyousuke berhenti.
Terlalu mendadak. Sampai-sampai mereka tidak tahu apa yang terjadi.
Kotak bekal secara tragis jatuh ke lantai, terbalik.
Sisa makanan dan sandwich ada di sekujur lantai.
Melihat ini, Syamaya dan Kyousuke membeku.
Lalu–
“Yang benar saja! Jangan tertipu, Onii-chan. Karena Lacur-senpai super keji, Putri Pembunuh yang benar-benar bejat. Kamu hampir terbunuh, apakah kamu sadar itu? Bagaimana jika itu diberi racun? Sigh… Hampir saja!”
Ayaka menghela nafas dan menyeka keringat dinginnya.
Dia telah menyerang dari samping, membuat koper keras tersebut terbang.
“Kamu, apa yang–”
“Bukankah Ayaka baru saja mengatakannya? Ayaka melindungi Onii-chan dari cengkeraman jahat Lacur-senpai. Onii-chan harus lebih waspada terhadap bahaya! Tidak peduli betapa cantiknya mereka… Jika kamu ceroboh, kamu akan terbunuh, oke? Mengerti!?”
Ayaka memelototi Kyousuke dengan marah.
“T-Tidak peduli apa, ini–”
“…Tidak… cun…”
“Apa?”
Syamaya mengeluarkan erangan dari bibirnya.
Saat Ayaka menoleh ke arah Syamaya, wajah Syamaya yang menunduk terangkat.
“Aku tidak memberi ini racun! Seperti yang aku bilang, aku hanya menambahkan satu bumbu khusus ke masakanku. Dan itu adalah cinta ●!”
…Tadi, bukankah ada kata yang sangat berbahaya setelah kata “cinta”?
“Hei!” Ayaka mendekati Syamaya.
“Tolong jangan tambahkan hal-hal aneh! Bukankah itu racun? Memakan makanan yang telah dinodai oleh cintamu, bahkan Onii-chan pun akan ternoda, bagaimana kau akan menebusnya!? Dasar lacur sialan!”
“L-Lacur sialan… Beraninya kau! Tidak hanya kau menyia-nyiakan makanan yang sudah aku siapkan dengan susah payah, kau juga sangat kurang ajar! Aku mentolerirmu berulang kali hanya karena kau adalah adik Kyousuke-sama, tapi kesabaran ada batasnya! Aku akan marah… Aku menuntut permintaan maaf darimu, Ayaka-san.”
“Ditolak. Senpai, Malahan kau-lah yang harus meminta maaf.”
“Apa!? Kenapa aku harus minta maaf!?”
“Kau mencoba meracuni Onii-chan, kan?”
“Pikiran seperti itu sama sekali tidak terlintas di benakku. Aku sama sekali tidak meracuni–”
“Kalau begitu silakan makan itu.”
“………..Huh?”
“Silakan makan sendiri, Senpai. Jika kau mau memakannya, Ayaka akan mengakui bahwa Senpai tidak menaruh racun di makananannya. Ayaka akan mengakui bahwa Senpai tidak mencoba menyakiti Onii-chan.”
Ayaka menunjuk ke kotak bekal yang terbalik di lantai, dengan senyum di wajahnya.
Syamaya menjadi tanpa ekspresi.
“…Kau memintaku untuk memakan makanan yang ada lantai?”
“Itu benar, itu benar. Meskipun dikotori oleh debu, dari awal makanan itu sudah dikotori oleh cinta Senpai, jadi semuanya sama saja. Atau kau takut memakannya karena kau meracuni makanan itu?”
“——”
Cahaya menghilang dari mata Syamaya.
Saat Ayaka mencemooh kusukusu, Syamaya melangkah maju.
“Aku mengerti.”
“………..Eh?”
“Jika sedikit penghinaan ini akan memulihkan namaku yang tercemar, aku akan dengan senang hati menerimanya! Dibandingkan dengan cintaku pada Kyousuke-sama, harga diri dan martabatku bukanlah apa-apa.”
Syamaya berlutut tanpa ragu, menutupi lututnya dengan ujung roknya. Mengusap rambut berwarna madu ke belakang telinganya, dia mengambil sepotong ayam goreng di depannya.
Sementara Ayaka menyaksikan dengan terkejut, Syamaya menepuk debu itu dengan ringan.
“Baiklah, aku akan–”
“Aku akan memakannya.”
–Whuuush.
Ayam goreng direbut dari atas.
“ “Ah!?” ” Suara Syamaya dan Ayaka tumpang tindih.
Tatapan mereka mengarah pada orang yang merebut potongan ayam itu dan memakannya…
“Wow, ini enak.”
“…………Kyousuke…-sama?”
Syamaya benar-benar membeku.
Selesai makan, Kyousuke tersenyum
“Masakan Senpai benar-benar enak. Rasanya sangat enak meski sudah dingin, luar biasa. Terima kasih untuk makanannya!”
“K-Kyousuke-sama… Bukankah kau tidak menyukaiku?”
“Aku sebenarnya tidak membencimu. Meskipun itu yang ingin aku bilang. Aku disela pada saat yang buruk, menyebabkan kesalahpahaman. Aku sangat menyesal. Dan juga mengenai adikku–”
“Jangan biarkan itu membebani pikiranmu. Kamu tidak perlu meminta maaf.”
Menyela permintaan maaf Kyousuke, Syamaya berdiri.
“Kyousuke-sama, kamu bilang masakanku ‘enak’… Kamu bilang kalau kamu ‘tidak membenciku’, aku sudah sangat puas dengan itu. Ufufu.”
Menempatkan tangannya di dada, Syamaya tersenyum bahagia.
Ini adalah wajah seorang gadis yang sedang jatuh cinta, benar-benar gagal untuk memenuhi imej dari julukan Putri Pembunuh.
“Syamaya-senpai…”
Kyousuke menyaksikannya secara tidak sengaja.
“_____”
Setelah Kyousuke memakan potongan ayam goreng itu, Ayaka terus menundukkan kepalanya. Emosi yang intens di dalam hatinya akan meledak kapan saja, terasa seperti mendidih, namun…
Dalam keadaan seperti itu, Kyousuke benar-benar merasa bahwa dia tidak bisa berdiri di pihak Ayaka.
× × ×
Syamaya telah pergi setelah mengambil kembali koper keras karena “ruang hukuman memanggilku.”
Setelah membersihkan makanan di lantai, Kyousuke menoleh ke Ayaka lagi.
Akhirnya, Ayaka tetap diam saja sampai Syamaya keluar dari kelas.
“…Hei, Ayaka.”
Kyousuke membuat keputusan dan berbicara kepada Ayaka yang tidak bergerak dengan kepala tertunduk.
Sebanyak apapun Kyousuke mencoba untuk mengendalikan dirinya, dia tetap tidak bisa menghindari menggunakan nada suara yang kasar.
“Apa pun situasinya, kau bertindak terlalu kelewatan dalam kata-kata dan tindakanmu. Mungkin kamu merasa tidak percaya dan jijik padanya karena dia seorang pembunuh, tapi setidaknya… Kau tidak boleh berbicara seperti itu. Siapapun akan marah jika mereka dihina seperti itu. Siapapun akan merasa sakit hati ketika orang lain melakukan sesuatu yang sangat kejam. Bahkan pembunuh juga manusia, sama seperti kita. Apa kau mengerti, Ayaka?”
“——”
Tidak memberikan respon bahkan ketika ditanyai pertanyaan, Kyousuke menjadi semakin marah.
Menempatkan kedua tangan di bahu Ayaka, dia berbicara dengan nada suara yang kuat.
“Bukan hanya Syamaya-senpai… Ini sama dengan caramu memperlakukan Eiri dan Maina. Aku tahu kau merasa sangat gelisah, tiba-tiba terlempar ke tempat seperti ini. Aku juga tahu kau tidak bisa dengan mudah mempercayai orang yang pernah membunuh sebelumnya. Aku juga tahu kau tidak bisa mentolerir orang lain yang menggangguku. Tapi Ayaka, membuat ulah yang tidak perlu hanya akan membuat kesal orang-orang di sekitarmu… Kau akhirnya akan membuat semua orang tidak mau mendekatimu, tahu? Seperti bagaimana aku dulu–”
“…tahu… apa-apa…”
“Huh?”
“Onii-chan, kau tidak tahu apa-apa!”
Menepis tangan Kyousuke, Ayaka berteriak dengan nyaring.
Memelototi Kyousuke yang mundur, dia berteriak histeris.
“Alasan Ayaka untuk merasa tidak tenang, alasan Ayaka tersinggung dengan melihat orang-orang itu, alasan Ayaka untuk marah, Onii-chan tidak tahu apa-apa! Bahkan tidak sedikitpun!!!”
Rambut twintailnya meloncat secara sembarangan.
Dia tampak seperti anak keras kepala, yang tidak mau mendengarkan apapun.
Mungkin Kyousuke tidak bisa mengerti.
Meski dulu selalu hidup bersama.
“Aku tidak tahu, Ayaka! Kenapa kamu marah, aku tidak tahu sama sekali! Tidak bisakah kamu memberitahuku dengan jelas? Jika kamu mengatakannya, aku juga bisa–”
“Bagaimana mungkin Ayaka bisa mengatakannya!”
Ayaka menatap Kyousuke dengan kecewa.
“…Lupakan saja.”
Merajuk, dia tiba-tiba memalingkan wajahnya.
Kyousuke merasa darah mengalir cepat ke otaknya.
“Apa maksudmu, lupakan saja!? Jika kau ingin mengatakannya, katakan saja.”
“Tidak.”
“…Katakan.”
“Tidak!”
“Aku menyuruhmu untuk mengatakannya!”
“Tidak berarti tidak!”
“Aku menyuruhmu untuk mengatakannya, apa kau tidak mengerti!?”
“Tidak, tidak, tidak!!!”
Ayaka menolak dengan suara keras sementara Kyousuke menanyainya dengan keras kepala.
Saat keduanya saling melotot, pihak ketiga turun tangan.
“Suara kalian berdua terlalu keras.”
“ “….…” ”
Menahan tatapan mereka, Eiri berkata dengan tenang:
“Bagaimana kalau kalian pindah tempat? Bertengkar di tempat seperti ini hanya akan menimbulkan masalah dan itu sangat mencolok. Pergilah saja setelah membersihkan makanan di lantai, oke? Gunakan waktu ini untuk berjalan-jalan dan menenangkan diri–”
“Siapa yang menyuruhmu untuk mengganggu!? DUNGU-BANE-SAN!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!”
Seketika, Ayaka menabrak Eiri dengan kuat, menerbangkannya.
“Kyah!”
Eiri kehilangan keseimbangan dan terjatuh.
Saat dia jatuh, sebuah meja tersangkut dan terguling, buku pelajaran dan buku catatan berserakan di seluruh lantai.
Karena itu terjadi terlalu tiba-tiba, pikiran Kyousuke berhenti selama beberapa detik.
“Sungguh kekuatan yang gila… Seperti yang diharapkan dari adik Kyousuke.”
“Eiri! Kamu baik-baik saja!?”
“…Aku baik-baik saja. Hanya sedikit terkejut.”
Menanggapi Kyousuke yang telah bergegas ke arahnya, Eiri mengangkat tubuh bagian atasnya.
Saat menopang tubuh Eiri, Kyousuke menatap ke arah Ayaka.
“Hei Ayaka… Kau tahu ada hal yang boleh dan tidak boleh kau lakukan, kan?”
“Ayaka-lah yang seharusnya mengatakan itu pada Onii-chan. Onii-chan melindungi Dungu-Bane-san lagi! Apa Onii-chan sangat mencintai Dungu-Bane-san? Sungguh selera yang buruk… Dada rata, otak bodoh, masakan menjijikkan. Kau bisa tahu kalau dia jelas-jelas babi tidak berguna hanya dari satu pandangan saja. Apanya yang bagus dari perempuan jalang ini–”
“Ayaka!”
“…………!?”
Kyousuke berteriak dengan marah. Ayaka tersentak dan menatapnya dengan bingung, berkata “O-Onii-chan?”
Kyousuke merasa bersalah, melihat ke dalam mata Ayaka yang bergetar, tapi dia memutuskan kalau dia tidak boleh bersikap lunak pada Ayaka saat ini. Oleh karena itu, dia membiarkan amarahnya mengambil alih, menjadi kesal.
“Ini bukan tentang membela orang ini atau orang itu, oke!? Aku marah padamu karena melakukan hal-hal mengerikan seperti itu.”
“……”
“Minta Maaf.”
“……….…”
“Hanya satu kalimat. Minta maaflah pada Eiri, Ayaka.”
“…………”
“Minta Maaf!”
Saat Kyousuke teriak dengan marah lagi, Ayaka menjerit “kyah!?”, matanya menjadi basah.
Dengan mata terbuka lebar hingga ekstrim, air mata mengalir deras.
Kyousuke menahan rasa sakit di hatinya dan melihat ke arah Ayaka.
Ayaka menurunkan wajahnya untuk bersembunyi. Menyeka air matanya, dia terisak:
“O-Onii-chan …”
Dia memanggil Kyousuke tapi Kyousuke tidak merespon.
“Onii-chan~~~~~~~ …Hiks hiks.”
Dia terisak-isak, mencoba meminta bantuan. Namun, Kyousuke sedang bertarung dalam pertarungannya sendiri melawan keinginannya untuk memaafkan Ayaka, ingin memeluknya, sementara Kyousuke menatapnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
“Hiks hiks hiks hiks hiks hiks hiks hiks hiks hiks hiks hiks hiks hiks hiks hiks…”
Ayaka meringkuk dan menangis merengek.
Tangisan pedihnya perlahan-lahan mereda di hati Kyousuke.
“_____”
Lalu tiba-tiba berhenti.
Yang menggantikannya adalah suara yang hampir tak terdengar.
“………..Bukan.”
“Huh?”
“Bukan… bukan bukan bukan bukan bukan bukan bukan bukan bukan bukan bukan bukan bukan bukan bukan bukan bukan bukan bukan bukan, bukan!”
Sambil memegangi kepalanya, Ayaka menggelengkan kepalanya seperti orang gila.
Matanya kehilangan fokus seolah-olah dia tidak lagi menyadari di mana dia berada.
“Onii-chan tidak akan mengatakan hal semacam ini… Onii-chan yang Ayaka kenal tidak akan melakukan sesuatu yang begitu kejam kepada Ayaka! Seharusnya… Onii-chan akan selalu melindungi Ayaka, membela Ayaka, membantu Ayaka, peduli pada Ayaka, mencintai Ayaka, tapi ini… Ini terlalu aneh! Benar-benar, benar-benar ada masalah! Tidak… Ini bukan Onii-chan… Ini bukanlah Onii-chan… yang Ayaka kenal.”
“…Huh? Apa yang kau bicarakan–”
“Jangan sentuh Ayaka!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!”
Ayaka menepis tangan Kyousuke yang telah terulur ke arahnya, menggeram.
Mundur dari Kyousuke dalam sekejap, Ayaka menatap tajam padanya.
“…Aya… ka?”
Api yang membara di mata gelap itu terdiri dari rasa permusuhan yang terang-terangan.
Kyousuke sangat terkejut melihat adiknya tercinta, menunjukkan emosi seperti itu padanya.
–Jangan sentuh Ayaka.
Kata-kata Ayaka menusuk dadanya, membuat Kyousuke tidak bisa bernafas, pikirannya menjadi kosong.
“……~~~~~~”
Pandangan Ayaka menghindari Kyousuke yang tertegun saat dia tiba-tiba berlari keluar.
Tunggu.
Meski sekuat apa pun keinginan Kyousuke untuk mencoba memanggilnya, kata-kata itu tertahan di tenggorokannya, tidak bisa keluar. Ayaka langsung melewati samping Kyousuke, lewat di depan Eiri, meninggalkan Maina di dalam kelas.
“Astaga semuanya! Apa lagi yang kalian tunggu sebelum datang ke kantin–Kyah!?”
Mendorong gadis bertopeng yang muncul di balik pintu geser, Ayaka berlari keluar.
Suara ketukan langkah kakinya semakin menjauh.
“Owwwwww… Apa-apaan itu? Akan berbahaya jika aku tidak memiliki bantal yang dikenal sebagai payudara! Bukankah guru menyuruhmu untuk tidak berlari di lorong!? Sheesh… Ini, oya? Kenapa kau duduk di tempat seperti itu, Eiri? Celana dalammu terlihat lho? Sampah yang berserakan di seluruh lantai… Huh? Mana Ayaka-chan?”
Hanya Renko, yang tidak tahu tentang situasinya, memiringkan kepalanya dengan bingung.
Tiga puluh menit telah berlalu sejak istirahat makan siang dimulai.
Post a Comment