[LN] Psycho Love Comedy Volume 3 Chapter 2 Bahasa Indonesia

 

Pertanyaan 2 – Sang Pembunuh dengan satu Wanita di Masing-masing Lengannya / “The Silence Is Suicide?”

 

Hikawa Renko

T: Apa target peringkatmu untuk ujian akhir?

J: Tidak ada target! Tapi aku akan melakukan yang terbaik. Meski maksudku melakukan yang terbaik dalam hal membuat pendekatan pada Kyousuke.

T: Mata pelajaran yang paling dan tidak paling dikuasai?

J: Mata pelajaran yang dikuasai adalah Pendidikan Jasmani dan Kesehatan sedangkan mata pelajaran terburuk adalah olahraga. Topeng menghalangi sementara payudaraku berat…

T: Apa yang akan kau lakukan jika kau diberikan pembebasan bersyarat?

J: Pergi bersama Kyousuke ke tempat semacam ini dan itu, serta~tempat semacam itu, untuk melakukan ini dan itu dan juga itu~…

T: Harap kerahkan semangatmu dan buat pernyataan ujianmu!

J: Selama aku mencobanya, semua tantangan akan langsung teratasi. Pembebasan bersyarat akan menjadi milikku! Hidup Kyousuke juga akan menjadi milikku!!

 

 


“Hei Onii-chan, kenapa semua siswa kelas satu dipaksa masuk ke tempat seperti ini?”

Sinar mentari sore yang mengalir masuk melalui jendela menebarkan bayangan kotak-kotak.

Berjalan di sepanjang koridor di lantai pertama gedung sekolah tua yang hancur, dimana seluruh dindingnya ditutupi oleh grafiti, Ayaka mengajukan pertanyaan ini.

Sekolah Rehabilitasi Purgatorium terdiri dari gedung sekolah lama dua lantai dan dua gedung sekolah baru empat lantai. Ada total tiga gedung sekolah tapi siswa kelas satu hanya diizinkan untuk menggunakan gedung sekolah lama yang sudah usang.

Bangunan sekolah baru milik wilayah siswa senior. Kyousuke hampir tidak pernah berkunjung kesana.

“Hmm? Oh, yah–”

“Itu seperti apel di dasar tong.”

TL Note: Idiom untuk mengatakan ‘lokasi orang atau benda dengan kualitas yang sangat rendah’.

Saat Kyousuke hendak menjawab, Renko dengan bangga menjelaskan:

“Itu karena siswa kelas satu berbeda dari angkatan lain dan belum memperbaiki perilaku mereka. Didikan mereka buruk. Apel busuk tidak boleh ditempatkan di satu tempat dengan apel biasa, jadi ini hanya bagian dari tindakan karantina untuk mencegah kebusukan menyebar, Ayaka-chan.”

“…Pertanyaan Ayaka tadi untuk Onii-chan, oke?”

Senyum Ayaka menghilang dan dia melotot dingin.

“Jangan begitu dingin padaku~ Aku minta maaf atas sikapku sebelumnya~ Itu hanya kesalahpahaman kecil, jadi mari kita akrab dengan penuh kasih, Ayaka-chwa~n!”

“Ahhh, aku tidak tahan ini, tolong berhenti menempel pada Ayaka, sulit bagi Ayaka untuk berjalan!”

“Ya ampun,” kata Renko sambil melepaskannya.

“Sepertinya aku tidak disukai… Shuko.”

“Kesan pertamamu terlalu buruk. Oh yah, tebus saja kesalahanmu dengan perlahan seiring waktu.”

“…………Muu.”

Ayaka cemberut pada Kyousuke saat dia menghibur Renko.

Menggunakan waktu luang sepulang sekolah, Kyousuke dan yang lainnya menunjukkan Ayaka berbagai bagian sekolah. Meskipun Kyousuke baik-baik saja melakukannya sendiri, dia memutuskan itu akan menjadi kesempatan yang baik dan membawa serta Renko juga. Ayaka sepertinya tidak senang dengan hal ini.

“Benar-benar ingin jalan-jalan hanya dengan Onii-chan saja…”

Menggerutu, Ayaka terlihat sangat lesu.

“Ada apa dengan penampilanmu ini? Lelucon baru? Apa kau menunggu Ayaka untuk mengejekmu?”

“Ah, kau akhirnya mengejekku! Itu benar, itu benar. Inilah yang aku repot-repot pinjam dari Kurumiya-san dengan tujuan untuk berbaikan denganmu. Apa kau menyukainya?”

Objek yang ditunjuk Renko di atas kepalanya bukanlah topeng gas tapi kepala kuda yang sangat realistis.

Ini adalah benda yang dikenakan Ayaka pagi ini. Bulu berkilau dan surai halus. Kedua matanya, menghadap ke arah yang berbeda, terasa cukup menyeramkan. Ayaka semakin cemberut.

“Ayaka tidak suka kepala kuda. Itu bukan seperti Ayaka yang ingin memakainya!”

“Uwah!? S-Sial!”

Dengan gesit, Ayaka meraih kepala Renko.

Renko mencoba bertahan tapi terlambat. Kepala kudanya dilepas.

“Kusukusu, sayang sekali. Sekarang, Ayaka bisa melihat wajah aslimu–”

Berhasil menyergap dari belakang, Ayaka tersenyum dan berputar ke depan Renko.

“……Tidak bisa melihatnya.”

Dia menundukkan kepalanya karena kecewa. Seperti biasa, wajah Renko masih ditutupi oleh topeng gas hitam pekat.

Menutupi wajahnya dengan sok, Renko tertawa “foosh”.

“Ya~, sayang sekali! Kepala kudanya dipakai menutupi topeng~Kau telah dipermainkan~Kau telah dipermainkan~, lho? Kau bertindak seperti yang aku prediksikan, lho~?”

“………~~~~~~~~~~~~~~~~~!”

Wajah memerah, Ayaka menatap, sementara Renko dengan penuh kemenangan menyanyikan nada “Adukan Guru”.

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Kyousuke memukul kepala Renko.

“Aduh! Kyousuke, jangan memukul orang secara sembarangan!”

“Kau jadi aneh. Berhenti mengganggu Ayaka.”

“…Siscon.”

“Apa itu?”

Melihat Kyousuke mengangkat tinjunya yang terkepal, Renko berkata “kyah!?” dan menutupi kepalanya.

Ayaka mencibir “kusukusu” dan bersembunyi di balik punggung Kyousuke.

“Sayang sekali! Onii-chan ada di pihak Ayaka. –Benarkan, Onii-chan?”

“Ya, itu sudah jelas. Seorang kakak akan selalu berada di pihak adiknya.”

“Ehehe. Onii-chan, Ayaka mencintaimu. Sangat mencintaimu!”

Ayaka membuang kepala kuda itu dan memeluk Kyousuke. Melihat Ayaka menggosok wajahnya ke dada Kyousuke lagi seperti sebelumnya, Renko berseru:

“Foosh. Ayaka-chan benar-benar mencintai Kyousuke, aku mengerti.”

“…………Hmm?”

Mungkin terkejut dengan reaksi Renko, Ayaka mendongak dari dada Kyousuke dan menatap serius pada Renko. Kemudian dia melanjutkan apa yang dia lakukan.

“Tentu saja! ‘Benar-benar mencintai’ tidak cukup, Ayaka benar-benar sangat sangat sangat sangat mencintai Onii-chan! Ayaka hanya membutuhkan Onii-chan… Ayaka tidak butuh yang lain. Selama Onii-chan tetap berada di sisi Ayaka, Ayaka akan puas. Itu saja.”

“………..Ayaka.”

Memeluk Kyousuke, Ayaka bergumam pelan seperti membaca mantra.

Melihat adiknya begitu tegas, Kyousuke merasa gelisah.

“Ya, aku mengerti. Aku mengerti bagaimana perasaanmu dengan sangat baik! Sepertimu, aku juga benar-benar sangat sangat sangat~~~~~~~~~mencintai Kyousuke! Foosh.”

Renko mengumumkan perasaannya secara kompetitif.

“…Apa?” tanya Ayaka dengan tenang, memisahkan dirinya dari Kyousuke dan menatap ke arah topeng gas.

“Kau mencintainya seperti Ayaka mencintainya? Apa yang kau bicarakan? Jangan samakan cinta Ayaka pada Onii-chan dengan cintamu yang dangkal itu.”

“Cintaku sama sekali tidak dangkal! Cintaku sangat brutal. Berat dan intens. Jika kau menyamakan cintaku dengan cinta emosional yang ringan dan dangkal seperti itu, aku akan merasa sangat terganggu. Ini seperti perbedaan antara genre death metal dan pop . Cintaku bisa meledakkan otak dan gendang telinga, lho?”

Mengingat itu dikatakan oleh Renko, Kyousuke hanya dapat menafsirkannya sebagai meledakkan otak dalam artian fisik, pikiran yang sangat menakutkan. Kyousuke tidak ingin dibunuh dengan beban yang sangat berat, berubah menjadi serpihan dengan tekanan super kuat…

Tapi tidak menyadari identitas asli Renko, Ayaka tidak merasa takut.

“Heh, begitukah? Luar biasa~ Ayaka tidak mendengarkan musik death metal, jenis musik itu hanya kebisingan… Rasanya tidak enak di otak, tapi itu cocok untukmu, kan? Ayaka lebih suka musik pop yang bagus dan ramah.”

Ayaka mulai tidak menghormati death metal. Begitu dia selesai berbicara, suara Renko menjadi kasar.

“Hanya kebisingan!? Kau bilang itu ‘hanya’kebisingan!? Shuko… Ayaka-chan, sepertinya kau tidak tahu apa-apa. Sudah jelas untuk instrumen, tapi sebenarnya ada banyak variasi suara kematian yang terdengar seperti suara bising bagi pemula–”

Kemudian Renko mulai menjelaskan dengan semangat.

Tentang geraman dan serak, sesuatu tentang jeritan dan teriakan, sesuatu tentang selokan dan tenggelam, sesuatu tentang menghirup dan membuang napas. Setelah mendengarkan ceramahnya, banyak ocehan yang tidak bisa dimengerti, Ayaka berkata:

“Apa yang kau bicarakan? Ayaka sama sekali tidak mengerti.”

–Itu saja yang dia katakan.

“Apa-apaan itu!!!!!!!!?” teriak Renko menggunakan suara kematian.

Dia menerbangkan Ayaka mundur seperti sedang melakukan moshing. “Apa yang kau lakukan pada Ayaka!?” Kyousuke memberikan headbutt kepada Renko seolah-olah melakukan headbanging dalam pertunjukan rock. Renko berkata “Kyah!?” dan jatuh ke tanah.

Kyousuke membantu Ayaka berdiri dan melihat ke samping pada Renko.

“…Ini menjadi di luar kendali. Apa kau serius mencoba berteman dengannya?”

“Hiks hiks… Orang ini pasti tidak ingin bergaul dengan Ayaka! Dia sebenarnya berpura-pura menjadi teman tapi mencoba membunuh Ayaka. Ada senyuman kejam di balik topeng itu!”

“Ayaka-chan-lah orang yang tidak ingin bergaul… Oh yah, terserahlah.”

Renko menepuk debu dari tubuhnya sambil bergumam. Berdiam di pintu masuk gedung tidak membantu sama sekali, jadi Kyousuke memutuskan untuk terus mengajak Ayaka berkeliling.

Setelah berganti sepatu luar ruangan dari sepatu dalam ruangan mereka, mereka bersiap untuk pergi keluar.

Mengunjungi halaman sekolah yang tidak terlalu besar, gedung sekolah dan aula pelatihan seni bela diri, taman alam kecil yang disebut Taman Api Penyucian, dia menjelaskan itu secara berurutan. Selama waktu ini, berbicara tentang Renko dan Ayaka–

“Hei, hei. Ayaka-chan. Adakah olahraga yang kau kuasai?”

“Baik dalam segala hal selama itu olahraga individu. Tapi tidak bagus dalam olahraga tim. Seperti permainan bola dan sebagainya.”

“Oh, aku juga tidak pandai dalam permainan bola. Kau lihat, payudara ini sangat berat sehingga seperti membawa bola.”

“…Ha. Terlalu besar juga menjijikkan untuk dilihat. Benar kan, Onii-chan?”

“T-Tentu…”

“Begitu lagi~ Tidak jujur, kan? Meskipun telah bermain dengan bola milikku ini sepanjang waktu.”

“Hei, tunggu sebentar. Jangan mengarang-ngarang cerita, oke!? Tatapan Ayaka menyakitiku! Cahaya telah menghilang dari selaput pelangi (iris)-nya… Permisi, Ayaka-san? Kenapa kau mengangkat pemukul–”

“Onii-chan… Brengsek!!!!!”

“Gah!”

“Dead ball Kyousuke!”

“Ada berbagai jenis hewan yang dipelihara di Taman Api Penyucian. Seperti ayam, kelinci, dll–”

“Juga jenis ular semacam ini?”

“Uhyaaaaah!? U-U-U-Umm, ular itu… Eeeeeeeeek!?”

“Kusukusu. Kenapa kau begitu takut? Warna pink sangat lucu… Oh, kau tidak bermaksud mengatakan kepadaku bahwa kau takut pada makhluk kecil ini? Kemari, kemari, kemari~”

“Eeek!? T-Tidak… Jangan! Ular itu punya racun berbahaya!”

“Oh maaf, tanganku terpeleset.”

–Pluk.

“Uwahhhhhhhhhhhhh! I-Ia menggigitku!!!”

“Renko! Tahanlah sebentar, aku akan segera mencari Busujima-sensei untuk mengambil penawarnya–”

“Onii-chan, jangan terlalu panik. Ayaka pikir akan lebih cepat kalau menyedot racunnya, kan?”

“Ehhhhh!? Tidak, jangan… J-Jangan menghisapnya!!!”

Selama berkeliling, ada banyak keributan.

Pada akhirnya, Kyousuke dan Renko semuanya penuh luka, benar-benar kelelahan. Setelah pergi menuju UKS untuk mengobati luka-lukanya, mereka pingsan karena kelelahan di ranjang UKS.

Di antara mereka, hanya Ayaka yang tetap semangat dan energik.

“Hei Onii-chan. Bisakah kita pergi mengunjungi gedung sekolah baru?”

Ayaka bertanya dengan rasa ingin tahu, sambil melihat peta di buku pegangan siswa.

“…Hmm.” Kyousuke duduk.

“Tidak, meskipun tidak ada aturan eksplisit yang mengatakan kau tidak boleh kesana, tapi ada pertentangan yang sangat kuat, tahu? Bahkan jika siswa kelas satu seperti kita pergi kesana, mereka hanya akan memperlakukan kita dengan dingin. Lupakan saja.”

“Eh.”

Ayaka cemberut.

“Ayo pergi jika tidak dilarang dengan jelas!” Dia menggoyang-goyangkan bahu Kyousuke.

Kemudian melihat adegan ini, Renko juga bangun.

‘Ya ya, ayo pergi!’

Dia mulai menggoyang-goyangkan bahu Kyousuke yang lain.

Renko mungkin mencoba untuk mendapatkan kesan baik dari Ayaka dengan menyetujuinya.

“Haah, oke oke… aku menyerah, aku mengerti.”

Tanpa peluang untuk menang satu lawan dua, Kyousuke menyerah.

“Hore!” sorak Ayaka, sementara Renko mengangkat kedua tangan.

“Hore, Ayaka-chan, eh–”

“Kalau begitu ayo pergi, Onii-chan?”

“…Shuko.”

Mencoba mengubah gerakan banzai-nya dengan kedua lengan diangkat menjadi double high-five tapi diabaikan oleh Ayaka secara spektakuler, Renko mengalami depresi. Bingung, lengan kanannya menjuntai tanpa daya saat dia mengikuti Kyousuke dan Ayaka.

“Oh. Tunggu aku, Ayaka-chan! Jangan lupakan aku~”

“…Oh maaf. Ngomong-ngomong, siapa namamu?”

“Eh!? Aku Hikawa Renko! Sekarang setelah kupikir-pikir, kau belum pernah mengucapkan namaku sekalipun!”

“Tidak meski sekali, Ayaka tidak akan pernah mengucapkan namamu.”

“Itu sangat jahat! Sangat jahat, Ayaka-chan… Hiks.”

“Tolong jangan mengucapkan kata ‘hiks’ dengan mulutmu. Kau pasti tidak menangis, kan?”

Sepertinya jalan kedua gadis ini untuk bisa akur masih panjang.

× × ×


“Wow… Sungguh gedung sekolah yang indah! Sangat berbeda dengan yang digunakan siswa kelas satu.”

Berdiri di depan bangunan putih berkilau di atas bukit, Ayaka mengungkapkan kekagumannya.

Dibangun agak jauh dari gedung sekolah lama, gedung baru itu memancarkan suasana baru nan megah. Jalan setapak dengan deretan pohon dan petak bunga terawat dengan baik sementara jalanannya bersih.

Dibandingkan dengan gedung sekolah tua bobrok yang seperti diterlantarkan, bahkan perbedaan suasana pun terlihat jelas.

Berdiri di pintu masuk alun-alun, Kyousuke melihat sekeliling.

“…Oke, ayo cepat dan–”

“Ayo masuk.”

Saat dia hendak berbalik dan mundur, sebuah suara menariknya kembali. Kyousuke dengan panik menghentikan Ayaka yang akan berjalan menuju pintu masuk.

“Tunggu, kau terbalik!? Kita akan kembali, bukan masuk.”

“…Kenapa?”

“Meski kau tanya kenapa…”

Dengan pertanyaan yang dilemparkan kembali padanya, Kyousuke secara diam menoleh untuk memeriksa sekeliling.

Meskipun sepulang sekolah, masih banyak siswa yang keluyuran. Tanpa kecuali, pandangan mereka diarahkan ke kelompok Kyousuke. Tidak, lebih tepatnya, itu–

“Foosh. Sekarang kita sudah di sini, mari kita masuk untuk melihat-lihat. Jangan khawatir, jika kita masuk secara terang-terangan seperti itu bukanlah masalah besar, tidak ada yang akan tahu bahwa kita siswa kelas satu. Busungkanlah dadamu!”

Melakukan apa yang dia sarankan, Renko membusungkan dadanya, menyebabkan dada yang menggairahkan itu bergetar dan memantul secara elastis.

Hampir semua siswa senior menatap wajah dan dadanya saat mereka lewat.

“Hei, ada seorang gadis dengan masker gas di sana, tahu?” “Nymphomaniac?” “Kuharap bukan teroris yang menggunakan gas beracun?” “Seseorang harus memanggil Komite Disiplin.” “Ngomong-ngomong, dadanya terlalu besar!?” “Berapa ukuran cup-nya?” “Apakah ada yang pernah melihat dada dan topeng itu sebelumnya?” “Nggak.” “Dada itu tak terlupakan!” “…Dengan kata lain, orang-orang itu adalah siswa kelas satu?” “Mungkin kelas satu.” “Ya, pasti kelas satu.”

Itu dan percakapan lainnya bisa didengar dari kakak kelas.

Dilengkapi dengan masker gas dan dada raksasa, hawa kehadiran Renko yang mencolok masih berfungsi bahkan di gedung sekolah baru, menarik tatapan tanpa henti, benar-benar memperlihatkan fakta bahwa kelompok Kyousuke adalah murid kelas satu.

Memasuki gedung sekolah baru dalam keadaan seperti itu, Kyousuke tidak bisa menahan perasaan khawatir.

Ditatap oleh kakak kelas yang mengganggu, bagaimana jika mereka dilecehkan–

“Kyousuke-sama!? Apakah di sana itu Kyousuke-sama!?”

Pada saat ini, suara bernada tinggi milik seorang gadis bergema di sekelilingnya.

Para senior berhenti berbisik dan keheningan muncul. Itu adalah suara yang familiar.

Kyousuke membeku sesaat sebelum melihat dengan takut-takut.

“Ah, itu benar-benar Kyousuke-sama! Kyousuke-sama! Kyousuke-sama!!!”

“Geh!? Syamaya-senpai…”

Seorang gadis muncul dari jendela lantai dua, melambai padanya.

Saat dia melakukan kontak mata dengan Kyousuke, dia melompat turun dari jendela seolah menuruni tangga akan terlalu merepotkan, mendarat dengan spektakuler dan bergegas ke arahnya.

“Kyousuke-sama!!!!!!!!!!!!”

“Guhu!?”

Dia memeluknya tanpa mengurangi kecepatan.

“Dua minggu telah berlalu sejak terakhir kali kita berpisah di sekolah penjara terbuka. Selama ini, kesempatan untuk melihat wajahmu lagi tidak pernah datang… Aku merasa sangat kesepian! Memang sangat, sangat kesepian! Namun, aku tidak pernah menyangka kamu akan datang secara pribadi untuk melihatku, Kyousuke-sama! Ufufu. Aku sangat bahagia… Ah, Kyousuke-sama! Mohon izinkan aku dengan rendah hati mengungkapkan kasih sayang dan pengabdianku kepadamu, Kyousuke-sama!!!!”

Gadis itu melompat ke dada Kyousuke dengan gembira, mengusap wajahnya ke dada Kyousuke.

Rambut indah berwarna madu ditata ikal sementara mata zamrudnya seperti batu permata.

–Syamaya Saki. Siswa senior kelas tiga yang Kyousuke dan yang lainnya jumpai selama acara sekolah penjara terbuka.

“Umm… Tenang! T-Tenanglah–”

Kyousuke memanggil Syamaya yang sedang memeluknya, tidak mau melepaskannya, tapi dia tidak mendengarkan sama sekali.

“Kyousuke-sama, Kyousuke-sama… Ha~ Ha~ Harumnya… Ha~ Ha~”

“Matilah sana.”

Rolling sobat menghantam kepala Syamaya saat sedang meneteskan air liur.

TL Note: Rolling Sobat adalah nama teknik tendangan memutar

“Kyahhhhhhhhhhhhh!?”

Setelah mengalami tendangan di kepalanya, Syamaya berguling-guling di aspal kesakitan.

“Shuko!” Renko memasang pose bertarung.

“Yang benar saja, apa yang kau lakukan pada Kyousuke!? Kupikir kau akan menyerah tanpa keributan… Apa kau mencoba dibantai olehku, Syamaya-chan!?”

“I-I-I-I-I-Ia muncul!!! Monster itu telah muncul!!!”

“Siapa yang monster!? Itu kata-kata yang sangat kasar untuk dikatakan pada seorang gadis! Apa kau ingin aku memotong medulla oblongata-mu!?”

“Eeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeek!?”

Sambil duduk di tanah, Syamaya terus mundur, menyambar murid-murid di dekatnya.

Pada saat ini, sebuah tangan jatuh ke bahunya yang gemetar.

“Senpai.”

“…Eh, ada apa?”

Syamaya mengedipkan matanya yang berkaca-kaca dan melihat ke atas.

Pemilik suara itu tersenyum sambil menatap Syamaya yang memeluknya.

“Apa hubunganmu dengan Onii-chan, Senpai?”

–Gadis itu meraih kerah Syamaya dengan kedua tangannya.

“Eeek!?” Ketidaksesuaian antara senyuman dan tindakan gadis itu membuat Syamaya menjerit bingung dan heran.

Sudut mata Ayaka terus berkedut saat dia mengerahkan lebih banyak tenaga di tangannya.

“Ayaka bertanya padamu, apa hubunganmu dengan Onii-chan, senpai?”

“O-Onii-chan? Kyousuke-sama… Onii-sama!? Dengan kata lain, kamu adalah–”

“ITU BUKAN PERSOALANNYA SEKARANG, OKE!!!”

“M-M-M-M-Maaf!!!!”

Saat Syamaya bertanya, Ayaka berteriak histeris dan mengguncangkan tangannya dengan kasar.

Dengan kepala terguncang ke depan dan ke belakang, Syamaya mulai meminta maaf tanpa berpikir.

“…Jadi, bagaimana Onii-chan dan Senpai–”

“Ayaka-chan, siswa senior ini adalah… Seorang pembunuh berantai yang telah membunuh dua puluh satu korban.”

Saat Ayaka menanyai Syamaya yang pusing karena digoyang-goyangkan, Renko yang selama ini menonton diam-diam berkata dengan nada suara muram.

“Eh!?” Ayaka melepaskan Syamaya dan mundur dengan hati-hati.

“Dua puluh satu? S-Sungguh banyak… Sulit dipercaya.”

“Ya, meskipun memasang penampilan seolah-olah dia bahkan tidak akan menyakiti serangga, dia adalah Maniak Membunuh yang membunuh orang seperti mereka itu serangga. Dikenal sebagai Putri Pembunuh, dia adalah napi pembunuhan yang sangat menakutkan. Seram.”

“…Hah?” Melihat Renko gemetar sambil memeluk bahunya, Syamaya tidak bisa berkata-kata.

“–Apa?”

“Eeek!? Sama sekali tidak ada!”

Syamaya meringkuk begitu Renko mengancamnya.

Ketakutan yang terukir di hatinya selama waktu di sekolah penjara terbuka itu masih belum hilang.

Sambil menunjuk Syamaya yang membeku hingga lidahnya pun kaku, Ayaka berkomentar kaget.

“…Entah bagaimana rasanya kau amat sangat lemah, Senpai?”

“Itu semua hanyalah akting. Karena dia wanita yang membunuh tanpa keraguan, menipu orang tanpa rasa bersalah… Berpura-pura menjadi sangat lemah sehingga membuat orang lain lengah, kemudian mencari kesempatan untuk membunuh mereka, itulah modus operandinya. Perkataan dan perilaku wanita ini semuanya bohong… Dengan kata lain, lebih baik menganggap apa yang dia katakan sebagai jebakan.”

Mem-bully Syamaya yang tidak berdaya untuk membantah, Renko mulai mengatakan apapun yang diinginkannya.

Ayaka mundur semakin jauh dari Syamaya, menutupi mulutnya.

“Uwah… Sangat licik. Kenapa orang seperti ini, dengan Onii-chan–”

“Untuk membunuhnya.”

“Eh!?”

Renko menjelaskan dengan suara yang sangat serius.

“Ayaka-chan, wanita ini… dengan terampil menggunakan kata-kata dan kecantikannya untuk merayu Kyousuke yang polos, mencoba untuk membuat Kyousuke jatuh ke dalam pesonanya, berniat untuk mengambil nyawanya juga! Menjatuhkan dirinya ke arah Kyousuke tiba-tiba seperti barusan, kadang-kadang menekan dadanya ke arah Kyousuke, menerobos masuk ke kamar mandi dengan telanjang di lain kesempatan, menyerangnya setiap kali ada kesempatan… Melakukan apapun yang dia inginkan! Itu semua adalah jebakan yang bermaksud untuk merebut kepemilikan akan tubuh, pikiran, dan nama Kyousuke.”

“——”

Melihat Syamaya, mata Ayaka kehilangan cahayanya.

“Bukankah kau sedang membicarakan dirimu sendiri…?” balasan Kyousuke sepertinya gagal mencapai Renko.

Tak bisa tinggal diam atas tuduhan keterlaluan tersebut, Syamaya dengan tegas memprotes dengan suara kasar.

“Tunggu! Aku menahan diri sedikit dan kau terus membuat tuduhan palsu…”

Memelototi Renko, Syamaya berdiri dan berjalan ke samping Ayaka.

Imej iblisnya bertahan sesaat sebelum berubah, menampakkan senyuman seperti malaikat.

“Adik Kyousuke-sama, bisakah kamu meluangkan sedikit waktumu untukku? Tuduhan tidak bertanggung jawab Hikawa-san itu tidaklah benar, kebohongan yang sepenuhnya tidak berdasar hingga tidak dapat dianggap sebagai kebenaran.”

“………..Pembohong.”

“Ya, dia pembohong. Aku mencintai Kyousuke-sama dari lubuk hatiku yang paling dalam–”

“Kau yang pembohong!!!”

Ayaka berteriak dan menghantam tubuh Syamaya, membuatnya terbang.

Saat Syamaya jatuh tersungkur dengan berkata “kyah!?”, dia berbicara dengan dingin:

“Apa kau pikir kau bisa menipu Ayaka, Senpai? Tolong jangan mengatakan sesuatu seperti mencintai Onii-chan dengan begitu entengnya. Silakan gunakan otakmu sebelum bicara!”

“Itu benar! Berpikirlah sebelum bicara!”

Renko menimpali dan menegur Syamaya.

Di bawah tatapan cemoohan kedua gadis itu, Syamaya berdiri dengan bingung, berkata “Apa!?”

“Kenapa kalian mengeroyokku!?”

“Karena kau memeluk Onii-chan.”

“Itu karena kau memeluk Kyousuke.”

“Ehhhh? Cuma karena itu–”

“ “Cuma!?” ” Suara Renko dan Ayaka tumpang tindih.

“Ayaka-chan, apa kau dengar itu? Wanita ini percaya bahwa memeluk lawan jenis bukanlah apa-apa. Dia pasti sudah sangat terbiasa melakukan kontak kulit dengan pria. Yang benar saja, sungguh lacur.”

“Benar benar. Dia sama sekali tidak tahu betapa berharganya pelukan dengan Onii-chan! Ini seperti melempar mutiara ke depan babi atau melempar koin emas di depan kucing pencuri. Itu sebabnya dia lacur.”

Dimarahi tanpa ampun, wajah Syamaya memerah dan menjawab:

“A-aku bukan lacur! Tubuhku masih suci! Aku belum mengalami ●● dan ●● dan ●● dan ●● secara sungguhan. ●●● dan ●● dan ●●●● tidak pernah berkembang melebihi tahap khayalan delusi! Meskipun aku ●●● setiap malam menggunakan Kyousuke-sama sebagai ●● -ku, aku sesungguhnya seorang gadis yang sedang jatuh cinta. Selain itu, suatu hari nanti, kami akan… secara sungguhan, gufufu.”

“ “U-Uwah…” ”

“Kenapa kalian ketakutan!?”

“M-Maaf… Rasanya sangat menjijikkan.”

“Terutama pada ‘gufufu’ yang diakhir itu, itu agak tragis. Para gadis tidak membuat wajah senang seperti itu.”

“Mengejutkan sekali!”

Syamaya mencengkeram kepalanya dan bersandar kesakitan.

Secara bertahap roboh, dia bertanya pada dirinya sendiri “Apakah aku benar-benar menjijikkan?”

“Ya. Menjijikkan.”

“Yup. Menjijikkan.”

“Mengejutkan sekali!”

Renko dan Ayaka benar-benar tanpa ampun. Syamaya menjadi pucat pasi.

Kyousuke mengasihani dia.

“…Hei, bukankah kalian terlalu jahat? Permisi.”

Kyousuke yang terjepit di antara mereka, meminta Renko dan Ayaka menunggunya.

“Kyousuke-sama…” Mata Syamaya bersinar saat Kyousuke mengulurkan tangannya ke arah Syamaya–

“Hei!”

Saat Kyousuke hendak membantu Syamaya berdiri, Ayaka memotong dengan tangannya, menyerang bantuan Kyousuke untuk Syamaya. Mengatakan “Kyah!?” Syamaya jatuh ke tanah.

“Oww… Hei, apa yang kamu lakukan!?”

Kyousuke berteriak karena terkejut. Menanggapi, alis Ayaka terangkat karena marah.

“Onii-chan, kamu yang seharusnya menjawab apa yang kamu lakukan! Kenapa kamu membantu wanita ini–”

“Sudah sudah, jangan seperti itu, Ayaka-chan.”

Renko menyela dan menghibur Ayaka.

“Karena Kyousuke terlalu baik hati, dia akan mengulurkan tangan kepada siapa pun tanpa berpikir. Karena dia terlalu polos, dia dibodohi oleh kemampuan akting murahan itu… Saat dia mengkhawatirkan orang lain, dia tidak akan menyuarakan ketidaksukaan di dalam hatinya. Tapi itu persis sikap yang cocok dengan rencana jahat wanita itu.”

“Tidak, itu tidak benar. Ngomong-ngomong, kenapa kamu begitu membenci Senpai?”

“Kalau begitu kamu menyukainya, Kyousuke?”

“Yah…”

Kyousuke tidak dapat menemukan kata-kata untuk menjawab itu.

Misalnya, Syamaya pernah hampir dibunuh oleh Renko, tapi Kyousuke dan yang lainnya juga hampir kehilangan nyawa mereka karena Syamaya.

Selanjutnya, berbeda dengan Renko, Syamaya tidak memakai pembatas. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika dia bisa membunuh kapan saja. Dibandingkan dengan menyukainya, perasaan takutnya lebih mendominasi.

“Kan, dia tidak bisa langsung menjawab! Jadi itulah jawabannya, Ayaka-chan. Foosh.”

“Jadi begitu. Ayaka mengerti. Meskipun jelas merasa tidak suka di dalam hatinya, Onii-chan terlalu memikirkan perasaan wanita itu untuk menyuarakan ketidaksukaannya… Kasihan Onii-chan. Kamu yang terburuk, senpai, Ayaka  tidak percaya kamu memanfaatkan kebaikan Onii-chan. Tolong menjauhlah dari Ayaka.”

“Eh? Tunggu–”

“Onii-chan. Siswa senior ini adalah seorang pembunuh berantai yang pernah membunuh sebelumnya, tahu? Siapa tahu kamu akan terbunuh atau tidak… Ayaka sangat khawatir. Tapi kamu sepertinya tidak peduli pada kegelisahan Ayaka sama sekali? Kamu mencoba mendekati senior ini bahkan jika itu berarti mengabaikan Ayaka? Sungguh kejam.”

“…Ugh.”

Dihadapkan dengan tatapan mata Ayaka yang berkaca-kaca, Kyousuke mengalah.

Meski ingin lepas dari tatapannya, Syamaya juga menatapnya.

“Kyousuke-sama? Fakta bahwa kamu tidak menyukaiku… Itu tidak benar, bukan?”

Ekspresi dan suara Syamaya sama-sama kosong, sama sekali tidak bernyawa. Kyousuke dapat merasakan bahwa dia terlihat sangat tidak biasa. Kyousuke mencoba menggerakkan lidahnya yang seperti diikat.

“Uh, umm… Jika aku harus jujur, tidak suka–”

“Uwahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh!”

–Tidak suka itu tidak sepenuhnya benar.

Tanpa menunggu kalimat Kyousuke selesai, Syamaya bangkit kembali dan berlari. Berlari melewati Kyousuke dan yang lainnya, dia segera menghilang di kejauhan, meneteskan air mata di mana-mana.

“Putri Pembunuh… Menangis karena sekelompok bocah kelas satu?”

Seorang kakak kelas berbisik kaget.

Keheningan pecah saat keributan dimulai di alun-alun.

“Aku tidak percaya kalau Syamaya-sama… T-Tidak dapat dipercaya. Ngomong-ngomong, apa hubungan mereka!?”

“Apa rumornya benar? Bahwa Saki-san jatuh cinta pada anak kelas satu…”

“Mustahil! Senpai adalah idola kita… Dia Madonna kita!”

“Bisakah fan club diam saja? Orang-orang itu, apa mereka bosan hidup?”

“Aku akan mengambil Tokarev-ku.” “Aku akan mengambil AK-47-ku.” “Aku akan mengambil pedang Jepang-ku.” “Aku akan mengambil iron maiden.” “Urus ini sebelum guru datang.” “Kapan kita akan membunuh mereka?” “ “ “Sekarang!” ” ”

“Lari!”

Berteriak, Kyousuke meraih tangan Ayaka dan berlari dengan kecepatan penuh.

“Wah!? Onii-chan, terlalu cepat–”

“Ayaka-chan, cepat! Kamu akan dibunuh jika tertangkap!”

Saat Kyousuke dan kelompoknya berlari untuk menyelamatkan nyawa, puluhan senior yang menggila dan marah mengejar mereka.

Mata mereka menunjukkan keseriusan mutlak. Beberapa dari mereka bahkan membawa senjata.

Seperti yang dikatakan Renko saat dikejar, mereka tidak akan bebas tanpa hukuman.

Dengan cara ini, waktu Kyousuke, Ayaka dan Renko sepulang sekolah sepenuhnya dihabiskan oleh permainan petak umpet melawan kakak kelas.

× × ×


“Sialan, bajingan-bajingan itu benar-benar bisa lari… Kemana mereka bersembunyi!? Temukan mereka, bahkan jika mereka bersembunyi di dalam lubang!”

“Waktu kosong hampir berakhir~ Tidak ada waktu untuk penyiksaan dan interogasi~”

“Hyahahhhhhh! Beri jalan untukku, dasar bajingan kecil! Aku mau lewat!”

“Woah!? Hampir saja… Apa-apaan dengan motor modifikasi barusan? Apa itu, era Mad Max?”

“Hei, dasar Mohican sialan! Beraninya kau ngebut dengan kendaraan kesayanganku!”

“Geh… Itu Lolimiya! Cepat dan singkirkan senjatamu, semuanya! Ini akan menjadi pembantaian jika dia melihatnya!”

“Hah!? Babi mana yang barusan mengatakan ‘Lolimiya’? Mau kuratakan!?”

“ “ “………” ” ”

Teriakan kekanak-kanakan mengguncang seluruh tempat saat keributan semakin menjauh.

Setelah bersembunyi dengan menahan nafas mereka untuk beberapa saat, Kyousuke, Renko dan Ayaka tidak dapat mendengar suara apapun lagi.

Sepertinya kakak kelas telah diusir oleh Kurumiya.

“…Tidak apa-apa sekarang, Onii-chan?”

“Ya, mungkin. Ayo cepat bergerak sebelum orang-orang itu kembali—Uhuk uhuk.”

“Kyah!? K-Kyousuke… Kau menyentuh kemana!? Jangan, jangan disana…”

“ONII-CHAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAN!?”

“Umm… Jangan menggila, Ayaka! Abunya–Uhuk uhuk uhuk.”

Kyousuke segera membuka tutupnya.

Kemudian dia bergegas menuju cahaya yang masuk melalui celah persegi dan memanjat keluar.

Kyousuke dan Ayaka diwarnai putih dari kepala hingga ujung kaki. Kakak beradik itu terus batuk sementara Renko dengan santai keluar sambil berkata “hebat”, semua sama putihnya.

“Pasti sulit bagi kalian berdua. Apa kalian menghirup abu ke paru-paru kalian? Hanya bercanda.”

“Hiks hiks. Masker gas sungguh tidak adil… Uhuk, uhuk.”

Batuk sangat keras sampai dia meneteskan air mata, Ayaka memelototi Renko dengan kebencian.

Renko tertawa “foosh” dan dengan cepat menepuk seragamnya.

“Tolong kendalikan dirimu, Ayaka-san. Kamu harus tetap diam di dalam tempat pembakaran sampah.”

“Apa!? Dan menurutmu salah siapa itu–Uhuk, uhuk. Hiks hiks hiks hiks.”

“Gelap dan sesak, apa boleh buat, kan? Itu tidak bisa dihindari, Ayaka-chan.”

Membelai punggung Ayaka yang terus batuk tanpa henti, Renko menghiburnya.

Segera setelah nafas mereka kembali normal, Kyousuke dan yang lainnya menepuk abu dari tubuh satu sama lain sambil berkata:

“Tapi bersembunyi di tempat pembakaran sampah benar-benar ide yang cerdas.”

“Ya. Itu sangat pintar! Berkat itu, hidup kita terselamatkan.”

“Ehehe. Itu karena Ayaka tidak punya banyak stamina. Ayaka ingat bagaimana dia ditangkap oleh ‘itu’ selama bermain kejar-kejaran… Jadi Ayaka sangat percaya diri dalam bersembunyi! Tapi kenapa tempat pembakaran sampahnya begitu besar?”

“Uh, y-yah…”

–Karena selain sampah, ada barang lain yang dibakar.

1tu disebutkan di salah satu “Tujuh Keajaiban” sekolah tapi terlalu mengerikan bagi Kyousuke untuk membahasnya. Saat bersembunyi di dalam situ, dia telah melihat benda-benda putih ramping terkubur di dalam abu, tapi dia berharap itu hanya imajinasinya saja.

“Shuko… Oke, sekarang abunya sudah hilang, ayo pergi! Berhati-hatilah agar tidak terlihat.”

“Ya. Ayo cepat kembali? Orang-orang itu mungkin tidak akan lari sampai ke gedung sekolah lama…”

“Mudah-mudahan. Orang-orang itu tidak akan menyerah begitu saja, kan?”

“Senior lacur itu memiliki penampilan yang cukup bagus dan tampaknya memiliki banyak pengikut.”

“Ya. Dilihat dari bagaimana cara orang-orang itu begitu jinak dan terkendali, dia pasti sungguh lacur.”

“Buruk, buruk! Kusukusu.”

“…Ayolah girls, kalian sama sekali tidak belajar dari kesalahan.”

Saat berjalan di jalan setapak menuju gedung sekolah lama, Ayaka dan Renko sangat asyik dengan topik Syamaya.

Meskipun isi percakapan mereka bukanlah sesuatu yang Kyousuke bisa setujui dengan tepat, sepertinya kedua gadis itu semakin dekat melalui pengalaman mereka memperlakukan Syamaya sebagai musuh bersama dan bekerja sama untuk melarikan diri dari para kakak kelas. Melihat kedua gadis itu rukun dengan baik, Kyousuke mau tidak mau merasa kasihan pada Syamaya.

Dia perlu menjernihkan kesalahpahaman itu, tapi satu-satunya pilihannya adalah meminta maaf di lain waktu.

“Jadi, Kyousuke. Waktu bebas hampir berakhir, tahu?”

“…Ya.”

Renko menunjuk jam di halaman, yang menunjukkan pukul 17:39.

Waktu bebas sepulang sekolah berlangsung hingga pukul 18.00, yang kemudian dilanjutkan dengan kerja paksa. Selain itu, mereka perlu mengganti pakaian olahraga mereka dan berkumpul lima menit sebelum waktu yang ditentukan.

“Sudah selarut ini ya… Terlambat akan buruk, jadi ayo cepat ke ruang ganti–”

Di tengah kalimat, Kyousuke tiba-tiba teringat.

Karena pekan ujian dimulai sore ini, kerja paksa seharusnya dibebaskan.

Sebaliknya, mereka harus kembali ke asrama mereka sebelum pukul 18:00 untuk memenuhi kewajiban belajar mandiri mereka.

“…Koreksi, ayo kembali ke asrama.”

Untungnya, mereka telah meletakkan tas mereka di asrama dan tidak perlu kembali ke kelas untuk mengambil tas mereka. Para senior tampaknya telah mundur untuk saat ini, jadi mereka bisa kembali tanpa khawatir.

Renko meregangkan tubuh dan berkata “foosh”, menyebabkan dadanya yang menggairahkan memantul. Dengan suara riang, dia berkata:

“Ya ampun~ Tidak menjalani hukuman kerja paksa itu luar biasa! Memakai topeng ini, jarak pandangnya buruk dan sulit bernapas, melakukan apa pun itu sulit.”

“Lalu kenapa kau tidak melepasnya saja? …Bahkan jika itu hanya untuk lucu-lucuan, kau tidak harus melakukannya sampai akhir. Apa kau seorang artis komedian? Ataukah wajah aslimu benar-benar jelek?”

Melihat topeng gas Renko, Ayaka memiringkan kepalanya dengan bingung.

Kecurigaan Ayaka sekuat sebelumnya. Dia mungkin masih waspada terhadap Renko.

Namun, Renko tidak tersinggung. Sambil mengayunkan jarinya, dia berkata:

“Tidak, tidak, tidak. Malahan sebaliknya, Ayaka-chan.”

“…Apa maksudmu?”

“Karena wajah asliku terlalu cantik, itu sebabnya aku harus menyembunyikannya, oke?”

“…Oh, tentu saja. Jadi itu juga lelucon.”

“Tidak. Aku tidak berbohong. Sumpah Demi Tuhan. Daripada menolak melepas topengku… Aku sebenarnya dilarang melepasnya. Tidak peduli seberapa panas, pengap dan tidak nyamannya ini, aku tidak boleh melepasnya. Apa kamu tahu alasannya?”

“Hei Renko! Tentang ini–”

Renko mengulurkan telapak tangannya dan menghentikan Kyousuke yang akan mengganggunya.

Penjelasan tentang masker gas pasti menyinggung identitas Renko yang sebenarnya.

Membicarakan persoalan ini akan menjadi tantangan berat mengingat bagaimana Renko dan Ayaka baru saja mulai akrab dan mengesampingkan perbedaan mereka.

Sekarang setelah mereka menjadi lebih dekat, mengungkapkan persoalan ini mungkin akan membuat mereka semakin menjauh, atau bahkan menambah beban yang tidak perlu pada pikiran Ayaka. Namun, Renko menjelaskannya tanpa ragu-ragu:

“Alasan kenapa aku tidak diizinkan untuk melepas topeng ini adalah karena wajah asliku terlalu berbahaya.”

“ “……Hah?” ”

Melihat rahang dua bersaudara itu ternganga karena terkejut, Renko menghela nafas “shuko…”

Sambil membelai permukaan masker gas, dia berbicara dengan suara berat, lambat dan tegas:

“Ada deskripsi, tentang kecantikan yang menghancurkan, kan? Justru itulah sifat kecantikanku. Menyihir hati orang-orang, menyebabkan kegilaan. Mereka yang kehilangan akal karena aku, akan berkelahi satu sama lain, mempertaruhkan nyawa mereka dalam upaya untuk bersaing memperebutkanku… Itulah kenapa aku tidak bisa melepas topengku. Aku tidak ingin melihat orang-orang terluka karena aku. Hiks hiks… A-Aku–”

“…Pu.”

“Hmm?”

Saat Renko hendak mengakhiri pidatonya dengan sok, dia melihat ke arah Ayaka.

Ayaka telah berhenti berjalan dan membungkuk, bahunya sedikit gemetar.

–Lalu…

“Ahahahahahahahaha!”

Mencapai batasnya, Ayaka tertawa terbahak-bahak.

Sepertinya lelucon Renko telah menggelitik pusat tertawanya, menyebabkan dia tertawa dengan sepenuh hati.

“Kusukusu. Apa itu… Terlalu lucu! Lelucon narsis? Hoho… Serius, Ayaka mengerti. Ayaka akan berpura-pura kalau kau cantik! Meskipun itu hal yang mustahil. Ahaha! Sungguh lucu… Ayaka tidak bisa bernapas karena terlalu banyak tertawa.”

Melihat Ayaka menyeka air mata dari sudut matanya, Renko merasa gelisah:

“Umm… Kenapa aku merasa kalau aku diremehkan?”

“Karena kau mengatakan sesuatu yang bodoh. Apanya kecantikan yang menghancurkan…”

Melihat Renko bertindak begitu serius barusan, Kyousuke mengira dia akan berterus terang tentang identitas aslinya, tapi pada akhirnya, itu ternyata adalah lelucon gaya Renko yang biasa.

Tampaknya Ayaka juga terkejut, membuatnya tertawa terbahak-bahak. Ini adalah pertama kalinya sejak tiba di sekolah ini, dimana Ayaka menunjukkan senyuman “asli” kepada seseorang selain Kyousuke.

“…Terima kasih, Renko.”

“Hmm?”

“Tidak ada.”

Kyousuke memalingkan wajahnya dari Renko yang tidak tahu apa yang dia pikirkan.

Merasa malu dengan sikap spontannya mengucapkan terima kasih, Kyousuke merasakan sesuatu yang aneh tumbuh di dalam hatinya.

Perasaan hangat ini adalah–

“Onii-chan!”

Ayaka tiba-tiba memeluknya, membuyarkan pikirannya.

Kyousuke menyilangkan lengannya dan tersenyum.

“Besok dan lusa adalah hari libur kan? Bagaimana kalau menghabiskan hari libur itu bersama Ayaka, Onii-chan?”

“…Hmm? Oh iya, besok hari Sabtu…”

Sekolah Rehabilitasi Purgatorium mengadakan pelajaran selama lima hari dalam seminggu.

Orang yang berbeda menghabiskan akhir pekan mereka secara berbeda.

Beberapa bermain sepak bola di lapangan, beberapa membaca buku di kamar mereka sendiri, beberapa berolahraga, beberapa mengobrol di kantin, beberapa memainkan alat musik di ruang musik, beberapa menghabiskan sepanjang hari tiduran di kasur…

Dalam batasan ruang sekolah, mereka bisa bersenang-senang dan bersantai.

Meskipun pertanyaan tentang “bagaimana menghabiskan waktu” ini secara tak terduga sulit untuk dijawab oleh Kyousuke dan siswa lainnya…

“Kita akan segera ujian, jadi mari kita lakukan sesi belajar bersama.”

Sebelum Kyousuke bisa menjawab, Renko memberikan sarannya.

Di sisi berlawanan dari Kyousuke, Renko meniru Ayaka dan melingkarkan lengannya di lengan Kyousuke, menenggelamkan lengan kiri Kyousuke ke belahan dadanya yang menggairahkan.

 


 

“Ah!? Hei, apa yang kau lakukan!?”

Ayaka melepaskan lengan Kyousuke dan berjalan ke depan menarik Renko menjauh dari tubuh Kyousuke.

Dia dipenuhi dengan kebencian yang membara.

“Tolong jangan mendorong benda semacam itu kepada Onii-chan Ayaka yang berharga!”

Senyumannya yang sebelumnya benar-benar hilang, langsung berubah menjadi suasana hati yang buruk.

Renko menatap dadanya dan mengangkatnya, mendesah.

“Shuko… Ayaka-chan, payudara ini merusak pemandanganmu juga?”

“Tidak! Yang Ayaka rasa merusak pemandangan adalah kau, orangnya.”

“Eh!? Dan kupikir kita sudah menjadi lebih akrab…”

“Ptooey!” Ayaka menjulurkan lidahnya pada Renko yang depresi.

“Kau terbawa suasana dan lupa tentang ruang pribadi! Ayaka tidak peduli bagaimana berisiknya dirimu, tapi tolong jangan menyentuh Onii-chan dengan santai. Jika kau suka bertingkah sebegitu akrabnya, kau juga pasti lacur, ya?”

“Aku bukan lacur tapi itu kebiasaan!”

“Baiklah, baiklah, terserahlah. Tapi tidak ada yang menginginkan seorang gadis yang memakai masker gas, kan? Dan penampilanmu yang sebenarnya masih belum diketahui… Ayaka tidak akan memberikan Onii-chan kepada orang yang gila sepertimu! tidak akan pernah!”

Ayaka mencengkeram Kyousuke dengan kekuatan yang mengatakan “langkahi dulu mayatku.”

Dihadapkan dengan sikap penolakan yang kuat dari Ayaka, Renko menundukkan kepalanya karena kecewa.

“Sungguh adik ipar yang tangguh…”

Tapi dia segera bersemangat.

“Tapi aku tidak akan menyerah! Jika aku tidak diizinkan untuk mendorong, sebagai gantinya aku akan menarik. Jika menyisipkan punchline yang lucu tidak berhasil, aku akan tetap berpura-pura bodoh. Untuk membuat Ayaka-chan membuka hatinya, aku akan membuka kakiku telebih dahulu!”

“Apa-apaan yang mau kau buka itu?”

“Itulah yang dilakukan lacur, kan…”

Melihat Renko tidak pernah melupakan kesempatan untuk bertingkah bodoh, Kyousuke menatap dengan putus asa sementara lengan Ayaka kehilangan kekuatan.

“Foosh. Oh baiklah, begitulah. Senang bertemu denganmu! Meski aku tidak tahu apa yang kau pikirkan, Ayaka-chan, aku memang ingin akrab denganmu! Oke, ayo jalan bersama?”

Mengatakan itu, Renko mengulurkan tangannya ke Ayaka.

Mereka berada di pertigaan jalan dengan jalan ke arah kanan menuju asrama putri dan kiri menuju asrama putra.

Karena asrama dibatasi berdasarkan jenis kelamin, Kyousuke tidak punya pilihan selain berpisah dengan Ayaka dan Renko di sini. Tubuh Ayaka bergetar saat dia mengencangkan cengkeramannya di tangan Kyousuke lagi.

“Onii-chan…”

“Jangan khawatir. Renko adalah teman baikku. Dia tidak akan memakanmu.”

“Ya, aku orang normal yang sangat standar. Aku tidak menyerang perempuan.”

“…Artinya kau menyerang laki-laki?”

Renko tertawa “foosh” tapi tidak menjawab.

Ayaka menghela nafas dan melepaskan tangan Kyousuke.

“Oh yah, terserahlah. Aku juga punya banyak pertanyaan tentang topeng itu…”

“Kau punya pertanyaan? Ngomong-ngomong, ukuran cup-nya adalah G.”

“…Onii-chan.”

Ayaka mengabaikan jawaban Renko dan menatap Kyousuke.

Matanya mengingatkan pada permukaan air di malam hari, gemetar karena kegelisahan.

“Kita akan segera bertemu lagi, kan? Besok, lusa, kita akan bertemu?”

“Ya, tentu saja. Aku akan menunggumu di sini setiap pagi.”

Kyousuke mengangguk dan membelai kepala Ayaka. Ayaka setengah menutup matanya seolah merasa geli.

“…Ya, Ayaka mengerti. Maka tidak ada masalah.”

Ayaka tersenyum dan berjalan ke samping Renko.

Tangan Renko yang terulur diabaikannya begitu saja.

“Sampai jumpa besok, Onii-chan! Jangan malas belajar.”

“Aku tahu. Kamu harus akur dengan semua orang, setelah itu, kamu harus–”

Kyousuke berbalik ke arah Renko yang telah memundurkan tangannya dengan kesal, berkata “shuko…”

“Aku mengandalkanmu untuk menjaga Ayaka. Bersama Eiri dan Maina, tolong bantu Ayaka dalam berbagai hal.”

Dia membungkuk. Desahan Renko berubah menjadi semangat tinggi dan dia mengangkat suaranya:

“Foosh! Serahkan padaku, Kyousuke! Bahkan tanpa bantuan Eiri dan Maina… Selama aku, Renko, masih bernafas di dunia ini, aku tidak akan membiarkan siapa pun menyentuh rambut Ayaka-chan!”

“Kau juga tidak diizinkan untuk menyentuhnya.”

“A-A-A-A-A-Apa katamu!? –Hiks hiks.”

“Sayang sekali~ Rencanamu gagal! Kusukusu.”

Menghindari jari Renko, Ayaka mengejek.

Kyousuke tersenyum kecut dan berjalan di sepanjang persimpangan jalan lainnya.

“Kalau begitu sudah waktunya aku pergi. Jangan bertengkar, oke?”

“Ya, selamat malam! Jangan khawatir, kami tidak akan bertengkar.”

“Selamat malam, Onii-chan! Ayo kita habiskan waktu bersama-sama besok, hanya kita berdua.”

“Keberatan! Kamu tidak diizinkan untuk memonopoli Kyousuke, Ayaka-chan. Kita semua akan mengadakan sesi belajar bersama besok–”

“Tidak.”

“Kenapa!? Ayo ke luar jika kau ingin berkelahi, brocon.”

“Ini sudah di luar. Berhenti bicara omong kosong dan cepatlah.”

“Ya, tentu.”

“…Aku tarik kembali apa yang aku katakan. Ayaka, aku serahkan Renko padamu.”

Ayaka memimpin jalan menuju asrama perempuan.

Tolong jangan sampai terjadi apa-apa saat aku tidak ada–Kyousuke berdoa sambil berjalan menuju asrama laki-laki.

× × ×


“………..Muu.”

Memegang pensil mekaniknya, Ayaka cemberut.

Di hari kedua, Sabtu pagi, mood Ayaka sedang kacau.

“Ayaka jelas-jelas sudah memutuskan untuk berduaan dengan Onii-chan.”

“Sudah sudah.” Renko menghibur Ayaka yang bergumam.

“Tidak ada yang buruk tentang ini. Semua orang belajar bersama, kita pasti akan membuat kemajuan. Foosh.”

“Benar! Dua pikiran lebih baik daripada satu. Jika kita berlima bekerja sama, kita pasti akan melampaui pengetahuan seorang centegenarian. Tidak ada masalah yang tidak bisa kita selesaikan bersama!”

TL Note: centegenarian adalah seseorang yang berusia seratus tahun atau lebih

“Maksudmu Pengetahuan MañjuÅ›rÄ«, kan? Kau menganggap ini sebagai kumpulan pengetahuan nenek-nenek?”

TL Note: Mañjuśrī adalah Bodhisattva kebijaksanaan dan pengetahuan

“…..Aaaah.”

Maina memegang penanya dengan kekuatan penuh, Kyousuke membuat lelucon balasan sementara Eiri menguap.

Ayaka menggertakkan giginya, berkata “oooooooooh.”

“Tidak ada kemajuan sama sekali, kau benar-benar memperburuk keadaan. Pembuat onar, pembuat onar A, B, dan C!”

Ayaka menunjuk Renko, Eiri dan Maina secara bergantian, berteriak pada mereka.

“Hei.” Kyousuke meletakkan penanya.

“Bukankah kalian sedikit meningkatkan hubungan kalian di asrama…?”

“Tidak!”

“Memangnya kita begitu?”

“Kuharap kami begitu.”

“Gak.”

“Tak ada kekompakan sama sekali…”

Semua ini dimulai satu jam yang lalu. Pagi ini, Kyousuke telah bertemu dengan Ayaka lalu menuju ruang kelas kosong untuk belajar menghadapi ujian. Dia telah mendengar Ayaka berbicara tentang asrama. Dia tinggal di kamar single, tempat tidurnya tidak nyaman, penjaga asrama sangat sakit jiwa dan menyebalkan, dia sudah mandi dengan Eiri dan Maina, Renko tidak melepas topengnya bahkan di asrama.

Segalanya masih baik-baik saja, tapi puluhan menit setelah Kyousuke dan Ayaka mulai belajar, Renko dan yang lainnya tiba-tiba muncul dengan membawa materi pelajaran mereka dan bergabung dengan mereka. Yang menghasilkan…

“………..Muu.”

Ini. Merajuk, Ayaka mengoyak-oyak penghapusnya sampai hancur.

Kyousuke dan Ayaka duduk di sisi yang sama sementara Renko dan Maina berada di sisi berlawanan.

Hanya Eiri yang tidak di depan meja, memainkan kukunya dengan sikap bosan.

“Kau tidak punya sopan santun, Talenan.”

“Memangnya kau siapa untuk bisa mengkritikku?”

Tentu saja, Yang Ayaka sebut sebagai “Talenan” adalah Eiri.

Tampaknya itu adalah nama panggilan yang dia berikan saat mandi tadi malam.

“Shuko… Apa kau membandingkan pertumbuhan fisikmu dengan seorang gadis yang dua tahun lebih muda darimu?”

“…Aku sedang berbicara tentang sopan santun.”

Eiri menunjuk ke arah Ayaka yang sikunya berada di atas meja, meletakkan dagunya di tangan.

Melepaskan penghapus yang terobek-robek, Ayaka mencibir “kusukusu”.

“Talenan benar-benar landasan terbang. Aku hampir mengira dia laki-laki.”

“…Apa katamu?”

“Hei… Hentikan itu, Ayaka! Payudara adalah poin yang menyakitkan bagi Eiri.”

“Dengan kata lain, Talenan sangat gelisah tentang payudara? Ya, Ayaka sekarang tahu kelemahan Talenan!”

“Ngomong-ngomong, bukankah kamu juga landasan udara, Ayaka-chan? Meskipun kamu baru berusia tiga belas tahun, tapi tidak ada tonjolan sama sekali. Tidak banyak perbedaan dari Eiri-chan–”

“Diamlah, Lic-chan. Kau selalu licik, begitu menonjol saat kau telanjang.”

Ayaka secara sembarangan melempar penghapus ke Maina.

Sebagai catatan tambahan, “Lic” dari Lic-chan berasal dari “licik” dengan menambahkan “-chan” sebagai pelengkap. Entah itu “Talenan” Eiri atau “Lic-chan” Maina, keduanya adalah nama panggilan yang sangat jahat.

“Awawa. Maaf, Ayaka-chan… Mengenakan pakaian membuatku terlihat langsing.”

Meski terlihat sedikit depresi, wajah Maina masih tampak sedikit bahagia.

Mungkin karena dia tidak tahu apa maksud dari nama panggilan itu, Maina sepertinya sangat senang mendapatkan nama panggilan.

“Ooooh… Senangnya! Aku juga ingin mandi dengan semuanya. Itu akan membuatku bisa memamerkan bagian tubuh kebanggaanku. Shuko…”

“Tidak ada yang peduli dengan tubuh buncitmu, Topeng. Bagaimanapun, Ayaka lebih ingin melihat wajahmu daripada tubuhmu. Kau harus melepas topeng saat mandi, kan?”

“Foosh. Tak perlu dikatakan lagi bahwa aku akan tetap memakai topeng bahkan selama mandi.”

“Pembohong. Bukankah kau melepasnya terakhir kali?”

Sesaat Kyousuke menjawab secara refleks tanpa berpikir, dia menarik pandangan semua orang padanya.

Mereka semua tercengang, wajah mereka terlihat sangat terprovokasi.

“…Huh? Melepasnya, apa-apaan itu… Tidak mungkin, kau mengintip kamar mandi perempuan–”

“Mesum! Tidak tahu malu! Kriminal! Aku sudah salah menilaimu…”

“Hei Onii-chan… Ayaka punya hal yang lebih penting untuk diajarkan pada Onii-chan dibandingkan dengan PR, lho?”

Eiri kaget, Maina kecewa, Ayaka mengangkat pensil mekaniknya.

Pada titik ini, Kyousuke akhirnya menyadari bahwa dia telah salah bicara.

“Huh!? Tidak tunggu, kalian salah paham! Bukan itu maksudku–”

“Tidak, kami sedang mandi bersama saat itu.”

“Y-Ya, itu benar! Aku masuk ke kamar mandi sendirian, tapi gadis ini menerobos masuk tanpa mengenakan apapun, menekan payudaranya… T-TIDAK, BUKAN ITU YANG TERJADI!!!”

Sebenarnya itulah yang terjadi, tapi Kyousuke tahu dia akan mengalami kematian yang tragis jika dia memberi tahu siapa pun tentang pengalaman itu.

Ujung pensil Ayaka diarahkan tepat ke mata kiri Kyousuke saat wajahnya bercucuran keringat.

Untuk mencegah Kyousuke melarikan diri, tangannya yang lain telah dikunci di bagian belakang kepalanya dengan kuat.

“…Ada apa, Onii-chan?”

–Klik. Sambil tersenyum, dia memperpanjang ujung pensilnya.

“A-Ayaka…? Umm, matamu terlihat sangat menakutkan–”

“Ayaka sangat menginginkan jawabannya dengan cepat. Oke, cepat! Jika kamu tidak cepat…”

–Klik. Masih tersenyum, dia memperpanjang ujung pensilnya.

Dengan setiap ceklekan dari pensil Ayaka, ujungnya mengarah ke bola mata Kyousuke.

“Hei, tunggu, itu lelucon… Aku hanya bercanda, Ayaka! Hanya kiasan–”

“Benarkah? Jika kamu berbohong, Ayaka akan… marah, lho?”

–Klik klik. Senyumannya menghilang sementara dia terus menekan lebih banyak isi pensil keluar.

Ujung seperti jarum hitam hanya berjarak beberapa milimeter dari mata Kyousuke.

“……..…”

Mata Ayaka setenang permukaan danau tanpa angin. Meski begitu, bayangan amarah yang mendidih di bawahnya sepertinya bisa meledak kapan saja.

Tenggorokan Kyousuke yang kering membuat suara seperti menelan ludah. Tepat ketika dia akan berbicara…

“Ha~ Tertipu~ ya~!”

Sebuah ujung jari mengintervensi dan mematahkan ujung pensil itu.

“Tentu saja itu tidak benar. Jangankan mengintip, mencoba mendekati asrama lawan jenis saja sudah sangat sulit. Mandi bersama itu tidak realistis! Mustahil.”

Menyangga dirinya dengan satu tangan di atas meja, Renko mencondongkan tubuh ke depan dan menyangkal dengan tegas.

Tidak mau mengungkapkan kebenarannya, Kyousuke langsung mengikuti langkah Renko.

“Ya, itu benar, itu sama sekali tidak realistis! Sudah kubilang itu lelucon. Bagaimana bisa kamu menganggap itu sebagai asli. Hahaha.”

“——”

Ayaka menatap Kyousuke dan Renko dengan ragu untuk beberapa saat.

“Apa, jadi itu lelucon! Jangan khawatir, Ayaka juga bercanda.”

Dia tersenyum lagi. Melepaskan tangannya dari Kyousuke, dia meletakkan pensil yang dia siapkan untuk menusuknya.

Renko berkata “shuko…” dan kembali ke kursinya, menandai berakhirnya keributan.

“…Serius, itu keterlaluan bahkan jika kamu bercanda, Ayaka. Pensil untuk menulis, bukan untuk ditusukkan di mata. Aku hampir mengira aku akan ditusuk sungguhan, sheesh.”

“Ya. Jika ternyata itu sungguhan, Ayaka benar-benar bermaksud untuk menusuk sungguhan, lho?”

“Eh.”

“Bercanda. Kusukusu.”

“…………”

Sungguh lelucon dengan selera yang buruk. Wajah Kyousuke berkedut. Ayaka bersandar di bahu Kyousuke.

Sambil mengamati buku soal latihan dan buku catatan yang terbuka, dia berkata:

“Lupakan itu, ayo belajar, Onii-chan. Kamu nggak mau gagal kan, Onii-chan?”

“….Ya.”

Diminta olehnya, Kyousuke ingat.

Mereka berkumpul di sini untuk belajar, bukan bermain-main.

Kyousuke mengumpulkan konsentrasinya lagi dan mengambil penanya.

Ujian di Sekolah Rehabilitasi Purgatorium bukan hanya sekedar ujian tapi ujian yang mematikan.

Ambang batas kelulusan dari “setengah nilai rata-rata” adalah garis antara hidup dan mati, tapi kondisi ini cukup rumit.

Ingin menghindari pendisiplinan Kurumiya, semua siswa pasti akan belajar dengan gila. Jika setiap orang belajar, nilai rata-rata akan meningkat, begitu pula dengan ambang batas kelulusan.

Dan juga, Kurumiya adalah orang yang membuat soal ujian.

Tidak ada yang tahu bagaimana dia akan mencurahkan upaya penuhnya untuk membuat pertanyaan curang yang menjebak mereka.

“…Cakupannya juga sangat luas. Sudah waktunya kita belajar dengan serius.”

“Ya. Tanyakan pada Ayaka jika ada yang tidak kamu mengerti! Ayaka akan mengajari Onii-chan.”

“Mengajariku… Kamu mengerti pertanyaan ini? Kamu baru saja pindah kemari.”

“Tentu saja!” Ayaka menepuk dadanya sebagai jawaban.

“Kurikulum sekolah ini hanya setingkat SMP kan? Kalau begitu tidak ada masalah. Biarpun materinya mungkin berbeda, intinya tetap sama, jadi pada dasarnya ini seperti ulasan.”

“Oh, benarkah…”

Mata pelajaran yang diajarkan di Sekolah Rehabilitasi Purgatorium dilanjutkan dari pendidikan wajib SMP.

Karena rentang usia siswa yang luas, mereka memilih tolak ukur umum terendah. Banyak siswa yang sudah menyelesaikan pembelajaran sebelum mendaftar. Oleh karena itu, ujian pertama setelah pendaftaran seharusnya mencakup topik yang lebih luas.

Melihat Kyousuke mengerti, Ayaka tersenyum cerah.

“Jadi, Onii-chan. Incarlah peringkat tiga besar bersama Ayaka, oke?”

Bukan tujuan sepele.

Kenapa harus mengincar setinggi itu? Saat Kyousuke hendak bertanya, dia menyadari.

Meraih tiga besar tahun angkatan dalam ujian akhir berarti mendapatkan pembebasan bersyarat untuk pergi ke luar sekolah. Sejak dia kehilangan motivasi untuk menemui Ayaka, Kyousuke telah kehilangan semua keinginan untuk pembebasan bersyarat, tapi…

“Jika dua orang mendapatkan pembebasan bersyarat bersama-sama, kencan bisa dilakukan! Karaoke, taman hiburan, belanja, begitu banyak tempat untuk dikunjungi dan bersenang-senang.”

“ “ “……!?” ” ”

Daripada Kyousuke, yang bereaksi terhadap kata-kata Ayaka adalah Renko dan para gadis.

Di tengah menggerakkan ujung penanya sesuai melodi yang merembes dari headphone-nya, Renko berhenti. Menatap soal latihan, wajah Maina terangkat. Eiri hanya berkedut sekali.

Dari bibir mereka keluar gumaman masing-masing sebagai berikut: “…Karaoke.” “Taman Hiburan.” “…Belanja.”

Saat keheningan kembali ke kelas, jawaban ambigu Kyousuke terdengar:

“Hmm~ Kedengarannya cukup menarik, tapi itu tidak cukup untuk membuatku belajar seperti hidupku dipertaruhkan… Selain Ayaka, meraih peringkat tiga besar tahun angkatan cukup sulit bagiku.”

Dibandingkan dengan pertama kali saat dia pertama kali mendengar tentang kemungkinan pembebasan bersyarat, perbedaan motivasi Kyousuke sangat berlainan seperti langit dan bumi.

Ayaka mencoba untuk menyemangati dan memotivasi Kyousuke yang telah menyerah bahkan sebelum mencoba.

“Makanya Ayaka bilang Ayaka akan membantu! Kalau kamu begini, jangankan tiga besar, kamu malah akan beresiko gagal! Kamu tidak mau kencan sama Ayaka, Onii-chan?”

“Uh, baik…”

“Aku akan mengajarimu luar dalam!”

Sementara Kyousuke tidak yakin bagaimana harus merespon, Renko mencondongkan tubuh ke depan ke arah Kyousuke.

Topeng gas mendekat, mengeluarkan suara ventilator yang kacau dari “foosh!”

“Terlepas dari penampilanku, aku sebenarnya cukup percaya diri dengan IQ-ku, tahu? Mengajarimu untuk meraih tiga besar akan sangat mudah! Apa yang kau ingin aku ajarkan terlebih dahulu? Matematika? Bahasa Inggris? Atau pendidikan kesehatan? Malu-malu malu-malu.”

“Berhenti mengatakan malu-malu dengan mulutmu. Aku punya Ayaka yang mengajariku, jadi aku baik-baik saja.”

“Ehhhh!? Kamu ingin adik kandungmu mengajarimu pendidikan kesehatan!?”

“Ahhh, Ayaka tidak tahan ini. Berhentilah menghalangi! Pergi sana, Topeng!”

Ayaka dengan paksa mendorong wajah Renko dan berteriak.

Tapi Renko tidak menyerah dan memutar ke samping meja Kyousuke, membawa kursi bersamanya.

“Foosh. Oh, apakah kamu kesulitan di pertanyaan ini? Ini adalah–”

Duduk di sisi kanan Kyousuke, dia mulai menjelaskan.

Ayaka berdiri dengan wajah memerah, berniat menarik Renko menjauh.

“Tidak tahan!!! Seperti yang Ayaka bilang, Ayaka yang akan mengajari Onii-chan!!! Kembalikan Onii-chan Ayaka!!! Kembalikan dia!!! Kembalikan dia!!!”

Sementara teriakan Ayaka bergema di seluruh kelas, Maina mengikatkan ikat kepala di dahinya. Ditulis di kain putih dengan kata-kata besar dengan spidol permanen berwarna hitam: “Tujuan: Pembebasan Bersyarat.”

Matanya dipenuhi dengan motivasi saat dia menghadapi soal latihan.

“Tiga besar tahun angkatan… Ini mungkin tantangan sembrono bagiku dengan otakku yang jelek. Namun meski begitu, aku akan mempertaruhkan segalanya pada ini. Kyousuke-kun mengatakan padaku sebelumnya bahwa ‘perasaan pasti akan tersampaikan’, itu sebabnya… aku tidak akan menyerah dan aku akan mencoba yang terbaik untuk mendapatkan pembebasan bersyarat!”

Akibatnya, Maina menggerakkan penanya dengan kuat.

Tingkat kebisingan tiba-tiba meningkat di dalam kelas.

Melirik ke samping pada hiruk pikuk ini, Eiri berdiri sendirian agak jauh.

“…Masa bodo dengan pembebasan bersyarat, kayak itu penting saja. Bukankah mereka bodoh?”

Dia menguap lagi, sama sekali tidak memiliki motivasi.

Daripada memegang pena, dia melakukan pedikur dan mengecat kuku kakinya.

× × ×


“Oh salah hitung lagi! Hei, ini di sini. Metodemu jelas benar, tapi sayang sekali… Kamu tidak bisa setengah-setengah, Onii-chan.”

“Kau perlu mengambil kesempatan ini untuk mengenali kelemahanmu, oke? Untuk mencapai target tiga besar, kesalahan tingkat rendah akan berakibat fatal.”

Duduk di sebelah kirinya, Ayaka membandingkan jawaban, sementara Renko memberikan saran dari kanannya.

Dua jam telah berlalu sejak kelompok belajar dimulai. Kyousuke mengharapkan revisi mereka dibumbui dengan obrolan kosong, tapi mereka membuat kemajuan yang luar biasa.

Pada awalnya menolak untuk mundur pada masalah siapa yang akan mengajari Kyousuke, Ayaka dan Renko akhirnya mencapai kesepakatan bahwa “membantu Kyousuke belajar adalah prioritas utama” dan melakukan gencatan senjata, sehingga mulai mengajarinya bersama-sama.

–Kemampuan akademis Renko ternyata sangat tidak terduga.

Ayaka belajar sambil mengajari Kyosuke tapi Renko hanya mendengarkan musik. Buku catatan yang dia keluarkan seluruhnya dipenuhi karikatur yang dia gambar.

Meski begitu, ketika pena Kyousuke berhenti di tengah-tengah menyelesaikan soal, dia segera berkata “Oh, ini…” dan menyelesaikannya dalam sekejap mata, memberikan penjelasan yang sempurna. Bahkan Ayaka tidak bisa berkata-kata karena kecerdasannya.

“Tidak kusangka Ayaka bisa mengira kau sebagai orang idiot… Sepertinya kejeniusan dan ke-idiot-an hanya dipisahkan oleh garis setipis kertas.”

Pujian yang sebenarnya tidak terdengar seperti pujian.

Meskipun Renko telah menyatakan “IQ-ku setinggi 530.000!”, Dia ternyata sangat tidak terduga. Mengenakan ikat kepala penuh motivasi, Maina berkata:

“Awawa. Aku tidak percaya IQ-mu 53.000, itu terlalu luar biasa… Aku tidak bisa menang sama sekali. Auau.”

Melihat buku latihannya yang semuanya bertanda X, dia merasakan tekanan putus asa.

Kyousuke bisa mengerti bagaimana perasaan Maina. Dengan kejeniusan murni seperti Renko yang muncul di samping mereka, wajar saja untuk merasa tidak kompeten dan sedih yang tidak dapat disembuhkan, tidak peduli seberapa keras mereka berusaha.

Di antara grup ini, hanya Ayaka yang mampu bertahan melawan Renko.

Seperti yang Kyousuke pikirkan, ada juga seorang prajurit yang masih tetap tenang meskipun mengetahui tentang kemampuan akademis Renko.

“…Aaaah.”

Masih menunjukkan sikap menjauhkan diri, Eiri mengusap matanya. Dia tiba-tiba menguap dan melihat ke luar jendela.

Selama ini, dia bahkan tidak menyentuh buku latihannya sekali pun, hanya menggunakannya sebagai alas untuk perlengkapan perawatan kukunya.

Setelah selesai membandingkan jawaban dengan Kyousuke, Ayaka bertanya dengan heran:

“Apa kau tidak akan belajar, Talenan?”

“…Tidak perlu.”

“Oya?” Renko menunjukkan ketertarikan dan bangkit dari kursinya.

“…Mungkinkah kau juga sangat pintar, Eiri? Seberapa tinggi IQ-mu?”

“…Entahlah. Tidak mungkin mengukurnya sekarang.”

“Ya ampun, begitu ya. Omong-omong, IQ-ku adalah 530.000.”

“Ya ya ya.”

Eiri melambaikan tangannya seolah mengatakan “sungguh bodoh.”

“L-Luar biasa… Dia sama sekali tidak terpengaruh oleh angka itu!” Maina melebarkan matanya, tapi semua orang tahu itu lelucon dan tidak terkejut.

“Hmm? Jadi Talenan juga tipe jenius… Tapi Ayaka tidak akan kalah.”

“…Tidak juga. Aku tidak tertarik untuk berkompetisi.”

Daya saing Ayaka meningkat, tapi Eiri mengabaikannya.

Mengayunkan kakinya yang tanpa alas kaki, Eiri menunggu kukunya mengering.

“Muuuuuuuuu…”

Melihat Eiri begitu tenang, Ayaka menggeram:

“Apa-apaan ini? Apa kau mau bilang bahwa kau tidak akan merendahkan diri untuk bersaing dengan Ayaka!?”

“Sudah, sudah. Ayaka-chan. Eiri mungkin sangat kuat? Semua nutrisi yang seharusnya masuk ke dadanya malah masuk ke otaknya. Aku berspekulasi IQ-nya adalah–120 juta!”

Mendengar Renko, Maina berkata “Ehhhhhhhhhhh!? S-Seratus dua puluh juta!?” Jatuh dari kursinya karena terkejut. “…Huh?” Eiri mengerutkan kening.

“Sungguh berisik. Jika kalian punya waktu untuk mengobrol, belajarlah sana, oke?”

“Tidak, kau tidak berhak mengatakan itu.”

Ayaka membalas dan melambaikan tangannya seolah-olah berkata “tidak, tidak.”

“…Ck. Abaikan aku. Seperti yang kubilang, tidak perlu. Belajar atau apa pun itu, itu hanya membuang-buang waktu–”

“Biar kulihat, biar kulihat. Bagaimana kemajuanmu?”

Sementara Eiri mengibaskan poninya, Renko mengambil buku latihan Eiri.

Seketika itu, wajah Eiri berubah karena gelisah.

“Kau…!?”

Dia dengan panik mencoba merebutnya kembali, tapi Renko berbalik dengan enteng untuk menghindar. Menarik keluar buku latihan dari bawah perlengkapan perawatan kuku, dia meninggalkan kursi Eiri.

“…M-Menakjubkan.”

Membolak-balik buku latihan matematika, Renko berseru.

Mengulangi kata “menakjubkan” pada diri sendiri lagi, Renko berteriak geli:

“Nilai sempurna salah semua!”

“ “ “Eh!” ” ”

…Salah semua, bukan benar semua?

Mengabaikan Kyousuke dan yang lainnya yang sangat terkejut, Renko melanjutkan:

“Bukan hanya salah hitung, tapi metode penyelesaianmu juga salah! Uwah… Aku tidak percaya kau salah menjawab pertanyaan-pertanyaan dasar ini. Bahkan, menurutku kau sangat luar biasa. Apakah kau tidak mendengarkan pelajaran dengan benar di kelas?”

“Eiri…” “Eiri-chan…” “Talenan…”

“_____”

Sementara pandangan semua orang terfokus padanya, Eiri melihat ke luar jendela.

Dengan kaki disilangkan, dia menyandarkan satu sikunya ke meja.

“K-Kayak itu penting saja… Hal ini tidak ada hubungannya dengan membunuh orang. Ini tidak seperti itu akan menimbulkan masalah bagi kehidupan sehari-hari. Bagiku, itu tidak penting. Apa gunanya rumus dan semacamnya?”

…Sangat bodoh. Eiri berkomentar dalam suasana hati yang buruk.

Meskipun sepenuhnya terdengar seperti membenarkan diri sendiri, wajahnya berubah dengan cepat.

“Eiri!” Renko mengguncang bahunya.

“Kau tidak boleh lari dari kenyataan! Kau akan mendapatkan pelajaran tambahan kalau terus begini!? Bahkan, kau mungkin akan gagal dalam ujian remedial!? Kencan dengan Kyousuke selama pembebasan bersyarat akan tetap menjadi mimpi–”

“Diam!”

Eiri melepaskan tangan Renko dan memelototi masker gas.

Meskipun tatapannya tajam, tetesan air mata besar berkumpul di sudut matanya.

“Karena, mau bagaimana lagi… A-Aku hanya tidak tahu bagaimana cara melakukannya. Aku tidak ingin diperlakukan sebagai idiot dan itu membuatku kesal jika aku harus memintamu untuk mengajarku, ditambah lagi hanya ada satu minggu tersisa. Kupikir aku akan baik-baik saja selama aku mendapatkan nilai di atas setengah nilai rata-rata, jadi–”

Eiri menggigit bibirnya dengan keras dan menundukkan kepalanya karena depresi.

“Eiri…” Suara Renko terdengar sedih.

“Jelas sekali kekurangan payudara dan kau tidak pandai belajar… Kemana larinya semua nutrisimu?”

“Ayaka tidak percaya kau bahkan belum mencapai level yang sama dengan kelas 1 SMP… Talenan, kau idiot.”

“Eiri-chan… Itu bukan berarti kau tidak ingin mengincar pembebasan bersyarat, tapi kau hanya tidak punya pilihan lain, aku mengerti.”

“Diamlah, kalian semua! Dia, umm… punya banyak kesulitan sendiri, oke.”

Seperti alasan keluarga. Tumbuh dalam keluarga pembunuh, Eiri pasti tidak punya waktu untuk belajar, menghabiskan setiap hari untuk mengasah teknik membunuh.

Sama seperti Kyousuke yang telah menghabiskan seluruh waktunya untuk berkelahi dan berolahraga, tidak menyisakan waktu untuk belajar–Mungkin sesuatu seperti itu.

 

 


“A-Apa…? Jangan bersekongkol melihatku dengan mata seperti itu! Matematika benar-benar parah karena itu pelajaran yang paling tidak aku kuasai. Aku bisa bilang bahwa mata pelajaranku yang lain lebih baik, jadi pada dasarnya, umm…”

“Kau tidak perlu mengatakan apa pun lagi.”

“…Huh?”

Renko berbicara dengan suara sedih sambil meletakkan tangannya di bahu Eiri.

“Kau tidak harus memasang wajah gagah, Eiri. Aku akan mengajarimu. Aku akan menghilangkan semua pertanyaanmu dan melenyapkan semua kekhawatiranmu. Jadi, ayo belajar bersama denganku, oke?”

“Renko…”

Eiri membuka lebar matanya dan memalingkan wajahnya.

Bibirnya terbuka tutup dengan susah payah.

“…Ma-Makasih.”

Dia mengangguk dengan jujur.

× × ×


Bel siang berbunyi di ruang kelas yang tidak digunakan pada liburan ini.

Menulis vocabulary secara sembarangan di buku catatan, Kyousuke meletakkan penanya dan menghembuskan “…Fiuh.”

Meregangkan tubuhnya yang kaku, Kyousuke melihat kondisi semua orang.

Setelah menggabungkan meja kembali, Eiri menerima instruksi Renko yang antusias. Memegang buku teks dengan kedua tangan, Eiri berdiri atas permintaan Renko untuk melafalkan bahasa Inggris.

The death of one is a tragedy.”

“Tidak bagus tidak bagus. Terlalu kecil. Lagi!”

“The death of one is a tragedy!”

“Sama sekali tidak ada emosi!”

The death of one is a tragedy!!”

“Itu benar! Kematian satu orang adalah sebuah tragedi! Tapi–”

Death of a million is just a statictic!!! A million people dying is just a stastistical number!

“Ya, kau berhasil mengingatnya! Bagian bahasa Inggris ini diingat!”

“Wow, selamat! KON-GU-RA-CHU-REI-SHON!”

Meski kurang dari satu jam berlalu, pembelajaran Eiri juga berjalan lancar. Karena Maina juga menerima instruksi Renko, Kyousuke dan Ayaka saat ini sedang melakukan sesi belajar hanya berdua.

“…Kusukusu. Betapa hebatnya mengetahui bahwa Talenan itu idiot”

Ayaka mencibir dan membungkuk. Perutnya mulai keroncongan.

Seketika itu, Ayaka berkata “kyah!?” dan menjauh, wajahnya memerah.

“Ah… B-Bisakah kamu berpura-pura tidak mendengarnya?”

“Bodoh, tidak perlu memaksakan diri. Sudah waktunya. Ayo istirahat.”

“…………Hiks.”

Ayaka menurunkan pandangannya dengan malu-malu, memegangi perutnya. Kami sudah lama tinggal bersama, sudah berapa kali aku mendengar perutmu keroncongan? –Kyousuke tersenyum kecut saat dia berdiri.

“Katakan, apa yang ingin kalian makan untuk makan siang? Aku akan membeli makan siang.”

“Hmm?” Renko mendongak dan melirik jam dinding.

“…Oh, ini sudah siang.”

“Ya. Karena kita memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan, aku akan membelikannya untuk semua orang. Apa yang kalian mau?”

–Meski begitu, satu-satunya pilihan adalah “roti sisa” dan “bola nasi dingin”.

Meskipun ada juga “roti yang masih hangat” tapi mereka hanya menawarkan satu, yang berarti akan segera terjual. Kyousuke bertanya-tanya apakah dia akan berhasil jika dia pergi sekarang.

“Tidak apa-apa. Aku akan makan agar-agar seperti biasa, tapi terima kasih untuk minumannya.”

“…Aku mau bola nasi. Minumannya teh, tolong.”

“Aku ingin, umm… Roti dan susu stroberi!”

“A-Akhirnya muncul!!! Aku tidak percaya ada susu strawberry. Seperti yang diharapkan dari Lic-chan.”

Ayaka sangat terkejut. Maina berkata “i-itu tidak sememalukan itu” dengan malu.

“Mengerti. Kalau begitu kami akan segera kembali.”

“Atau mungkin kami tidak akan pernah kembali, tapi jangan pedulikan kami jika itu terjadi!”

Setelah memastikan pilihan semua orang, Kyousuke dan Ayaka meninggalkan kelas.

Berjalan berdampingan di sepanjang koridor yang sepi, mereka menuju ke toko makanan ringan di lantai satu.

“…Ara, Kyousuke-kun.”

Sepanjang jalan, menuruni tangga, mereka bertemu dengan seorang kenalan.

“Woah!?” Ayaka berteriak dengan nyaring dan melompat ke lengan Kyousuke.

Mata bulat itu menatap Ayaka dari balik lubang kecil di kantong kertas coklat.

“Jadi gadis kecil yang lucu ini adalah adikmu yang dipindahkan ke sini?”

“O-Onii-chan… Siapa orang ini? Tidak… Makhluk apa sebenarnya ini?”

Masih memeluk lengan Kyousuke, Ayaka menatap gadis yang tidak biasa itu.

Tiba-tiba bertemu dengan orang seperti ini, tidak heran Ayaka ketakutan.

“Oh, dia Bob. Seperti Renko, dia siswa Kelas 1-B. Terlepas dari penampilannya, dia sebenarnya orang baik, jadi jangan khawatir. –Jadi, ini adik perempuanku Ayaka.”

“Ini pertemuan pertama kita, kan? Senang bertemu denganmu, Ayaka-chan!”

“…S-Senang bertemu denganmu.”

Ayaka dengan takut menjabat tangan penuh persahabatan yang diulurkan ke arahnya.

Bob tertawa “ufufu.” Tepat saat mereka akan melepaskan tangan mereka “……Adik Kyousuke-kun.”

Seorang gadis muncul dari belakang Bob.

Mungil. Rambut hitam panjang. Mata merah darah. Dia menatap dan mengamati Ayaka.

Air liur bening keluar dari mulutnya yang setengah terbuka.

“Sangat kurus… Tapi terlihat enak… Nyam.”

Gadis itu memperlihatkan gigi gingsulnya yang tumbuh dengan baik dan menjilat bibirnya.

“Wah!?” Ayaka berteriak lagi, bersembunyi di belakang punggung Kyousuke.

“Ah… Jangan bertingkah seperti itu! Apa yang kau katakan kepada seseorang yang baru pertama kali kau temui, Chihiro? Itu sangat tidak sopan.”

Bob buru-buru menggendong gadis itu–Andou Chihiro–di pelukannya dan menyeka air liurnya dengan sapu tangan sambil berkata:

“Maaf, Ayaka-chan. Chihiro tidak bisa mengendalikan dirinya setiap kali dia melihat daging manusia.”

“Eh!? D-Daging… manusia?”

“…Iya. Enak sekali kalau dimakan dengan lemak lho? Pipi dan paha… Nyam.”

“O-Onii-chan… Orang ini menakutkan.”

Ayaka gemetar saat Chihiro menatap wajah dan pahanya. Tanpa Bob menahannya, dia tampak seperti akan menerkam kapan saja.

Melihat mata merah darah itu bersinar terang, Bob membuka kantong yang dibawanya.

“Ara ara, kamu pasti kelaparan. Ini dia, tahan sebentar, oke?”

Luar biasa, yang diambil Bob adalah “roti yang masih hangat.”

Melihat barang dagangan legendaris yang Kyousuke tidak pernah beruntung untuk mencobanya, mata Chihiro bersinar.

“Nyam.”

“Owwwwwww!”

Dibanding roti, Chihiro malah menggigit jari Bob.

Gigi gingsul Chihiro menggigit keras kulitnya yang tebal, mengunyahnya saat dia mulai menikmati rasanya.

“Ya ampun,” Bob menghela napas dan mengambil roti yang jatuh ke lantai.

“…Terserahlah. Jadi kamu sedang mempersiapkan ujian, Kyousuke-kun?”

“Ya, itu benar…”

Kyousuke mengangguk sementara Chihiro terus memegangi jari Bob.

“Kami sedang belajar di ruang kelas kosong di lantai dua bersama Renko dan yang lainnya, dan saat ini kami sedang keluar untuk membeli makan siang.”

“Ara ara, begitukah? Maaf telah menunda waktumu begitu lama. Aku dan Chihiro juga belajar di kelas Kelas B. Datanglah bermain kapan pun kamu mau.”

“Oh oke. Aku akan memberitahu Renko dan yang lainnya… Apa Michirou juga ada di sana?”

–Suzuki Michirou. Juga dikenal sebagai Makiyouin Kuuga. Selalu berbicara tentang lengan kirinya, Azrael apalah itu. Kyousuke merasa bahwa perkelahian akan terjadi jika dia harus belajar di ruangan yang sama dengan pria itu.

Bob memiringkan kepalanya.

“Entah. Lagian Michirou-kun itu penyendiri.”

“B-Begitu ya…”

Selama acara sekolah penjara terbuka, dia terlihat bergaul dengan gadis-gadis itu hanya karena dia ditempatkan di tim yang sama.

“…Teman Onii-chan?” Karena Ayaka bertanya, Kyousuke menjawab “Teman…? Tidak juga.”

“Ara ara. Michirou-kun yang malang.” Bob tertawa canggung dan menggendong Chihiro lagi.

“Kalau begitu kami kembali dulu. Semoga berhasil dalam belajarmu! Ayaka-chan juga, sampai jumpa! Datanglah untuk minum teh relaksasi saat kamu ada waktu luang? Ufufu.”

“Ya. Sampai jumpa nanti. Semoga berhasil juga untukmu.”

“Daah. Meskipun Ayaka ragu akan ada kesempatan untuk minum teh.”

Melambai ke arah Kyousuke dan Ayaka yang mengantarnya pergi, Bob menaiki tangga.

 


 

“Dadaaah!” Sebelum pergi, Chihiro menyeringai cerah.

Segera setelah itu, mereka menghilang di lantai atas.

“Haaaaaaaaa~…”

Ayaka menghela nafas seolah membersihkan semua udara dari paru-parunya.

Bergerak dari belakang ke depan Kyousuke, dia menatapnya dengan sikap memohon.

“Onii-chan… Kenapa kamu tidak punya teman selain perempuan?”

Itu yang dia tanyakan. Mata cemoohannya menusuk Kyousuke seperti anak panah yang tajam.

Dihadapkan dengan tekanan yang luar biasa dari intimidasi adiknya, Kyousuke tertegun.

“S-Selain perempuan…”

“Selain perempuan, tidak ada, kan? Teman laki-laki?”

“Tentu saja aku punya!”

“Contohnya?”

“C-Contohnya, ada–”

Mohican, Shinji, Usami, Oonogi… dll.

Menelusuri nama semua anak laki-laki yang dia kenal, kesimpulan Kyousuke adalah…

“…Michirou.”

“Kamu barusan bilang kalau dia tidak dihitung.”

“Guh!? B-Benarkah…”

Dihadapkan dengan tuduhan tajam, Kyousuke mengerang.

Tatapan Ayaka semakin ganas dan kerutan di alisnya semakin dalam.

“Hei Onii-chan… Kenapa, kenapa kamu tidak punya teman selain perempuan?”

Wajah Ayaka perlahan mendekat.

Matanya yang hitam pekat memantulkan bayangan Kyousuke yang bergetar. Kyousuke merasa seolah-olah dia akan terhisap ke dalam mata itu kapan saja.

“Haruskah aku bilang itu terjadi begitu saja? Atau kurasa mereka mendekat sendiri…”

“Mereka mendekat sendiri? Benarkah? Kalau begitu Onii-chan pasti sangat populer seperti yang Ayaka pikirkan!”

Mengulangi kata-kata Kyousuke, sudut bibir Ayaka menjadi rileks.

Tapi tetap saja, matanya tidak tersenyum sama sekali.

“Yah.. Pikirkanlah, aku adalah orang yang dianggap sebagai pembunuh massal dua belas orang, tahu? Itu nomor satu di tahun angkatan. Di sekolah biasa, orang-orang pasti akan bersembunyi dariku, tapi…”

Dipanggil “Anthrax” dan “Metallica” di masa lalu oleh orang lain, Kyousuke akan menanamkan rasa takut yang keji pada siswa perempuan di angkatan yang sama segera setelah mereka melakukan kontak mata. Yang dibutuhkannya untuk membuat mereka menangis hanyalah satu kalimat. Meminta email akan membuat mereka menyerahkan uang. Mengungkapkan cinta akan berakhir dengan para gadis berlutut di tanah, memohon ampun.

Tapi tidak seperti sekolah biasa, tempat ini adalah kebalikannya.

“Daripada takut, orang-orang itu tampaknya lebih tertarik padaku sebagai pembunuh yang telah membunuh dua belas korban. Itu karena hanya gadis-gadis yang mendekatiku, jadi anak laki-laki itu iri…”

“Jadi maksudmu anak laki-laki melihatmu sebagai perusak pemandangan, Onii-chan?”

“Ya, kurang lebih.”

“Hmph~…”

Ayaka mengalihkan pandangannya dan menundukkan kepalanya.

Segera setelah itu, dia melihat ke atas dan menatap Kyousuke.

“–Sangat senang, kah?”

Dia bertanya.

“…………Eh?”

Tiba-tiba ditanyakan pertanyaan seperti itu olehnya, Kyousuke tertegun.

Ayaka meraih dada Kyousuke dan bertanya seolah-olah mencari dukungan:

“Menjadi begitu populer, apakah itu membuatmu senang? Gadis-gadis dulunya bersembunyi darimu, tapi sekarang mereka berbondong-bondong menawarkan diri kepadamu, sangat senang, kah? Siapa yang tahu kenapa ada begitu banyak wanita cantik, kamu pasti sangat bahagia–“

“Tidak, belum tentu.”

“…………Eh?”

“Meskipun itu perasaan yang menyenangkan untuk menerima kasih sayang dari orang lain. Tapi mereka semua pembunuh, lho? Mereka pada dasarnya adalah orang-orang yang terlibat denganku hanya karena tuduhan palsu itu. Sejujurnya, itu benar-benar menggangguku.”

“Mengganggu!? Onii-chan merasa terganggu?”

Kyousuke tersenyum kecut pada Ayaka yang bertanya dengan mata terbuka begitu lebar hingga membulat.

Mengingat pengakuan cinta dan pendekatan absurd yang tak terhitung jumlahnya, dia berbisik dengan suara yang benar-benar kelelahan:

“Bukankah sudah jelas? Aku pria normal… Aku sama sekali tidak bisa memahami pikiran dan ketertarikan orang-orang itu. Tidak peduli seberapa populernya aku, itu tidak ada artinya jika aku mati.”

Hampir terbunuh berkali-kali, Kyousuke tidak bisa tertawa sama sekali.

Jika seseorang ingin menggantikannya, Kyousuke akan menerimanya dalam sekejap.

“Jadi begitulah…” Mungkin masalah Kyousuke akhirnya tersampaikan padanya, wajah Ayaka menjadi suram.

Tapi kemudian langsung berubah menjadi senyuman.

“Oh oke! Menjadi begitu populer di kalangan gadis tidak membuatmu bahagia, itu mengganggumu! Ya ya. Ya ampun… Kamu sangat menakuti Ayaka. Ayaka mengira Onii-chan telah berubah menjadi playboy gila wanita. Kusukusu.”

Ayaka melepaskan Kyousuke dan mulai berjalan melompat dengan ceria.

Suasana muram langsung terhempas. Suasana hatinya benar-benar gembira. Meskipun Kyousuke merasa terganggu oleh suasana hati Ayaka yang berubah-ubah, Kyousuke masih mengejarnya.

Berjalan di samping Ayaka, Kyousuke berbisik:

“Hidup tidak akan terlalu sulit jika aku benar-benar bisa berubah menjadi playboy gila wanita.”

“Kusukusu. Umur sekarang = jumlah tahun tanpa pacar?”

“Diamlah. Bukankah kamu juga sama?”

“Ya. Tapi Ayaka punya Onii-chan, jadi Ayaka tidak perlu punya pacar.”

“Oh…”

“Kenapa kamu jadi malu, Onii-chan? Tidak mungkin, kamu sebenarnya ingin Ayaka menjadi pacarmu, Onii-chan–”

“Tentu saja tidak. Kamu adalah adikku, bukan pacarku. Hubungan ini tidak akan pernah berubah.”

“Ahaha. Tentu saja! Sama sekali tidak akan pernah berubah, kan?”

“Ya. Apa pun yang terjadi, itu tidak akan berubah. Karena kita adalah keluarga, benar?”

“Ya! Sampai maut memisahkan kita, kan?”

Saat melakukan percakapan seperti ini, mereka bergandengan tangan saat mereka berjalan melintasi koridor.

“…Ya. Tapi bahkan jika aku harus mati, aku tidak akan membiarkan mereka membunuh kita.”

Dengan ringan, sangat menyayanginya, Kyousuke menggenggam kehangatan yang sepertinya akan hancur jika dia menambahkan sedikit tenaga di tangannya.

Di dalam sekolah ini, di mana mereka dikelilingi oleh para psikopat di mana-mana, dia menuangkan pikiran dan perasaannya yang kuat untuk melindungi tangan mungil ini.

 

 Back - Daftar Isi - Next