[LN] Dracula Yakin! Volume 1 Chapter 1 Bahasa Indonesia

 

Chapter 1 – Vampir Tidak Bisa Keluar Sampai Pagi

 

Tidak peduli betapa ramainya sebuah distrik perbelanjaan, akan selalu datang momen ketika kemeriahan tersebut malam mereda, seolah-olah seseorang menggunakan mantra sihir. Terlepas dari musimnya, waktu di mana dunia akan terlepas dari sihir malam tersebut adalah pada jam 04.30. Setidaknya, itulah yang dipikirkan Toraki Yura.

Selama musim panas, jam tersebut hanyalah waktu di mana langit timur akan mulai menjadi cerah. Bahkan di musim dingin, saat matahari terbit lebih lambat, kereta pertama di Jalur Yamanote akan mulai beroperasi pada jam itu.

Itu adalah saat ketika orang dewasa ingin mengisi kembali energi mereka untuk pekerjaan di hari berikutnya dengan bernaung di bar favorit mereka, dan kota yang sunyi dipenuhi dengan cahaya lampu neon. Suara rel kereta api yang bergema di jalan-jalan dari kejauhan, benar-benar merupakan seruan keras dari Surga untuk mengusir sisa-sisa hari sebelumnya dan mengantarkan datangnya hari baru.

Toraki memiliki aturan tentang pulang ke rumahnya pada jam tersebut, apa pun yang terjadi, dan aturan itu selalu tidak dilanggarnya.

Begitulah, sampai hari ini.

“Hei, Tora-chan, apapun yang terjadi, kau jangan menjadi seperti aku, oke? Sebenarnya untuk apa kerja kerasku selama ini… Jujur saja, ini membuatku ingin menangis.”

“Muraoka-san, ini sudah kelima kalinya kamu mengatakan hal itu hari ini.”

“Tidak masalah, kan? Mau itu keenam atau ketujuh kalinya, biarkan aku melepaskan unek-unekku… Uuuuu… Tora-chan, jika kau punya pacar, kau harus menjaganya dengan baik, oke? ….Aku ……Aku sudah……!”

Hanya pada hari ini, kewajiban dan empati telah mengalahkan sihir itu.

Toraki mengusap punggung pria paruh baya yang sedang membuka dua botol shochu murah lainnya, sambil mengoceh dengan mabuk di konter sebuah bar yang buka 24 jam. Ini sudah kesepuluh kalinya dia melakukan ini sejak mereka memasuki tempat ini “semalam.”

Tiga tahun. Hanya shift malam. Itu adalah total waktu Toraki bekerja di minimarket yang dikelola oleh Muraoka, toko Front Mart di Ikebukuro Timur, distrik kelima.

Toraki dibatasi untuk bekerja hanya pada shift larut malam di pekerjaan paruh waktunya. Untuk alasan yang tidak bisa dijelaskan kepada orang lain, dia tidak bisa, dalam keadaan apapun, bekerja di siang hari. Muraoka tidak mengungkit alasan kenapa Toraki hanya bisa bekerja selama waktu yang terbatas itu dan malah terus mempekerjakannya sambil memperlakukannya sebagai sesama orang dewasa.

Tak perlu dikatakan lagi bahwa seseorang yang bisa bekerja larut malam secara teratur akan disenangi oleh manajer minimarket mana pun. Meski begitu, Toraki tidak memiliki banyak kenalan yang bersedia berinteraksi dengannya tanpa mencoba ingin tahu tentang keadaannya. Untuk alasan itu, Toraki dengan jujur menyesali kenyataan bahwa dia tidak bisa melakukan apa-apa selain duduk dan mendengarkan curhatannya, selagi penolongnya dihadapkan pada kesulitan dalam hidupnya.

Jadi, dia akhirnya lupa waktu.

“Ini akan baik-baik saja. Itu semua hanya kesalahpahaman. Istrimu pasti akan mengerti.”

Tiga hari lalu, istri Muraoka meninggalkan dia.

Bahkan dalam keadaan biasa, pekerjaan Muraoka sebagai pemilik waralaba minimarket akan dianggap sebagai perusahaan yang melelahkan tanpa liburan. Selain itu, sifatnya yang gila kerja telah menyebabkan dia melewatkan acara penting, yaitu kompetisi piano putrinya yang berusia enam belas tahun, yang tampaknya merupakan pukulan terakhir yang mengakibatkan istrinya menamparnya dengan surat cerai.

Mengingat fakta bahwa pesta minum penuh penyesalan ini diadakan selama tiga hari setelah istrinya meninggalkannya, terlihat bahwa isitrinya memiliki alasan yang kuat untuk mengeluh tentang betapa sedikitnya perhatian yang Muraoka berikan kepada keluarganya.

“Sejak istriku pergi, putriku bahkan tidak mau menatap mataku… Maksudku, dia memang selalu seperti itu, tapi tetap saja……!”

Toraki sudah melihat putri Muraoka beberapa kali, tapi dari apa yang dia katakan barusan, sepertinya istrinya tidak membawa putri mereka bersamanya ketika dia pergi. Toraki diam-diam mempertanyakan keputusan itu sambil diam-diam melihat pada arlojinya. Kedua jarum jam itu memberitahunya bahwa sudah dua puluh menit berlalu saat sihir itu akan menghilang.

“Tidak apa-apa! Selama kamu tidak melupakan perasaan itu, aku yakin istri dan putrimu akan mengerti! Aku juga akan membantu semaksimal mungkin, meski aku hanya bisa membantumu di malam hari! Permisi! Bisakah Anda memberi kami tagihannya!?”

Dilihat dari penelitiannya sebelumnya dan lokasinya saat ini, waktu saat ini sudah mencapai batasnya.

“Muraoka-san! Kamu selalu memperhatikanku, jadi aku yang akan membayar untuk hari ini!”

“Tidak bisa….. Aku owner-nya, dan aku lebih tua darimu…. Kamu tidak boleh melakukan itu….”

Toraki tidak pernah bekerja pada siang hari, bahkan jika tidak ada shift lain yang memungkinkan dia pulang lebih awal di pagi hari, atau jika dia diminta untuk masuk sebagai pengganti seseorang yang mendadak tidak bisa hadir bekerja.

Itulah semua alasan kenapa hutang budinya kepada Muraoka membuatnya terkurung di bar selama masa penderitaan Muraoka. Pada saat Toraki meninggalkan bar dan berpisah dengan Muraoka, langit timur sudah mulai cerah.

“Menurut ramalan cuaca, masih ada waktu dua puluh menit lagi sampai matahari terbit… Masih sisa sedikit waktu untuk pulang tepat waktu jika aku berlari….”

Itu adalah pilihan yang sulit bagi seseorang yang tubuhnya sudah merasakan efek dari shift panjang di tempat kerja diikuti dengan sesi minum-minum, tapi Toraki bersiap untuk mengerahkan seluruh energinya ke dalam satu lintasan terakhir. Dia menarik napas dalam-dalam dan mengambil langkah pertamanya ke depan…

“Apa yang kau lakukan!? Hentikan! Biarkan aku pergi!”

“Berhentilah membuat keributan dan ikutlah kemari!”

“Tidak, jangan sentuh aku! Hentikan……”

…Dan berhenti setelah hanya berlari tiga langkah.

Dia melihat sekilas sekelilingnya, tapi dia hanya melihat pemandangan pagi yang dingin di Ikebukuro seperti biasanya. Sepertinya tidak ada yang aneh.

Namun, Toraki mengerti apa yang sedang terjadi.

Seorang wanita muda diganggu oleh seseorang, di suatu tempat di daerah sekitar sini.

Jelas ada satu suara asing di antara banyak suara yang berniat mengejar kereta pertama menuju ke Stasiun Ikebukuro.

“…………”

Tiga menit untuk lari ke kantor polisi, satu menit untuk memberi tahu mereka, lalu langsung lari ke rumah.

Berbalik dari jalan yang menuju rumahnya, Toraki secara akurat menentukan dari arah mana teriakan itu berasal dan langsung berlari ke arah sana.

“Orang idiot mana yang memulai omong kosong bodoh pagi-pagi buta seperti ini?”


Termometer digital yang ditampilkan di atas sebuah gedung menunjukkan bahwa suhu berada di ï¼‘℃, yang mana itu normal mengingat saat itu pagi hari di musim dingin. Meski begitu, suhu tubuh Toraki terus meningkat.

“Sial, apa ramalan cuacanya salah!? Halo! Apakah ada seseorang disana!? Ada sesuatu yang buruk sedang terjadi, mungkin!”

Sambil berlari, Toraki melayangkan pandangan kebencian ke langit yang perlahan mulai cerah dengan cahaya matahari, dan dia segera tiba di lokasi kejadian.

“Sialan njing, yang benar saja!?”

Slimphone yang dia pegang ke telinganya sudah terhubung ke nomor darurat 110, tapi Toraki tidak peduli dengan bahasa bicaranya.

Ada seorang gadis tergeletak di aspal, dikelilingi oleh tiga pria berjas. Pakaian mereka acak-acakan dan mereka berjalan dengan gaya berjalan yang tidak stabil, ciri khas orang-orang yang baru saja selesai minum-minum. Sekilas terlihat jelas bahwa mereka mengelilingi gadis itu dengan niat vulgar.

“Seorang gadis diserang! Di belakang tempat parkir koin dekat dengan kantor pemerintahan daerah—”

Mencoba ikut campur dalam situasi yang jelas tidak normal, tidak peduli situasinya seperti apa, pasti akan memakan banyak waktu. Memanggil polisi dan kemudian segera meninggalkan daerah itu akan menjadi hal terbaik untuk dilakukan dalam situasi seperti itu, dan orang dewasa lain yang kebetulan menemukan tempat kejadian ini pasti akan melakukan hal yang sama.

“Ah…”

Saat dia melihat Toraki, ekspresi gadis itu dipenuhi dengan rasa jijik dan ketakutan.

“Dia… Eh… Ah…!”

Perhatian Toraki dialihkan oleh pakaian gadis yang berwarna hitam seperti malam, dan dia terlambat menyadari bahwa mata gadis itu, yang terbuka lebar karena ketakutan, berwarna biru, dan rambutnya yang acak-acakan berwarna emas.

Mungkinkah dia salah mengira Toraki sebagai penjahat lainnya?

It’s okay, be calm! I am calling police!” (tidak apa-apa, tenanglah! Aku sedang menelpon polisi.)

Salah satu keuntungan dari menjalani hidup yang cukup panjang adalah bahwa Toraki dapat berbicara—meskipun putus-putus—bahasa Inggris. Dia tidak tahu apakah gadis itu berasal dari negara berbahasa Inggris, dan teriakan awal minta tolongnya adalah dalam bahasa Jepang, tapi dengan ini, gadis itu seharusnya mengerti bahwa Toraki berbicara secara khusus dengannya. Di pikirannya, kalimat itu seharusnya membuat gadis itu tahu bahwa Toraki bukan penjahat…

…Sayangnya, hal ini juga menjelaskan kepada para penyerang bahwa Toraki ingin menghalangi mereka. Masing-masing pria itu memelototi Toraki dengan curiga.

“Kubilang aku sudah memanggil polisi lewat telepon! Lepaskan orang itu!”

“Huh? Apa-apaan…”

 


 

“Fu-lisi?”

“P-Polisi?”

Ketiga pria itu memiliki reaksi yang berbeda.

Yang pertama memiliki ciri tubuh yang besar dari mantan pemain olahraga. Pria kedua bertubuh tinggi dan terlihat cerdas, tapi dia di sekitaran usia ketika pria paruh baya mulai menunjukkan timbunan lemak berlebih di sekitar perut mereka. Yang terakhir adalah, seorang pria pendek yang tampak seperti dia hidup dalam bayang-bayang dua orang pertama, baik secara fisik maupun metafora. Dua pria pertama menatap tajam ke arah Toraki, sementara pria pendek itu menarik napas gugup.

“Hei, kau pasti bercanda…”

Toraki bingung.

Meskipun ketiga pria itu terlihat kurang bijaksana, mereka tampaknya bukan tipe orang yang terbiasa melakukan kekerasan. Malahan, mereka lebih terlihat seperti pekerja biasa dari suatu perusahaan.

“Berhentilah mehnggangghu! Enyahlah!”

Masalahnya adalah, bahwa kedua pria yang tidak bersahabat itu tampak semakin marah setiap detiknya. Pria dengan tubuh besar menegakkan bahunya dengan sikap mengancam, tapi Toraki hanya balas menatapnya dengan menantang.

“Hari-hari ketika, kalian bisa membenarkan tindakan kalian dengan bilang bahwa kalian tidak bermaksud menyakiti atau bahwa kalian sedang mabuk, sudah lama berlalu.”

“Tutup-mulutmu-jaancok!”

Karena banyak alasan, Toraki berada dalam situasi di mana dia tidak bisa mengulur waktu bahkan jika dia mau. Meskipun begitu, dia mencoba untuk berbicara dengan gadis itu lagi untuk menenangkannya, tapi pria dengan tubuh besar melemparkan tas ke arahnya.

“Woah!”

Tindakan kekerasan yang tiba-tiba itu mengejutkan Toraki dan dia menjatuhkan Slimphone yang dia pegang di tangan kanannya. Slimphone itu jatuh ke tanah, dengan layar sentuhnya menghadap ke bawah dan membuat suara tumpul saat menghantam aspal.

Meski dilebih-lebihkan, penampilan Toraki tidak bisa disebut mendominasi. Dia lebih pendek dari dua pria pemabuk itu, dan pakaian kasualnya memberikan kesan ramping dan lemah.

“…I-Ini tamapaknya ide yang buruk…”

Pria pendek tampak gugup setelah menyaksikan seorang kenalannya menggunakan kekerasan terhadap orang asing, tapi tentu saja, pria dengan tubuh besar itu mengabaikannya.

“Diamlah, lo tau gak sapa gue? Gue adalah kepala bagian perusahaan!”

Toraki memelototi pria itu, saat dia memperkenalkan dirinya dengan kata-kata yang tidak jelas, tampaknya didorong oleh kemarahan karena disela. Perilakunya kemungkinan besar bukan hanya karena mabuk berat, tapi karena dia terbiasa mengintimidasi orang setiap hari. Pria jangkung itu pun bergabung dengan pria berbadan besar itu untuk mencoba mengancam Toraki.

“Jadi pada dasarnya, kalian adalah jenis sampah terburuk, kan?”

Pria dengan tubuh besar mengayunkan telapak tangan ke arah Toraki, yang memblokir pukulan itu. Toraki kemudian meraih ibu jari pria itu saat dia tidak seimbang dan memutar lengannya ke arah dalam sekuat yang dia bisa.

“Buaaah!?”

Momentum pukulan pria itu berhasil melawannya dan dia benar-benar kehilangan keseimbangan. Sejak awal kaki pria itu sudah goyah, jadi ketukan lembut di bagian luar kaki bagian bawahnya adalah apa yang dibutuhkan Toraki untuk mengirim pria itu terjatuh dengan wajah terlebih dulu ke tanah.

Pria jangkung itu tampak terkejut dengan betapa mudahnya pria besar itu dikalahkan dan dia ragu-ragu untuk membantunya. Tubuh besar pria yang jatuh itu memberikan dampak yang lebih besar pada adegan itu, jadi pria jangkung itu tampak ketakutan.

Memanfaatkan celah itu, Toraki meraih tangan gadis yang terbaring di tanah dan menariknya ke atas, lalu mengayunkan tangan kirinya dengan protektif ke depannya. Sementara itu, pria pendek itu hanya menatap apa yang terjadi dengan takjub.

“A-Apa yang kau lakukan? Apakah menurutmu kau bisa lolos dengan melakukan hal seperti itu…”

“Lihat siapa yang bicara.”

Toraki mengerutkan kening mengancam pria dengan tubuh besar setelah mendengar apa yang dia katakan.

“Aku tidak bekerja untuk perusahaanmu, jadi tidak ada satu alasan pun bagiku untuk takut padamu. Jika kau melangkah lebih jauh dari ini, aku akan pastikan bahwa kalian semua akan kehilangan reputasi sosial kalian untuk selamanya. Lihatlah ke sana.”

Toraki menunjuk kamera pengintai yang dipasang di atas tiang di samping mesin pembayaran milik tempat parkir.

“Bahkan seseorang yang semabuk kalian seharusnya menyadari apa yang akan terjadi jika polisi terlibat. Ataukah kalian lebih suka pergi ke penjara karena penganiayaan daripada karena mabuk?”

“Guh…”

Pria jangkung menanggapi dengan erangan, tapi pria dengan tubuh besar berusaha untuk berdiri.

“Hei, kau harus lari jika bisa. Sepertinya sesuatu akan menjadi sedikit merepotkan—”

Itu terjadi tepat ketika Toraki berbicara dengan gadis di belakangnya.

“Awas!!”

Pada saat yang sama gadis itu berteriak, bayangan gelap menerkam Toraki.

“Apa—!”

Toraki merasakan pukulan itu menekan seluruh tubuhnya dengan kekuatan yang jauh lebih kuat dari serangan pria besar itu, dan saat berikutnya, dia menerima pukulan berat di punggungnya setelah jatuh ke aspal.

“Guh!!”

“Jangan… Jangan menggangguuuuuu!!”

Itu adalah pria pendek yang bersembunyi di belakang dua pria lainnya. Rambutnya acak-acakan, dan dia menggunakan tubuhnya sebagai pegas untuk melompat ke udara dengan cara yang jelas melampaui kemampuan manusia biasa. Yang lebih penting lagi, senyum gila di wajahnya memperlihatkan giginya, yang…

“Kau… Jangan-jangan!”

“Aku sudah menahan diri begitu lama… Tapi aku tidak bisa menahan diri lagi!”

Gigi taring di rahang atas dan bawahnya jauh lebih panjang dan tajam daripada gigi manusia mana pun. Mata di balik kacamatanya bersinar dengan cahaya merah tua.

“Aku ingin meminum darah manusia wanitaaaaaaaa!! Jika tidak, aku akan menjadi gilaaaaaaa!!”

Pukulan pria pendek yang tenaganya sama sekali tidak proporsional dengan penampilannya yang lemah, sekali lagi membuat Toraki kewalahan.

“Guh!”

Toraki merasa otak di dalam tengkoraknya bergetar. Pria pendek itu tampak memiliki berat yang kurang dari setengah berat pria besar itu, tapi dia dengan akurat menyegel gerakan Toraki. Pukulan itu secara individu tidak cukup kuat untuk membuat Toraki pingsan, tapi…

…Suhu di sekelilingnya terus meningkat dengan jelas.

Pagi akan datang, dan cepat.

Lebih dari sekadar kekerasan, atau ketakutan akan kematian, ketakutan yang disebabkan oleh sesuatu yang “menyusahkan” adalah apa yang terlintas dalam pikirannya. Namun, saat berikutnya…

“Ngaah!”

Beban berat yang menekannya menghilang tiba-tiba, dan kilatan “malam” melintas di pandangan Toraki.

 “Apakah kamu baik-baik saja!?”

Bayangan gelap bergerak seperti meteor saat berbicara dalam bahasa Jepang dengan lancar, dan kemudian…

“…Palu.”

Gadis berpakaian gelap itu memegang palu perak di tangan kanannya saat dia mengayunkannya. Itu adalah palu berukuran kecil, jenis perkakas yang bisa ditemukan di kotak peralatan mana pun. Bahkan Toraki punya perkakas seperti itu di lemari rumahnya. Namun, ukiran pada palu itu memancarkan cahaya yang tidak biasa.

“Ugh…!”

Merasa tekanan yang menyerangnya lenyap, Toraki melompat berdiri. Dia mencari-cari pria pendek itu dan menemukannya terbaring dalam bayang-bayang beberapa meter jauhnya, memegangi dahinya dan menatap ke arahnya.

Bukan darah yang mengalir melalui celah di jari-jarinya. Itu adalah zat bubuk putih yang juga dikenal Toraki. Dengan kata lain, itu adalah “abu”.

““Kau tidak akan bisa kabur!””

Suara Toraki tumpang tindih dengan suara gadis itu saat pria pendek itu berusaha berbaur dalam bayangan di belakangnya untuk melarikan diri.

“Sialan!”

Pria pendek itu dengan cekatan menghindari serangan mereka dan mengulurkan tangannya yang leluasa ke arah mereka berdua. Ujung kukunya tiba-tiba bersinar merah dan sesuatu yang tampak seperti benang merah halus bergegas menuju Toraki dan gadis itu.

“Oh tidak! Itu—!”

Toraki menyadari bahwa benang yang menyayat udara seperti cambuk sebenarnya terbuat dari darah, dan memiliki ujung tajam. Namun, dia tidak punya waktu atau sarana untuk menyampaikan informasi itu kepada gadis di depannya. Meski begitu, gadis itu…

“Haahh!”

Dia menangkis benang-benang itu dengan palu perak yang tampaknya sama sekali tidak cocok untuk tindakan yang seksama seperti itu.

“Tunggu, beneran?”

Toraki terkejut, tapi hal yang sama juga berlaku untuk pria pendek itu. Dia mencoba untuk memfokuskan serangan benang pada gadis itu sendiri, tapi gadis itu menghindari semua serangannya dengan gerakan cepat dan palu yang akurat.

“Sialan, sialan, sialan, sialan! Jangan bilang kalau kau salah satu dari mereka—!”

“Menyerahlah! Tidak ada kegelapan yang tersisa untukmu bisa melarikan diri!”

Gadis itu membuat pernyataan itu setelah memojokkan pria pendek itu ke dinding beton sebuah rumah. Toraki memilih tepat saat itu untuk menyelipkan dirinya di antara mereka berdua dan melindungi wanita itu.

“Awas!”

Salah satu benang darah yang menjulur dari tangan lelaki pendek itu tertutup kerikil dari permukaan jalan. Menggunakan suatu jenis sihir, dia menyebabkan batu-batu itu melesat secara eksplosif hanya dengan jentikan jari.

“Cih!”

Toraki dengan tergesa-gesa bergerak untuk melindungi wajah dan mata gadis itu dari kerikil, tapi dia tidak dapat melindungi gadis itu sepenuhnya. Salah satu kerikil menyerempet dahi gadis itu dengan kekuatan bak peluru.

“Ah!”

Gadis itu berteriak kesakitan dari dalam pelukan Toraki, dan darah muncrat dari dahinya. Beberapa darah berceceran di wajah Toraki.

“Hahaha… Hehehe…”

Pria pendek itu tertawa kecil seolah dia bangga dengan apa yang telah dia lakukan, dan untuk Toraki—

“Jangan membuatku melakukan hal-hal yang aku benci, brengsek.”

— Dia telah kehilangan kesabaran.

Toraki mengusap noda merah di pipinya menggunakan jari, dan dengan lembut menjilatnya. Saat berikutnya, tubuhnya menghilang dari pandangan.

“Ap—!”

“Hii!”

Bukan hanya gadis itu, bahkan pria pendek itu berteriak setelah melihat itu. Pada saat itu, Toraki sudah muncul di belakang pria pendek itu.

“Itu hanya imajinasimu saja. Lagian, kau mabuk.”

Toraki tidak memanfaatkan hilangnya konsentrasi musuh, ia juga tidak bergerak dengan kecepatan super. Tubuhnya benar-benar tersebar menjadi partikel hitam dan berteleportasi ke belakang pria pendek itu.

Tanpa membuang waktu, Toraki melingkarkan tangannya di leher pria pendek itu.

“Perhatikan waktunya, bodoh!”

Mata Toraki dan telapak tangannya yang melingkari leher pria pendek itu bersinar merah. Hanya itu yang diperlukan agar cahaya jahat memudar dari mata pria pendek itu dan dia jatuh pingsan ke tanah.

Pada saat yang sama—

“Ugghhh…”

“Bleegh…”

— Dua pria lainnya, yang telah menemani pria pendek itu membuka mata lebar-lebar saat mereka memuntahkan isi sesi minum-minum mereka semalam.

“Aku tahu kalau ada sesuatu yang aneh tentang perilaku mereka. Jadi itulah yang terjadi ya.”

Kemungkinan besar, pikiran kedua pria jangkung itu terbelenggu oleh “mata” pria pendek itu.

“Kalian berdua, apakah kalian kenal orang ini?”

“Tidak… Kami baru bertemu dengannya kemarin di bar…”

Toraki hanya memperhatikan sebagian alasan pria itu sambil mengulurkan tangannya ke dada pria besar itu. Dia merogoh saku bagian dalam mantel pria itu dan mengeluarkan kotak kartu nama yang berisi banyak kartu, dan membaliknya sambil melihat pria itu sendiri.

“Aku mengerti sekarang. Dia mencari beberapa orang sepertimu dan memutuskan untuk menggunakanmu sebagai kamuflase.”

Kartu nama tersebut memiliki nama perusahaan yang sangat terkenal terlampir di atasnya.

“Aku mengerti bahwa kalian hanya dimanfaatkan olehnya, dan aku kasihan pada kalian untuk itu. Tapi tahukah kalian, itu juga fakta bahwa kalian berdua memiliki sifat seperti yang kalian tunjukkan sebelumnya. Kami bukanlah penyihir. Kami tidak bisa begitu saja menciptakan perasaan yang tidak ada di dalam diri.”

Toraki berjongkok di depan kedua pria itu dan membuat matanya bersinar merah sambil memberi isyarat ringan dengan tangannya.

“Pergilah. Aku yang akan mengurus sisanya. Jika kalian telah belajar dari hal ini, jangan pernah minum sampai mabuk. Biasanya, manusia bisa saja mengabaikan hal semacam itu.”

Para pria—yang tampaknya hampir selesai muntah—mengangguk penuh semangat dengan ekspresi takut di wajah mereka, dan bergegas pergi ke kerumunan orang di pagi hari tanpa melirik gadis yang mereka serang.

“Bah, membuatku membuang waktu ketika aku sedang buru-buru… Ah!”

Toraki menatap ke langit dengan muak sambil dengan gugup meraih Slimphone-nya yang jatuh ke tanah. Seperti yang dia takutkan, layarnya retak. Dia mengerutkan kening setelah melihat itu dan entah bagaimana berhasil membuka aplikasi telepon. Jelas bahwa cahaya merah yang seram telah menghilang dari matanya saat dia mengangkat wajahnya dan meletakkan telepon ke telinganya.

“Halo. Maaf karena menelepon sepagi ini, tapi ini mendesak. Aku menghentikan seorang idiot tanpa kendali diri, tapi aku sudah menelepon polisi sebelum aku menyadari siapa dia. Dilihat dari waktunya, dia akan berubah menjadi abu saat polisi tiba di sini. Lacak lokasi ponselku saat ini, kau akan menemukan idiot itu di sana. Ya, sampai nanti.”

Setelah memberikan sejumlah informasi dan memutuskan panggilan, Toraki akhirnya menoleh untuk melihat gadis itu. Gadis berpakaian hitam itu memegangi keningnya yang masih berdarah saat dia melihat ke antara pria pendek dan Toraki beberapa kali, membandingkan keduanya.

“Apa kamu baik-baik saja? Kamu mengerti bahasa Jepang, kan?”

Gadis itu mengangguk sedikit sebagai tanggapan saat Toraki dengan enggan memulai percakapan dengannya.

Gaun, yang sangat hitam dari tipe yang tidak biasa, dan palu perak. Dan yang paling menonjol dari semua itu, adalah dahi pria pendek yang telah hancur menjadi zat putih seperti abu tempat gadis itu “memukul” pria itu.

“Mari lupakan apa yang baru saja kita lihat. Polisi akan segera datang, tapi kamu bisa kabur jika tidak ingin berurusan dengan mereka.”

“……”

“Aku mungkin harus memperingatkanmu, tapi memberi tahu polisi tentangku tidak ada gunanya. Yah, menurutku kamu bukan tipe manusia yang mengatakan hal semacam itu kepada mereka. Jika kamu ingin melapor ke polisi apa pun yang terjadi, akan membantu jika kamu hanya memberi tahu mereka bahwa orang-orang yang menyerangmu sudah melarikan diri setelah ketahuan oleh orang lain. Keduanya hanyalah orang biasa. Malahan, mereka adalah korban dari insiden ini.”

Toraki akhirnya mengatakan semua itu dalam satu tarikan nafas karena dia kekurangan waktu, tapi seperti yang diduga, gadis itu terus menatapnya seolah-olah dia mencoba untuk mengukur niat Toraki yang sebenarnya.

“Uhh… Pokoknya. Apakah kamu baik-baik saja? Aku hanya memiliki ini saat ini.”

Gadis itu menegang sesaat ketika melihat Toraki merogoh saku belakang celananya, tapi ekspresinya berubah menjadi terkejut ketika Toraki mengeluarkan dompetnya.

“Ya, ini mungkin tidak akan membantu untuk luka yang berdarah begitu parah.”

Toraki bicara sambil melihat plester rekat yang dia keluarkan dari dompetnya.

“Aku memiliki kulit yang sangat kering, lho. Aku membawa ini kemana-mana karena kulit tanganku sering pecah-pecah selama musim dingin… bagaimanapun, itu tidak masalah sekarang. Tapi aku hanya punya sisa dua plaster.”

Toraki mengulurkan plester rekat yang murah. Gadis itu dengan takut-takut menerima plester dengan tangan yang sama yang memegang palu.

“…Terima kasih… banyak.”

Toraki akhirnya bisa mendengar seperti apa suara gadis itu ketika dia tidak berteriak.

“Tidak, tidak apa-apa. Ngomong-ngomong, kamu tahu… Kita mungkin sebaiknya menghindari terlibat lebih jauh dalam urusan satu sama lain. Aku pergi sekarang. Kamu mungkin harus melakukan hal yang sama. Polisi akan segera datang.”

“T-Tolong tunggu! Tadi, setelah aku memukul pria itu, aku melihatmu menghilang…”

“Jangan pergi dan mengatakan kalau kamu memukulnya dengan keras ketika aku mencoba berpura-pura bahwa semua ini tidak terjadi…”

Toraki memotongnya sebelum gadis itu bisa menyelesaikan kalimatnya, secara efektif mencegahnya menyelesaikan pertanyaannya.

“Kamu juga pasti ngantuk setelah begadang semalaman, anggap saja itu mimpi. Atau kamu bisa berpikir bahwa kamu telah diselamatkan oleh pegulat sumo peringkat tinggi atau semacamnya.”

“Pegulat sumo peringkat tinggi… Pfft.”

Gadis itu berusaha menahan tawanya, tapi gagal.

“A-aku minta maaf karena tertawa.”

“Tidak apa-apa. Selamat tinggal.”

“U-Umm…”

“Masih ada yang ingin kamu tanyakan?”

Toraki melirik layar Slimphone-nya. Sudah kurang dari lima menit sampai waktu yang disebutkan dalam ramalan cuaca.

“…Ada kemungkinan kita berdua akan bertemu lagi suatu saat.”

“Kita berdua harus berdoa agar hari itu tidak pernah datang.”

“Bagaimanapun juga, izinkan aku setidaknya mengatakan ini untuk sekarang.”

Pada saat itu, gadis itu langsung menatap mata Toraki untuk pertama kalinya. Pipinya yang memerah dan matanya yang basah memperjelas bahwa ini adalah tindakan yang membutuhkan keberanian besar di dirinya.

“Terima kasih telah menyelamatkanku.”

Mengatakan demikian, gadis itu mengulurkan tangannya. Toraki tidak menyadarinya sebelumnya, tapi dia melihat bahwa dia memiliki tas perkakas kulit di punggung bawahnya tempat dia meletakkan palu seolah-olah dia sedang menyarungkan senjata.

“Ah, sama-sama.”

“Perak” tidak benar-benar baik untuk mata atau kulit Toraki. Fakta bahwa gadis itu repot-repot menyembunyikan “senjata”-nya sebelum mengulurkan tangannya membuat tindakannya layak untuk dibalas.

“Tanganmu hangat.”

“Hmm?”

Toraki berpikir bahwa itu adalah cara yang aneh untuk mengungkapkan rasa terima kasihnya dan menatap tangannya. Tangan kanan yang secara tidak sengaja dia gunakan untuk menarik gadis itu dari tanah, dan tangan kiri yang menopangnya.

“Kurasa itu berarti hatiku dingin. Aku tidak yakin bagaimana di luar negeri, tapi di Jepang dikatakan bahwa, orang dengan hati yang hangat memiliki tangan yang dingin.”

Toraki tersenyum mencela diri sendiri setelah mengatakan itu, ketika tiba-tiba…

Sinar cahaya keemasan dari langit timur melubangi sisi kiri dada Toraki.

“Oh, sial.”

Hari yang baru telah dimulai bagi dunia. Di saat yang sama, Toraki dengan acuh tak acuh menerima “kematian” yang mendekati tubuhnya sendiri.

Siapa yang mengira nama “cahaya surga” untuk menggambarkan sinar matahari yang menerobos celah di awan akan jatuh ke tanah?

Tidak hanya Toraki—yang telah menjadi penghuni malam dan kegelapan—gagal diangkat ke surga oleh apa yang disebut cahaya surga, cahaya itu akan menghancurkan tubuhnya menjadi beberapa bagian.

“Tidak mungkin! Seharusnya masih ada waktu…”

Meskipun itu tubuh Toraki yang hancur, ekspresi gadis itu lebih menderita daripada Toraki sendiri setelah melihatnya dalam keadaan seperti itu. Itu adalah ekspresi seseorang yang telah melihat sesuatu yang tidak dapat dipercaya, wajah seseorang yang telah menyaksikan sesuatu yang bukan dari dunia ini.

Tak lama kemudian, bahu, wajah, dan setiap bagian tubuhnya yang bermandikan cahaya matahari mulai berubah menjadi partikel halus yang tersebar di udara. Di saat yang sama, kesadaran Toraki mulai surut dengan cepat ke dalam kegelapan. Penglihatannya menjadi samar, telinganya berhenti mendengar suara, dan akhirnya tubuhnya yang retak berhenti merasakan apapun.

“Sialan…”

Ah, jadi begini caranya aku mati.

Dia akan mati tanpa meninggalkan sehelai rambut atau setetes darah pun. Tepat sebelum dia benar-benar dihancurkan oleh cahaya, dia mengumpulkan sisa kekuatannya untuk berteriak.

“Di dalam dompetku… SIM dan tasku… Ada…”

Kirimkan abuku ke alamat itu. Toraki bahkan tidak tahu apakah dia telah mengucapkan kalimat itu atau tidak.

Hal terakhir yang dia ingat adalah, dompetnya jatuh di jari kakinya setelah dia menjatuhkannya. Namun, pikiran tentang kematian sambil melindungi orang lain memenuhi hatinya—terlepas dari kenyataan bahwa hatinya sudah hancur—dan karena itu, dia tidak merasa menyesal.

Awan di langit segera menghilang, meninggalkan dunia di bawahnya diliputi cahaya matahari. Dunia dipenuhi dengan kehidupan, dan sebagai gantinya, seluruh tubuh Toraki berubah menjadi abu dan hancur ke tanah.

Gadis itu dibiarkan berdiri di samping tumpukan abu, dan salib merah tua mengeluarkan suara tumpul saat jatuh ke aspal. Salib itu terpental ke semak-semak di sisi jalan, menghilang dari pandangan.


“Gaaah!”

 Dia bisa merasakan udara di paru-parunya. Darah dan kehangatan memenuhi seluruh tubuhnya, dan Toraki terbangun dengan jeritan yang tak terucapkan.

“Haah… Haah… D-Dimana aku…?”

Sekelilingnya gelap gulita, tapi dia tahu bahwa dia tidak berada di ruang tertutup. Indra penciumannya mulai bekerja begitu dia merasakan udara di tubuhnya, membuat dia tahu bahwa ini adalah tempat yang biasa dia kunjungi.

“Aku… di rumah?”

Suasana yang menyedihkan dan dingin. Permukaan keras di telapak tangan dan pantatnya adalah lantai kamar mandi di rumahnya.

“Kurasa aku berhasil kembali.”

 Tidak diragukan lagi. Ini jelas apartemen Toraki Yura.

“Ah, sial… Kurasa aku harus memulai dari awal. Sakit sekali.”

Dia melihat sekelilingnya yang masih gelap sambil menggaruk-garuk kepalanya. Dia tidak perlu menyalakan lampu, karena matanya mampu melihat dengan jelas bahkan di kamar mandi yang gelap.

Selama sepuluh tahun terakhir, dia selalu dihidupkan kembali di sini, di kamar mandi komplek apartemen yang benar-benar biasa ini. Tidak ada jendela, hanya kipas ventilasi kecil, tapi ada jam digital tahan air kecil yang diletakkan di samping sampo dan semacamnya untuk persiapan mandi setelah kembali dari shift malamnya yang biasa.

“Aku ingin tahu berapa hari yang telah berlalu… Aku merasa bersalah pada Muraoka-san. Aku yakin dia mengira aku kabur karena aku dipaksa untuk mendengarkan keluhannya.”

Dari pengalaman masa lalunya, dia tahu bahwa setiap kali dia berubah menjadi abu, hidup kembali dalam waktu kurang dari seminggu akan sangat bagus. Dulu, ada saat-saat ketika dia tidak bisa hidup kembali selama enam bulan penuh.

Dia tidak tahu tanggal berapa sekarang, tapi kemungkinan besar dia telah dipecat dari pekerjaan karena absen selama beberapa hari tanpa cuti. Merasa tertekan pada situasi yang telah dia hadapi beberapa kali di masa lalu, Toraki melihat sekilas tanggal yang ditampilkan di jam tahan air dan meragukan matanya sejenak.

Jam tersebut menunjukkan bahwa saat ini adalah tanggal 3 Desember, jam 7 malam.

“Hanya satu hari? Tunggu, aku terseret ke dalam kekacauan itu setelah bekerja semalaman, jadi ini bahkan belum sehari!?”

Pada saat itu, tangan Toraki melesat ke lehernya dan dia menjadi bingung.

“Tidak ada…! Lalu, siapa… !?”

Toraki berlari keluar dari kamar mandi—

“Eh?”

“Ah.”

—Dan akhirnya bertemu dengan seorang gadis berambut pirang bermata biru yang membawa kantong belanja dengan logo minimarket terdekat.

Toraki baru saja kembali dari menjadi abu, jadi tentu saja, dia benar-benar telanjang.

“Waaaaaaaah!”

“Maaaaaaaf!”

Gadis itu berteriak dan mengayunkan tas belanjaan ke arah wajah Toraki seolah-olah dia sedang berpartisipasi dalam acara lempar cakram, tapi entah bagaimana Toraki berhasil menutup pintu kamar mandi tepat pada waktunya. Dampak kemarahan diteruskan melalui pintu di antara mereka, dan Toraki mendengar suara pintu depan terbuka dan seseorang keluar rumah.

Dia tidak mengenakan pakaian hitamnya, tapi tidak diragukan lagi itu adalah gadis yang dia selamatkan dari orang-orang aneh tadi malam—atau lebih tepatnya, pagi ini.

“Hmm? Tunggu sebentar.”

Fakta bahwa dia bisa kembali ke rumah dalam waktu kurang dari sehari meskipun berubah menjadi abu kemungkinan besar karena gadis itu.

Namun, orang biasa tidak akan bisa tetap tenang setelah melihat seseorang berubah menjadi abu tepat di depan mata mereka, dan mereka pasti tidak akan berusaha mengumpulkan abu itu dan mengirimkannya ke rumah orang asing.

Toraki tidak tahu kenapa gadis itu tetap tinggal di rumahnya sampai sekarang—bahkan bersusah payah untuk pergi berbelanja di toko terdekat—tapi Toraki tidak bisa membiarkan gadis itu sembarangan menyebarkan berita tentang jati diri aslinya.

 


 

“Hei! Jangan bilang kalau kau—!”

“Setidaknya pakai beberapa pakaian dulu sebelum keluar rumah!”

“Maafkan aku!”

Toraki sempat buru-buru keluar dari kamar mandi tanpa pikir panjang dan membuka pintu depan rumahnya, tapi dia segera menutupnya sekali lagi.

Gadis itu duduk berjongkok tepat di luar pintu depan. Dilihat dari tingginya, ada kemungkinan dia secara tidak sengaja memberinya pertemuan “tatap muka” dengan kemaluannya.

“Uhh… Sekarang dimana aku melemparkan pakaian itu setelah kembali dari binatu kemarin… Eh!?”

Sambil tersipu karena malu, Toraki mencari-cari sesuatu yang akan dipakai dari tumpukan pakaian yang tidak dilipat dari cucian, hanya untuk menyadari bahwa tumpukan pakaian itu telah menghilang.

“Hah? Tunggu, apa?”

Dia dengan ragu-ragu membuka laci di lemari riasnya—lemari murah yang hampir tidak memenuhi syarat—dan menemukan bahwa pakaiannya, meski masih agak kusut, telah dilipat dan disimpan dengan rapi.

Ketika dia melihat sekeliling, dia melihat bahwa beberapa area ruangan telah dirapikan. Piring-piring yang ditinggalkannya tergeletak di wastafel, semuanya telah dicuci dan ditempatkan di nampan pengeringan, dan nampan pengeringan itu sendiri telah dibersihkan dari endapan kapur yang menumpuk.

“Tunggu, apakah dia melakukan semua ini?”

“Hei, apa kamu sudah selesai!? Dingin sekali di sini!”

Dia mendengar teriakan gadis itu dari luar apartemen. Mungkin dia sedang mendengarkan di pintu.

“Ah! T-Tunggu sebentar! Aku akan berpakaian!”

“Kenapa kau berjalan-jalan dengan telanjang!? Apa kau bodoh atau semacamnya!?”

Toraki tidak mengatakan apapun untuk membela diri terhadap komentar pembenaran sepenuhnya gadis itu. Setelah mengeluarkan beberapa pakaian dalam dan baju olahraga, dia berhasil berpakaian.

“Kamu bisa masuk sekarang.”

“Jika aku tidak berhutang budi padamu karena telah menyelamatkanku, aku akan melaporkanmu ke polisi untuk itu.”

Gadis itu terlihat sangat berbeda tanpa pakaian hitamnya, dan dia sepertinya masih tidak bisa menatap mata Toraki karena apa yang terjadi sebelumnya. Namun, dia tanpa diragukan lagi adalah gadis yang sama yang dia temui pagi itu.

“Jadi informasi yang tertulis di sini memang benar.”

Setelah mengatakan itu, gadis itu mengeluarkan dompet dari saku hoodie yang dia kenakan. Berpakaian kasual seperti yang dikenakan gadis itu, ciri gadis itu masih menyimpan jejak pesona kekanak-kanakan. Dompet itu tidak diragukan lagi adalah milik Toraki, dan setelah dilihat baik-baik, dia melihat bahwa hoodie dan celana olahraga yang gadis itu kenakan, meskipun terlalu besar untuknya, juga milik Toraki. Gadis itu membuang muka dengan canggung setelah menyadari tatapannya.

“…Aku meminjam pakaianmu, dengan asumsi bahwa orang-orang tidak akan menggangguku jika aku mengenakan pakaian pria.”

“A-Ah, begitu ya.”

Apa pakaian benar-benar terlihat berbeda tergantung siapa yang memakainya? Pakaian yang terlihat sangat tidak menarik saat dipakai Toraki, sekarang terlihat seperti bisa ditampilkan di bagian pakaian kasual dalam majalah fashion saat dikenakan oleh gadis itu.

Gadis itu memiliki kebiasaan menunduk saat berbicara, tapi ciri wajahnya bagus dan bersih. Jika dia berjalan-jalan dengan pakaian ini, ada bahaya dia akan mendapat masalah karena alasan yang sepenuhnya berbeda.

Tentu saja, Toraki menyimpan pikiran itu untuk diri sendiri karena dia tidak berniat untuk membuat kesal gadis itu lebih jauh lagi.

“Dan juga, izinkan aku mengembalikan ini padamu. Harap dicek isinya. Aku sebelumnya meminjam 500 Yen untuk belanja di minimarket.”

Gadis itu menyerahkan dompet Toraki yang dia keluarkan dari saku hoodie-nya. Toraki juga menyadari bahwa kantong belanja yang gadis itu pegang berisi bento dari minimarket.

“Ah, tidak, tidak apa-apa, tapi… Kenapa kau menggunakan microwave-ku untuk memanaskan bentomu?”

“Karena ini jadi dingin saat aku menunggumu di luar.”

“Ah, begitu ya.”

Gadis itu dengan lembut menempatkan apa yang tampak seperti wadah bento kari katsu penyok ke dalam microwave dan mulai memanaskannya. Aroma kari tercium dari microwave Toraki yang murah, menyebabkan dia tiba-tiba merasa lapar.

“Ah! Tidak ada sendok! Aku akan meminjam sendok milikmu, oke?”

Namun, Toraki merasa dia tidak bisa membiarkan gadis itu makan kari katsu tanpa mengatakan apapun setelah melihatnya mencari-cari sendok di laci peralatan makannya tanpa izin.

“Hei, sekarang lihat kemari…”

“Ah, itu benar!”

Saat Toraki hendak mengatakan sebagian isi pikirannya, gadis itu memotongnya.

“Aku hampir lupa mengatakannya karena apa yang kamu lakukan sebelumnya. Meskipun kamu adalah jenis monster yang bisa pergi keluar di tengah musim dingin dengan anumu yang menggelantung yang tak perlu disebutkan itu, aku perlu mengatakan dengan tepat apa yang perlu dikatakan.”

Gadis itu berbalik menghadap Toraki dan membungkuk dengan anggun dari pinggang.

“Sekali lagi terima kasih telah menyelamatkanku pagi ini.”

“Kata pengantarnya benar-benar merusak! …Ngomong-ngomong, yang lebih penting…”

“Ah, sudah selesai.”

Kali ini, bunyi bip microwave yang menyela Toraki.

“Maaf, tapi aku belum makan apa-apa sejak pagi ini.”

“…Silakan.”

Pernyataan gadis itu tidak memberi ruang bagi Toraki untuk menyuarakan pendapatnya, jadi dia terpaksa mengangguk.

Gadis itu dengan sembarangan mengeluarkan bento kari katsu panas dari microwave dan melemparkan wadah itu ke atas meja di ruang makan yang sempit. Dia kemudian duduk di kursi dan mulai makan dengan penuh semangat… atau lebih tepatnya, dia berusaha makan. Dia sepertinya telah membakar lidahnya dengan suapan pertama, saat wajahnya dengan cepat bergeser dari satu ekspresi menderita ke ekspresi menderita yang lain, sementara matanya memutar di kepalanya.

Meskipun berada di rumahnya sendiri, Toraki merasakan ketidaknyamanan yang aneh saat dia duduk di kursi di seberang gadis itu.

“……Umm…”

“Iris.”

“Eh?”

“Iris Yeray. Itu namaku.”

“Iris, begitu ya. Aku–”

“Yura Toraki. Catatan dengan petunjuk di dompetmu, kamu menulisnya sendiri, kan? Dan kamu bahkan berjalan-jalan sambil membawa kantong sampah sepanjang waktu… Itulah alasan aku bisa membawamu kembali ke sini, dan alasan kenapa kamu bisa kembali normal, kan?”

“Y-Ya, tapi itu bukan masalahnya sekarang…”

“Apa itu? Jika kamu mau mengatakan tentang fakta bahwa kamu berubah menjadi abu, maka tentu saja, tanganku jadi kotor saat aku mengumpulkan abumu dan itu menjijikkan, tapi aku sudah terbiasa.”

Dideskripsikan sebagai “menjijikkan” oleh seorang wanita muda akan menjadi pukulan keras tidak peduli betapa banyak pengalaman hidup yang dimiliki seseorang, bahkan jika itu adalah kebenaran dan tidak diucapkan karena kedengkian.

“Tunggu, tunggu sebentar.”

Yang lebih penting, apa maksudnya dengan bilang kalau dia sudah terbiasa melihat orang berubah menjadi abu tepat di depan matanya? Siapakah gadis ini, yang dapat berbicara tentang hal-hal seperti itu tanpa ekspresi seolah-olah dia hanya berbicara tentang apa yang dia makan saat sarapan?

Sambil memikirkan hal-hal seperti itu, Iris sepertinya telah menghabiskan kari katsu-nya dalam sekejap dan dia menghela nafas puas.

“Ugh…”

Melihatnya seperti itu, Toraki sekali lagi teringat betapa laparnya dia. Sekarang saat dia memikirkannya, dia juga tidak makan apapun sejak pagi, sama seperti Iris. Aroma kari yang tersisa dan pemandangan Iris yang sedang makan menyebabkan perutnya keroncongan, dan tentu saja, Iris juga mendengarnya.

Wanita muda aneh ini, yang noda kari di sekitar mulutnya benar-benar menghancurkan kesan misteriusnya, berbicara sambil mengarahkan tatapan tajam ke arah Toraki dengan mata birunya.

“Harus kuakui, aku tidak tahu vampir bisa kelaparan karena mencium aroma kari.”

Makhluk yang berubah menjadi abu dalam cahaya matahari dan terbangun dalam kegelapan. Mereka meminum darah manusia dan memiliki kekuatan supernatural.

Toraki Yura adalah vampir tulen.

“Kupikir aku akan makan sesuatu juga. Aku masih punya cup ramen di sini.”

Toraki berdiri dan berpaling darinya setelah mengatakan itu, saat Iris mengawasi Toraki dari belakang selama satu menit sebelum melihat kotak bento kari katsu miliknya dan tersenyum kecut.

“Jadi, bahkan vampir pun makan cup ramen, ya?”


Vampir. Mereka adalah makhluk yang muncul dalam budaya dari seluruh dunia sebagai monster, iblis, roh, atau terkadang bahkan manusia. Beberapa kesamaan yang mereka miliki adalah bahwa mereka adalah bentuk mayat hidup, mereka mengubah korban mereka menjadi pelayan dengan meminum darah mereka, dan mereka tidak dapat bertahan hidup di bawah sinar matahari.

Legenda itu berdasarkan fakta. Toraki Yura tidak diragukan lagi adalah seorang vampir.

“Ada kantong plastik di dalam dompet ini. Jika memungkinkan, tolong kumpulkan abu ke dalam kantong tersebut dan kirimkan ke Apartemen 104, Blue Rose Chateau, Distrik Zoshigaya xx, Toshima, Kota Tokyo. Toraki Yura. Nomor telepon…

Toraki Yura, pria yang saat ini sedang makan nasi sisa kemarin setelah menjatuhkannya ke dalam sisa kaldu ramen, adalah vampir yang berjalan berkeliling dengan catatan tulisan tangan yang disebutkan di atas dan kantong sampah di dompetnya.

“Aku terkejut bahwa kamu benar-benar mengharapkan seseorang untuk mengirimkan abumu dengan catatan seperti ini.”

“Aku hanya berharap ada orang di luar sana yang akan mengantarkan abuku setelah membaca catatan tersebut. Selain itu, kamu mengirimkan abunya, kan? Haah…”

Di ruangan yang dipenuhi dengan aroma kari minimarket dan kaldu cup ramen, Iris mengistirahatkan wajahnya di atas meja setelah merasa lesu karena makan makanan berukuran sedang.

“Fakta bahwa kamu menulis catatan itu berarti ini bukan pertama kalinya hal ini terjadi, kan? Maksudku, berubah menjadi abu di depan orang lain. Sudah berapa kali orang benar-benar membawa abumu ke rumah?”

“Yah… Aku mungkin bisa menghitung berapa kali itu terjadi dengan satu tangan.”

Sebenarnya, jika seseorang melihat orang lain berubah menjadi abu tepat di depan mata mereka, mereka biasanya tidak akan berpikir untuk mengumpulkan abu itu. Ini bukan hanya karena takut, tapi karena mereka tidak dapat memahami apa yang telah terjadi.

“Ngomong-ngomong, karena kamu salah satu dari orang-orang ‘spesial’ itu, Iris, apa sebenarnya yang membuatmu melakukannya? Sepertinya, ini bukan pertama kalinya kamu melihat vampir.”

“Kamu tidak percaya padaku, kan?”

“Tentu saja tidak. Kamu tampaknya tidak takut atau ngeri padaku, jadi jelas bahwa aku akan terus waspada.”

“Apa kamu menyadari betapa konyolnya itu terdengar?”

Iris membuka bibirnya dengan seringai dan menunjuk ke mulutnya dengan cara yang menggoda.

Toraki berada di urutan kedua setelah dokter gigi dalam hal mengkhawatirkan gigi orang lain. Saat Iris tiba-tiba memamerkan gigi miliknya, Toraki mendapati dirinya fokus pada gigi taring Iris.

“Jika kamu bertanya padaku, aku akan bilang kalau seorang gadis sepertiku, yang pergi ke rumah seorang pria yang tinggal sendirian, apalagi seorang pria yang menunjukkan kekuatan supernatural setelah meminum darah dan berubah menjadi abu di bawah sinar matahari, itu lebih menakutkan.”

“Mengingat kamu meminjam pakaian vampir yang disebutkan itu, bagaimana aku harus bereaksi terhadap pernyataan itu?”

Toraki merasa bingung dengan situasi dan percakapan yang sepertinya tidak kemana-mana.

“Jika kamu tahu tentang vampir, kamu pasti bisa mengerti, kan? Orang biasa tidak tahu bahwa makhluk seperti itu ada. Jika orang-orang di sekitarku mengetahui siapa aku sebenarnya, aku tidak akan dapat tinggal di sini lagi.”

“Kamu sepertinya telah membaur dengan manusia untuk waktu yang lama. Sudah berapa lama kamu tinggal di rumah ini?”

Iris melihat sekeliling apartemen. Apartemen itu terletak di wilayah metropolitan Tokyo, satu stasiun dari Ikebukuro di jalur Fukutoshin.

Blue Rose Chateau Zoshigaya adalah bangunan beton tiga lantai yang terletak di sudut distrik pemukiman Zoshigaya, di dalam wilayah Kuil Kishimojin kuno.

Kawasan itu sangat ramai, bahkan untuk distrik pemukiman, dan bangunan itu terletak di belakang jalan sempit yang memotong jalan satu arah. Blue Rose Chateau Zoshigaya dibangun di tengah lereng, dan rumah Toraki, Apartemen 104, setengah di bawah tanah.

Apartemen 2DK setengah bawah tanah di gedung yang terletak di lereng, di jalan sempit yang terlalu kecil untuk dilewati mobil. Tempat itu, yang tampaknya jauh dari konsep ‘sinar matahari’ secara sefisik mungkin, adalah ‘rumah’ Toraki.

(TL Note: 2DK adalah kode apartemen di Jepang, yang artinya apartemen 2 ruangan, dan berisi dapur dan ruang makan.)

“Aku sudah tinggal di sini selama hampir sepuluh tahun.”

Toraki menjawab pertanyaan Iris setelah sedikit ragu-ragu. Iris, yang tampak terkejut dengan angka itu, mengangkat wajahnya dari meja.

“Serius?”

“Apa untungnya aku berbohong?”

Toraki merasakan emosi kesal yang saling bertentangan karena dicurigai dan merasa bahwa kecurigaannya wajar saja.

“Ngomong-ngomong, sudah cukup tentangku. Siapa kau sebenarnya—”

Pada saat itu, palu perak tiba-tiba menghantam meja beberapa inci dari tangan Toraki yang bertumpu di atasnya, seperti adegan di ruang sidang dalam film Amerika.

Toraki melompat dari kursinya dan segera menarik tangannya. Itu tidak hanya karena terkejut. Begitu bersentuhan dengan palu itu, rasanya seluruh meja telah menjadi sepanas pelat besi yang sudah dipanaskan.

“Seandainya kamu menjadi ‘target’ yang ditunjuk untukku, semua yang ada di bawah pergelangan tanganmu akan menjadi abu dan meledak.”

“Huh? Apa!?”

“Orang yang kamu kalahkan pagi ini diklasifikasikan sebagai ‘tom buronan internasional Ordo Salib Hitam, sebuah faksi rahasia di dalam Gereja Salib Suci.”

“Buronan internasional apa?”

“‘Tom, adalah kependekan dari ‘Phantom’. Itu adalah istilah yang digunakan untuk menyebut makhluk malam seperti vampir dan manusia serigala, terutama yang berbahaya bagi manusia.”

“Sepertinya, itu singkatan yang cukup aneh.”

“Dia hanyalah vampir rendahan, tapi dalam beberapa tahun terakhir, dia telah menyalahgunakan kekuatan vampirnya untuk melakukan penipuan, penyerangan tidak senonoh, dan mengemudi dalam keadaan mabuk. Namanya Kajirou Okonogi.”

Semua itu terdengar seperti kejahatan yang bisa dilakukan bahkan tanpa menjadi vampir, tapi bukan itu intinya.

“…Kamu… Sebenarnya siapa kamu…”

“Aku … Hmm, tunggu sebentar.”

Iris berhenti bicara, menatap diri sendiri seolah-olah dia baru saja menyadari sesuatu, lalu berdiri dan berjalan ke salah satu ruangan sambil membawa palunya.

Rumah Toraki, Apartemen 104 Blue Rose Chateau Zoshigaya, adalah rumah bergaya Jepang dengan dua kamar tidur yang dipisahkan oleh sekat geser. Salah satu ruangan berisi beberapa barang pribadi Toraki, sementara yang lain benar-benar kosong.

Iris berjalan ke ruangan yang seharusnya kosong dan mulai mengobrak-abrik dengan berisik. Dilihat dari suaranya, dia sepertinya sedang mencari sesuatu di dalam tas travel berukuran besar.

Setelah sekitar tiga menit terdengar suara gemerisik, pintu geser terbuka untuk memperlihatkan seorang biarawati dengan noda kari di sekitar mulutnya.

“Aku adalah Ksatria Gereja dari Ordo Salib Hitam. Seseorang yang menghancurkan Phantom sepertimu, yang hidup dalam bayang-bayang, menggunakan Palu Suci bernama ‘Liberation (Pembebasan)’.”

Setelah melihatnya menarik palu perak dari tas perkakas di pinggangnya dan memutarnya di sekitar jarinya seperti penembak jitu dalam film barat, Toraki berbicara dengan nada dingin.

“Bersihkan noda kari itu dari mulutmu.”

“Eh? Oh tidak, apakah itu juga menempel di bajuku atau semacamnya!?”

Noda kari bisa merusak apa saja, bahkan merusak fakta mencengangkan dari identitas asli seorang gadis muda yang cantik.

Toraki mengerang sambil melihat Iris menarik tisu dari kotak yang Toraki ulurkan padanya dan menyeka sudut mulutnya dengan wajah merah.

“Dan juga, meja telah jadi sangat panas sejak tadi. Apa-apaan itu?”

“Itu karena telah ‘dikuduskan’ menggunakan Liberation. Kau harus tahu bahwa cara terbaik untuk membunuh vampir adalah dengan menancapkan pasak kayu ke jantung mereka, kan?”

“Aku selalu berpikir bahwa bukan hanya vampir, makhluk hidup mana pun akan mati karenanya.”

Liberation mengaruniai objek apa pun yang terbuat dari kayu biasa dengan energi suci. Jadi, ketika aku memukul meja itu dengan Liberation sebelumnya, itu pada dasarnya menjadi hal yang sama seperti pasak kayu bagimu.”

“Kenapa kamu harus melakukan itu? Di mana aku harus makan mulai sekarang?”

“Efeknya akan berakhir setelah satu hari penuh, jadi tahan saja sampai lusa.”

Semua yang dia katakan dan lakukan benar-benar tidak masuk akal.

“Tapi reaksimu barusan memberitahuku bahwa kamu telah makan di meja ini setiap hari. Jadi kamu tidak berkeliaran di jalan pada malam hari dan meminum darah orang, kan?”

“Aku bukan orang bodoh. Ini tidak seperti vampir akan mati jika mereka tidak meminum darah, dan meskipun tampangku begini, aku cukup pandai memasak untuk diri sendiri.”

Menilai dari kejadian pagi itu dan apa yang baru saja terjadi, Toraki mengerti bahwa gadis di depannya adalah bagian dari organisasi yang menentang keberadaan seperti Toraki, dan bahwa dia memiliki kekuatan yang cukup untuk melakukannya. Meski begitu, Toraki mengerti dari percakapan singkat mereka bahwa Iris tidak berniat melakukan apapun padanya, setidaknya untuk saat ini, dan menghela nafas lega.

“Ngomong-ngomong… Kamu berasal dari negara mana, Iris?”

“Ordo Salib Hitam berasal dari Tyrol, wilayah yang terletak di antara Italia dan Austria, tapi markas besar saat ini terletak di London. Sedangkan aku, aku lahir di Inggris.”

“Kau bisa melacak pergerakan vampir di Jepang dari Inggris?”

“Yah, tidak persis Inggris. Ada cabang di Jepang juga.”

“Tunggu, benarkah!?”

Dia tidak tahu bahwa organisasi seperti itu telah menyebarkan akarnya ke Jepang.

“Aku baru saja dipindahkan ke Jepang, dan menyingkirkan Kajirou seharusnya menjadi pekerjaan pertamaku di sini.”

Sementara setiap tindakannya membuatnya tampak bodoh, kata ‘menyingkirkan’ membawa beban berat ketika digunakan oleh seorang biarawati Gereja Salib Suci terkait vampir. Selain itu, dia telah memperkenalkan diri sebagai “Seseorang yang menghancurkan Phantom sepertimu” baru tiga puluh detik yang lalu. Itu juga sesuatu yang harus diwaspadai.

“Jadi pada dasarnya aku terlibat dalam situasi berbahaya? Jangan bilang kau datang ke rumahku untuk menghancurkanku…”

“Apakah aku akan menunggumu untuk bangkit dari abu jika aku akan melakukan itu? Jangan bicara seperti aku ini pembunuh berantai atau semacamnya.”

Yah, itu jelas masuk akal.

“Memang benar bahwa Ordo Salib Hitam menghancurkan Phantom. Tapi sekte utama Ordo menyadari bahwa tidak semua Phantom itu ‘jahat’. Meskipun aku pernah mendengar bahwa ada saat ketika mereka membunuh semua Phantom yang terlihat, bukan hanya vampir.”

“Beritahukan detailnya padaku.”

“Intinya, bertarung dengan mempertaruhkan nyawa adalah bagian dari deskripsi pekerjaanku. Tentu saja, ada kasus-kasus ketika kami harus menangkap seorang penjahat saat kami menangkap basah mereka di TKP, tapi kami biasanya mengamati target sampai kami dapat menangkap mereka dengan aman. Bahkan dalam kasus terburuk ketika kami harus menyingkirkannya, kami harus berhati-hati agar tidak terlalu mempengaruhi lingkungan. Itulah sebabnya kami tidak sekedar menyerang vampir yang tidak melakukan kesalahan apa pun.”

“Begitu ya, kalau begitu tolong beri tahu aku di mana aku dapat mengajukan keluhan tentang kau yang membuat mejaku tidak dapat digunakan tanpa alasan yang jelas.”

Toraki membuat lelucon ringan sebelum memasang ekspresi serius.

“Jadi, apakah itu berarti kau sudah bertarung cukup lama saat aku datang?”

“Eh?”

“Maksudku, kau melakukan kontak setelah melakukan penyelidikan rahasia dengan hati-hati, kan? Tapi pada saat aku menemukanmu, sepertinya kau berada dalam keadaan yang cukup sulit.”

“Umm… Tentang itu…”

“Maksudku, aku tidak pantas bilang begini, mengingat dia juga mengejutkanku. Tapi lelaki Kajirou itu bukanlah vampir yang kuat. Maksudku, dia pilih-pilih mengenai jenis darah yang ingin dia minum, dan dia mengendalikan orang dan membuat mereka menyerang orang lain tanpa memperhatikan waktu.”

 “T-Tidak apa-apa, kan? Itu tidak terlalu penting lagi—”

“Tidak bisa. Ini masalah yang sangat penting bagiku.”

Entah kenapa, Iris berusaha menghindari pembicaraan tentang Kajirou meskipun faktanya dialah yang mengangkat topik itu sejak awal.

“Aku sudah lama mencari vampir tertentu. Tapi sulit bagi vampir untuk mengenali vampir lain apa adanya hanya dengan melihatnya. Jika lelaki Kajirou itu benar-benar vampir yang kuat, maka aku perlu melihat latar belakangnya.”

“B-Begitu ya. Hmmmm…”

“Apa yang terjadi dengan abunya setelah pertarungan kita? Sebenarnya, apakah sejak awal dia tipe vampir seperti itu? Iris, apakah kamu mengambil abunya? Jangan bilang, apakah kamu membawanya sekarang?”

Toraki mencondongkan tubuh ke depan sambil berhati-hati untuk tidak menyentuh meja, menyebabkan Iris mengalihkan pandangannya.

“…Aku tidak tahu banyak tentang vampir itu.”

“Apa maksudnya kau tidak tahu? Bukankah kau sudah lama mengejarnya?”

“Itu tidak seperti aku yang mengejarnya selama ini… Aku mendapat pekerjaan ini hanya karena kebetulan aku pindah ke sini saat ini…”

Iris mulai bicara mengelak, dalam perubahan total dari sikap sebelumnya.

“Katakan padaku, apakah dia benar-benar sekuat itu? Bagaimana dia bisa mengalahkanmu? ”

“…… kut.”

“Eh?”

Iris akhirnya terlihat menyerah dan mengaku dengan suara yang sangat pelan sambil terlihat malu.

“….Aku takut… pada orang-orang yang bersamanya… Dan kakiku tak bisa bergerak…”

Waktu seolah membeku untuk beberapa saat karena mereka berdua tidak bergerak sedikit pun.

“Dan kemudian… mereka menangkapku… selagi aku tidak bisa bergerak…”

Dan akhirnya…

“Huhhh?”

Toraki berseru dari lubuk hatinya.

“Maksudku, suara mereka sangat keras… dan mereka bau alkohol dan tembakau… dan…”

“Tunggu, apa? Apa kau serius!?”

Vampir bernama Kajirou itu tidak kuat sama sekali, tapi itu hanya dari sudut pandang vampir lain.

Tidak ada manusia biasa yang bisa menyamai kekuatan fisiknya, dan tidak terbayangkan bagi manusia untuk menghindari serangan benang darah itu. Namun, Iris telah membaca serangan vampir dan menangkisnya dengan keterampilan manusia super, dan bahkan berhasil membuatnya terpojok.

Gadis yang telah mengumpulkan abu vampir dan membangkitkannya meskipun baru pertama kali bertemu dengannya, memakan kari katsu di rumah vampir tersebut, dan bahkan sampai mengancam vampir tersebut dengan palu suci, mengidap androfobia!?

(TL Note: Androfobia adalah takut terhadap laki-laki)

“D-Diam! Apa boleh buat, oke!? Aku benci laki-laki! Mereka menakutkan!”

“Apakah kau sadar betapa terdengar tidak masuk akalnya itu?”

Toraki bicara seolah membalas komentarnya sebelumnya.

“Kau adalah vampir, jadi tidak masalah! Kau bukan manusia!”

“Logika macam apa itu!?”

“Dalam kasus terburuk, kau bisa membunuh vampir! Tapi itu tidak benar untuk manusia, kan!?”

“Bukankah kau bilang sesuatu beberapa menit lalu bahwa tidak semua Phantam itu jahat!?”

Toraki berdiri secara refleks.

“Jadi itukah yang terjadi!? Kau kalah dari vampir lemah itu hanya karena kau takut pada antek-antek yang dia kendalikan!?”

Iris memelototi Toraki dengan wajah berwarna merah cerah, tapi dia tidak mengajukan keberatan atas pernyataannya. Toraki menatap matanya yang dipenuhi air mata malu sebelum menghela nafas dan duduk lagi. Toraki bicara dengannya dengan ekspresi datar.

“Bukankah kau seharusnya Ksatria Gereja dari Ordo Salib Hitam?”

“Oh, diamlah!!!!”

Melihat Toraki mempermainkannya, kemarahan Iris akhirnya meledak dari balik pipinya yang kembung.

“Aku mengerti, oke!? Aku tahu itu menyedihkan!! Tapi… aku tidak bisa menahan rasa takut!!”

Kali ini giliran Iris yang berdiri. Dia berdiri begitu keras sampai dia menjatuhkan kursinya dan mengayunkan tinjunya.

“Ketika aku belajar untuk menjadi Ksatria di seminari, aku berada di puncak kelas baik dalam teori maupun praktik! Tapi… tapi…!”

(TL Note: Seminari adalah lembaga pendidikan bagi calon pendeta Katolik Roma)

Tangan kiri Iris mulai gemetar tak terkendali. Toraki dapat melihat bahwa tanggapan ini tidak datang dari sesuatu yang sederhana seperti rasa malu atau sifat cerewet. Toraki sendiri juga mengerti bahwa sebagai seorang pria—dalam arti tertentu—itu bukanlah masalah yang bisa dia singgung tanpa berpikir.

“…Aku sudah menyebutkan bahwa ada cabang di Jepang, tapi sebenarnya cabang itu cukup kecil. Lagian, ini adalah negara yang damai. Sejak awal tidak banyak Phantom di sini, dan hanya kota-kota besar yang memiliki garnisun pasukan tetap. Selain itu… Ordo Salib Hitam melihat Jepang sebagai… umm, bagaimana aku harus bilangnya… Sebuah tempat di mana orang-orang yang tidak pandai dalam melakukan pekerjaan mereka akan dikirim.”

“…Pekerjaan buangan?”

“Ya, itu dia. Pekerjaan buangan. Lagipula, ini adalah daerah Timur Jauh. Itu wajar saja.”

“Hari-hari Inggris sebagai penguasa dunia teratas telah berakhir bahkan sebelum aku lahir. Jangan terlalu pesimis.”

“Pada dasarnya… itulah alasan kenapa aku bahkan tidak dapat menangkap vampir yang lemah seperti dia…”

“Yah, aku mengerti kalau kamu memiliki keadaanmu sendiri…”

“Lagipula, satu-satunya alasan kenapa butuh waktu lama untuk menemukannya adalah karena aku tersesat di Stasiun Ueno, tidak sengaja naik kereta yang salah, dan pergi jauh-jauh ke suatu tempat bernama Utsunomiya. Itu bukan karena aku lemah.”

“Kau memiliki masalah yang lebih besar dari sekadar kuat atau lemah.”

Bagaimana mungkin seseorang yang begitu fasih berbahasa Jepang tidak menyadari bahwa dia telah salah naik kereta sampai dia melakukan perjalanan jauh-jauh dari Ueno ke Utsunomiya?

“Tapi aku baru datang ke Jepang kemarin! Naik kereta yang salah seharusnya bukan masalah besar, kan!?”

“Itu sebenarnya sangat menakjubkan. Kau baru satu hari di Jepang dan kau sudah bisa berbicara bahasanya dengan baik.”

“Aku menanyakan arah pada seorang wanita di Ueno, dan dia mengatakan padaku bahwa selama aku naik kereta dengan garis hijau, kereta itu akan terus berputar-putar, jadi bahkan jika aku melewatkan tempat pemberhentianku, aku akan sampai di sana pada akhirnya!”

Memang ada Jalur JR Utsunomiya yang menghubungkan Ueno ke Utsunomiya, tapi tidak ada orang, yang pernah tinggal di Jepang meski sebentar, akan bingung antara garis oranye-hijau dari Jalur Utsunomiya dengan garis hijau-kacang Jalur Yamanote yang mengarah ke Ikebukuro.

“Hmm? Tunggu sebentar. Kau bilang kalau kau baru datang ke Jepang kemarin. Aku tidak yakin kau mendarat di bandara mana, Haneda atau Narita, tapi seharusnya tidak perlu turun di Ueno, kan? Jika kau mulai dari Hamamatsu maka kau bisa langsung naik Jalur Yamanote, dan jika kau mulai dari Narita, kau harus berganti kereta di Nippori, kan?”

“Fufu, pada akhirnya, aku mengerti kalau kau hanyalah vampir yang hidup dalam kegelapan. Apa kau tidak tahu tentang Museum Nasional Seni Barat di Ueno?”

“Tidak, aku tahu itu ada.”

“Patung Gerbang Neraka yang terletak di Museum Nasional Seni Barat adalah simbol dari Ksatria Gereja Ordo Salib Hitam. Dalam tulisan asli Barat, patung itu memiliki kekuatan untuk menghancurkan kejahatan. Aku ingin melihatnya dengan mata kepalaku sendiri, setidaknya sekali.”

“Tetap saja, tidak ada gunanya jika hal itu membuatmu salah naik kereta dan hampir saja terbunuh oleh vampir. Lagipula, bagaimana kau bisa kembali dari Utsunomiya ke Ikebukuro pada waktu yang aneh?”

“Aku entah bagaimana berhasil mengejar kereta pulang terakhir! Tapi, saat itu tengah malam ketika aku kembali dan targetku sudah menyimpang dari rute biasanya, jadi butuh beberapa saat untuk melacaknya!”

Mempelajari rute transportasi di wilayah tempat tinggal target seharusnya juga menjadi bagian dari pekerjaannya… Atau lebih tepatnya, itu adalah keterampilan dasar bagi siapa saja yang meninggalkan tanah airnya untuk bekerja di negara asing. Bagaimana mungkin dia berada di puncak kelas praktik bahkan tanpa mampu melakukan sesuatu seperti itu?

“Gyoza di Utsunomiya sangat enak!”

“Sepertinya kau menikmati Utsunomiya dengan sepuasnya sebelum kembali.”

Demi Iris, Toraki harap Iris tidak mondar-mandir di sekitar Utsunomiya, kota yang terkenal dengan gyozanya, dengan pakaian yang dia kenakan saat ini.

“Tentu saja tidak. Aku mengenakan pakaian yang mudah untuk bergerak sehingga aku akan siap kapan pun aku menghadapi musuh.”

“Kau tahu vampir bisa mencium bau bawang putih dari jarak satu mil, kan?”

“Aku memastikan untuk menghindari makan gyoza dengan bawang putih di dalamnya! Selain itu, aku tidak pergi ke tempat barbekyu, jadi aku tidak berbau asap. Semua toko yang aku kunjungi juga tidak mengizinkan merokok.”

Tampaknya, Jepang adalah negara yang damai, bahkan di mata Ordo Salib Hitam.

“Jadi bagaimana selanjutnya? Vampir bernama Kajirou telah dikalahkan, jadi apakah itu berarti kau akan kembali ke Britania?”

“Maksudmu Inggris.”

“Terserahlah. Jadi, apakah kau akan pulang?”

Orang Jepang umumnya menggunakan istilah “Britania Raya” untuk merujuk pada Kerajaan Bersatu yang terdiri dari Inggris, Skotlandia, Wales, dan Irlandia Utara. Toraki telah mendengar bahwa mereka menganggap satu sama lain sebagai negara yang berbeda bahkan sekarang, tapi fakta ini sama sekali tidak relevan baginya saat ini dan dia mendesak Iris untuk menjawab.

“Aku tidak akan pulang. Sudah kubilang aku pindah ke sini, kan? Meskipun ini pekerjaan buangan, masih banyak Phantom yang harus aku pantau.”

“……”

Kebijaksanaan yang muncul seiring usianya, menyebabkan alarm berbunyi di kepala Toraki. Dia merasa telah mengundang bahaya dengan mendapatkan konfirmasi dari Iris.

“Aku mengerti. Lakukanlah yang terbaik. Kurasa, pada akhirnya, kau ujung-ujungnya membantuku juga. Pokoknya, semoga berhasil dengan pekerjaanmu. Mungkin kita akan bertemu lagi jika takdir mengkehendaki—”

“Hei, Yura. Kau sudah menjadi vampir cukup lama, kan?”

“Ya, benar. Selain itu, apakah kau tidak akan dimarahi oleh bosmu di Ordo jika kau terus membuang waktu di rumah vampir? Kita berdua memiliki banyak pekerjaan yang harus kita lakukan. Stasiun Ikebukuro hanya satu perhentian dari Stasiun Zoshigaya. jadi kau mungkin tidak akan tersesat untuk sampai di sana, kan? Aku punya beberapa hal untuk dilakukan nanti. Selain itu, aku ingin mandi, jadi aku akan berterima kasih jika kau mau…”

“Bantu aku dalam pekerjaanku. Aku ingin bantuanmu untuk menekan vampir dan Phantom lain yang menyebabkan masalah.”

“Berhentilah main-main dan mengertilah, tidakkah kau lihat kalau aku memintamu untuk pergi!?”

“Tidak perlu teriak-teriak.”

Iris meringis setelah mendengar Toraki berbicara dengan suara keras, tapi Toraki merasa dia yang seharusnya meringis.

“Apakah kau tahu apa yang kau katakan? Kita baru saling kenal kurang dari satu jam dan semua yang aku dengar darimu benar-benar tidak masuk akal! Bukankah kau tipe orang yang tidak boleh berteman dengan vampir bagaimanapun caranya?”

“Itu tidak benar. Aku sudah bilang sebelumnya, kan? Aku tidak berpikir bahwa semua Phantom itu jahat. Tidak terbatas hanya pada vampir, ada Ksatria Gereja lain yang memiliki kerja sama dengan Phantom. Itulah bagian dari ‘hitam’ dalam nama Ordo kami.”

“Meski begitu, aku tidak punya alasan untuk bekerja denganmu.”

“Jika kau bekerja sama denganku, aku tidak akan melaporkanmu ke Ordo. Ksatria Gereja wajib melaporkan setiap Phantom yang mereka temui selama menjalankan tugas mereka. Jika aku melaporkanmu, kau akan dibuntuti ke mana pun kau pergi.”

“Itu disebut ancaman, bukan kerja sama.”

Toraki memasang ekspresi tidak senang. Iris, yang terus mengatakan hal-hal seperti itu sampai sekarang hingga membuat Toraki bertanya-tanya apakah ada beberapa baut yang lepas di kepalanya, tiba-tiba memasang ekspresi serius.

“…Ada orang-orang di Ordo yang bias terhadap Phantom. Tapi setelah melihat rumah ini dan berbicara denganmu, aku jadi yakin. Kau bukanlah vampir yang jahat.”

“Kau tidak bisa membodohiku dengan nada yang tulus itu.”

“Tolonglah, Yura! Aku tidak bisa kembali ke rumah kecuali aku menunjukkan hasil yang nyata di sini, di Cabang Jepang! Kalau terus begini, aku tidak akan bisa menghadapi teman sekelasku dari seminari!”

Toraki tidak memiliki kata-kata untuk mengungkapkan betapa dia tidak peduli tentang itu.

“Kau tidak cocok untuk pekerjaan ini. Kau harus menggunakan keterampilan bahasamu dan mencari hal lain untuk dilakukan.”

“Aku tidak ingin mendengar nasehat realistis dari vampir sepertimu. Aku sudah tahu kalau aku tidak cocok untuk pekerjaan ini… Tapi aku tidak punya pilihan lain.”

“……”

“Lagi pula, bukankah agen real estat di Jepang hampir selalu laki-laki?”

“Hmm? Tidak, tidak selalu begitu…”

“Bagaimana bisa aku berbicara dengan pria tak dikenal dari negara lain, dan pergi berkeliling bersama mereka mencari rumah?”

“Aku terkesan kau berhasil memesan gyoza, dalam keadaan itu.”

Toraki sekali lagi mendapat firasat buruk.

“Apakah Cabang Jepang atau apalah itu tidak menyediakan rumah untuk kau tempati?”

“Mereka akan membayar biaya sewanya, tapi karena kami diberikan kebebasan penuh dalam melakukan penyelidikan, kami harus mencari tempat tinggal yang sesuai sendiri.”

“…Dan?”

“Aku menyadari ini ketika aku melipat cucianmu, ini adalah apartemen 2DK, kan? Ruangan itu sepertinya tidak digunakan, lagipula kamar itu benar-benar kosong.”

“Keluar.”

Toraki tidak membuang waktu untuk meningkatkan pertahanannya, tapi Iris berusaha untuk mengatasi pertahanannya dengan kekuatan yang besar.

“Tolonglah! Aku tidak punya tempat lain lagi malam ini!”

“Jika kau takut pada laki-laki, jangan berusaha menginap di rumah vampir laki-laki! Kau seharusnya malu menyebut dirimu sebagai anggota Gereja Salib Suci!”

“Aku yakin aku akan baik-baik saja denganmu! Mungkin karena kau adalah vampir!”

“Prioritasmu kebalik! Apa kau tidak takut aku meminum darahmu!?”

“Mana mungkin kau akan melakukan hal seperti itu!”

Suara Iris lebih tegas dari yang Toraki telah dengar sejauh ini.

“Ya, aku tidak akan melakukannya.”

Ada rumor yang cukup umum, yang suka menggambarkan kalau semua pria adalah buaya darat tanpa pembenaran apa pun, tapi orang biasa biasanya tidak akan membiarkan emosi mengaburkan penilaian mereka.

“Aku tidak dapat memberikan hasil apa pun di negaraku sendiri… Aku dipaksa untuk menyadari bahwa aku hanya menggonggong dan tidak menggigit, lebih dari yang dapat aku hitung. Tidak mungkin aku dapat melakukan sesuatu di Jepang ketika aku tidak dapat melakukan apa pun di tanah airku sendiri… Dan aku tidak punya teman di Cabang Jepang…”

Tidak hanya dia naik kereta yang salah, tapi dia juga pergi makan-makan saat mencapai tujuan yang salah. Toraki dapat melihat kenapa hal itu tidak akan membuatnya disenangi di tempat kerja, tapi sebaliknya, Toraki merasa kalau Iris mungkin dapat berteman sebanyak yang dia inginkan di luar pekerjaan.

“Kau baru saja memikirkan sesuatu yang tidak sopan, kan?”

“Ah, aku cuma berpikir kalau, semakin aku mendengar tentangmu, tampaknya semakin kurang cocok kau dalam pekerjaan seperti ini.”

“Diam.”

Iris mulai cemberut.

“Aku tidak memintamu untuk membiarkanku tinggal di sini selamanya. Tapi aku benar-benar tidak punya tempat lain lagi hari ini…”

Zoshigaya cukup dekat dengan Ikebukuro, jadi selama Iris punya uang, ada banyak pilihan untuk tempat tinggal sementara seperti hotel bisnis, hotel kapsul, atau kafe internet. Namun, melihat seorang pria di meja resepsionis mungkin akan cukup untuk membuat Iris kabur, dan selain itu, jika terjadi kesalahan, dia mungkin akan menyeret Toraki ke dalam masalahnya karena Iris tahu alamatnya.

“Aku terkejut kau bisa mempercayai vampir yang baru saja kau temui sebegitunya. Kau akan mati muda, lho?”

“Eh…”

“Kau boleh tinggal, tapi jangan berpikir bahwa aku akan membiarkanmu tinggal di sini untuk jangka panjang. Aku punya pekerjaan sendiri yang harus dilakukan.”

Untuk pertama kalinya, pipi Iris bersinar merah karena alasan selain rasa malu, dan senyum cerah menerangi wajahnya.

“Jika kau bekerja sama denganku, aku akan mengumpulkan informasi tentang vampir untukmu! Kamu bilang kamu sedang mencari vampir, kan!?”

“Jangan sombong.”

Toraki menyerah dan menunjuk ke kamar bergaya Jepang yang tidak digunakan. Itu adalah ruangan yang sama dimana Iris tampaknya memindahkan barang bawaannya tanpa izinnya.

“Ada futon cadangan di lemari. Aku sudah lama tidak mengeluarkannya, jadi kau harus menahannya. Kau dapat membeli perlengkapan mandi apa pun yang kau butuhkan di minimarket. Kau sebelumnya bisa membeli bento kari katsu, jadi itu tidaklah masalah untukmu.”

“U-Umm…”

“Ngomong-ngomong, kau punya uang, kan? Lagipula, Kau bisa membeli gyoza. Tapi, kenapa kau harus mengambil dompetku untuk membeli bento?”

“Umm… Aku memang punya debit, tapi aku belum menarik uang… Dan aku juga membeli tiket kereta dengan debit…”

“Oh, begitu. Jika kasir di minimarket itu laki-laki, kau akan terlalu takut untuk mengatakan kepadanya bahwa kau ingin membayar menggunakan debit.”

“Kau tidak harus selalu menjelaskannya.”

Rupanya, dia menggunakan uang tunai sehingga dia bisa menyelesaikan pembeliannya tanpa percakapan yang tidak perlu.

“Serius, bagaimana sih kau bisa memesan gyoza?”

“Aku secara khusus pergi ke toko yang bisa debit dan memiliki karyawan perempuan. Selebihnya, aku hanya harus berpura-pura menjadi turis yang tidak mengerti bahasanya. Sebagai orang Jepang, karyawan bersimpati denganku dan mengurus semuanya sendiri.”

“Kau seharusnya merasa bersalah.”

Toraki kesal karena dia sendiri tidak mengerti, tapi itu jelas bukan sesuatu yang Iris harus bicarakan dengan bangga.

“Tapi di kota, ada banyak toko yang karyawannya bukan orang Jepang dan orang yang bisa berbahasa Inggris, jadi aku tidak bisa menggunakan trik itu…”

“Kau benar-benar…”

Pada titik ini, daripada jengkel, Toraki merasa dia harus memujinya. Iris telah mengatakan sesuatu tentang ingin bekerja sama dengannya untuk pekerjaan, tapi pada tingkat ini, Toraki mungkin akan perlahan-lahan harus memperhatikan setiap aspek perawatannya selama Iris di Jepang.

“Bisakah kau menyikat gigi sendiri?”

“Apa kau meledekku?”

“Pikirkan semua yang telah kau lakukan sejauh ini sebelum bicara begitu. Aku punya sikat gigi baru, jadi kau bisa memakainya. Seperti yang kau lihat, apartemen ini tidak memiliki sesuatu yang berkelas seperti wastafel WC, jadi gunakan wastafel dapur untuk memakai air.”

Toraki mengeluarkan paket sikat gigi yang belum dibuka dari salah satu lemari bawah di dapur dan menyerahkannya pada Iris. Iris tampak sedikit terkejut saat dia menerima sikat gigi dan kemudian melihat ke arah ruangan yang Toraki tunjukkan sebelumnya.

“Kau tampaknya cukup siap untuk menerima tamu. Apa kau memiliki seseorang yang sering datang menginap? Pacar?”

“Berhenti mencampuri urusanku lebih dari itu. Lagipula, apakah menurutmu vampir akan punya pacar?”

“Itu sama sekali tidak aneh. Sejak dulu, vampir selalu menyukai wanita.”

“Aku tidak pernah mencoba menyelidiki urusan pribadi vampir lain. Lagipula, orang-orang itu sangat berumur pendek.”

“Eh?”

Iris mengira bahwa dia mendeteksi nada melankolis di akhir kalimatnya, tapi Toraki mengubah topik sebelum Iris dapat mengajukan pertanyaan apa pun.

“Pokoknya. Aku akan mandi dan berangkat kerja. Kau dapat menggunakan shower jika kau mau, tapi pastikan untuk membersihkan kamar mandi dan menyalakan kipas ventilasi setelah kau selesai. Selain itu, gunakan deterjen dan sikat pembersih untuk cucianmu.”

“O-Oke, makasih.”

Setelah itu, Toraki mengeluarkan dompetnya dan meletakkan satu lembar uang kertas 5000 Yen di atas meja.

“Hanya ini yang bisa kuberikan padamu untuk saat ini. Jika ada yang kau butuhkan, gunakan uang itu untuk membelinya.”

“E-Ehh? A-Apa ini tidak apa-apa?”

“Aku tidak memberikannya padamu secara cuma-cuma. Kembalikan ketika kau ada uang. Aku ragu kau datang dengan tangan kosong jauh-jauh dari Inggris, tapi apakah kau setidaknya memiliki pakaian ganti?”

“Y-Ya, tentu saja. T-Tapi tidakkah kau berpikir kalau aku hanya akan mengambil uangmu dan kabur?”

Tidak ada jejak dari sikapnya yang lancang sebelumnya, saat dia mengambil uang kertas 5000 Yen dengan kedua tangan dan mengangkatnya ke dadanya.

“Mana mungkin kau akan melakukan hal seperti itu.”

“…!”

“Selain itu, bahkan jika kau melarikan diri dengan uang itu, aku akan berterima kasih kepada para bintang bahwa aku telah menyingkirkan orang yang mengganggu hanya dengan 5000 Yen.”

“…Isss!!”

“Jika kau sudah mengerti, maukah kau pergi ke ruangan lain sekarang? Aku tidak punya sesuatu seperti ruang ganti, jadi aku harus melepas pakaian di sini.”

“A-Ah, oke, aku mengerti.”

“Oh, dan satu hal lagi. Jika kau merasa tidak nyaman untuk keluar membeli barang, pergilah ke toko ini. Kau harus berjalan sedikit, tapi kau akan baik-baik saja di sini. Apakah kau memiliki ponsel atau Slimphone?”

Toraki mengambil salah satu brosur dari tumpukan dekat pintu depan dan menuliskan sesuatu di belakangnya.

“Bisakah kau membaca Kanji?”

“Sedikit. Apakah toko ini minimarket?”

Toraki mengangguk dan menunjuk dirinya sendiri.

“Ini adalah toko tempatku bekerja paruh waktu. Kau seharusnya tidak kesulitan membeli barang jika aku kasirnya, kan?”

Iris menatapnya dengan ekspresi kagum.

“Kau bekerja paruh waktu di minimarket?”

“Menurutku tidak aneh bagi vampir untuk memiliki pekerjaan.”

Iris tampak terkejut sesaat setelah mendengar itu, tapi dia segera tersenyum sedikit dan dengan hati-hati melipat uang kertas 5000 Yen.

“Terima kasih. Aku akan pastikan untuk mengembalikan uangmu bersama dengan uang yang aku pakai membeli bento. Jika kau akan bekerja di jam segini, apakah itu berarti kau bekerja di shift malam?”

“Bagaimana menurutmu? Aku seorang vampir. Aku akan kembali sebelum matahari terbit. Jangan menungguku.”

“Tentu, aku akan tidur ketika aku sudah siap.”

Iris mengangguk paham dan memasuki ruangan yang telah ditunjuk Toraki. Melihat gerakannya yang mulus, sepertinya dia sudah terbiasa bergerak di dalam apartemennya.

Setelah Toraki memastikan bahwa Iris telah menutup pintu geser, dia mengeluarkan pakaian ganti dari kamarnya sendiri dan meninggalkannya di luar kamar mandi. Dia melepas pakaiannya, melipatnya dengan kasar, dan membawanya ke kamar mandi.

Setelah mandi cepat, dia membersihkan dirinya dengan handuk, keluar dari kamar mandi, dan segera berpakaian. Mendengar suara pria itu mengeringkan rambut pendeknya dengan hairdryer, Iris membuka sedikit pintu kamarnya dan mengintip ke luar.

“Apa kau akan pergi?”

“Ya.”

“Begitu ya… Sekali lagi terima kasih untuk semuanya. Hati hati.”

Mengatakan itu, Iris sekali lagi menutup pintu.

“……”

Toraki terdiam dan menatap ke pintu di mana Iris menghilang.

“‘Hati-hati,’ ya?”

Kata-kata yang dia gumamkan pada diri sendiri tenggelam oleh suara hairdryer.

“Aku bertanya-tanya sudah berapa lama sejak seseorang mengatakan itu padaku.”

Dia telah mengambil beban yang merepotkan. Itu tidak diragukan lagi.

Toraki telah hidup terlalu lama untuk jadi bersemangat hanya karena ada gadis cantik seperti Iris di rumahnya. Meskipun dia tidak punya pilihan lain selain membiarkan Iris menginap, dia benar-benar berharap Iris akan keluar dari rumahnya secepat mungkin.

Namun, meski begitu…

“Begitu ya. Hati hati.

Kata-kata itu secara mengejutkan berdampak besar dan membuat hati Toraki kacau balau.

Setelah selesai menggunakan hairdryer, Toraki memasukkan dompet, kunci, dan Slimphone ke dalam saku celananya, meletakkan sepatunya di dekat pintu depan, dan meninggalkan rumah sebelum Iris bisa mengatakan hal lain kepadanya.

Setelah melangkah ke koridor yang dingin, dia mengunci pintu dan menarik kenop pintu sekali untuk memastikan bahwa pintu itu sudah terkunci sebelum menghela nafas. Sambil berbisik pada diri sendiri, dia mendengarkan suara langkah kakinya sendiri, yang menggema seolah menekankan dinginnya musim dingin.

Tidak peduli berapa tahun berlalu, dia tidak bisa terbiasa dengan dinginnya musim dingin yang dia rasakan, bahkan setelah menjadi vampir.

“Informasi tentang vampir lain, ya?”

Toraki telah bertemu dengan beberapa vampir lain selama hidupnya yang panjang sebagai salah satu dari mereka, tapi bahkan ketika dia menemukan informasi yang dia cari, dia tidak pernah memanfaatkannya sekali pun. Untuk alasan itu, rasa ingin mengumpulkan informasi tentang dunia selama kehidupan sehari-harinya sudah lama tumpul.

Toraki mengira bahwa perasaan pasrah di hatinya telah tumbuh lebih kuat daripada penantiannya akan informasi baru, tapi “Hati-hati” Iris dengan mudah mengguncangnya.

“Aku ingin tahu apakah… aku akan bisa kembali menjadi manusia sebelum semua orang yang mengenalku tiada.”

 

Daftar Isi - Selanjutnya