[LN] Genjitsu de Love Comedy Dekinai to Dare ga Kimeta? Volume 1 Chapter 5.1 Bahasa Indonesia

Chapter 5: Siapa Bilang Kalau Aku Tidak Bisa Melakukan Komedi Romantis dalam Kenyataan?

1

 

“Dengar, terus lakukan saja Investigasi Tatap Muka.”

Saat kami berdua berjalan menuruni tangga, aku mengatakan ini padanya, sembari memegang ponselku di satu tangan.

“Huh? Untuk apa? Aku tidak mengerti.”

“Faktanya, lebih baik jadi pemaksa. Bahkan jika orang-orang tampaknya menganggapmu menjengkelkan, lanjutkan dan bicaralah dengan mereka.”

“Tidak, maksudku, aku hanya merasa tidak perlu untuk melakukan hal itu sejak awal.”

Uenohara berhenti, mengerutkan kening, dan menyilangkan tangannya.

“Kupikir aku sudah memberitahumu kalau itu akan terselesaikan sendiri jika kita membiarkannya begitu saja. Tidak ada alasan untuk dengan sengaja bergerak.”

“Sederhana saja. Strategiku pada akhirnya akan menjadi solusi yang lebih sempurna.”

“Lebih sempurna?”

“Ya. Semua tindakanmu akan diubah menjadi sesuatu yang positif, reputasi burukmu akan hilang, dan Rencana-ku akan bergerak maju secara drastis.”

“...Kau bercanda, kan?”

Uenohara memiringkan kepalanya tidak percaya.

“Saranmu hanyalah jalan tengah yang realistis. Itu adalah solusi pasif yang tidak akan menambahkan hal negatif lagi, tapi pastinya juga tidak akan menambahkan hal positif. Tapi dengan strategiku, adalah mungkin untuk membuat semuanya menjadi positif. Aku tidak perlu memberi tahumu mana yang lebih menguntungkan, kan?”

“Itu... yah…”

Uenohara tampak bingung dengan pernyataanku yang tampak percaya diri.

Dia kemudian meletakkan tangannya di atas mulutnya dan memikirkannya sejenak sebelum lanjut bicara.

“...Apa yang sebenarnya ingin kau lakukan?”

Bagus, dia terpancing.

Sambil tertawa, aku melanjutkan dengan wajah tenang.

“Ada beberapa langkah yang perlu dilakukan. Hanya setelah semuanya dilakukan, ini baru bisa berhasil.”

Aku mengetuk ponsel di tanganku saat aku bicara.

“Hmm… itu benar. Ayo kumpulkan informasi sebanyak mungkin. Dengar, aku ingin kau melakukan Investigasi Tatap Muka dan mengumpulkan informasi dalam daftar yang akan aku kirimkan padamu.”

Setelah itu, aku mengirim daftar yang baru saja aku buat ke Uenohara.

Uenohara bergumam pada diri sendiri sambil memeriksa data yang dia terima.

Pandangan akan Suasana di Kelas, Evaluasi Ayumi Katsunuma, Evaluasi Nagasaka…? Tunggu, apa-apaan semua ini?”

“Persis hanya itu. Terutama, pastikan untuk bertanya pada semua orang yang kau dekati soal yang terakhir.”

“Huh? Untuk apa?”

“Tidak mungkin aku bisa bertanya ke orang-orang, ‘Hei, apa pendapatmu tentangku?’ kan? Itu akan sangat aneh. Gunakan akal sehatmu, akal sehat.”

“Ukh, aku sudah lama tidak mendengarnya, tapi itu membuatku kesal…”

Uenohara memelototiku dengan jijik.

“Yang mau kutanyakan adalah apa gunanya berkeliling menanyakan semua itu. Jika itu tidak masuk akal bagiku, aku tidak bisa bergerak, bahkan jika aku mau.”

Oh, ayolah, inilah repotnya kalau sama ahli logika. Jika mereka tidak puas dengan alasannya, mereka menolak untuk bergerak.

Aku menghela nafas, lalu dengan enggan menjelaskan.

“Dengar, masalahnya adalah kau hanya berbicara dengan pria. Dan juga, itu semua adalah konten seperti obrolan yang tidak memberikan indikasi apa pun tentang niatmu yang sebenarnya.”

Ini adalah sesuatu yang dia sendiri bilang, tapi tidak salah lagi bahwa dia telah mengajukan pertanyaan penyelidikan dengan cara yang tidak akan pernah mengungkapkan niatnya yang sebenarnya.

“Itu cara terbaik jika itu adalah penyelidikan normal. Tapi, jika topiknya terlalu sepele, itu menyisakan ruang untuk kecurigaan bahwa kau mungkin memikirkan hal lain di balik layar. Dalam situasi seperti yang kita alami sekarang, sebenarnya lebih baik untuk memperjelas apa yang ingin kau tanyakan sehingga kau tidak menimbulkan kecurigaan yang tidak perlu.”

“…Yah, kurasa kau ada benarnya.”

Uenohara menutup mulutnya dengan tangannya lagi dan mengangguk.

“Itulah sebabnya untuk penyelidikan mendatang, itu tidak akan memperhatikan dari jenis kelamin, dan kau akan dengan jelas bertanya tentang hal-hal dalam daftar itu. Tujuannya adalah untuk menutupi tindakanmu, Uenohara, jadi tidak ada gunanya jika kau tidak melakukannya sendiri, kan?”

“Jadi, kenapa menanyakan hal-hal ini? Apakah yang lain tidak bisa?”

“Itu karena, pada langkah berikutnya, aku harus menjelaskan alasan kau melakukan apa yang kau lakukan. Untuk mendapatkan argumen dalam hal-hal tersebut, aku ingin mengetahui terlebih dahulu berapa banyak orang yang memiliki kesan baik terhadapku. Adapun untuk pertanyaan lainnya, aku akan menggunakannya sebagai informasi tambahan.”

Yah, meskipun sejauh menyangkut logika persuasif, aku sudah memikirkannya. Yang itu masih rahasia.

“Hanya itu yang bisa aku katakan tentang alasannya. Apakah itu masuk akal bagimu?”

“Hmm… yah, kurasa…?”

Mungkin tertekan oleh semangatku, Uenohara mengangguk dengan ekspresi ambigu di wajahnya.

Hehehe. Sungguh mudah.

Fakta bahwa dia dapat diyakinkan oleh alasan, yang tampaknya tulus yang baru saja aku dapatkan, menunjukkan bahwa pelatihannya masih panjang.

“Sekarang setelah kita memutuskan itu, kita harus bergerak cepat. Lakukanlah investigasinya sebanyak mungkin.”

“Bagaimana denganmu, Nagasaka?”

“Aku punya hal lain untuk dipersiapkan. Sesuatu yang hanya aku yang bisa melakukannya.”

“Apa maksudmu dengan itu?”

Aku berbalik menghadap ke depan, mengepalkan tinjuku, dan menjawab.

Pertempuran untuk mengatasi masa lalu.”

*

 

— Beberapa hari kemudian, pada hari Sabtu.

“Wow, itu sangat informatif. Maaf telah mengganggu Anda di hari libur.”

Lokasiku sekarang adalah di suatu kantor dalam Universitas Nasional Kyougoku.

Menutup kuat laptopku yang telah aku tambahkan banyak catatan, aku membungkuk kepada profesor wanita yang telah berbaik hati memberi tahuku tentang isi penelitiannya. Dia adalah seorang wanita berusia empat puluhan dengan penampilan yang bersih dan segar.

“Aku hanya tinggal di rumah membaca koran di hari liburku. Daripada itu, hal yang bagus kamu sudah memikirkan jalur kariermu. Aku ingin kalau putriku bisa mencontohmu.”

Profesor itu bergumam sambil meringis.

“Tapi dari mana kamu mendapatkan pengetahuan soal statistik? Kamu tahu lebih banyak dari seorang mahasiswa tahun pertama yang kurang pandai.”

“Tidak, itu hanya hobi. Saya memiliki minat pada hal ini dan jadilah seperti ini.”

“Ya ampun, kalau itu hobi, itu malah lebih bagus lagi. Kupikir itu akan membuatmu menjadi peneliti yang baik.”

Profesor itu, yang tampak dalam suasana hati yang baik, menyeruput secangkir kopi panas.

Hmm... sepertinya dia lebih menyukaiku daripada yang diharapkan. Menurut penyelidikan, dia adalah profesor ramah yang populer di kalangan siswa. Sepertinya itu benar. Dan juga, kupikir selera akan rasa adalah turun temurun...

 Bagaimanapun, dari apa yang aku dengar, psikologi menggunakan ilmu statistik lebih dari yang aku duga. Mungkin aku lebih cocok dalam hal ini daripada yang aku kira. Produk sampingan yang agak membantu dari diskusi ini.

Yah… sepertinya kami telah dengan senang hati mencapai “komunikasi sempurna”, jadi mari kita beralih ke “tema utama” hari ini, oke?

“Ah, ngomong-ngomong, profesor. Saya sejak tadi bertanya-tanya tentang nama Anda, tapi…”

— Ini adalah pertempuran dengan masa lalu.

Ini adalah tindakan pemberontakan terhadap kenyataanku.

Selain itu…

Ini adalah latar belakang yang menjadi rahasia Uenohara… tidak, Ayano-san.

Tidak, sejujurnya, aku tidak tahu apa yang akan dia katakan padaku jika dia tahu tentang hal ini...

*

 

Sehari setelahnya, di ruang OSIS.

“Ini tehmu. Tidak ada apa-apa selain kopi instan, jadi aku buatkan teh hitam.”

“Ah, tidak, tolong tidak usah repot-repot.”

Sebuah cangkir teh putih diletakkan di depanku. Aroma teh yang melayang lembut di udara membuatku merasa sedikit gugup berada di tempat yang asing.

Kemudian, Senpai—Hinoharu Sachi-senpai—menuangkan teh ke dalam cangkir yang terlihat beda dari teko yang dipegangnya. Karena persiapannya agak lama, mungkin itu diseduh dari daun teh.

“…Jadi, kamu juga bertugas di hari liburmu. Apakah OSIS memang sesibuk itu?”

“Aku sebenarnya sibuk sepanjang tahun, tapi sekarang ada juga persiapan untuk menghadapi pesta penyambutan murid baru. Dan kemajuannya tidak bagus.”

“Tapi, apakah tidak apa-apa kalau yang lain tidak bekerja? Senpai, kamu bekerja sendirian, kan?”

Yah, karena kudengar kalau dia sedang bertugas sendiri, makanya aku datang ke sini sih. Karena aku tidak mengenal anggota OSIS lainnya.

Hinoharu-senpai menghentikan tangan yang mengangkat cangkir ke mulutnya sebelum menjawab.

“Yah… pada akhirnya, ini hanya sesuatu yang aku lakukan secara sukarela. Tentu saja, aku tidak bisa memaksa orang lain untuk ikut membantu.”

Mengkaitkannya dengan latihan bebas untuk kegiatan klub, dia tersenyum lembut dengan cara yang sesuai dengan penampilannya dan menyesap tehnya.

Tetap saja, ketika kalian melihatnya dari dekat seperti ini, dia benar-benar wanita cantik yang membuat kalian ingin dimanjakan olehnya.

“Dan sama halnya, bukankah hari ini belajar mandiri untukmu juga? Kupikir, begitu cepat memiliki sikap progresif terhadap kehidupan sekolah setelah baru diterima masuk adalah hal yang luar biasa. Hei, bagaimana kalau kamu melanjutkannya dan mencoba ikut OSIS juga, Kouhai-kun tanpa nama?”

…Jadi, kami terus kembali ke sana lagi, ya?

Dan juga, sesuatu kayak “kouhai tanpa nama” itu. Apakah dia masih tersinggung pada aku yang tidak memberitahukannya namaku tempo hari? Itu saja?

Aku batuk sekali untuk membersihkan tenggorokan, lalu mengabaikannya.

Kali ini, aku akan memanfaatkan sifat aktifmu itu.

“Yah… aku memang tertarik dengan kerjaan OSIS.”

“Wah, apa kamu yakin? Yup, yup, kamu sangat disambut!”

“Namun, aku... memiliki beberapa keraguan apakah ada gunanya bergabung dengan OSIS yang hanya bisa melakukan tugas setingkat ini.”

“Huh…? Apa maksudmu?”

Setelah terlihat bingung sejenak, dengan ekspresi sedikit kesal itulah Senpai menanyaiku.

— Bagus, persis seperti informasi yang diberikan Uenohara padaku tempo hari.

Sepertinya Senpai cukup bangga dengan kegiatan OSIS-nya.

Menyinggungnya di sana, dan dia akan lebih mungkin untuk terprovokasi. Seperti itulah rencananya.

Berpura-pura tidak peduli, aku meletakkan buklet yang aku bawa ke atas meja.

Senpai melihat sampulnya dan bergumam dengan penasaran.

“…Apakah ini dokumen dari rapat umum siswa terakhir?”

“Ya. Aku telah membaca laporan keuangan dan anggaran yang diusulkan, dan… yah, jumlahnya benar-benar berantakan.”

Aku sengaja menghela nafas.

“Ada kelebihan dana untuk festival sekolah, anggaran yang dialokasikan untuk masing-masing klub tidak sesuai dengan hasil sebenarnya, dan kita memiliki banyak dana cadangan yang belum dihitung… yah, hal-hal semacam itu. Aku bertanya-tanya apakah ini kasus dimana hanya sekedar mengikuti angka masa lalu.”

“...”

“Aku tidak dapat merasakan adanya upaya dalam mengoptimalkannya untuk setiap tahun ajaran. Jika itu adalah OSIS dengan tingkat kesadaran yang rendah, itu sedikit…”

“...Kamu sangat blak-blakan, Kouhai-kun. Memangnya siswa baru tahu apa?

Saat dia mengatakan ini, Senpai cemberut dengan kesal.

Tanggung jawabnya tidak hanya mencakup Urusan Umum, tapi juga Audit. Akan sangat menjengkelkan untuk diberitahu ini dan itu soal anggaran oleh orang luar.

“Yah, tentu saja, aku tidak tahu apa-apa soal itu. Lagi pula, itu hanya prediksi berdasarkan angka.”

“Tentu saja. Cuma ngomong ya gampang.”

Ketika aku mendengarnya mengatakan itu, aku menjentikkan jari dan berbicara dengan cepat.

“Ayo kita coba lakukan eksperimen, mau kan?”

“...Eksperimen?”

“Ya. Sebagai tes, aku akan mencoba membuat rencana pengembangan. Jika terlihat bagus, itu berarti kalau aku benar.”

Menempatkan tangan di mulutnya, Senpai membuat wajah terkejut.

“Oh? …Sampai bilang begitu, kamu pastinya sangat percaya diri.”

“Yah, entahlah? Tapi jika aku melakukan ini, aku ingin melakukannya dengan benar-benar. Jadi, aku mungkin harus memintamu menunjukkan beberapa dokumen di gudang. Bisakah aku meminta kerja samamu?”

— Alat bantu yang aku dapatkan dari sana kurang lebih hanyalah bonus, tapi...

Seperti yang diduga, hal ini diperlukan untuk “Prolog” kami.


Sebelumnya - Daftar Isi - Selanjutnya