[LN] Kanojo ni Uwaki Sareteita Ore ga, Koakuma na Kouhai ni Natsukareteimasu Volume 1 Chapter 2.2 Bahasa Indonesia
Chapter 2 – Kencan Buta Natal
2
“Yups!” “Uy!” “Metgi!”
Saat tiga anggota mahasiswa laki-laki tiba sambil mengucapkan salam bersamaan, anggota kencan buta pun lengkap. Seperti yang diharapkan dari pilihan Ayaka, wajah mereka memang berstandar tinggi.
Seandainya mereka mengucapkan salam dengan normal, mereka akan mendapatkan poin yang cukup tinggi.
Kalau yups dan uy sih aku masih bisa ngerti, tapi apa-apaan ‘metgi’ itu? Jika kependekan dari selamat pagi, kau tidak perlu menyingkatnya, selain itu, ini sekarang sudah malam, tau.
“Selamat malam, semuanya!”
Ayaka mengucapkan salam sambil tersenyum manis.
Saat aku melihat itu, aku tanpa sadar tersenyum lebar.
Ayaka sudah memiliki banyak teman sejak SMA dan terlepas dari jenis kelaminnya, ada banyak orang yang menyukai Ayaka.
Alasan untuk semua itu adalah karena sikapnya barusan dan penampilan fisiknya.
Saat aku semakin mengenalnya, sikap kerasnya yang biasanya pun terungkap, tapi dia tampaknya memainkan peran gadis yang lembut dan ceria kepada para pria yang berkumpul di sini.
“Hai, Ayaka-chan! Terima kasih telah mengundangku hari ini.”
“Tidak, terima kasih juga telah datang meski dadakan! Aku sangat senang kamu bisa ke sini, Motosaka-kun.”
“Tidak, tidak, aku akan mengikuti apa pun yang diminta Ayaka-chan.”
“Meski kamu bilang begitu pun, kamu gak akan dapat apa-apa, tau?”
Ayaka cekikikan, tapi mengetahui seperti apa Ayaka yang sebenarnya, aku hampir cekikikan juga.
Saat kencan buta dimulai, pria dan wanita pun mulai mengobrol dengan antusias.
Meskipun dia mengumpulkan para anggotanya secara dadakan karena tidak ada banyak waktu, tapi laki-laki yang hadir suka mengobrol dan para perempuannya semuanya cantik-cantik.
Sulit untuk tidak bersemangat meskipun obrolannya sepele.
Aku sendiri juga, meskipun awalnya enggan, akhirnya menikmatinya selama sekitar satu jam.
Laki-laki dan perempuan duduk saling berhadapan. Karena aku dan gadis di depanku memiliki selera komik yang sama, jadi kami memiliki banyak hal untuk dibicarakan.
Tapi, hanya pria yang duduk di depan Ayaka, Motosaka, yang tampaknya lebih fokus untuk menggoda Ayaka daripada berbicara dengannya.
“Beneran~, aku sangat ingin punya pacar kayak Ayaka-chan.”
“Motosaka-kun sangat keren kok, jadi kamu pasti bisa mendapatkannya!”
“Entahlah, aku tidak yakin sih. Tapi, yah, kurasa Ayaka-chan akan menjadi pilihan yang tepat.”
“Iss gombal!”
“Ahahaha!”
Motosaka menggedor meja dengan tangannya.
Aku dapat mengetahuinya. Itu adalah perkataan serius berkedok lelucon.
Aku mungkin tidak memiliki banyak pengalaman dalam percintaan, tapi aku dapat menilai dari ekspresi wajah orang-orang yang mendekati Ayaka.
Ayaka juga bilang kalau dia ingin punya pacar, meskipun begitu, dia menolak semua pendekatan dari pria yang terkesan main-main.
Dan sayangnya, kebanyakan pria yang tertarik pada Ayaka karena penampilannya adalah tipe yang seperti itu.
Ini mungkin tidak terjadi saat SMA, tapi ini menjadi lebih jelas ketika dia masuk universitas. Terlepas dari kenyataan bahwa mereka bukanlah tipe pria yang disukai Ayaka, Ayaka masih mau berteman baik dengan mereka.
Aku pernah bertanya kenapa dia begitu baik dengan semua orang.
Jawabannya adalah, “Yah, gak ada salahnya, sih.”
Mau tak mau aku merasa itu akan menyebabkan lebih banyak masalah, tapi dengan sifat Ayaka, apakah dia bisa mengatasinya sebelum itu menjadi masalah?
Aku tidak tahu, karena aku belum pernah mengalami itu.
…Namun, si Motosaka ini.
Begitu kencan buta dimulai, dia langsung meminum sake dan suaranya semakin dan semakin mengeras.
Dikarenakan tempat ini bukanlah bar umum, hal itu membuat rombongan kami jadi sedikit mencolok.
Pada akhirnya, dia mulai membicarakan topik vulgar kepada para gadis, dan tentu saja, hal itu pun membuat pelipis Ayaka berkedut.
“Motosaka-kun, suaramu agak terlalu keras. Selain itu, kamu tidak boleh membicarakan hal semacam itu pada wanita yang baru kamu kenal…”
“Eh~, kok gitu? Aku ini berbicara mewakili semua pria di sini! Itulah yang kalian semua ingin tanyakan pada para gadis, kan~?”
Motosaka membantah dengan suara yang keras seperti sebelumnya. Selain itu, karena aku ditempatkan dengan para pria, apakah aku juga akan dikira mempelopori obrolan jorok bersama mereka ini?
Dua pria lainnya saling memandang dan tersenyum pahit.
Tampaknya, kelakuan buruk Motosaka hanyalah ulahnya sendiri.
“Meskipun begitu, kamu malah membuat para wanita jadi tidak nyaman.”
Ketika aku mengatakan itu, Motosaka mengerutkan keningnya dalam-dalam.
“Apa-apaan itu? Apakah kau tidak bisa mengikuti suasana?”
“Tidak, ini bukan soal mengikuti suasana. Karena sekarang suasanya jadi canggung.”
“Itu karena kau menyelaku, kan?”
“Tentu saja bukan karena itu.”
“Bagaimana bisa kau begitu yakin?”
Motosaka menatapku, tidak berusaha menyembunyikan nada suaranya yang kesal.
“Begini, ya~, kencan buta yang aku ikuti sebelumnya memiliki suasana seperti itu, jadi ini adalah hal yang normal, tau?”
Mendengar kata-kata itu, Ayaka pun membuka mulutnya untuk membantah.
“Memang, mungkin ada kencan buta yang seperti itu, tapi…”
Aku bisa mendengar suara hati Ayaka di benakku yang berbunyi, “Kamu harusnya sadar bahwa ini bukanlah suasana yang tepat untuk menanyakan itu.”
Tapi Motosaka, yang sangat tidak peka, tidak mengerti maksud tersirat Ayaka, dan mengembalikan topik pembicaraan sebelumnya.
Sejauh ini, gadis-gadis di sebelah Ayaka hanya tertawa canggung dengan cerita Motosaka, tapi sekarang ekspresi mereka menjadi lebih gelap.
Dilihat dari situasi saat ini, Ayaka tampaknya telah mengundang teman yang tidak sering berhubungan dengannya.
Namun, Ayaka-lah yang mengundang Motosaka.
Ayaka juga tampaknya sudah paham, dan kali ini dia mendongak dengan ekspresi penuh tekad.
Tapi, begitu Ayaka hendak membuka mulutnya, sebuah suara, yang agak terlalu ceria untuk suasana saat ini, menerobos ke dalam keadaan.
“Are~, Senpai toh!”
Orang yang muncul dengan riang adalah seorang mahasiswi yang beberapa hari lalu telah berhenti menjadi Santa, Shinohara.
“Selamat malam, Hasegawa-senpai!”
Shinohara mendatangiku dengan mata berbinara.
Shinohara, yang memikat perhatian orang-orang dengan penampilan fisiknya yang luar biasa, bahkan lebih menonjol dari gadis-gadis cantik di kencan buta ini.
Ayaka, satu-satunya yang tampaknya mampu bersaing dengan Shinohara, kini memiliki ekspresi terkejut yang tak terlukiskan pada sosok yang tiba-tiba datang itu.
Aku, yang duduk di ujung lorong, kemudian berdiri, sambil bertanya-tanya kenapa timing-nya di saat begini.
“H-Hei, kebetulan sekali, ya.”
“Aku belum melihatmu sejak kemarin, Senpai~!”
Shinohara, yang berbicara dengan manis, terlihat sedikit berbeda dari kemarin.
Aku tidak ingat kalau Shinohara bersikap begitu manis padaku, dan aku yakin dia bukanlah tipe orang yang mencoba bersikap manis di depan umum.
Terlebih lagi, aku bahkan tidak memberi tahunya ke mana aku akan pergi hari ini, tapi bagaimana bisa dia ada di sini?
Saat aku sedang bertanya-tanya tentang ini, orang yang tak terduga membuka mulutnya.
“Hei, apa yang kamu lakukan di sini, Mayu?”
Itu adalah Motosaka.
Motosaka, yang tidak peduli meskipun aku dan Ayaka sudah memperingatkan perkataan dan perilakunya, menjadi pucat ketika dia melihat Shinohara.
Caranya memanggil nama dan kegelisahannya itu.
Kurasa aku mengerti seperti apa hubungan mereka.
“Oh, kamu di sini toh.”
Begitu Shinohara menyadari adanya Motosaka, dia berbicara dengan suara dingin, suara yang berbeda dari yang dia gunakan ketika berbicara denganku.
“Yah, begitulah. Ngomong-ngomong, Mayu, kenapa kamu ada di sini?”
“Memangnya apa masalahmu kalau aku ada di sini? Ini hanya kebetulan, Yuudou-senpai.”
Shinohara, yang biasanya memasang wajah imut, memberikan tatapan tajam hingga membuat itu jadi benar-benar menyeramkan.
Shinohara melirik ke sisi meja para gadis dan menghela nafas kecil.
“Kamu tampaknya sedang bersenang-senang.”
“Mayu, biar aku jelaskan dulu supaya kamu tidak salah paham. Ini hanya pesta natal.”
“Oh, pesta, ya? Tapi, gak keliatan kayak gitu lho.”
“Itu perasaanmu saja. Aku sudah belajar dari kesalahanku sebelumnya.”
Motosaka pun meletakkan telapak tangannya di kepala Shinohara, tapi Shinohara menepisnya.
“Ini kencan buta, kan?”
Menyadari hubungan mereka, aku pun membuka mulutku.
Jika Motosaka tidak mengatakan atau melakukan sesuatu yang tidak biasa, aku akan tetap diam. Selain itu, aku merasa ingin mengatakannya dengan lantang sekarang.
“Kamu sendiri yang bilang, kan? Kalau ini adalah kencan buta yang sama di mana kamu mengobrol jorok dengan para perempuan. Kenapa kau bohong?”
“K-Kau ini...”
Motosaka memelototiku dengan ekspresi permusuhan.
Aku balas menatapnya dengan ekspresi tanpa dosa.
Ketika mendengar kata-kataku, Shinohara menggelengkan kepalanya dan membuat gerakan kesal.
“Sudah kuduga begitu. Aku ini masihlah pacar Yuudou-senpai,
jadi jangan membuatku malu begitu.”
“I-Itu tidak benar! Itu cuma lelucon garing orang ini, tau!”
Motosaka mendecakkan lidahnya padaku dan berbalik menghadap Shinohara.
“Selain itu, Mayu, hubungan macam apa yang kamu miliki dengan pria ini? kamu bilang kamu tidak punya banyak teman pria!”
“Apa-apaan yang kau katakan sok tanpa dosa begitu...? Dan kecilkan suaramu karena itu menyebalkan.”
Shinohara meletakkan jarinya di mulut Motosaka, khawatir dengan tatapan orang-orang di sekitarnya.
Kemudian Motosaka, yang tidak mendengarkan meski sudah kami peringatkan sebelumnya, langsung terdiam.
Perkataan Shinohara kemarin, “Dia selingkuh tapi dia masih mencintaiku,” tampaknya memang benar.
“Dan, soal hubunganku dengan Hasegawa-senpai. Kami hanya menghabiskan malam natal bersama, cuma itu kok.”
“Buuh.”
Aku refleks menyembur.
Saat aku membuka mulut untuk mengoreksi perkataannya yang ambigu itu, aku dihentikan oleh tatapan Shinohara.
Tatapan yang mengatakan, “Tolong, ikuti alurku saja.”
...Aku akan memintanya mentraktirku lain kali.
Ketika Motosaka mendengar soal malam Natal itu, wajahnya semakin memucat.
“Tidak, tidak... Itu namanya selingkuh, kan...? Selain itu, apakah kamu pikir wanita boleh selingkuh?”
“Jadi, kalau laki-laki boleh, ya?”
“Tapi, wanita kan tidak pantas begitu.”
Motosaka berbicara menentang dengan suara rendah. Tapi, siapapun yang melihatnya, sudah tahu siapa yang lebih ungguh.
Lalu, Ayaka pun membuat suara dengan menepukkan tangannya.
“Oke, kita sudahi dulu untuk hari ini. Ayo kita berkumpul lagi kalau waktunya tepat.”
Wajah para gadis yang duduk di sebelahnya pun langsung berbinar.
Ayaka tampaknya berpikir lebih baik menyelesaikan situasi dengan bubar daripada menenangkan Motosaka.
“Haa... Padahal aku datang kemari karena Ayaka-chan yang ngajak, tapi ya sudahlah. Ajak aku lain kali lagi aja, ya.”
Motosaka berkata dengan nada yang dapat terdengar, dan kemudian berjalan menuju kasir untuk membayar tagihannya sendiri.
Aku terkejut bahwa dia masih mengira kalau Ayaka mau mengajaknya lagi.
“Ayo pergi, Mayu.”
Motosaka memanggil Shinohara dan berjalan keluar dari toko, tapi yang mengejutkannya, Shinohara langsung setuju mengikutinya.
Tepat sebelum keluar toko, dia melambaikan tangan padaku dan berkata, “Sampai jumpa lagi, Senpai.”
Aku pun mengangkat tanganku sedikit dengan bingung.
Aku terkesan pada caranya yang menepis tangan Motosaka yang mencoba menyentuh kepalanya.
“Semuanya, maaf karena natalnya jadi beginiー...”
Ayaka tampak sangat murung saat dia selesai membayar tagihannya.
Baik pria dan wanita berusaha menghibur Ayaka.
Aku, yang berjalan di depan, lalu membuka pintu toko.
Suara lonceng 'Syalala,' yang pas untuk di hari Natal, anehnya terdengar sangat sedih di telingaku.
◇◆
Post a Comment